BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Subjektif. Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Subjektif 1. Pengertian Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif menurut Diener, dkk., (2006) yaitu mengacu pada bagaimana orang menilai hidup secara positif, termasuk penilaian variabel kepuasan hidup, banyak merasakan afek positif seperti emosi dan suasana hati yang positif, dan kurangnya afek negatif yang dirasakan sepertindepresi dan kecemasan. Adapun pendapat lain tentang kesejahteraan subjektif yaitu, evaluasi subjektif seseorang mengenai kehidupan termasuk konsep-konsep seperti kepuasan hidup, emosi menyenangkan (fulfilment) kepuasan terhadap area-area seperti pernikahan dan pekerjaan, dan tingkat emosi tidaknmenyenangkan yang rendah (Diener, dalam Hamdana, dkk., 2015). Menurut Biswar (dalam Utami, 2012) kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi individu terhadap kehidupannya yang berkaitan dengan komponen kognitif dan emosional yang mencakup tigankomponen utama, yaitu banyaknya mengalami afek positif atau afek yang menyenangkannseperti kegembiraan, kelegaan hati, kasih sayang, sedikitnya mengalami afek negatif atau afek yang tidak menyenangkan seperti ketakutan, kemarahan, dan kesedihan, serta pendapat pribadi mengenainkepuasan hidup. Menurut Eddington & Shuman (2005) kesejahteraan subjektif merupakan evaluasi seseorang terhadapnkehidupannya yang meliputi 14

2 15 perkembangan kognitif seperti kepuasan hidup dan evaluasi afektif (mood dan emosi), seperti perasaan ataunemosi positif dan negatif. Diener, dkk., (dalam Utami, 2009) menambahkan bahwa kesejahteraan subjektif adalah evaluasi yang dilakukan seseorangnterhadap kehidupannya. Evaluasi tersebut bersifat kognitif dan afektif. Evaluasi yang bersifat kognitif meliputi bagaimana seseorang merasakan kepuasan dalam hidupnya. Evaluasi yang bersifat afektif meliputi seberapa sering seseorang merasakan emosi positif dan emosi negatif. Seseorang dikatakan mempunyai tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi jika orang tersebut merasakan kepuasan dalam hidupnya, sering merasakan emosi positif seperti kegembiraan dan kasih sayang serta jarang merasakan emosi negatif seperti kesedihan dan amarah. Ariati (2010) mengemukakan ada dua pendekatan teori yang digunakan dalam kesejahteraan subjektif yaitu; a) Bottom up theories, yaitunmemandang bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dirasakan dan dialami seseorang tergantung dari banyaknya kebahagiaan kecil serta kumpulannperistiwa-peristiwa bahagia. Secara khusus, kesejahteraan subjektif merupakan penjumlahan dari pengalaman-pengalaman positif yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Semakin banyaknya peristiwa menyenangkan yang terjadi, maka semakin bahagia dan puas individu tersebut. Untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif, teori ini beranggapan perlunya mengubah lingkungan dan situasi yang akan mempengaruhi pengalaman individu, misalnya: pekerjaan yang memadai, lingkungan rumah yang aman, pendapatan/gaji yang layak. b) Top down theories, yaitu kesejahteraan subjektif yang dialami seseorang tergantung dari cara individu tersebut

3 16 mengevaluasi dan menginterpretasi suatu peristiwa/kejadian dalamnsudut pandang yang positif. Perspektif teori ini menganggap bahwa, individu lah yang menentukan atau memegang peranan apakah peristiwa yang dialaminya akan menciptakan kesejahteraan psikologis bagi dirinya. Pendekatan ini mempertimbangkan jenis kepribadian, sikap, dan cara-cara yang digunakan untuk menginterpretasi suatu peristiwa. Sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif diperlukan usaha yang berfokus pada mengubah persepsi, keyakinan dan sifat kepribadian seseorang. Pendekatan bottom up theories dan top down theories memberikan perbedaan terhadap pendekatan kesejahteraan subjektif, sehingga untuk menyimpulkan seseorang merasa sejahtera dapat dilihat dari bagaimana individu tersebut menyikapinya. Dari keseluruhan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan proses ketika seseorang melakukan evaluasi secara subjektif terhadap kehidupannya yang meliputi evaluasi kognitif yang berupa adanya kepuasan hidup maupun evaluasi afektif yang berupa emosi positif (pleasure) atau negatif (displeasure). 2. Aspek Kesejahteraan Subjektif Menurut Diener, dkk., (2006) kesejahteraan subjektif memiliki tiga aspek, antara lain: a. Life Satisfaction atau kepuasan hidup Kepuasan hidup merupakan penilaian secara umum terhadap kehidupan seseorang. Kepuasan hidup merupakan bentuk kemampuan seseorang untuk menikmati pengalaman disertai dengan kegembiraan. Penilaian kepuasan hidup dapat terdiri dari kepuasan yang dirasakan dalam

4 17 berbagai bidang kehidupan seperti rekreasi, cinta, pernikahan, persahabatan, dan lain sebagainya. Diener, dkk., (1985) membagi kepuasan hidup menjadi beberapa sub, di antaranya kehidupan yang ideal, kondisi kehidupan yang baik, merasa puas dengan kehidupan, mendapatkan hal-hal pentingndalam kehidupan, tidak ingin merubah apapun jika terlahir kembali. b. Afek positif atau menyenangkan Afek positif dapat terbagi menjadi emosi positif khusus seperti kegembiraan, kasih sayang dan kebanggaan. Afek merupakanngambaran evaluasi langsung individu terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya (Putri & Sutarmanto, 2009). Individu akan bereaksi dengan afek positif jika mengalami sesuatu yang baik dalam hidupnya, begitu pula sebaliknya. Afek terdiri dari mood dan emosi. Afek terkait dengan penilaian seseorang terhadap kejadian dalam kehidupan seseorang tersebut (Diener, dkk., 1999). Afek positif yang dominan cenderung direfleksikannsebagai kesejahteraan subjektif yang tinggi (Putri & Sutarmanto, 2009). Afek positif terkait dengan pengalaman emosi yang menyenangkan dan perasaannhati yang menyenangkan (Diener, 2000). Watson, dkk., (1988) membagi afek positif menjadi antusias (enthusiastic), tertarik dengannpekerjaan (interested), penuh tekad (determined), gembira (excited), penuh inspirasi (inspired), waspada (alert), aktif (active), kuat (strong), bangga (proud), penuh perhatian (attentive).

