IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN, PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

dokumen-dokumen yang mirip
EVALUASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Performa Kekuasaan dalam Revitalisasi Pasar Tradisional (Studi Deskriptif di Pasar Tanjung Anyar Kota Mojokerto)

Oleh : Rista Dewi Putriana, Hartuti Purnaweni

IMPLEMENTASI PERDA NO. 4 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (Penyediaan Ruang Terbuka Hijau) DI KOTA TEGAL

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. implementasi kebijakan pengelolaan air limbah domestik di Kota Yogyakarta,

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang

KINERJA PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI KABUPATEN MERAUKE

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Oleh : Aji Tri Utomo, Aufarul Marom. Universitas Diponegoro

EVALUASI DAMPAK PERA NOMOR 7 TAHUN 2010 KOTA TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka Pemerintah Kota Metro sejak tahun 2010 telah mencanangkan Program

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

Kata kunci : Pelayanan Publik, Kualitas Pelayanan Publik, Ijin Mendirikan Bangunan, Kota Semarang

TENTANG WALIKOTA CIMAHI, selain. Kota. Cimahi;

Implementasi Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 tahun 2009 tentang Perizinan Mendirikan Bangunan di Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB V PENUTUP. Dalam penelitian ini, beberapa kesimpulan yang dapat ditarik. sebagaimana dijelaskan pada bagian pembahasan, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. perdamaian dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum. 1

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Implementasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro Batik Dalam Lingkup Klaster Batik Kota Semarang

BAB V PENUTUP. 1. Kebijakan penataan waralaba minimarket tersebut cenderung lebih. tersebut. Kebijakan penataan waralaba selanjutnya yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk

PENTINGNYA FAKTOR KOMUNIKASI DALAM PROGRAM KARTU JAKARTA PINTAR (KJP) PADA SEKOLAH DASAR (SD) NEGERI DI KOTA ADMINISTRASI JAKARA TIMUR

TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Otniel Handityasa P 1), Hartuti Purnaweni 1,2) Universitas Diponegoro

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Evaluasi Kebijakan Penataan Organisasi Perangkat Daerah di Kota Semarang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

BUPATI BANGKA TENGAH

Oleh : Nurul Fauziah, Kismartini

(

STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI BOS TAHUN 2011 di SMP AL AZHAR 14, SMP 12 dan SMP 29 Kota SEMARANG

ANALISIS KINERJA ORGANISASI BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KOTA SEMARANG (Studi Kasus pada Bidang Perijinan Kesejahteraan Rakyat dan Lingkungan)

BAB 6 PENUTUP. A. Simpulan

EVALUASI PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KOTA PAYAKUMBUH TAHUN Karima Bararah Universitas Andalas (Unand), Padang

GUBERNUR KALIMANTAN UTARA

Evaluasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Melalui Program Pelatihan Keterampilan Di Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tembalang Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring

Kata Kunci: evaluasi, pelayanan, administrasi, efektif, efisien

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG. baik minimarket, supermarket, departmen store, hypermarket, dan mall. Hasil

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

KATA PENGANTAR. Terempa, 18 Februari 2015 a.n. KEPALA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL SEKRETARIS HERYANA, SE NIP

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB II PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket

BAB. I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 23 TAHUN 2008 T E N T A N G

IMPLEMENTASI PROGRAM KOTA LAYAK ANAK DALAM UPAYA PEMENUHAN HAK-HAK ANAK DI KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. negara untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya sebagaimana. diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GubernurJawaBarat. Jalan Diponegoro Nomor 22 Telepon : (022) Faks. (022) BANDUNG

KINERJA BPOM DALAM PELAKSANAAN PENGAWASAN DI TOKO SWALAYAN KOTA MANADO. Oleh : Richard Adam. Abstrak

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN MENENGAH UNIVERSAL (PMU) DI KOTA SEMARANG. (Kajian Permendikbud No 80 Tahun 2013 Tentang PMU)

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

STRATEGI DINAS PENGELOLAAN PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR BAMBU KUNING TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

