BAB I PENDAHULUAN. pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. sehingga dikatakan bahwa pembangunan ekonomi dapat mendorong

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KECAMATAN DI KOTA AMBON Analysis of the Development Imbalance between Districts in Ambon City

BAB III METODE PENELITIAN

PERKEMBANGAN INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dalam konteks bernegara, pembangunan diartikan sebagai

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/ KOTA DI ACEH,

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan :

Sekapur. Penutup. Publikasi ini merupakan momentum awal kami sebelum publikasi lain diterbitkan dari hasil pengolahan data final hasil SP2010.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu proses yang terintgrasi dan komprehensif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah ini juga harus disertai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BULELENG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. analisis, menunjukkan hasil bahwa keadaan perekonomian dan pola perubahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, makmur dan berkeadilan. Akan tetapi kondisi geografis dan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

ANALISIS INDIKATOR EKONOMI KABUPATEN BLORA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BABV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai

BUPATI BLORA KATA SAMBUTAN

BAB V PENUTUP. Sebagai daerah yang miskin dengan sumber daya alam, desentralisasi

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Analisis Tipologi Pertumbuhan Ekonomi Dan Disparitas Pendapatan Dalam Implementasi Otonomi Derah di Propinsi Jambi. Oleh : Etik Umiyati.SE.

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. riil atau pendapatan riil per kapita yang terjadi secara terus menerus (steady growth).

BAB I PENDAHULUAN. terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan kekhasan daerah

BUPATI BLORA KATA SAMBUTAN

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (Todaro, 2011). pemerataan, akan terjadi Ketimpangan wilayah (regional disparity), terlihat

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Ketimpangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah-tengah

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi dan hubungan antara ketimpangan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat yang harus terpenuhi, laju pertumbuhan penduduknya. (Todaro, 2011)

IDENTIFIKASI SEKTOR PERTANIAN DAN PERANNYA DALAM MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI KABUPATEN BLORA SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk sesuatu masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan potensi daerah. Otonomi daerah memberikan peluang luas bagi

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

I. PENDAHULUAN. dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

ANALISIS DISPARITAS REGIONAL DAN PERTUMBUHAN EKONOMI (STUDI KASUS DI KOTA BATU TAHUN ) Alfiana Mauliddiyah. Abstract

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI EMPAT KABUPATEN WILAYAH BARLINGMASCAKEB Oleh: Ratna Setyawati Gunawan 1) dan Diah Setyorini Gunawan 2)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

Sumber: Suara Karya Online, 2010 Tabel 1.1 Jumlah Pengangguran Terbuka di Provinsi Jawa Tengah (jiwa) Tahun

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

BUPATI BLORA KATA SAMBUTAN

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sejahtera, mandiri maju dan kokoh kekuatan moral dan etikanya.

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

PERTUMBUHAN EKONOMI SEKADAU TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. rakyat. Pembangunan merupakan pelaksanaan dari cita-cita luhur bangsa. desentralisasi dalam pembangunan daerah dengan memberikan

SAMBUTAN. Jambi, September 2011 KEPALA BAPPEDA PROVINSI JAMBI. Ir. H. AHMAD FAUZI.MTP Pembina Utama Muda NIP

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan oleh sekian banyak Negara berkembang khususnya

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time

BAB I PENDAHULUAN. kota dan desa, antara pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa maupun antara dua

PROFIL PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA di DKI JAKARTA TAHUN 2011

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebuah proses yang menyebabkan pendapatan penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang. Sehingga dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan perubahan struktur ekonomi dan kelembagaan. Suryana (2000:3) menjelaskan terdapat tiga unsur dalam pembangunan ekonomi, yaitu: (1) pembangunan ekonomi sebagai suatu proses berarti perubahan terus-menerus yang di dalamnya telah mengandung unsur-unsur kekuatan sendiri untuk investasi baru; (2) usaha meningkatkan pendapatan per kapita; (3) kenaikan pendapatan per kapita harus berlangsung dalam jangka panjang. Selain mendorong pertumbuhan ekonomi, pembangunan ekonomi harus dapat menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran (Todaro, 2000:93). Maka dari itu pembangunan bukan hanya dilaksanakan dalam lingkup nasional, namun juga di lingkup daerah (regional). Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola setiap sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut (Aryad, 2010:374). Hal tersebut didukung dengan kebijakan otonomi daerah di bawah 1

2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk lebih bebas dalam mengembangkan perekonomian daerah sehingga pembangunan lebih optimal. Dari tujuan pembangunan daerah di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat ketimpangan pendapatan di daerah tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari data PDRB daerah dalam periode tertentu. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang dapat dilihat dari perkembangan tingkat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu daerah. Maka dari itu pemerintah selalu menetapkan target laju pertumbuhan PDRB didalam perencanaan dan tujuan pembangunannya. Sedangkan untuk indikator ketimpangan pendapatan dapat dilihat dari perkembangan PDRB per kapita daerah tersebut. Ketimpangan pendapatan regional timbul karena tidak adanya pemerataan dalam pembangunan ekonomi. Perbedaan tingkat pembangunan dapat membawa dampak perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah yang akhirnya menyebabkan ketimpangan regional antar daerah semakin besar dalam segi pendapatan. Terdapat daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat sedangkan daerah lain pertumbuhan ekonominya lambat. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan struktur daerah yang menjadikan dalam satu daerah terdapat wilayah yang maju dan wilayah yang kurang maju yang membuat daerah yang kurang maju kesulitan dalam mengejar ketertinggalan sehingga mengakibatkan terjadinya ketimpangan. Lebih jelasnya disebutkan Emilia (2006:46) dalam modul ekonomi regional bahwa ketimpangan regional