5 18 c. Afek negatif atau tidak menyenangkan Afek tersebut dapat dipisahkan menjadi emosi dan mood khusus, seperti malu, rasa bersalah, marah, sedih dan cemas. Perasaan negatif merujuk kepada rendahnya tingkat pengalaman emosinyang tidak menyenangkan (Diener, 2000). Watson, dkk., (1988) membagi rendahnya tingkat perasaan negatif menjadi takut akan sesuatu (scared), takut (afraid), kecewa (upset), tertekan (distressed), gelisah (jittery), gugup (nervous), malu (ashamed), bersalah (guilty), mudahnmarah (irritable), memiliki musuh (hostile). Aspek-aspek kesejahteraan subjektif yang lain dikemukakan oleh Eddington & Shuman (2005) yaitu: a. Life satisfaction atau kepuasan hidup, yang dapat dibedakan dalam kepuasan di masansekarang, masa lalu dan masa depan, serta dalam aspek keluarga, pekerjaan, kesehatan, cinta, pernikahan, pertemanan atau hubungan dengan orang lain, rekreasi, ekonomi/keuangan dan sebagainya, b. Presence of frequent positive affect (pleasant moods and emotions) di mana pleasant affect / suasana hatinyang menyenangkan ini dapat dibedakan dalam beberapa emosi, seperti: gembira, disayang, bangga dan berharga. c. Serta relative absence suasana hati yang tidak menyenangkan tersebut dapat dibedakan dalamnbeberapa emosi, seperti: malu, bersalah, sedih, marah, cemas, khawatir, stres, depresi dan iri hati. Berdasarkan uraian aspek di atas dapat disimpulkan aspek-aspek kesejahteraan subjektif ke dalam tiga komponen utama, yaitu aspek kognitif

6 19 (yang berkaitan dengan kepuasan hidup), afek positif (berkaitan dengan tinggi nya keberadaan emosi-emosi positif), serta afek negatif (berkaitan dengan rendahnya keberadaan emosi-emosi negatif). Kemudian akan diambil aspek menurut Diener, dkk., (2006) yaitu tentang kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek yang tidak menyenangkan yang selanjutnya akan digunakan sebagai aspek dalam pembuatan Skala Kesejahteraan Subjektif. Menurut peneliti aspek dari Diener lebih lengkap untuk mengungkap kesejahteraan subjektif dibanding dengan aspek dari ahli lain, aspek tersebut juga menggambarkan kriteria yang tepat untuk subjek penelitian. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif Menurut Ariati (2010) kesejahteraan subjektif dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. Harga diri positif Campbell (dalam Compton, 2005) menyatakan bahwa harga diri merupakan prediktor yangimenentukan kesejahteraanisubjektif. Harga diri yang tinggi akan menyebabkan seseorang memiliki kontrol yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik dengan orang lain, serta kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan menolong individu untuk mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal yang baik dan menciptakan kepribadian yang sehat.

7 20 b. Kontrol diri Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa dirinya mampu berperilaku dalam cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa. Kontrol diri ini akan mengaktifkan prosesiemosi, motivasi, perilaku dan aktifitas fisik. Kontrol diri akan melibatkan proses pengambilan keputusan, mampu mengerti, memahami serta mengatasi konsekuensi dari keputusan yang telah diambil serta mencari pemaknaan atas peristiwa tersebut. c. Ekstraversi Individu dengan kepribadian ekstrovert akan tertarik pada hal-hal yang terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian Diener, dkk., (dalam Arianti, 2010) mendapatkannbahwa kepribadian ekstavert secara signifikan akan memprediksi terjadinya kesejahteraan individual. d. Optimis Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dalam cara yang positif, akan memilikiikontrol yang baik terhadap hidupnya, sehingga memiliki impian dan harapan yang positif tentang masa depan. e. Relasi sosial yang positif Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan keintiman emosional. Hubungan yang di dalamnya terdapat dukungan dan keintiman akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri,

8 21 meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik. Penelitian yang telah dilakukan Hidayati (2012) menunjukkan ada hubungan antara kepuasan terhadap imbalan dan dukungan sosial rekan kerja dengan kesejahteraan subjektif wanita karier dengan peran ganda sehingga dapat dikatakan bahwaihipotesis dalam penelitian ini diterima. Setiap terjadinya peningkatan dukungan sosial rekan kerja maka akan diikuti oleh peningkatan kesejahteraan subjektif. Tingginya dukungan sosial yang diterima oleh seorang individu dapat memberikan sumbangan pada kesehatan danikesejahteraan yang melibatkanihubungan sosial (Miller, 2008). Fromm (dalam Schultz, 2005) menyatakan bahwa salah satu kebutuhan dasar manusianadalah adanya hubungan. Fromm percaya bahwa pemuasan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan orang lain sangat penting untuk kesehatan psikologis. Sumber kepribadian yang sehat menekankannpada beberapa kekuatan individu, salah satunya adalahikekuatan sosial (Schultz, 2005). f. Memiliki arti dan tujuan dalam hidup Beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan konsep religiusitas. Penelitian melaporkan bahwa individu yang memiliki kepercayaan religi yang besar, memiliki kesejahteraan psikologis yang besar.

9 22 Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif menurut Hoyer & Roodin (2003) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif ada tujuh yakni: a. Sumber daya individu Individu dengan sumberdayaidari dalam atau inner resources yang tinggi (seperti adanya kesamaan/mutually, pertumbuhan, harapan dan insight), cenderung merasakan kepuasan dengan diri sendiri dan hidupnya. Sedangkan individu yang mengalami deficit (mengalami gejala psikologis seperti kecemasan, hostily danimembenci diri sendiri) cenderung kurang merasakan kepuasan. b. Kesehatan fisik Ada keterkaitan antara well-being dengan kesehatan fisik. individu yang sehat fisik akan lebih sejahtera hidupnyaidaripada yang kurang sehat c. Interaksi sosial Kesejahteraan akan semakin meningkat dengan semakin meningkatnya interaksi sosial dan akan semakinimenurun pada orang dewasa yang tidak mempunyai teman dekat dan teman untuk menghabiskan waktu bersama. d. Usia Usia menunjukan bahwa environmental mastery dan positive relations with other semakin meningkat dengan bertambahnya usia, sedangkan personal growth dan purpose in life semakinimenurun dengan bertambahnya usia individu.