IMPLEMENTASI PROGRAM REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN MELALUI KEGIATAN HUTAN RAKYAT DI DESA KALISIDI KECAMATAN UNGARAN BARAT KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan gambaran pelaksanaan UU KIP oleh Pemkab Kediri selama

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

TUGAS POKOK DAN FUNGSI BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I. PENDAHULUAN. permukiman, jasa dan pelayanan masyarakat. Pertumbuhan dan. masyarakat. Perkembangan suatu daerah mempengaruhi pola konsumsi dan

(Laporan Kinerja Instansi Pemerintah) LKIP 2016 BAB I PENDAHULUAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

EVALUASI KEBIJAKAN PENATAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN BLORA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB VI PENUTUP. dijalankan oleh BPBD DIY ini, memakai lima asumsi pokok sebagai landasan

ANALISIS KINERJA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Kabupaten Sleman merupakan sektor yang. strategis dan berperan penting dalam perekonomian daerah dan

T A Y O G R T A WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN NASKAH PUBLIKASI SEPTIAN AGUM GUMELAR NIM : PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN REMBANG

IKHTISAR EKSEKUTIF. Tidak tercapainya beberapa sasaran tersebut diatas disebabkan karena beberapa hal, antara lain : PROSE NTASE

LKIP BPMPT 2016 B A B I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN, PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN Oleh : Rio Rinaldi, Zainal Hidayat Departemen Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Jalan Profesor Haji Soedarto, Sarjana Hukum Tembalang Semarang Kotak Pos 1269 Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405 Laman : http// www.fisip.undip.ac.id email fisip@undip.ac.id ABSTRAKSI Implementasi peraturan daerah 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern berangkat dari masalah penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern yang kurang memperhatikan dan melindungi hak-hak asasi masyarakat dalam sektor perdagangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana implementasi peraturan daerah nomor 7 tahun 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern dapat dinilai melalui pemenuhan asas-asasnya. Dalam penelitian ini peneliti bermaksud menganalisis faktor-faktor yang menghambat Implementasi peraturan daerah nomor 7 tahun 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan melakukan observasi di lapangan. Hasil penelitian ini masih menemui kendala pada beberapa pemenuhan asasnya. Faktor tersebut di antaranya, alokasi sumberdaya finansial, keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana, kejelasan dan konsistensi aturan, komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan dan akses yang luas kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan tersebut. Penelitian ini merekomendasikan beberapa hal, diantaranya, perlunya dukungan sumberdaya finansial, ditingkatkannya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelaksana, perlunya kejelasan dan konsistensi aturan, ditingkatkannya komitmen aparat, dan ditingkatkannya akses kelompok-kelompok luar. Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Sumber Daya Finansial, Koordinasi, Konsistensi Aturan, Komitmen Aparat, Partisipasi Masyarakat 1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan umum negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 pada alinea keempat yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan ekonomi yang merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan negara yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum yang berdasarkan keadilan sosial. Persaingan yang sangat ketat tak dapat dihindarkan di dunia perdagangan baik perusaahaan perseorangan maupun usaha milik pemerintah dalam skala kecil maupun besar sekalipun. Persaingan bisnis perdagangan di tingkat menengah kebawah sangatlah dirasakan oleh kalangan masyarakat, mereka yang mempunyai usaha kecil dituntut bersaing dengan toko-toko modern atau yang lebih identik dengan nama minimarket, supermarket atau hypermarket. Kabupaten Cirebon yang merupakan daerah yang diberikan otonomi untuk melakukan pembangunan nasional terutama pembangunan ekonomi berupaya untuk mengatur kehidupan ekonomi masyarakatnya. Melalui Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern pemerintah berusaha menciptakan iklim persaingan yang sehat dan mampu berdampingan secara tertib dan dapat menjalin hubungan kemitraan satu sama lain. Kondisi nyata yang terjadi di lapangan tidaklah sama dengan kondisi seharusnya. Banyak pusat perbelanjaan ataupun toko modern yang letaknya terlalu berdekatan dengan pasar tradisional atau bahkan tidak memberikan lahan untuk pelaku usaha mikro seperti pelaku UMKM. Di kabupaten Cirebon sendiri banyak berdiri toko modern seperti minimarket yang tak jarang justru berdampingan dengan pasar 2

