V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450 Vol. HCl (ml) 21,85 23,05 25,03 27,15 31,5 59,2653 55,4783-20,6829-100,2795-273,7778 Alpukat (blanko: 24,5 ml) Warna kehitaman kehitaman Aroma Aroma alpukat Tekstur Berat (gram) 559 549 543 537,43 526,22 Vol. HCl (ml) 21,5 21,6 22,8 24,7 26,3 94,4543 92,9690 55,10128-6,5496-60,20295 Timun (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma - - - - busuk Tekstur (++) Berat (gram) 542 515 498 482,6 461 Vol. HCl (ml) 20,65 21,7 22,0 22,5 24,0 125 95,69 88,35 72,94 10,09 Apel (blanko: 24,5 ml) Warna (++)
Aroma (++) (++) Tekstur (++) (++), memar Berat (gram) 477 475 473 471 468 Vol. HCl (ml) 22,2 23,5 23,8 24,1 24,3 84,864 37,053 26,047 14,947 7,521 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011
VI. PEMBAHASAN Praktikum yang dilaksanakan pada 19 September 2011 mengenai menentukan pola respirasi. merupakan aktivitas yang dilakukan oleh organisme hidup. Zat yang digunakan dalam respirasi yaitu glukosa (C 6 H 12 O 6 ) dan oksigen yang selanjutnya dihasilkan CO 2, H 2 O dan energi (Miranti, 2009). adalah proses utama dan penting yang terjadi pada hampir semua makluk hidup, seperti halnya buah. Proses respirasi pada buah sangat bermanfaat untuk melangsungkan proses kehidupannya. Proses respirasi ini tidak hanya terjadi pada waktu buah masih berada di pohon, akan tetapi setelah dipanen buahbuahan juga masih melangsungkan proses respirasi. adalah proses biologis. Dalam proses ini oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran dalam bentuk CO 2 dan air. Contoh reaksi yang terjadi pada proses respirasi sebagai berikut (Dwiari, 2008): C 6 H 12 O 6 + 6 O 2 6CO 2 + 6H 2 O + energi Pada gambar berikut tersaji kurva hubungan antara pertumbuhan buah dengan jumlah CO 2 yang dikeluakan selama respirasi (Dwiari, 2008). Gambar 1. Skema (kurva) hubungan antara proses pertumbuhan dengan jumlah CO2 yang dikeluarkan (Syarief H., dkk., 1977) Pada gambar tersebut terlihat bahwa jumlah CO2 yang dikeluarkan akan terus menurun, kemudian pada saat mendekati senescene produksi CO2 kembali meningkat, dan selanjutnya menurun lagi. Buah-buahan yang melakukan respirasi semacam itu disebut buah klimaterik, sedangkan buah-buahan yang
jumlah CO2 yang dihasilkannya terus menurun secara perlahan sampai pada saat senescene disebut buah nonklimaterik. Pada buah klimaterik disamping terjadi kenaikan respirasi juga terjadi kenaikan kadar etilen selama proses pematangan. Sedangkan pada buah non klimaterik, proses pematangan tidak berkaitan dengan kenaikan respirasi dan kenaikan kadar etilen. Perbedaan antara buah klimaterik dan nonklimaterik yaitu adanya perlakuan etilen terhadap buah klimaterik yang akan menstimulir baik pada proses respirasi maupun pembentukan etilen secara autokatalitik sedangkan pada buah nonklimaterik hanya terdapat perlakuan yang akan menstimulir proses respirasi saja. Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan adalah jeruk, alpukat, timun, dan apel. Alpukat dan apel merupakan buah klimakterik, sedangkan timun, jeruk merupakan buah non klimakterik. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menetukan pola respirasi ini diantaranya dengan menggunakan 5 buah bejana berupa topless. Topless pertama berisi larutan Ca(OH) 2 jenuh dan topless ke dua berisis larutan NaOH 0,1 N. Penggunaan Ca(OH) 2 bertujuan untuk mengikat gas CO 2 yang terkandung dalam udara yang dialirkan melalui aerator. Topless ke tiga berisi sampel buah yang akan melakukan respirasi, sedangkan toples ke empat dan ke lima berisi NaOH 0,1 N. Setelah aerator dinyalakan selama 1 jam, NaOH yang terdapat pada toples ke empat dan ke lima dicampurkan untuk selanjutnya dilakukan titrasi terhadap HCl dengan menggunakan indikator phenolpthalein (PP), sehingga satuan dari laju respirasi adalah mg CO 2 /kg/jam. Hasil pengamatan menentukan pola respirasi dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++)
