VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu"

Transkripsi

1 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak Karakteristik sosial ekonomi menjadi salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam menetukan model, dan arah pengembangan tata ruang 6. Keterlibatan masyarakat dalam sebuah proses pengembangan wilayah diharapkan dapat memberikan berbagai masukan yang penting, oleh sebab itu karakteristik sosial ekonomi responden menjadi penting untuk diketahui. Karakteristik sosial ekonomi petani tambak di Desa Ambulu diperoleh berdasarkan contoh yang dilakukan terhadap 48 petani tambak. Karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan kriteria tertentu, seperti dijelaskan dibawah ini Usia Tingkat usia responden petani tambak dibedakan atas tiga kategori orang dewasa menurut Havighurst dan Acherman et all dalam Mugnisyah 2008 yaitu usia dewasa awal (18 30 tahun), dewasa pertengahan (31 50 tahun), serta dewasa tua (>50 tahun). Berdasarkan hasil kuesioner dari 48 responden, tingkat usia responden cukup bervariasi dengan sebaran usia antara 29 tahun sampai 60 tahun. Sebaran usia sebagian besar petani tambak berada pada kelompok dewasa pertengahan antara tahun sebesar 73% dan sebesar 21% berusia di atas 50 tahun, serta sisanya sebanyak 6% berusia antara tahun. Hal ini dikarenakan, mayoritas petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama, sehingga banyak dari mereka yang melakukan kegiatan ini 6

2 42 pada usia produktif mereka, dan beberapa petani tambak yang lain masih terus melakukan kegiatan ini meski sudah cukup berumur. Perbandingan presentase tingkat usia responden dapat dilihat pada Gambar 4. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 4. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden berdasarkan jenjang formal yang dijalani oleh petani tambak cukup bervariasi. Dalam penelitian ini, peneliti membagi tingkat pendidikan formal menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok yang tidak bersekolah, kelompok SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Perbandingan tingkat pendidikan responden disajikan dalam Gambar 5. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 5. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Pendidikan

3 43 Berdasarkan Gambar 4 diatas diketahui bahwa 44 % petani telah menjalani pendidikan formal sampai tingkat SD, selanjutnya 40% petani menjalani pendidikan formal sampai tingkat SMP dan SMA. Presentase jumlah petani tambak yang tidak bersekolah sebanyak 10% dan presentase jumlah petani tambak yang berhasil menjalani pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi sebanyak 6%. Sebagian besar dari petani tambak sudah berumur cukup tua, dengan keterbatasan yang mereka miliki, sehingga banyak dari mereka yang hanya bisa merasakan sekolah sampai tingkat Sekolah Dasar, baik itu sampai selesai atau harus putus sekolah ditengah ajaran Status Pekerjaan Petani Tambak Status usaha responden adalah semua petani tambak menjadikan kegiatan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama mereka, artinya petani tambak menggantungkan kehidupannya pada usaha budidaya ikan bandeng. Status pekerjaan petani tambak memperlihatkan besarnya waktu atau perhatian mereka terhadap budidaya ikan bandeng. Jika petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng sebagai pekerjaan utama maka seluruh waktu dicurahkan untuk melakukan budidaya, sedangkan yang menjadikan usaha budidaya ini sebagai pekerjaan sampingan maka waktu yang diberikan pun akan terbagi. Hal ini berpengaruh terhadap proses budidaya tersebut fokus atau tidak sehingga berimplikasi terhadap hasil produksi ikan bandeng serta pendapatan yang diterima oleh petani tambak. Pemerintah Desa Ambulu menyatakan bahwa, sebagian besar dari warganya menjalani usaha budidaya ikan bandeng. Budidaya ikan bandeng merupakan tradisi yang telah lama berlaku secara turun-temurun, sehingga