10 23 e. Jenis kelamin Perempuan dari berbagai usia memiliki positive relations with others dan personal growth yang lebih tinggiiskornya bila dibanding dengan laki-laki. f. Traits (sifat) Well-being dan happiness sangat besar kaitannya dengan empat sifat, yaitu self esteem tinggi, optimisme, kepribadian outgoing dan keyakinan yang kuat dalam mengontrol dan menguasai lingkungan. g. Religiusitas Individu dewasa yang lebih tua usianya cenderung mempunyai skor yang lebih tinggi pada pengukuran well-being, khususnya jika mempunyai interaksi sosialiyang memuaskan, secarakeseluruhan mempunyai kesehatan yang baik dan mempunyai religiusitas yang kuat. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah harga diri positif, kontrol diri, ekstraversi, optimis, memiliki arti dan tujuan dalam hidup, sumberdaya individu, kesehatan, usia, jenis kelamin, sifat, agama dan relasi sosial. Kemudian peneliti memilih faktor dari Ariati (2010) yaitu harga diri positif, kontrol diri, ekstraversi, optimis, relasi sosial yang positif, memiliki arti dan tujuan dalam hidup. Pada penelitian ini yang dijadikan variabel bebas penelitian adalah dukungan sosial rekan kerja. Dukungan sosial rekan kerja terletak pada relasi sosial seorang individu. Berdasarkan refrensi di atas peneliti memilih faktor tersebut karena dukungan sosial rekan kerja

11 24 memiliki peranan penting dalam mempengaruhi kebahagiaan karyawan di tempat kerja. B. Dukungan Sosial Rekan Kerja 1. Pengertian Dukungan Sosial Rekan Kerja Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial adalah sebuah tindakan yang dilakukan olehiorang lain untuk memberikan dukungan padaiindividu lain. Adapun dukungan tersebut juga mengacu pada persepsi seseorang bahwa kenyamanan, kepedulian, dan bantuan yang tersedia dari orang lain. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Uchino (dalam Sarafino, 2006) yang mengatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, peduli, harga diri, atau bantuan yang tersediaiuntuk seseorang dari orangilain atau kelompok. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Rook (dalam Kumalasari, 2012) mengatakan bahwa dukungan sosial merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial, dan ikatan-ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitasiumum dari hubunganiinterpersonal. Ikatan dan persahabatan dengan orang lain dianggap sebagai aspek yang memberikan kepuasan secara emosional dalam kehidupan individu. Saat seseorang didukung oleh lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah. Dukungan sosial menunjukkan pada hubungan interpersonal yang melindungi individu terhadap konsekuensi negatif dari stres.

12 25 Ada tiga sumber dukungan sosial dalam konteks lingkungan kerja, yakni atasaniatau supervisor, rekan kerja, dan keluarga (Parasuraman, dkk., 1992). Berdasarkan pendapat Lane (2004) konsep dukungan sosial rekan kerja yaitu ketersediaan dukungan dari rekan kerjayang dirasakan individu saatimembutuhkan. Dukungan sosial rekan kerja merupakan salah satu jenis dukungan sosial yang bersumber dari internalidunia kerja individu (Lane, 2004). Lebih lanjut di jelaskan Ganster, dkk., (1986) dukungan sosial rekan kerja berhubungan secara langsung integrasi seseorang pada lingkunganisosial di tempat kerjanya. Dukungan sosial rekan kerja menurut Beehr and McGrath (dalam Ibrahim, 2014) adalah kesediaan rekan kerja untuk membantuisatu samailain dalam melaksanakan tugas. Gottlieb (dalam Seeman, 2001) mengatakan pengertian tentang dukungan sosial rekan kerja adalah bantuan yang diberikanirekan kerja mencakup adanya informasi atau nasehat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilakuibagi pihak penerima. Adapun menurut Sumaryono (1994) dukungan sosial rekan kerja merupakan perilaku saling menunjangiantar individu dalam proses bekerja. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial rekan kerja adalah dukungan yang diberikan oleh rekan kerja kepada seorang karyawan yang bertujuan untuk membantu dalam menghadapi suatu masalah tertentu sehingga menciptakan perasaan yang lebih nyaman dan bertindak sebagai sumber motivasi bagi karyawan dalam mengahadapi serta menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

13 26 2. Aspek Dukungan Sosial Rekan Kerja Menurut Sarafino (2006) dukungan sosial terdiri dari empat aspek yaitu: a. Dukungan emosional yaitu meliputi empati, kepedulian, perhatian, penghormatan positif dan semangat kepada seseorang. Dukungan emosi memberikan rasa nyaman, jaminan, kepemilikan dan dicintai ketika seseorang dalam situasi stres, misalnya memberikan dukungan emosi pada seseorang yang kehilangan pasangan hidupnya. Dukungan emosi membantu seseorang memiliki rasa kompetensi dan dihargai. Dukungan emosi lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi, pemberian perhatian, rasa percaya pada individu, empati, perasaan nyaman, membuat individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dicintai dan bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman pada individu tersebut. b. Dukungan instrumental atau alat yaitu meliputi bantuan langsung, seperti ketika orang meminjamkan atau memberi uang kepada orang lain, atau menolong memberi pekerjaan ketika orang tersebut membutuhkan pekerjaan. Dukungan sosial ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis, aktivitas-aktivitas seperti menyediakan benda-benda seperti alat kerja, meminjamkan uang dan membantu menyelesaikan tugas. c. Dukungan informasi yaitu meliputi pemberian nasehat, arahan, saran atau umpan balik mengenai bagaimana cara memecahkan persoalan, contohnya seseorang yang sedang sakit mendapat informasi dari keluarga atau dokter