tradisional, hal ini tentu banyak sedikit mempengaruhi iklim persaingan diantara keduanya, persaingan harga akan sangat terasa timpang terjadi antara toko modern maupun pusat perbelanjaan dengan pasar tradisional. Sampai tahun 2014 saja menurut data yang didapat dari Dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten Cirebon, dimana total jenis usaha toko modern yang ada di kabupaten Cirebon sejumlah 278 usaha, dengan rincian: 1. Departemen store/toserba sejumlah 8 usaha 2. Minimarket tidak berijin sejumlah 19 usaha 3. Minimarket tutup sejumlah 2 usaha 4. Minimarket berijin sejumlah 247 usaha 5. Minimarket belum terdata/berijin sejumlah 2 usaha. (Sumber: Data toko modern di kabupaten Cirebon s/d tahun 2014) Keberadaan minimarket yang dikeluhkan oleh pedagang ini ditengarai berpengaruh terhadap penurunan pendapatan atau omset para pedagang semenjak adanya minimarket yang beroperasi dekat dengan pasar tradisional. Memperhatikan kondisi semakin menjamurnya penyebaran pusat perbelanjaan dan toko modern kurang memperhatikan hal-hal yang diamanatkan dalam peraturan daerah 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern keberadaannya yang sering kali dekat dengan keberadaan pasar tradisional, serta keberadaannya yang tidak memiliki ijin. Maka implementasinya perlu diperhatikan dan diteliti terkait dengan regulasi yang mengatur. Oleh karena itu, penulis ingin menguraikan dalam bentuk penelitian guna keperluan menyelesaikan pendidikan strata 1 dengan judul : Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. B. Perumusan Masalah 1. Bagaimana implementasi peraturan daerah kabupaten Cirebon nomor 7 tahun 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern? 3

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi peraturan daerah kabupaten Cirebon nomor 7 tahun 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk Mendeskripsikan implementasi peraturan daerah 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi implementasi peraturan daerah 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. D. Kerangka Teori 1. Administrasi Publik Menurut Pfiffner dan Presthus antara lain sebagai berikut: 1. Admministrasi publik meliputi implementasi kebijaksanaan pemerintah yang telah ditetapkan oleh badan-badan perwakilan politik. 2. Adminsitrasi publik dapat didefinisikan koordinasi usaha-usaha perorangan dan kelompok untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah. Hal ini terutama meliputi pekerjaan sehari-hari pemerintah. Secara global, administrasi publik adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijaksanaankebijaksanaan pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik-teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang. Menurut George J. Gordon : Adminstrasi publik dapat dirumuskan sebagai seluruh proses baik yang dilakukan organisasi maupun perseorangan yang berkaitan dengan penerapan atau pelaksanaan hukum dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan legislatif, eksekutif, serta pengadilan. (dalam Kencana, 2006:23-25). 2. Kebijakan Publik Sebagai suatu konsep, kebijakan memiliki makna yang luas dan multi interpretasi. Sebagai contoh, James Anderson memberi makna kebijakan sebagai perilaku aktor dalam bidang kegiatan tertentu (dalam Wahab, 1977). Pengertian diatas 4