4 44 sebagian besar dari petani selalu melanjutkan usaha tambak tersebut sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan orang tua mereka terdahulu Lama Usaha Petani Tambak Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng ini adalah pengalaman atau lamanya usaha. Pengalaman yang lebih akan membantu petani tambak melakukan budidaya ikan bandeng ini dengan lebih baik. Dari hasil analisis kuesioner diperoleh hasil bahwa 69 % petani tambak telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng dengan lama usaha berkisar antara tahun. 23% atau sekitar 11 petani telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng selama 0 10 tahun dan 8 % petani telah menjalankan usaha budidaya ini antara tahun. Usaha budidaya bandeng ini tidak semuanya dilakukan oleh petani yang berpengalaman, ada 3 petani tambak atau sekitar 6 persen dari mereka baru memulai usaha tambak bandeng ini. Sebaran karakteristik berdasarkan lama usaha budidaya yang telah dijalankan disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut. Tabel 8. Karakteristik Lama Usaha Budidaya Ikan Bandeng Kelompok Responden Presentase (%) 0-10 tahun tahun tahun Total Sumber : Data Primer, Diolah Karakteristik Usaha Budidaya a. Jumlah Kepemilikan Tambak Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah petak tambak yang dimiliki Desa Ambulu saat ini adalah sekitar 826 petak tambak dengan rata-rata luas petak tambaknya adalah satu hektar. Jumlah petak tambak yang dimiliki petani sebagian

5 45 besar berasal dari warisan keluarga maupun dibeli dari petani lainnya, namun jumlah kepemilikannya relatif tetap. Berdasarkan data yang berhasil di dapat dari responden, kepemilikan petak tambak berkisar antara satu sampai lima petak tambak. Sebaran jumlah kepemilikan tambak, dapat dilihat pada Gambar 6. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 6. Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Ambulu b. Status Kepemilikan Tambak Dari sebaran responden penelitian di dapatkan data status kepemilikan tambak, 48 responden merupakan pemilik sekaligus penggarap tambak. Sistem budidaya ikan bandeng yang masih tradisional, memungkinkan bagi petani untuk menggarap lahan tambaknya sendiri, tanpa perlu tenaga kerja khusus untuk proses perawatan tambak. Kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan untuk lahan tambak dalam jangka panjang. Petani yang memiliki lahan sendiri akan lebih baik dalam melakukan kegiatan budidaya dan memperoleh pendapatan yang lebih besar karena tidak mengeluarkan biaya untuk lahan.

6 46 c. Teknologi Budidaya Dari hasil wawancara kepada 48 petani tambak semua responden mengatakan sistem tambak yang digunakan adalah sistem tambak tradisional. Namun berdasarkan literatur dengan tetap memperhatikan kondisi daerah penelitian, sistem budidaya yang digunakan di Desa Ambulu adalah perpaduan antara sistem budidaya tradisional atau ekstensif dengan sistem budidaya semiinsentif. Dari sisi padat penebaran tambak di Desa Ambulu memiliki rata-rata padat penebaran sekitar nener/hektar yang dikategorikan budidaya tradisional, namun disisi lain budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah menggunakan pakan tambahan berupa dedak atau pelet, hal ini merupakan ciri-ciri sistem budidaya semi-intensif. Dilihat dari dasar pengklasifikasian jenis sistem budidaya yaitu berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng. Padat penebaran benih yang akan menjadi acuan selanjutnya dari penggunaan pupuk dan pakan tambahan. Berdasarkan jumlah benih yang ditebar maka sistem budidaya ikan bandeng yang digunakan di Desa Ambulu adalah sistem budidaya tambak tradisional. Penggunaan pupuk dan pakan tambahan pada beberapa tambak adalah salah satu usaha petani agar mendapatkan hasil panen yang maksimal. d. Proses Budidaya Tambak akan berfungsi optimal jika syarat lingkungan biologi telah terpenuhi. Salah satu cara agar tambak dapat memenuhi syarat lingkungan biologi adalah dengan melakukan pengelolaan tambak. Pengelolaan tambak meliputi pengolahan lahan dan pemberian unsur tambahan serta pengaturan pengairan. Pengolahan tanah dilakukan setelah proses panen selesai. Pengolahan tanah