Berat (gram) 490 460 451 465,1 450 Vol. HCl (ml) 21,85 23,05 25,03 27,15 31,5 59,2653 55,4783-20,6829-100,2795-273,7778 Alpukat (blanko: 24,5 ml) Warna kehitaman kehitaman Aroma Aroma alpukat Tekstur Berat (gram) 559 549 543 537,43 526,22 Vol. HCl (ml) 21,5 21,6 22,8 24,7 26,3 94,4543 92,9690 55,10128-6,5496-60,20295 Timun (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma - - - - busuk Tekstur (++) Berat (gram) 542 515 498 482,6 461 Vol. HCl (ml) 20,65 21,7 22,0 22,5 24,0 125 95,69 88,35 72,94 10,09 Apel (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma (++) (++) Tekstur (++) (++), memar Berat (gram) 477 475 473 471 468 Vol. HCl (ml) 22,2 23,5 23,8 24,1 24,3 84,864 37,053 26,047 14,947 7,521 Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa setiap hari buah mengalami perubahan. Baik perubahan warna, aroma, teksur, maupun berat. Proses ini
disebut sebagai proses pematangan. Proses pematangan diartikan sebagai suatu fase akhir dari proses penguraian substrat dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan oleh bahan untuk mensintesis enzim-enzim yang spesifik yang diantaranya digunakan dalam proses kelayuan. Perubahan yang secara umum mudah diamati dalam proses pematangan ini diantaranya berubahnya warna kulit yang tadinya berwarna hijau menjadi kuning, buah yang tadinya bercita rasa asam menjadi manis, tekstur yang tadinya keras menjadi lunak, serta timbulnya aroma khas karena terbentuknya senyawa-senyawa volatil atau senyawa-senyawa yang mudah menguap seperti halnya yang terjadi pada alpukat. Selain mengalami, pematangan, setelah pemanenan buah-buahan pun mengalami laju respirasi. Adapun laju respirasi dari buah-buahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut: 150 Terhadap Waktu 100 50 0-50 -100-150 hari ke-1 hari ke-2 hari ke-3 hari ke-4 hari ke-5 Jeruk Alpukat Timun Apel -200-250 -300 waktu Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam bahan (buah dan sayur), meliputi tingkat perkembangan organ (ukuran buah, buah kamba, klimakterik, rippening dan puncak klimakterik), komposisi kimia jaringan (jenis jaringan), ukuran produk, pelapisan alami. Apabila suatu buah telah matang, maka laju respirasinya akan turun. Buah yang berukuran besar akan memiliki laju
respirasi yang besar pula dan hasil titrasi yang kecil. Sedangkan untuk buah yang memiliki densitas kamba maka akan terbentuk rongga-rongga sehingga menyebabkan laju respirasi per unit turun. Komposisi jaringan mempengaruhi kelarutan O 2. Dalam faktor internal, laju respirasi dapat diukur dengan Respiratory Quotient (RQ) = CO 2 dihasilkan O 2 konsumsi. Jika suatu buah memiliki RQ <1 maka memiliki substrat respirasi berupa asam lemak, jika RQ = 1 maka substrat adalah gula, dan jika RQ > 1 maka substrat merupakan asam-asam organik. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari lingkungan sekeliling bahan, meliputi suhu, etilen, ketersediaan oksigen, karbondioksida, dan luka pada bahan. respirasi berbanding terbalik dengan lama hidup. Semakin tinggi respirasinya maka semakin pendek hidupnya. respirasi dapat ditentukan dengan mengukur: 1. Berdasarkan CO 2 2. Energi yang dihasilkan 3. Substrat gula 4. O 2 yang digunakan
VII. KESIMPULAN Alpukat dan apel merupakan buah klimakterik, sedangkan timun, jeruk merupakan buah non klimakterik. Selama proses pematangan terjadi beberapa perubahan seperti warna, tekstur, citarasa dan flavor, yang menunjukkan terjadinya perubahan komposisi. Semakin lama penyimpanan maka nilai laju respirasi akan semakin rendah.
DAFTAR PUSTAKA Dwiari, Sri Rini. dkk. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Miranti, Mira STP., M.Si. dkk. 2009. Biokimia Pangan I. Widya Padjadjaran. Bandung