sangat luas dan bisa diartikan bermacam-macam, misal, sang aktor dapat berupa individu atau organisasi, dapat pemerintah maupun non pemerintah. Demikian pula dengan istilah kegiatan tertentu bisa diartikan kegiatan administratif, politis, ekonomis, dan lain-lain. Disamping itu bentuk kegiatannyapun luas dan multi interpretasi misalnya dapat berupa pencapaian tujuan, perencanaan, program, dan sebagainya. Dengan demikian studi kebijakan adalah studi tentang perilaku berbagai aktor dalam berbagai bidang kegiatanyang mempunyai relevansi dengan sang aktor (dalam Kusumanegara, 2010:1) 3. Implementasi Kebijakan Publik Secara lebih luas, implementasi dapat didefinisikan sebagai proses administrasi dari hukum (statuta) yang didalamnya tercakup keterlibatan berbagai macam aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang dilakukan agar kebijakan yang telah ditetapkan mempunyai akibat, yaitu tercapainya tujuan kebijakan. Dari dua pengertian tentang implementasi diatas dapat ditafsirkan bahwa kebijakan-kebijakan yang diimplementasikan belum tentu dapat mencapai tujuannya (dalam Kusumanegara, 2010:97). Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau memlalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. (dalam Nugroho, 2003:159). E. Metodologi Penelitian Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti melakukan penelitian di kabupaten Cirebon, yang difokuskan pada Dinas perinsutrian dan perdagangan (Disperindag) kabupaten Cirebon dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) kabupaten Cirebon. Informan dalam penelitian ini adalah staf bidang perdagangan dan promosi dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten Cirebon, staf pengelolaan 5

pasar dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten Cirebon, staf bidang pelayanan administrasi perizinan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Cirebon, pelaku usaha mikro dan pedagang pasar tradisional. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan berbagai teknik, baik observasi, wawancara dilapangan maupun dokumentasi. Setelah peneliti mendapatkan data dari lapangan, maka data tersebut dianalisis menggunakan teknik analisis domain. Dalam menganalisis data yang diperoleh selama di lapangan peneliti menggunakan model Miles and Huberman. Karena data yang didapatkan oleh peneliti diperoleh dari informan di lapangan melalui proses wawancara interaktif dan terus menerus sampai data yang dibutuhkan benar benar didapatkan dengan cara mereduksi data, menyajikan data dan membuat kesimpulan di verifikasi. Teknik triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triangulasi sumber. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Penataan, Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern 1. Asas Kemanusiaan Pemerintah Kabupaten Cirebon telah melakukan upaya terkait perlindungan hak-hak asasi masyarakat dalam sektor perdagangan yakni dengan pengaturan harga kepada pelaku usaha modern untuk melindungi kegiatan usaha perdagangan yang dijalankan oleh masyarakat kecil dan juga upaya pengeturan jarak pendirian minimarket terhadap pasar tradisional maupun pelaku usaha kecil sejenis. Namun dilapangan masih ada beberapa minimarket yang lokasi berdirinya tidak sesuai dengan ketentuan dan cenderung menimbulkan kecemburuan sosial karena berpengaruh terhadap pendapatan pelaku usaha kecil maupun pedagang pasar tradisional. Sehingga faktanya pemenuhan asas kemanusiaan dalam 6

penataan dan pembinaan pusat perbelanjaan dan toko modern belum berjalan secara maksimal. 2. Asas Keadilan Sesuai peraturan daerah 2014 yang dimaksud asas keadilan adalah bahwa pengaturan dalam Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap masyarakat. Pemenuhan hak asa keadilan dalam implementasi perda nomor 7 tahun 2014 ntuk mewujudkan asas keadilan ini ditekankan penyerapan tenaga kerja oleh pelaku usaha kepada penduduk sekitar tempat berdirinya toko modern. Pelaku usaha wajib memperhatikan Penduduk lokal sekitar tempat berdirinya toko modern maupun pusat perbelanjaan sebelum menggunakan tenaga kerja dari wilayah lain kecuali untuk posisi yang membuthkan spesifikasi atau keahlian khusus. Hal ini dimaksudkan agar rasa keadilan dirasakan oleh masyarakat sekitar dan tidak terjadinya ketimpangan sosial yang sangat kontras. 3. Asas Kesamaan Kedudukan Peraturan daerah kabupaten Cirebon nomor 7 tahun 2014 menjelaskan asas kesamaan kedudukan adalah bahwa kedudukan hukum para stakeholder dalam sektor perdagangan adalah sama dan seimbang. Pemenuhan asas kesamaan kedudukan dalam implementasi perda nomor 7 tahun 2014 kaitannya dengan proses memperoleh rekomendasi sebelum mendapatkan perizinan diberlakukan sama kepada semua pelaku usaha yang sesuai dengan jenis usahanya. Ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam perda nomor 7 tahun 2014 juga diberlakukan kepada toko modern yang sudah berdiri jauh sebelum perda nomor 7 tahun 2014 diundangkan. Melalui ketentuan peralihan yang terdapat dalam perda nomor 7 tahun 2014 dijelaskan bahwa perusahaan yang sudah berdiri sebelum perda nomor 7 tahun 2014 diundangkan diberi waktu sampai dengan tiga kali her registrasi. Hal ini untuk mewujudkan kesamaan kedudukan semua toko modern dalam mentaati semua ketentuan yang 7

