VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG 8.1. Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang Adanya kegiatan wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat sekitar objek wisata. Dampak yang muncul dari suatu kegiatan wisata, yaitu munculnya dampak ekonomi. Dampak ekonomi tersebut dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif yang muncul dari adanya dampak ekonomi dapat bersifat langsung (direct). Munculnya lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, baik berprofesi sebagai petugas kebersihan dan keamanan, serta profesi lain yang sesuai dengan kemampuan masyarakat setempat adalah salah satu contoh dampak positif langsung (direct impact) yang muncul dengan adanya kegiatan wisata. Selain hal itu, dampak positif langsung lain yang muncul, seperti adanya pedagang-pedagang baru yang akan berjualan makanan, minuman, souvenir khas daerah setempat, dan sebagainya di sekitar kawasan wisata. Hal yang demikian akan membuat masyarakat sekitar mampu meningkatkan taraf hidupnya. Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain yang akan timbul pula seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung berupa aktivitas ekonomi lokal dari suatu pembelanjaan unit usaha penerima dampak langsung dan dampak lanjutan (induced impact). Dampak lanjutan ini dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi lokal lanjutan dari tambahan pendapatan masyarakat lokal. Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata pada dasarnya dilihat dari keseluruhan pengeluaran pengunjung/wisatawan untuk akomodasi, konsumsi (baik konsumsi dari rumah maupun konsumsi di 66
lokasi wisata), biaya perjalanan ke lokasi wisata, dokumentasi, pembelian souvenir khas daerah setempat, serta pengeluaran lainnya. Keseluruhan dari biaya pengeluaran pengunjung akan diestimasi dari jumlah keseluruhan kunjungan pengunjung dan rata-rata pengeluaran dalam satu kali kunjungan wisata. 8.1.1. Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) Berdasarkan sebaran pengunjung (sebagai responden) di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang menurut struktur pengeluaran pada setahun terakhir, biaya perjalanan memiliki proporsi terbesar dari seluruh proporsi biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung. Hal ini dikarenakan sebagian besar dari pengunjung yang datang ke lokasi wisata ini dengan menggunakan mobil pribadi dan kendaraan umum. Oleh karena itu akan mempengaruhi besaran proporsi biaya yang mereka keluarkan untuk melakukan kegiatan wisata. Bagi pengunjung yang menggunakan mobil dan motor pribadi, biaya perjalanan yang mereka keluarkan berasal dari biaya bahan bakar kendaraan, sedangkan biaya perjalanan yang dikeluarkan pengunjung yang menggunakan kendaraan umum berupa ongkos pulang-pergi atau biaya sewa kendaraan umum yang mereka gunakan. Hasil analisis secara rinci disajikan dalam Tabel 9 di bawah ini. 67
Tabel 9. Proporsi Struktur Pengeluaran Pengunjung Hutan Wisata Punti Kayu Palembang Biaya Nilai (Rp.) Proporsi (%) Biaya perjalanan pulang-pergi 57.195,65 28,4 Biaya tiket masuk Hutan 11.652,17 14,6 Wisata Punti Kayu Palembang Konsumsi (dari rumah) Konsumsi (di lokasi) Pembelian souvenir Biaya fasilitas wisata lainnya, selain tiket masuk Biaya parkir Biaya dokumentasi Jumlah 4.21,74 25.68,7 14.5, 2.65,22 151.43,48 28,15 15,39 11,33 2,12 1 Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 211 Dari tabel di atas terlihat, sebagian besar pengunjung mengeluarkan biaya untuk perjalanan mereka. Proporsi biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh pengunjung Hutan Wisata Punti Kayu Palembang memiliki proporsi paling besar, yaitu sebesar 28,4%. Hal ini menunjukkan bahwa biaya perjalanan memiliki pengaruh terhadap pengeluaran pengunjung pada saat melakukan kegiatan wisata karena sebagian besar dari mereka berwisata ke lokasi ini dengan menggunakan mobil pribadi atau dengan menyewa kendaraan umum, seperti bus pariwisata. Besarnya biaya yang dikeluarkan pengunjung akan berbeda-beda sesuai dengan tujuan dan kawasan wisata yang akan mereka kunjungi. Proporsi pengeluaran pengunjung terkait dengan unit usaha dan fasilitas yang tersedia di lokasi wisata. Rata-rata pengeluaran pengunjung untuk satu kali kunjungan berkisar Rp 65.625,22. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti daerah asal pengunjung, aktivitas utama yang dilakukan di objek wisata, dan lainlain. Tabel 1 menunjukkan jumlah total pengeluaran pengunjung per bulan di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang sebesar Rp 1.434.51.671. Besarnya pengeluaran pengunjung per bulan didasarkan pada rata-rata jumlah pengunjung 68
Hutan Wisata Punti Kayu Palembang per bulan, yaitu sekitar 21.859 orang (BKSDA, 21). Besarnya arus uang tersebut akan menunjukkan seberapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengeluaran pengunjung. Tabel 1. Total Pengeluaran Pengunjung di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang Keterangan Proporsi Pengeluaran wisatawan di Hutan Wisata Punti Kayu 43,45% Palembang Biaya di luar lokasi wisata 56,55% Rata-rata pengeluaran pengunjung (Rp/hari/pengunjung) 65.625,22 Jumlah pengunjung per bulan (orang) 21.859 Total pengeluaran pengunjung per bulan (Rp) 1.434.51.671 Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 211 Keberadaan kawasan wisata membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk membuka usaha yang berkaitan dengan kebutuhan pengunjung selama berwisata. Unit usaha yang berkembang di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang saat ini masih sangat sedikit dan bersifat homogen. Sehingga perputaran arus uang yang terjadi diantara pengunjung dengan masyarakat lokal masih sangat kecil. Unit usaha yang berkembang di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang saat ini meliputi warung makan berjumlah 13 unit, warung minuman 3 unit, dan usaha foto keliling 2 orang. Penerimaan yang diterima oleh pemilik unit usaha adalah suatu pengeluaran pengunjung yang kemudian digunakan kembali oleh mereka untuk menjalankan aktivitas pada unit usaha tersebut. Pemilik unit usaha membutuhkan bahan baku untuk menjalankan usaha mereka. Komponen biaya yang utama dari unit usaha adalah biaya operasional dari menjalankan unit usaha tersebut yang meliputi biaya sewa bangunan dan biaya pembelian input/bahan baku dari produksi unit usaha, upah tenaga kerja non-keluarga, pengembalian kredit ke 69
bank, transportasi lokal, serta biaya kebutuhan pangan harian. Rincian proporsi penerimaan yang diterima pemilik usaha dan biaya-biaya yang dikeluarkan unit usaha tergambar pada Tabel 11. Tabel 11. Proporsi Penerimaan Usaha dan Biaya-Biaya yang Dikeluarkan Unit Usaha di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang Komponen Nilai (Rp.) Proporsi (%) Penerimaan pemilik usaha Upah karyawan Biaya operasional unit usaha (biaya sewa dan biaya pembelian input/bahan baku) Kebutuhan pangan harian Jumlah Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 211 3.648.5 781.25 1.22. 381.25 6.31. 52,96 3,52 31,64 11,88 1 Dari Tabel 11 terlihat bahwa proporsi terbesar berupa penerimaan pemilik usaha, yaitu sebesar 52,96%. Adapun yang dimaksud dengan dampak ekonomi langsung adalah penerimaan yang diterima unit usaha dari pengeluaran pengunjung. Pada penelitian kali ini, penerimaan dari unit usaha memiliki proporsi paling besar. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang telah memberikan dampak ekonomi langsungnya. Proporsi selanjutnya diikuti oleh kebutuhan pangan harian dan biaya operasional unit usaha yang memberikan proporsi sebesar 31,64% dan 11,88%, sedangkan upah karyawan memberikan proporsi sebesar 3,52%. 8.1.2. Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) Pengembangan wisata alam di Palembang oleh PT Indosuma Putra Citra dapat membuka peluang untuk berusaha bagi masyarakat sekitar objek wisata, sehingga dapat menciptakan peluang kerja yang baru. Saat ini jumlah unit usaha yang ada di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang masih sedikit dan homogen 7