14 27 bagaimana mengatasi penyakit tersebut, atau seseorang yang menghadapi keputusan sulit dalam pekerjaannya mendapat umpan balik atas idenya dari rekan kerjanya. Dukungan sosial ini terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah, serta bentuk pemberian informasi yang dapat membantu individu dalam mengevaluasi performance pribadi. d. Dukungan persahabatan yaitu mengacu pada ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktu bersama dengan orang tersebut, dengan demikian memberikan perasaan keanggotaan dalam kelompok untuk berbagi ketertarikan dan aktivitas sosial. Dukungan sosial ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama dalam aktivitas-aktivitas rekreasional di waktu senggang, juga bisa berbentuk lelucon, membicarakan minat dan melakukan kegiatan yang mendatangkan kesenangan. Selanjutnya menurut House (dalam Suroso, dkk., 2014) menyatakan ada beberapa aspek yang terlibat dalam pemberian dukungan sosial dan setiap aspek mempunyai ciri-ciri tertentu. Aspek-aspek itu adalah: a. Aspek emosional, aspek ini melibatkan kelekatan, jaminan dan keinginan untuk percaya pada orang lain sehingga dirinya menjadi yakin bahwa orang lain tersebut mampu memberikan cinta dan kasih sayang padanya. b. Aspek informatif, meliputi pemberian informasi untuk mengatasi masalah pribadi, terdiri atas pemberian nasehat, pengarahan dan keterangan lain yang dibutuhkan.

15 28 c. Aspek instrumental, aspek ini meliputi penyediaan sarana untuk mempermudah menolong orang lain, meliputi peralatan, uang, perlengkapan dan sarana pendukung yang lain termasuk di dalamnya memberikan peluang waktu. d. Aspek penilaian, terdiri atas peran sosial yang meliputi umpan balik, perbandingan sosial dan afirmasi (persetujuan). Berdasarkan beberapa aspek di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dukungan sosial rekan kerja meliputi aspek emosional, informatif, instrumental, persahabatan dan penilaian. Selanjutnya yang akan digunakan dalam penyusunan Skala Dukungan Sosial Rekan Kerja adalah aspek menurut pendapat Sarafino (2006) yaitu aspek emosional, informatif, instrumental, dan persahabatan. Peneliti memilih aspek tersebut dikarenakan lebih lengkap dan sesuai untuk digunakan pada subjek penelitian yaitu rekan kerja, setiap aspeknya juga dapat mewakili atribut apa yang akan di ukur. C. Hubungan Antara Dukungan Sosial Rekan Kerja Dengan Kesejahteraan Subjektif Karyawan Dukungan sosial rekan kerja merupakan perilaku saling menunjang antar individu dalamnproses bekerja (Sumaryono, 1994). Hal ini diperlukan oleh karyawan, karena karyawan membutuhkan dorongan atau dukungan dari lingkungannya baik yang bersifat moril maupun materil agar dapat mencapai hasil kerja yang optimal. Suasana kerja yang saling mendukung, memperhatikan dan menolong adalah suasana yang dapat menjadikan karyawan bekerja dengan baik

16 29 dan menyenangkan. Lebih lanjut di jelaskan Ganster, dkk., (1986) dukungan sosial rekan kerjanberhubungan secara langsung integrasi seseorang pada lingkungan sosial di tempat kerjanya. Berdasarkan pendapat Lane (2004) konsep dukungan sosial rekan kerja yaitu ketersediaan dukungan dari rekan kerja yang dirasakannindividu saat membutuhkan. Gottlieb (dalam Seeman, 2001) mengatakan pengertian tentang dukungan sosial rekan kerja adalah bantuan yang diberikan rekanikerja mencakup adanya informasinatau nasehat verbal dan atau nonverbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan sosial rekan kerja menurut Beehr and McGrath (dalam Ibrahim, 2014) adalah kesediaan untuk membantu satu sama lain (misalnya, peduli, ramah, hubungan yang hangat, empati, saling kerjasama, tidak adanya rasa untuk salingnmenjatuhkan, penghargaan, penghormatan dan dukungan) dalamimelaksanakan tugas Memberikan dukungan sosial di lingkungan kerja akan berdampak pada perasaan positif yang di alami oleh karyawan, sehingga perasaan tersebut dapat membantu meningkatkan kesejahteraan subjektif pada seorang karyawan. Sesuai dengan pendapat Desiningrum (2014) perasaan-perasaan positif tersebut akan berdampak pada kesejahteraan subjektif yang dialami oleh setiap individu yang mengalamiiperasaan positif tersebut. Rekan kerja yang mendukung menciptakan situasi tolong menolong, bersahabat, dan bekerja sama akan menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkaniserta menimbulkan kepuasanidalam bekerja (Hadipranata dalam Almasitoh, 2011).

17 30 Adapun menurut Sarafino (2006) individu yang memiliki dukungan sosial percaya bahwa dirinya dicintai, dihargai, dan merasa bagian dari jaringan sosial seperti keluarga atau komunitas organisasi yang dapatnmembantu pada saat dibutuhkan. Menurut Hodson (dalam Almasitoh, 2011) mengatakan dukungan sosial dari tempat kerja dapatimemberikan kontribusi, terutama padaiproduktifitas dan kesejahteraan karyawan. Mengacu pendapat di atas seorang karyawan yang memiliki dukungan sosial rekan kerja yang baik di lingkungan kerja, maka dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif pada karyawan itu sendiri, sehingga karyawan yang merasa sejahtera maka dapat bekerja secara optimal. Dukungan sosial sendiri menurut Sarafino (2006) memiliki empat aspek di antaranya adalah aspek emosional, instrumental, informasi dan persahabatan. Aspek pertama adalah dukungan emosional, menurut Sarafino (2006) dukungan emosional adalah dukungan emosi yang memberikan rasannyaman, jaminan, kepemilikan dan dicintai saat individu dalam situasi yang tertekan. Sarafino (2006) mengatakan pemberian dukungan emosionalmberupa pemberian semangat, kehangatan dalam berinteraksi sosial dan cinta kasih dapat menjadikan individu percaya bahwa dirinya dikagumi, dihargai, dicintai dalam kehidupan sosial karena mengetahui bahwa orang lainibersedia memberi perhatian danirasa aman pada individu tersebut. Sarafino (2006) menambahkan bahwa dukungan emosional atau penghargaan dapat melindungi seseorang dari emosi negatif seperti stres. Sesuai dengan pendapat Miner (1992) mengatakan bahwa dukungan emosi dapat mencegah perasaan tertekan, yaitu mencegahiapa yang dipandang individuisebagai stresor yang diterima, kemudian dukungan sosial dapat memberikan arti buat