terdapat dalam peraturan daerah 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. 4. Asas Kemitraan Pemenuhan asas kemitraan dalam implementasi perda nomor 7 tahun 2014 sudah berjalan dengan baik, hal ini dibuktikan dengan adanya pemberian lahan bagi pelaku usaha mikro yang disediakan oleh pusat perbelanjaan maupun toko modern. Selain itu fasilitas pemasaran produk UMKM juga telah dilakukan oleh beberpa swalayan maupun minimarket. Kegiatan kemitraan lainnya yaitu pembinaan yang dilakukan oleh beberapa minimarket terhadap pelaku UMKM. Hal ini bertujuan agar pelaku usaha toko modern dapat tetap memberdayakan UMKM disekitarnya. Kemitraan yang luas ialah kemitraan yang terjalin antara tiga elemen, yaitu pemerintah, pengusaha dan masyarakat. Ketiga komponen tersebut harus saling berpegang teguh agar tujuan kemitraan dan tujuan implementasi perda nomor 7 tahun 2014 dapat tercapai dengan baik. 5. Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum Kegiatan usaha yang dilakukan oleh seluruh masyarakat kabupaten Cirebon harus menimbulkan ketertiban, dalam kata lain keberadaan usahanya harus mempunyai izin dan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perda nomor 7 tahun 2014. Kegiatan usaha terutama yang dijalankan oleh pelaku usaha pusat perbelanjaan maupun toko modern harus menaati ketentuan yang terdapat dalam perda nomor 7 tahun 2014 agar keberadaannya sesuai dan tidak menimbulkan gangguan ketertiban dimasyarakat. Kegiatan usaha yang sesuai dengan ketentuan dalam perda nomor 7 tahun 2014 dimaksudkan untuk melindungi hak-hak para pelaku usaha kecil maupun pasar tradisional, dimana dalam beberapa ketentuan diatur mengenai izin yang harus dimiliki oleh pelaku usaha dalam mendirikan bangunan maupun izin melakukan kegiatan usaha. Masih minimnya koordinasi para pelaku usaha toko modern dengan dinas terkait terutama dinas yang mengatur segala ketentuannya, yang 8

mengakibatkan adanya beberapa minimarket yang berdiri tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perda nomor 7 tahun 2014, faktor lokasi strategis dengan konsumen dan langsung mengadakan perjanjian kontrak dengan pemilik tanah sering menjadi penyebab diabaikannya koordinasi dengan Disperindag untuk medapatkan rekomendasi perizinan dan juga melakukan perizinan dengan BPPT. 6. Asas Kelestarian Lingkungan Kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha pusat perbelanjaan, toko modern maupun pasar tradisional harus memperhatikan kelestarian lingkungan disekitarnya. Daya tampung dan daya dukung lingkungan harus dipenuhi oleh setiap pelaku usaha dan pasar tradisional. Pemenuhan fasilitas yang menunjang daya tampung maupun daya dukung lingkungan harus disediakan oleh pelaku usaha, penyediaan ruang terbuka hijau, sarana parkir, maupun MCK serta pembuangannya harus dimiliki oleh pelaku usaha maupun pasar tradisional. Pemenuhan fasilitas penunjang yang mampu memberikan daya tampung dan daya dukung lingkungan juga dimaksudkan agar dapat memberikan kenyamanan kepada konsumen pada saat berbelanja. Pemenuhan fasilitas dalam memenuhi daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah ditunjukan oleh pelaku usaha dengan tersedianya fasilitas seperti MCK (Mandi Cuci Kakus), tempat pembuangan limbah MCK yang baik, tempat sampah. Lain halnya dengan pasar tradisional, dimana dari penataan dan pembinaan masih jauh dari asas kelestarian lingkungan, dimana lingkungan pasar tradisional masih sering dijumpai lingkungan yang kotor dan becek terutama pada saat musim penghujan. Masih sering ditemukannya kondisi pasar tradisional yang kumuh dan becek membuktikan belum sempurnanya penataan dan pembinaan yang dilakukan dalam hal pemenuhan asas kelestarian lingkungan. 7. Asas Kejujuran Usaha Sesuai peraturan daerah 2014 yang dimaksud asas kejujuran usaha adalah bahwa penyelenggaraan 9