jenis usahanya, namun keseluruhan dari mereka mengelola unit usahanya secara sendiri. Tenaga kerja lokal hanya dilibatkan oleh pengelola Hutan Wisata Punti Kayu Palembang untuk membantu pelaksanaan kegiatan wisata di lokasi tersebut, sedangkan tenaga kerja yang dilibatkan oleh para pemilik unit usaha adalah tenaga kerja dari keluarga mereka sendiri. Apabila tiba hari minggu atau hari libur Nasional, para pemilik usaha cukup meminta bantuan suami dan anak-anak mereka dalam menyambut pengunjung yang datang. Sebagian besar tenaga kerja lokal yang ada di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang bekerja selama 7 hari kerja, namun hanya ada dua orang tenaga kerja tambahan pada saat hari minggu/libur, yaitu sebagai pemandu kuda dan pemandu gajah. Sebesar 6% dari total tenaga kerja yang menjadi responden merupakan penduduk asli daerah sekitar objek wisata Hutan Wisata Punti Kayu Palembang. Keterangan lebih lanjut tentang jumlah tenaga kerja di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang dapat dilihat pada Tabel 5. Dampak ekonomi tidak langsung dapat dihitung dari proporsi pengeluaran unit usaha terhadap upah tenaga kerja yang berasal total pendapatan bersih unit usaha di lokasi wisata. Proporsi upah tenaga kerja yang dikeluarkan oleh unit usaha (dalam hal ini, pengelola) Hutan Wisata Punti Kayu Palembang memiliki proporsi sebesar 3,52% (Tabel 11). Hal ini dikarenakan sebagian besar unit usaha mengelola usahanya sendiri dan hanya unit usaha yang dikelola oleh PT Indosuma Putra Citra saja (Hutan Wisata Punti Kayu Palembang) yang memiliki tenaga kerja. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dampak ekonomi tidak langsung (indirect impact) yang ditimbulkan dari kegiatan wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang masih sangat rendah. 71
8.1.3. Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) Kegiatan wisata tidak hanya memberikan dampak langsung dan dampak tidak langsung saja, tetapi kegiatan wisata juga mampu memberikan dampak lanjutannya. Dampak lanjutan diartikan sebagai suatu pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang. Dampak lanjutan juga merupakan pengeluaran sehari-hari tenaga kerja lokal. Pada penelitian kali ini, tenaga kerja yang dihitung besar pengeluaran sehari-hari diasumsikan hanya tenaga kerja Hutan Wisata Punti Kayu (tidak termasuk para pemilik unit usaha) saja. Sebagian besar tenaga kerja tersebut menggunakan penerimaan mereka untuk kebutuhan konsumsi mereka sehari-hari. Pengeluaran tenaga kerja lokal untuk kebutuhan konsumsi mereka memiliki proporsi sebesar 52,19% dari total pengeluarannya. Proporsi selanjutnya yaitu pengeluaran untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, yaitu sebesar 35,48%. Kebutuhan sehari-hari mereka meliputi pembelian perlengkapan mandi dan kosmetik, snack-snack, pulsa, dan sebagainya. Proporsi sebesar 12,33% dikeluarkan tenaga kerja tersebut untuk biaya transportasi menuju lokasi tempat mereka bekerja. Tidak ada biaya sekolah anak dan listrik yang mereka keluarkan karena keseluruhan dari mereka belum ada yang menikah. Proporsi rata-rata pengeluaran tenaga kerja lokal dapat dilihat pada Tabel 12. 72
Tabel 12. Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal Nilai (Rp.) Proporsi (%) Biaya konsumsi Biaya sekolah anak Biaya listrik Biaya untuk kebutuhan sehari-hari (kosmetik, snack, pulsa) Biaya transportasi Jumlah 25. 195. 7. 515. 52,19 35,48 12,33 1 Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 211 8.2. Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Pengunjung Nilai multiplier effect digunakan dalam pengukuran dampak ekonomi dari pengeluaran pengunjung yang ditimbulkan dari suatu kegiatan wisata yang mereka lakukan. Menurut Vanhove (25), dalam mengukur dampak ekonomi dari suatu kegiatan wisata terhadap masyarakat lokal memiliki dua tipe pengganda, yaitu: (1) Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar pengeluaran pengunjung berdampak kepada peningkatan pendapatan masyarakat lokal, dan (2) Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak ekonomi langsung yang dapat dirasakan dari pengeluaran pengunjung dan berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak ekonomi tidak langsung (indirect effect) dan dampak lanjutan (induced). Hasil perhitungan multiplier effect pada penelitian kali ini dijelaskan pada Tabel 13 di bawah ini. Tabel 13. Nilai Multiplier Effect dari Arus Uang yang Terjadi di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang Kriteria Keynesian Income Multiplier Ratio Income Multiplier Tipe I Ratio Income Multiplier Tipe II Sumber: Hasil Analisis Data Primer, 211 Nilai,7 1,48 2,17 73
Dari hasil estimasi terhadap data yang diperoleh untuk menentukan seberapa besar dampak ekonomi yang timbul di lokasi wisata Hutan Wisata Punti Kayu Palembang, maka diperoleh nilai Keynesian Income Multiplier seperti tampak pada Tabel 13 di atas. Berdasarkan nilai yang disajikan dalam Tabel 9 didapatkan nilai Keynesian Income Multiplier sebesar,7 yang artinya setiap terjadi peningkatan pengeluaran pengunjung sebesar 1 rupiah, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja dan para pemilik unit usaha di lokasi wisata diduga sebesar,7 rupiah. Keynesian Income Multiplier merupakan dampak ekonomi langsung yang diterima oleh unit usaha dari pengeluaran pengunjung, sedangkan dampak ekonomi tidak langsung berupa upah yang didapatkan tenaga kerja di lokasi wisata. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I yang telah didapatkan sebesar 1,48 yang artinya apabila terjadi peningkatan sebesar 1 rupiah terhadap pemilik unit usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja lokal diduga sebesar 1,48 rupiah (berupa pendapatan bersih unit usaha dan upah tenaga kerja). Selanjutnya nilai yang diperoleh dari Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 2,17 yang artinya apabila terjadi peningkatan sebesar 1 rupiah terhadap pendapatan pemilik usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pada dampak langsung, tidak langsung, dan ikutan (berupa pendapatan pemilik usaha, tenaga kerja, serta pengeluaran untuk konsumsi di tingkat lokal) yang diduga sebesar 2,17 rupiah. Berdasarkan hasil dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan objek wisata alam Hutan Wisata Punti Kayu Palembang secara nyata telah memberikan dampak ekonomi terhadap perekonomian masyarakat lokal, terutama bagi masyarakat yang telah membuka usahanya di lingkungan Hutan 74
Wisata Punti Kayu Palembang. Dampak ekonomi yang terjadi pada penelitian kali ini dikatakan rendah karena nilai Keynesian Income Multiplier yang diperoleh masih kurang dari atau sama dengan satu ( 1). Hal ini dikarenakan pengunjung yang datang ke lokasi ini lebih cenderung mengeluarkan pengeluarannya di luar objek wisata. Dengan kata lain, proporsi leakagesnya (kebocoran/pengeluaran di luar lokasi wisata) lebih besar daripada proporsi pengeluarannya di lokasi wisata, sedangkan nilai Ratio Income Multiplier Tipe I dan Ratio Income Multiplier Tipe I dapat dikatakan telah memberikan dampak ekonomi terhadap kegiatan wisata karena nilai Ratio Income Multiplier Tipe I dan Tipe II sudah lebih besar atau sama dengan satu ( 1). Nilai Keynesian Income Multiplier ini masih terus dapat ditingkatkan sejalan dengan usaha peningkatan pengembangan sektor pariwisata alam dengan cara meningkatkan jumlah pengunjung yang datang ke objek wisata tersebut, serta dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja yang akan terlibat pada kegiatan wisata. Hal ini pula diduga akan meningkatkan proporsi pengeluaran pengunjung di objek wisata (tourist expenditure), yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kondisi perekonomian masyarakat lokal. Unit usaha yang berkembang juga sebaiknya dapat menambah variasi jenis dagangannya, agar dapat menarik minat pengunjung untuk membeli konsumsi pada unit usaha di lokasi wisata. 75