18 31 individu dalamipenyelesaian masalah. Mengacu dari teori tersebut jika individu dapat mengatasi suatu masalah, maka akan meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam hidupnya. Lahey (2003) mengatakan bahwa individu yang memiliki dukungan sosial khususnya dukungan emosional menunjukkan reaksi yang kecil terhadap peristiwa negatif sepertindepresi, kecemasan dan masalah-masalah kesehatan, karena dukungan emosional dapat membantu membuat keputusan untuk mengatasi stres. Mengacu dari teori tersebut, karyawan yang tidak mendapatkan dukungan emosional cenderung menunjukan reaksi yang besar terhadap perasaan negatif seperti depresi, cemas dan masalah kesehatan. Berbagai perasaan negatif tersebut akan berdampak pada kebahagiaan dan kesejahteraan karyawan yang rendah. Aspek kedua adalah dukungan instrumental, menurut Sarafino (2006) dukungan instrumental adalah bentuk dukungan yang melibatkan bantuan langsung, misalnya berupa bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu. Caplan, dkk., (dalam Sackey & Sanda, 2011) mengatakan bahwa dukungan instrumental dapat berupa bantuan nyata seperti bantuan fisik atau bantuan dalam bentuk sarana sepertiimemberikan tumpangan saat rekan kerja tersebutntidak membawa kendaraan. Menurut Weiss (dalam Cutrona, 1994) individu yang menerima bantuan materi akan merasaitenang karena menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila dirinyaimenghadapi masalah dan kesulitan. Pernyataan tersebut di dukung oleh teori Gibson, dkk., (1994) yang mengatakan bahwa pemberian bantuan berupa materi atau penghargaan yang di

19 32 berikan baik secara langsung maupun tidaknlangsung dapat meningkatkan kesejahteraanidalam hidup. Menurut Jurgensen (dalam Blum, dkk., 1986) bantuan materi atau imbalan gaji merupakan kebutuhan hidup yang palingimendasar bagi setiap karyawan, sehingga bantuan materi atau imbalan gaji yang sesuaiiakan mendorong motivasi kerja karyawan. Berdasarkan teori tersebut jika seorang karyawan tidak mendapatkan dukungan instrumental seperti bantuan materi atau gaji yang sesuai harapan, maka akan menurunkan kebahagiaan dan kesejahteraannya sehingga akan berdampak pada motivasi kerja yang rendah. Miller (2008) mengatakan bahwa tingginya dukungan sosial seperti dukungan instrumental yang diterima oleh seorang individuidapat memberikan sumbangan pada kesehatanidan kesejahteraan. Teori tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Hidayati (2012) yang menyatakan dukungan sosial rekan kerja secara keseluruhan memberikan sumbangan efektif sebesar 17,47% terhadap tingkat kesejahteraan subjektif karyawan. Mengacu dari teori dan hasil penelitian di atas dukungan instrumental dapat memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif karyawan. Dukungan instrumental yang rendah akan menurunkan tingkat kesejahteraan subjektif karyawan, dikarenakan saat individu membutuhkan bantuan materi tidak ada yang dapat memberikan bantuan sehingga individu tersebut merasakan berbagai hal negatif yang dapat menurunkan kesejahteraannya. Aspek ketiga menurut Sarafino (2006) adalah dukungan informatif yaitu dukungan yang bersifat informasi, dukungan ini dapat berupa saran, pengarahan dan umpan balik tentang bagaimana cara memecahkan persoalan. Rekan kerja yang

20 33 saling mendukung akan menciptakan situasi tolong menolong, bersahabat dan bekerjasama yang akan menciptakan lingkungan kerja yangimenyenangkan serta dapat menimbulkannkepuasan dalam bekerja (Hadipranata, 1999). Cohen dan Shyme (1985) menyatakan bahwa pemberian dukungan informasi dapatimembantu individu untuk merubah situasi dan merubah pemahaman dari situasi, sehingga mempengaruhi penilaiannstresnya. Mengacu dari teori tersebut individu yang mendapat bantuan informasi maka dapat mengatasi masalahnya dan mengurangi keragu-raguan, hal tersebut dapat menurunkan tingkat stres, kecemasan, takut dan kekhawatiran sehingga individu dapat lebih merasa bahagia dan sejahtera dalam kehidupannya. Sesuai dengan pendapat Miner (1992) yang mengatakan dukungan informasi bagi masing-masing individu dapat memberikannpengetahuan yang dibutuhkan untuk mengerti atau mengatasi masalahmdan mengurangi ketidakpastian. Dukungan informasi yang di berikan dapat membantu seseorang dalam menghadapi masalah dan menyelesaikan tantangan-tantangan dalamnpekerjaan (Lambert, dkk., 2010). Menurut Jhonson, dkk., (2000) memberikan dukungan sosial khususnya dukungan informasi dapatnmeningkatkan produktivitas serta mengurangi tingkat stres yang dialami akibat berbagai tekanan. Berdasarkan pemaparan di atas dampak negatif jika dukungan informasi tidak di berikan adalah individu akan mudah putus asa, selain itu dapat menurunkan tingkat produktivitas dan mudah terkena stress, berbagai hal tersebut akan mempengaruhi kesejahteraan subjektif karyawan. Pernyataan di atas diperkuat dengan hasil penelitian lain yang telah dilakukan Hartanti (2011) yang menunjukan bahwa dukungan sosial