pusat perbelanjaan dan toko modern mengutamakan kejujuran dalam usaha memperoleh keuntungan. Pemenuhan asas kejujuran usaha dalam implementasi perda nomor 7 tahun 2014 sudah berjalan dengan baik. Pengusaha toko modern dalam hal pemenuhan barang-barang yang dijual sudah jelas mengenai asal usul dan kualitasnya, sehingga masyarakat yang menjadi konsumen tidak ragu aka nasal usul dan kualitas barang yang dibelinya. Pemerintah melalui dinas perindustrian perdaganganpun rutin melakukan operasi pasar utnuk mengantisipasi adanya kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha baik pengusaha toko modern maupun pedagang dipasar tradisional. operasi pasar ini untuk mengantisipasi tidak adanya makanan yang tak berizin BPOM, makanan kadaluarsa serta makanan yang tidak layak untuk dijual. 8. Asas Persaingan Sehat Usaha yang dijalankan baik para pelaku usaha maupun pasar tradisional harus dilakukan secara jujur, tertib hukum dan tidak menghambat persaingan usaha secara umum. Persaingan tidak sehat apabila persaingan dilakukan dengan kelas yang berbeda seperti supermarket dengan pasar tradisional, maka perlu diperhatikannlah persaingan tersebut agar tetap dapat melindungi hak-hak pelaku usaha kecil dan pedagang pasar tradisional. Kondisi adanya beberapa minimarket maupun supermarket yang lokasi berdirinya dekat dengan pasar tradisional perlu dilakukan pembinaan terhadap para pedagang pasar tradisional agar mereka dapat tetap melakukan usahanya tanpa khawatir kehilangan konsumen, pemerintah wajib memberikan pembinaan dan arahan terkait upaya untuk tetap dapat bertahan dalam persaingan yang terjadi. Disperindag melalui bidang pengelolaan pasar dalam hal menanggapi banyaknya minimarket yang terlanjur beroperasi dekat dengan pasar tradisional melakukan berbagai upaya untuk tetap mengawal dan memberikan pembinaan maupun pengarahan kepada pedagang pasar tradisional. 10

B. Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Penataan, Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern Faktor-faktor yang menjadi penghambat implementasi peraturan daerah kabupaten Cirebon nomor 7 tahun 2014 diantaranya : 1).Sumber daya finansial; 2). Keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi; 3). Inkonsistensi aturan; 4).Komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan; dan 5). Akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. Faktor sumberdaya finansial atau anggaran merupakan hal yang tak dapat dipungkiri dalam mendukung pengimplementasian suatu kebijakan. Setiap program tentu memerlukan staff untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan teknis, memonitor program, dan mengelola sumberdaya lainnya yang kesemua itu memerlukan anggaran yang mendukung terutama untuk mendukung implementasi peraturan daerah kabupaten Cirebon nomor 7 tahun 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Minimnya anggaran memaksa terhambatnya proses sosialisasi ataupun pembinaan kepada masyarakat maupun pembinaan dan penataan terhadap pedagang pasar tradisional dan sarana prasarana pasar tradisional. Anggaran sangat diperlukan baik untuk melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap pelaku usaha kecil sejenis dan pedagang pasar tradisional maupun untuk penataan dan perawatan fasilitas sarana prasarana pasar tradisional agar dapat menunjang kenyamanan konsumen dalam berbelanja agar tetap dapat bersaing dengan pusat perbelanjaan maupun toko modern. Faktor keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi menjadikan Suatu program akan sukses diimplementasikan jika terjadi koordinasi yang baik yang dilakukan antar berbagai instansi terkait, baik secara vertikal maupun horizontal. Tak terkecuali koordinasi yang dilakukan oleh instansi terkait yaitu Disperindag, 11