3 disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya konsentrasi kegiatan ekonomi daerah, perbedaan alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya alam antar daerah, perbedaan kondisi demografis antar daerah, serta kurang lancarnya perdagangan antar daerah. Terdapat hubungan antara tingkat ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi yang dikemukakan oleh Simon Kuznet. Hipotesis hubungan tersebut menyatakan bahwa pada awal pertumbuhan, perbedaan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar antar daerah mengakibatkan tingginya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar daerah. Namun pada tahap berikutnya perbedaan laju pertumbuhan akan menurun sehingga distribusi pendapatan akan membaik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya pendapatan per kapita rata-rata di setiap daerah sesuai dengan waktu yang berjalan (Kurniasih, 2013:37). Hipotesis ini menunjukkan bahwa kinerja pembangunan yang semakin membaik tiap tahunnya yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju pertumbuhan dan menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan daerah sehingga kurva yang terbentuk seperti U-terbalik. Sutarno dan Kuncoro (2003) menganalisis tentang pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Banyumas tahun 1993-2000. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan tipologi Klassen, kecamatan di Kabupaten Banyumas cenderung masih relatif tertinggal. Pada periode pengamatan 1993-2000, terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan baik dianalisis dengan indeks Williamson maupun dengan indeks entropi Theil. Ketimpangan ini salah satunya diakibatkan

4 konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial. Hasil korelasi Pearson yang bernilai negatif secara statistik kurang kuat karena terbukti tidak signifikan. Kendati demikian, hipotesis Kuznets berbentuk U-terbalik terbukti berlaku di Kabupaten Banyumas periode 1993-2000. Puput Desi Kurnia Sari, dan Made Kembar Sri Budhi (2013) menganalisis tentang pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan hasil tipologi Klassen, lima kecamatan termasuk dalam kategori daerah yang tumbuh cepat tapi tidak maju. Sedangkan empat kecamatan masuk dalam kategori daerah yang relatif tertinggal. Selama periode pengamatan tahun 2007-2009 angka ketimpangan yang dihitung menggunakan indeks Williamson dapat dikatakan bahwa ketimpangan di Kabupaten Buleleng cukup kecil (rendah). Pembuktian hipotesis Kuznets tidak berlaku di Kabupaten Buleleng karena grafik justru cenderung berbentuk U. Tutik Yuliani (2015) menganalisis tentang pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar kabupaten di Kalimantan Timur. Hasil dari penelitian adalah Indeks Williamson mengalami peningkatan, yaitu 0,69 pada tahun 2010 dan 0,72 pada tahun 2012. Sedangkan hasil Indeks Entropi Theil semakin kecil namun masih di atas 1 sehingga dapat disimpulkan ketimpangan kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur tiga tahun terakhir adalah tinggi. Ketimpangan pendapatan tersebut disebabkan oleh perbedaan kandungan sumber daya alam, perbedaan kondisi geografis, alokasi dana pembangunan antar wilayah. Hasil korelasi Pearson antara pertumbuhan dan

5 Indeks Williamson memiliki nilai korelasi negatif sebesar -0,333 yang artinya hubungan antara dua variabel berlawanan atau apabila pertumbuhan ekonomi meningkat maka ketimpangan pendapatan menurun. Dari beberapa penelitian yang membahas tentang pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan suatu daerah seperti dipaparkan di atas dapat pula digunakan untuk menggambarkan keberhasilan pembangunan daerah tersebut dalam periode tertentu yang dapat dilihat dari grafik kurva U- terbalik sesuai Hipotesis Kuznets. Namun hal ini tidaklah mudah dilakukan tiap daerah untuk mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi tersebut. Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora (2014:22) menyebutkan bahwa Kabupaten Blora merupakan satu-satunya kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki potensi pertambangan migas. Selain itu Kabupaten Blora juga dikenal sebagai penghasil kayu jati. Namun hal ini tidak menempatkan Kabupaten Blora sebagai kabupaten dengan PDRB yang besar. BPS Jawa Tengah (2014:236) dalam publikasi tinjauan PDRB kabupaten/kota se-jawa Tengah mencatat bahwa tingkat PDRB konstan seri 2010, Kabupaten Blora hanya menduduki posisi 25 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2014. Perbedaan tingkat pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Blora yang dipengaruhi perbedaan potensi tiap kecamatan menyebabkan tingkat pendapatan regional yang berbeda pula.