21 34 khususnya dukungan informasi memiliki korelasi dengan kesejahteraan subjektif sebesar 21,0%, tinggi rendahnya dukungan sosial yang diberikan akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif karyawan. Aspek keempat menurut Sarafino (2006) adalah dukungan persahabatan, yaitu ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktu bersama, dengan memberikan perasaan keanggotaan dalam kelompok untuk berbagi ketertarikan dan aktivitas sosial. Dukungan tersebut ditandai dengan perilaku tolong-menolong, keakraban dan perilaku positif lainnya, serta rendahnya tingkat konflik, persaingan dan perilaku negatif lainnya. Menurut Hartup, dkk., (dalam Rahmat, 2014) kualitas persahabatan adalah hubungan persahabatan yangimemiliki aspek kualitatif seperti pertemanan, saling mendukungibahkan suatu konflik. Kualitas persahabatan juga memiliki pengaruh langsung terhadap sikap dan perilaku individu, karena dengan memberikan kualitas persahabatan yang tinggi atau baik maka dapat mengurangi rasa malu sertaiisolasi diri (Berndt, 2002). Argyle, dkk., (dalam Rahmat, 2014) mengungkapkan bahwa dukunganipersahabatan meliputi orang-orang yang saling menyukai, menyenangi kehadiran satu sama lain, memiliki kesamaan minat dan kegiatan, saling membantu dan memahami, saling mempercayai, sehingga menimbulkan rasa nyaman dan saling menyediakan dukungan emosional. Strauss dan Sayless (dalam Fauziah, dkk., 1999) menambahkan bahwa sumber dukungan sosial dapat berasal dari rekan kerja, interaksiiindividu dengan rekan kerja bukan hanya sekedarikarena kedekatan secara fisik tetapi juga untuk mengurangi dan memecahkan masalah, memudahkan koordinasi dan mencapai suatu keseimbangan sosial. Menurut Cutrona, dkk., (1994) adanya dukungan

22 35 jaringan sosial akan membantu individu untuk mengurangi stres yang dialami dengan cara memenuhi kebutuhan akan persahabatan dan kontakisosial dengan orang lain, hal tersebut juga akan membantu individu untuk mengalihkan perhatian dari perasaan khawatir terhadap masalah yang dihadapinya atau dengan meningkatkan suasanaihati yang positif. Dengan memiliki suasana hati yang positif maka seseorang akan merasa lebih bahagia dan sejahtera, hal ini dikarenakan individu memaknai segala sesuatu dengan pikiran dan perasaan yang positif. Namun dukungan persahabatan yang tidak muncul antar sesama karyawan juga akan mempengaruhi kesejahteraan subjektifnya. Menurut Jurgensen (Blum, dkk., 1986) bila seorang karyawan mempunyai rekan kerja yangisaling menghargai, dapat bekerjasama, mempunyai sikap yang sama atau sepaham dan mampu memberikanirasa tenang atau persahabatan, maka karyawan akan semangat dalam bekerja. Berdasarkan pemaparan di atas jika dukungan sosial khususnya dukungan persahabatan tidak muncul dalam suatu lingkungan kerja, maka akan menimbulkan dampak negatif seperti bersikap malas atau tidak semangat dalam bekerja sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kesejahteraan subjektif karyawan. Pernyataan di atas diperkuat dengan hasil penelitian lain yang telah dilakukan oleh Putri (2014) menunjukkan bahwa dukungan sosial mampu meningkatkan hubungan antara kecerdasan emosi dengan kesejahteraan subjektif sebesar 66,7%. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahawa tinggi rendahnya dukungan sosial yang diberikan dapat memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif. Berbagai uraian di atas menunjukan bahwa dukungan sosial rekan kerja, yang pada setiap aspeknya yaitu emosional, instrumental, informasi dan

23 36 persahabatan memiliki hubungan yang dapat mempengaruhi kesejahteraan subjektif pada karyawan di kehidupan sehari-hari maupun di lingkungan kerja. Maka kesejahteraan subjektif dan relasi sosial yang positif akan tercapai jika adanya dukungan sosial dari rekan kerja. Dukungan sosial akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik (Ariati, 2010). Menurut Serason, dkk., (1983) individu dengan dukungan sosial yang positif selama hidupnya akan membantu terbentuknyaiharga diri dan cenderung memandang segala sesuatusecara positif dan optimistikidalam kehidupannya. Dush dan Amato (dalam Utami, 2009) mengatakan bahwa kesejahteraan secarairelatif merupakan atribut yang stabil yang merefleksikan seberapa tingkatan individu mengalami afek positif dan pandanganmterhadap kehidupannya yang menyenangkan. Menurut teori tersebut individu yang mendapatkan dukungan sosial dari rekan kerja akan memiliki kesejahteraan yang stabil dalam kehidupan dan pekerjaannya. Siedlecki, dkk., (2013) mengatakan bahwa orang yang mempunyai kepuasan dalam berelasiisosial menyatakan tingkat perasaan bahagianya lebih banyak dan tingkat perasaan sedihnya yang rendah, dan menyatakan kepuasan dalam hidupnya dari pada individu yang tidak puas dengan hubungan sosial. Ketika seseorang mendapat dukungan dari orang lain, maka akan menimbulkan rasa nyaman dan memberi kontribusi untuk perasaan sejahtera. Dukungan sosial yang diterima individu pada saat yang tepat, dapatimemberikan motivasi dan semangat

24 37 bagi individu dalam menjalani hidupnya karena dirinya merasa diperhatikan, didukung, dan diakuiikeberadaanya (Desiningrum, 2014). Senada dengan pendapat Hodson (1997) mengatakan bahwa dukungan sosial di tempat kerja dapat memberikan suatu kontribusinterutama padanproduktivitas dan kesejahteraan karyawan. Jika individu atau seorang karyawan mengalami perasaan-perasaan positif tersebut maka akan menimbulkan kesejahteraan subjektif dalam dirinya. Begitu sebaliknya jika individu tidak mendapat dukungan sosial maka akan mengalami perasaan negatif yang membuat individu merasa tidak sejahtera dalam dirinya. Pendapat tersebut sesuai dengan Baker, dkk., (2009) mengemukakan bahwa dukungannsosial memberikan efek yang positif dan negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan. Oleh karena itu bagi karyawan yang mempunyai beban tanggung jawab dan tuntutan kerja yang cukup banyak diharapkan dukungan sosial yang diberikan oleh rekan kerja dapat memberikan dampak psikologis yang positif. Karena ketika karyawan sedang mengalami suatu masalah yang perlu diselesaikan, terdapat dukungan dari lingkungan kerja dan rekan kerja yang dapat memberikan solusi dan masukan bagi pemecahan masalah tersebut. Sehingga beban tanggung jawab dan tuntutan kerja lebih terasa ringan, dengan tercapainya hal tersebut maka dukungan sosial rekan kerja dapat membantu karyawan untuk mencapai kesejahteraan subjektifnya.