BPPT, Satpol PP dan dinas lain yang mempunyai tupoksi terkait rekomendasi perizinan usaha dikabupaten Cirebon. Namun berdasar hasil penelitian dan observasi dilapangan, koordinasi masih belum terjalin dengan rapih antara instansi terkait. Minimnya koordinasi dengan pelaku usaha juga mengakibatkan minimnya pemahaman pelaku usaha akan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perda nomor 7 tahun 2014 sehingga pelaku usaha toko modern cenderung mengabaikan peran pemerintah dalam penataan dan pembinaan pusat perbelanjaan dan toko modern. Koordinasi tidak hanya dilakukan antar instansi maupun dengan pelaku usaha tetapi juga masyarakat. Kurangnya koordinasi ini menyebabkan adanya kurang pemahaman dimasyarakat mengenai kebijakan-kebijakan maupun programprogram yang dikeluarkan oleh pemerintah. Faktor inkonsistensi aturan dalam penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern menyebabkan kegagalan pengimplementasian. Konsistensi aturan dalam hal ini peraturan daerah diperlukan agar pelaku usaha memperoleh kejelasan dan keadilan mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur didalamnya. Perbedaan mengenai jarak yang diatur dalam setiap perda yang berlaku membuat minimarket-minimarket yang berdiri sesuai dengan ketentuan lama mendapatkan dispensasi dengan adanya ketentuan peralihan. Dimana dalam ketentuan peralihan diatur bagi pusat perbelanjaan dan toko modern yang telah memiliki izin usaha sebelum perda nomor 7 tahun 2014 diundangkan wajib menyesuaikan ketentuan mengenai jarak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 peraturan daerah nomor 7 tahun 2014 paling lambat dilaksanakan pada saat herregistrasi yang ke 3 (tiga) artinya 15 tahun dikarenakan satu kali Namun 15 tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi pelaku usaha kecil seperti pelaku usaha kecil sejenis minimarket, dan pedagang pasar tradisional, mereka dipaksa menyesuaikan dan bersaing selama masa penyesuaian tersebut terutama 12

dengan minimarket yang lokasinya dekat dengan mereka. Faktor yang menghambat lainnya adalah minimnya komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan, komitmen mencakup keseriusan dan kesungguhan agar penerapan suatu peraturan ataupun kebijakan bisa berjalan dengan baik dan diterima serta dipatuhi oleh sasaran dari kebijaan tersebut. Pembiaran pemerintah terhadap minimarket yang melanggar merupakan bentuk komitmen yang belum dilaksanakan oleh Disperindag sebagai dinas teknis. Pembiaran tersebut justru cenderung tidak melindungi hak-hak masyarakat kecil dalam sektor perdagangan sehingga menuntut mereka bersaing dengan toko-toko modern. Faktor akses kelompokkelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan juga menjadi faktor penghambat implementasi Perda nomor 7 tahun 2014. Sebuah program akan mendapat dukungan yang banyak ketika kelompok-kelompok luar, dalam artian diluar pihak pembuat kebijakan seperti masyarakat ikut terlibat dalam kebijakan tersebut dan tidak hanya menjadikan mereka sebagai penonton tentang adanya suatu kebijakan ataupun program di wilayah mereka. Kesadaran masyarakat mengenai adanya kebijakan pemerintah yang ada disekitar wilayahnya masih terlihat rendah. Kaitannya dengan operasional tokotoko modern dilingkungannya, masyarakat masih cenderung acuh terutama dalam tahap pembangunan awal. PENUTUP 1. Kesimpulan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon nomor 7 tahun 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern belum berjalan baik, dibuktikan dengan masih belum terpenuhinya beberapa asas yang menjadi indikator kesuksesan kebijakan penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Asas-asas yang belum terpenuhi diantaranya: asas kemanusiaan, asas ketertiban dan kepastian hukum, asas kelestarian 13