6 Tabel 1.1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2010 Kabupaten Blora Dirinci Tiap Kecamatan Tahun 2010-2014 (Jutaan Rupiah) Kecamatan Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 (1) (2) (3) (4) (5) (6) Jati 314.502,79 327.300,41 336.183,83 347.443,36 350.825,97 Randublatun g 736.775,77 776.157,01 805.108,61 837.262,92 848.619,69 Kradenan 308.386,48 311.185,91 321.031,06 331.631,88 334.115,37 Kedungtuban 509.818,57 529.378,56 544.543,56 566.993,82 569.049,10 Cepu 2.699.618,25 2.857.494,87 3.019.830,41 3.228.199,56 3.421.862,54 Sambong 194.854,30 196.515,69 200.002,01 207.445,81 209.690,55 Jiken 224.743,87 226.976,52 235.759,03 243.686,43 249.656,61 Bogorejo 175.045,38 180.001,12 187.980,17 194.505,57 197.825,25 Jepon 520.207,11 548.828,45 573.911,99 606.223,11 637.940,28 Blora 1.644.877,94 1.743.905,20 1.853.057,26 1.972.055,48 2.111.718,37 Banjarejo 334.605,66 337.467,31 348.000,67 362.295,63 372.835,49 Tunjungan 448.051,62 466.286,80 500.998,40 528.812,48 557.986,76 Japah 249.113,92 260.818,29 272.071,85 280.905,04 282.696,81 Ngawen 698.926,04 740.782,04 781.739,38 820.647,06 866.787,80 Kunduran 693.361,72 698.778,18 728.233,70 760.083,14 782.508,70 Todanan 396.190,21 395.846,68 408.413,95 424.313,56 433.081,96 1.014.9079,6 10.597.723,0 11.116.865,9 11.712.504,8 12.227.201,2 Kab. Blora 2 3 0 6 6 Sumber: BPS, PDRB Kecamatan se-kab. Blora (2014:38) Berdasarkan tabel 1.1 dapat disimpulkan bahwa hanya Kecamatan Blora dan Kecamatan Cepu yang memiliki PDRB lebih besar daripada PDRB Kabupaten Blora tahun 2010-2014. PDRB terbesar dimiliki oleh Kecamatan Cepu dengan sumbangan terhadap PDRB kabupaten pun juga paling besar yaitu Rp3.421.862,54 pada tahun 2014 atau sebesar 27,99% dari total PDRB Kabupaten Blora tahun 2014. Sedangkan Kecamatan Blora berada diurutan ke-dua dengan PDRB pada tahun 2014 sebesar Rp2.111.718,37. Secara keseluruhan dari tabel di atas menggambarkan bahwa PDRB Kabupaten Blora mengalami kenaikan tiap tahunnya selama 2010-2014, namun terdapat perbedaan tingkat PDRB antar kecamatan dengan jarak yang cukup lebar.

7 Dari uraian latar belakang di atas, maka diperoleh gambaran untuk mengkaji kondisi pembangunan ekonomi daerah di Kabupaten Blora dengan membahas lebih lanjut tentang laju pertumbuhan ekonomi dan struktur pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Blora, serta ketimpangan pendapatan regional yang akan dihubungkan untuk membuktikan berlaku atau tidaknya hipotesis Kuznets tentang kurva U- terbalik yang akan dituangkan dalam judul ANALISIS PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN REGIONAL ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BLORA JAWA TENGAH TAHUN 2010-2014 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana laju dan struktur pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Blora pada tahun 2010-2014? 2. Bagaimana tingkat ketimpangan pendapatan regional antar kecamatan di Kabupaten Blora pada tahun 2010-2014? 3. Apakah hipotesis Kuznets tentang kurva U-terbalik berlaku di Kabupaten Blora pada tahun 2010-2014? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah yang akan dibahas, maka tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut:

8 1. Untuk mengetahui laju dan struktur pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Blora pada tahun 2010-2014. 2. Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan regional antar kecamatan di Kabupaten Blora dari tahun 2010-2014. 3. Untuk megetahui berlaku atau tidaknya hipotesis Kuznets tentang kurva U-terbalik di Kabupaten Blora pada periode 2010-2014. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu, pemerintah untuk pengambilan kebijakan, serta calon peneliti selanjutnya. Manfaat yang diharapkan adalah: 1. Sumbangan ke Pengembangan Ilmu Memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu, khususnya sebagai penerapan ilmu ekonomi regional yang berkaitan tentang pertumbuhan dan struktur ekonomi, ketimpangan pendapatan regional, serta pembuktian hipotesis Kuznets tentang kurva U-terbalik. 2. Sumbangan ke Pengambil Kebijakan Memberikan gambaran bagi pemerintah selaku pengambil kebijakan dalam merumuskan kebijakan terkait masalah pertumbuhan dan struktur ekonomi daerah, serta ketimpangan pendapatan di Kabupaten Blora sehingga dapat lebih merata. 3. Sumbangan ke penelitian berikutnya Memberikan gambaran bagi calon peneliti serta sebagai bahan acuan penelitian serupa di masa yang akan datang. Selain itu juga memberi

9 kesempatan calon peneliti yang bisa melanjutnya penelitian dengan tema terkait berdasarkan saran yang diberikan penulis pada akhir pembahasan.