25 38 D. Hipotesis Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat diambil hipotesis terdapat hubungan positif antara dukungan sosial rekan kerja dengan kesejahteraan subjektif pada karyawan PR. Berkah Nalami. Artinya semakin tinggi dukungan sosial rekan kerja, maka semakin tinggi pula kesejahteraan subjektif yang dimiliki karyawan, sebaliknya semakin rendah dukungan sosial rekan kerja maka semakin rendah pula kesejahteraan subjektif yang dimiliki karyawan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Subjective Well-Being 2.1.1. Pengertian Subjective Well-Being Menurut Deiner dan Pavot subjective well-being (SWB) merupakan kategori yang luas mengenai fenomena yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari

Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari TINJAUAN PUSTAKA Burnout Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa burnout adalah suatu syndrome dari seseorang yang bekerja atau melakukan sesuatu, dengan ciri-ciri mengalami kelelahan emosional, sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang menginginkan kesejahteraan didalam hidupnya, bahkan Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menyebutkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan utama dari eksistensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Subjective Well-Being A. Subjective Well-Being Kebahagiaan bisa merujuk ke banyak arti seperti rasa senang ( pleasure), kepuasan hidup, emosi positif, hidup bermakna,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan kebahagiaan dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif dengan menerapkan psikologi positif dalam pendidikan. Psikologi positif yang dikontribusikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Definisi Kebahagiaan Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Studi yang meneliti mengenai penyebab, prediktor dan akibat dari kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Mengemudi Beresiko (Risky Driving Behavior) 1. Pengertian Perilaku Mengemudi Beresiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Mengemudi Beresiko (Risky Driving Behavior) 1. Pengertian Perilaku Mengemudi Beresiko 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Mengemudi Beresiko (Risky Driving Behavior) 1. Pengertian Perilaku Mengemudi Beresiko Menurut Dulla & Geller, mengemudi beresiko termasuk ke dalam mengemudi berbahaya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Kesehatan Mental Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Konsep Kebahagiaan atau Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Bahagia Suami Istri 1. Definisi Bahagia Arti kata bahagia berbeda dengan kata senang. Secara filsafat kata bahagia dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Subjective well-being merupakan sejauh mana individu mengevaluasi kehidupan yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia memerlukan norma atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas.

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam. yang memiliki lebih sedikit jumlah pegawai yang puas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu dapat mencapai tujuan hidup apabila merasakan kebahagian, kesejahteraan, kepuasan, dan positif terhadap kehidupannya. Kebahagiaan yang dirasakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa tahun terakhir terdapat perkembangan yang signifikan dari kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan publik menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini kota besar masih memiliki daya tarik bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah kegiatan perekonomian dan pendidikan yang menyebabkan banyak

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING (KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF) DAN KEPUASAN KERJA PADA STAF PENGAJAR (DOSEN) DI LINGKUNGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

SUBJECTIVE WELL-BEING (KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF) DAN KEPUASAN KERJA PADA STAF PENGAJAR (DOSEN) DI LINGKUNGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO SUBJECTIVE WELL-BEING (KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF) DAN KEPUASAN KERJA PADA STAF PENGAJAR (DOSEN) DI LINGKUNGAN FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO Jati Ariati Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Subjective well-being / Children well-being. ada teori yang secara khusus mengkaji well-being pada anak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Subjective well-being / Children well-being. ada teori yang secara khusus mengkaji well-being pada anak. 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Subjective well-being / Children well-being Children well-being merupakan konsep teori baru, sehingga belum ada teori yang secara khusus mengkaji well-being pada anak. Oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial Orang Tua Definisi dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu (Sarafino,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pada hakikatnya akan terus mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup. Individu akan terus mengalami perkembangan sampai akhir hayat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat

Lebih terperinci

Prosiding Psikologi ISSN:

Prosiding Psikologi ISSN: Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Studi Deskriptif Subjective Well-Being Ibu yang memiliki Anak Autis di Rumah Autis Bandung Descriptive Study of Subjective Well-Being Mothers Who Have Autistic Children

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke

BAB I PENDAHULUAN. hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja termasuk ke BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja merupakan sebuah institusi yang dibentuk secara legal dan berada di bawah hukum suatu negara yang dibangun dengan tujuan untuk aktivitas religius. Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buruh gendong merupakan orang yang bekerja untuk orang lain dengan cara menggendong barang dibelakang punggung untuk mendapatkan upah dari usahanya tersebut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan suatu penelitian, khususnya penelitian kuantitatif, perlu secara jelas diketahui variabel-variabel apa saja yang akan diukur dan instrumen seperti apa yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Spot (2004) menjelaskan kebahagiaan adalah penghayatan dari perasaan emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang diinginkan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan

BAB II KAJIAN TEORITIS. pada diri seseorang terkadang membuat hilangnya semangat untuk berusaha, akan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Optimisme 2.1.1 Definisi Optimisme Optimisme merupakan bagaimana seseorang bereaksi terhadap kegagalan sosial dalam kehidupannya (Myers, 2008). Dalam keadaan yang memicu stress

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dukungan Sosial 2.1.1 Pengertian Dukungan Sosial (Uchino, 2004 dalam Sarafino, 2011: 81). Berdasarkan definisi di atas, dijelaskan bahwa dukungan sosial adalah penerimaan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu

Lebih terperinci

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra

Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Subjective Well-Being Pada Istri yang Memiliki Pasangan Tunanetra Chintia Permata Sari & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com ABSTRAK. Penilaian negatif

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia 2.1.1. Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan menghadapi kematian (Thanatophobia) mengacu pada rasa takut dan kekhawatiran