lingkungan, dan asas persaingan sehat. Sedangkan asas yang sudah terpenuhi dalam implementasi peraturan daerah 2014 diantaranya: asas keadilan, asas kesamaan kedudukan, asas kemitraan dan asas kejujuran usaha. Faktor yang mempengaruhi implementasi peraturan daerah 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern serta menghambat tercapainya tujuan kebijakan tersebut diantaranya minimnya sumberdaya finansial, minimnya keterpautan dan dukungan antar instansi dan pelaku usaha, inkonsistensi aturan, kurangnya komitmen pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi masyarakat, dan minimnya akses masyarakat dalam partisipasi. 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, dengan memperhatikan pemenuhan asas-asas dalam implementasi peraturan daerah 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, peneliti memberikan rekomendasi antar lain : 1. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2014 a) Mempertegas penegakkan Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon nomor 7 tahun 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern agar tetap memperhatikan asas kemanusiaan masyarakat dalam sektor perdagangan. b) Mempertegas penegakkan Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon nomor 7 tahun 2014 tentang penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern agar tetap mewujudkan asas ketertiban dan kepastian hukum, c) Menata dan membina pasar tradisional agar memenuhi asas kelestarian lingkungan dalam mewujudkan kenyamanan konsumen. d) Mengatur dan menata pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan 14

toko modern dalam mewujudkan pemenuhan asas persaingan sehat. 2. Faktor Penghambat Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2014 a) Perlunya dukungan sumberdaya finansial baik untuk pembinaan pelaku usaha kecil dan pedagang pasar tradisional maupun untuk penataan dan perawatan sarana prasarana pasar tradisional. b) Meningkatkan komitmen pemerintah dalam menegakkan Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon nomor 7 tahun 2014 agar tetap melindungi hak-hak asasi masyarakat dalam sektor perdagangan. c) Meningkatkan koordinasi antara 3 (tiga) elemen yakni pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat d) Mengkaji perda terutama pasal ketentuan peralihan yang mengatur ketentuan pemberian izin bagi minimarket yang berdiri tidak sesuai dengan ketentuan. e) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap kebijakan pemerintah. DAFTAR PUSTAKA Abdul wahab, Solichin. (2001). Analisis Kebijaksanaan dari formulasi ke implementasi kebijaksanaan negara. Jakarta. PT Bumi aksara. Afifudin.(2012). Metodologi penelitian kualitatif.bandung.pustaka setia. Indiahono, Dwiyanto. (2009). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys.Yogyakarta. Gava Media Jogjakarta. Kencana, Inu. (2006). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta. PT Rineka Cipta. Kusumanegara, Solahuddin. (2010). Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gava Media Jogjakarta. Moeloeng, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Nugroho, Riant. (2003). Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Nugroho, Riant. (2006). Kebijakan Publik untuk Negara-Negara 15

Berkembang.Jakarta. PT. Elex Media Komputindo. Satori, Djam an. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta. Saebani, Beni ahmad. (2008). Metode Penelitian.Bandung.Pustaka Setia. Sarwono, Jonathan. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif&Kualitatif.Yogyakarta. Graha Ilmu. Subarsono, AG. (2005). Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualittif dan R&D. Bandung. Alfabeta. Sumber Refrensi Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 108 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Pelaksana Peraturan Daerah Kabupaten Cirebon Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Penataan, pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern. Peraturan Bupati Cirebon Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumber data pendukung Data Toko Modern di Kabupaten Cirebon s/d Tahun 2014 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon dalam angka 2014 Selayang pandang Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Cirebon Visi misi kabupaten Cirebon 2014-2019 Visi misi Dinas perindustrian dan perdagangan 16

Sumber website http://disperindag.cirebonkab.go.id/daf tar-nama-pegawai diakses pada 24/8/2016 http://bppt.cirebonkab.go.id/main/page /struktur-organisasi diakses pada 24/8/2016 http://www.cirebonkab.go.id/sekilaskab-cirebon/letak-geografis diakses pada 27/8/2016 17