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA. Naskah Publikasi. Diajukan kepada Fakultas Psikologi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN KONFLIK PERAN GANDA PADA WANITA BEKERJA Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Yahidin, Syamsuriadi, dan Rini (2008) pengambilan keputusan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Yahidin, Syamsuriadi, dan Rini (2008) pengambilan keputusan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengambilan Keputusan 2.1.1 Definisi Menurut Yahidin, Syamsuriadi, dan Rini (2008) pengambilan keputusan adalah suatu proses untuk memilih suatu tindakan yang terbaik dari sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik. Sedangkan Diener, dkk (2003) menerjemahkan subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well-Being 1. Pengertian Subjective Well-Being Pinquart & Sorenson (2000) mendefinisikan subjective well-being sebagai evaluasi positif dari kehidupan individu terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu penyebab utama kematian akibat kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel

Lebih terperinci

juga kelebihan yang dimiliki

juga kelebihan yang dimiliki 47 1. Pengertian Optimisme Seligman (2005) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu keadaan yang selalu berpengharapan baik. Optimisme merupakan hasil berpikir seseorang dalam menghadapi suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kebahagiaan. Diener (2008) menggunakan istilah Subjective Well Beingsebagai pengganti kata kebahagian.subjective Well Being merupakan cara seseorang untuk mengevaluasi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Matematika 1. Pengertian Hasil Belajar BAB II KAJIAN PUSTAKA a. Hasil Belajar Hasil Belajar adalah suatu proses atau usaha yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG Nimas Ayu Nawangsih & Ika Febrian Kristiana* M2A 009 090 nimasayunawang@gmail.com, zuna210212@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya untuk menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk membangun relasi sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi. 112 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Psychological Well Being merupakan evaluasi individu terhadap kepuasan hidup dirinya dimana di dalamnya terdapat penerimaan diri, baik kekuatan dan kelemahannya, memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori 2.1.1. Kesejahteraan Subjektif Istilah kesejahteraan subjektif merupakan istilah ilmiah dari kebahagiaan, keduanya mempunyai makna yang sama. Penggunaan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk lansia sebanyak jiwa (BPS, 2010). dengan knowledge, attitude, skills, kesehatan dan lingkungan sekitar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa dengan jumlah penduduk lansia sebanyak 18.118.699 jiwa (BPS, 2010). Badan Pusat Statistik memprediksikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Lansia adalah bagian dari proses tumbuh kembang manusia dalam kehidupan. Manusia menjadi tua melalui proses perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, dewasa, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Ibu Ibu adalah sebutan untuk menghormati kodrat perempuan dan sebagai satu-satunya jenis kelamin yang mampu untuk melahirkan anak, menikah atau tidak mempunyai kedudukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian komparatif. Menurut Sudjud (dalam Arikunto, 2006) penelitian komparatif merupakan suatu penelitian yang dapat menemukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. SEMANGAT KERJA 1. Pengertian semangat kerja Semangat kerja merupakan konsep multidimensional yang merefleksikan tingkat kesejahteraan fisik dan emosi yang dialami oleh individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjective well-being yang merupakan salah satu bidang kajian dalam psikologi positif. Teori subjective

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu bentuk organisasi yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan tingkat dasar. Sebagai

Lebih terperinci

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) Ibnu Firmansyah, Erlina Listyanti Widuri Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan psycho_ibnu@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Subjective Well Being dari Russell (2008) adalah persepsi manusia tentang keberadaan atau pandangan subjektif mereka tentang pengalaman hidupnya, menurut beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi dalem ini telah dilakukan selama belasan tahun, bahkan puluhan tahun. Kehidupan Keraton

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke- 21, banyak pengembangan berbagai teknologi strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya trend Boarding School

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN OPTIMISME MAHASISWA PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN OPTIMISME MAHASISWA PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN OPTIMISME MAHASISWA PSIKOLOGI UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI Ushfuriyah_11410073 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Islam

Lebih terperinci

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc.

EMOTIONAL INTELLIGENCE MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Hogan Assessment Systems Inc. EQ KEMAMPUAN EMOTIONAL INTELLIGENCE UNTUK MENGENALI DAN MENGELOLA EMOSI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN. Laporan untuk Sam Poole ID HC560419 Tanggal 23 Februari 2017 2013 Hogan Assessment Systems Inc. Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis Ryff (Ryff & Keyes, 1995) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu keadaan ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja mencerminkan kondisi manusia yang sehat lahir dan batin, sedangkan tidak bekerja sama sekali, mengindikasikan kondisi macet atau sakit atau adanya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga 2.1.1 Definisi Keluarga Menurut Burgess & Locke (Duvall & Miller, 1985), Keluarga adalah sekelompok orang dengan ikatan perkawinan, darah, atau adopsi; terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu baik laki-laki maupun perempuan pada dasarnya mendambakan kehidupan yang bahagia. Harapan akan kebahagiaan ini pun tidak terlepas bagi seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?

3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek? Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi 1. Defenisi Motivasi Pintrich & Schunk (2002) mendefenisikan motivasi sebagai proses yang mengarahkan pada suatu tujuan, yang melibatkan adanya aktivitas dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang pada umumnya ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, dan psikososial, tetapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis. Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis Menurut Achour (2011) kesejahteraan pada karyawan adalah seseorang yang memiliki semangat kerja, dedikasi, disiplin,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain dan Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method yang merupakan suatu penelitian dengan menggunakan dua pendekatan yaitu kuantitatif dan kualitatif.

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. diekspresikan pada waktu yang salah dapat mengurangi kinerja karyawan. Tetapi ini tidak emosional ke tempat kerja setiap hari.

LATAR BELAKANG. diekspresikan pada waktu yang salah dapat mengurangi kinerja karyawan. Tetapi ini tidak emosional ke tempat kerja setiap hari. EMOSI DAN SUASANA HATI Prof. Dr. Umi Narimawati, M.Si. LATAR BELAKANG Adanya keyakinan bahwa segala jenis emosi bersifat mengganggu. Mereka beranggapan bahwa emosi negative yang kuat khususnya sn kemarahan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN SOLOPOS NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN SOLOPOS NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN SOLOPOS NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Syaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada perguruan tinggi tahun pertama harus bersiap menghadapi dunia baru yaitu dunia perkuliahan yang tentu saja berbeda jauh dengan kultur dan sistem pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepribadian Menurut Robbins dan Judge (2015) kepribadian (personality) merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Subjective Well Being Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan eudaimonic dan kebahagiaan hedonis. Istilah eudaimonic berasal dari bahasa

Lebih terperinci