7 47 bertujuan untuk menghilangkan lumpur-lumpur, menghilangkan bahan organik yang merugikan serta menutup lubang-lubang yang bisa menjadi jalan masuk hewan pengganggu, untuk itu yang dilakukan adalah pengeringan tambak dan pembalikan lahan. Perbaikan ph dilakukan dengan dua cara yakni melalui pengeringan dan pemberian kapur. Pemupukan dilakukan setelah proses pengeringan selesai dilakukan. Tujuan pemupukan adalah menumbuhkan makanan alami ikan bandeng yakni klekap serta untuk menjaga kecerahan air tambak. Untuk menumbuhkan klekap maka yang dibutuhkan adalah pupuk kandang dengan dosis 350 kg/hektar. Selain penggunaan makanan alami ikan bandeng, untuk mempercepat pertumbuhan, perlu diberikan pakan buatan pabrik dengan standar nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal dengan kadar protein minimal %, Tim Karya Tani Mandiri (2010). Hewan penggangu atau hama tambak terdiri dari hewan pemangsa yaitu ikan liar, kadal dan kepiting, hama pesaing yaitu ikan liar dan siput. Setelah pengolahan tanah selesai, selanjutnya dilakukan proses pemupukan pada lahan tambak. Benih ikan bandeng dikenal dengan nama nener. Banyaknya penebaran benih ikan bandeng sangat disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh petani tambak yang ingin diinvestasikan dalam kegiatan budidaya ini. Penebaran benih bandeng dilakukan setelah proses pengolahan tanah selesai dilakukan. Padat benih penebaran ikan bandeng yang optimal ditentukan oleh luas lahan tambak serta ukuran benih ikan bandeng yang digunakan. Penggunaan benih ikan bandeng berukuran 1-3 cm, padat penebarannya berkisar antara 2-3 ekor/m 2.

8 48 Proses pemanenan untuk ikan bandeng dilakukan dua kali dalam satu tahun, dengan rata-rata hasil panen 366 kg per unit tambak. Hasil panen dengan kualitas baik akan didapat, jika proses pemanenan dilakukan saat pagi hari dan ikan bandeng masih dalam keadaan lapar. Ikan bandeng yang dipanen dalam keadaan setelah diberi makan, akan membuat hasil panen lebih cepat busuk. Proses pemanenan untuk usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan tenaga bantuan yang cukup banyak, yaitu 5-10 orang disesuaikan dengan jumlah ikan yang akan dipanen. Tenaga kerja untuk membantu proses pemanenan, 3 orang berasal dari tempat penyewaan alat panen dan sisanya disediakan sendiri oleh petani tambak dengan upah setengah hari kerja atau sekitar Rp ,00 per orang. Simpul pertama hasil panen atau pemasaran usaha budidaya ikan bandeng dilakukan di tepi tambak, karena pada umumnya petani tambak menjual hasil produksi mereka kepada tengkulak yang datang langsung ke tambak, namun demikian ada juga petani tambak yang langsung menjual hasil produksi mereka ke pasar atau ke pos-pos tengkulak. Biaya pengangkutan mulai dari tepi tambak sampai ke tempat tengkulak semua ditanggung oleh pihak tengkulak Karakteristik Unit Usaha Terkait Kegiatan budidaya ikan bandeng membutuhkan peran serta masyarakat untuk beberapa proses pelaksanaannya, sehingga kegiatan ini memiliki pengaruh yang penting bagi perekonomian masyarakat setempat. Hal ini dapat mendorong masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan budidaya dan mengharapkan manfaat dari adanya usaha budidaya ikan bandeng. Unit usaha terkait yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebanyak empat belas unit usaha. Unit usaha yang dijadikan responden adalah unit usaha yang

9 49 menjalankan usahanya di Desa Ambulu dengan pemilik usaha adalah penduduk asli Desa Ambulu. Status usaha dari responden unit usaha adalah 64% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian sampingan dan 36% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian utama. Pelaku usaha yang menjadikan usahanya sebagai usaha sampingan mayoritas pekerjaan utamanya adalah sebagai petani tambak. Sebagian besar pemilik unit usaha, menjalankan usahanya pada masa usia produktif mereka, 43 % pemilik unit usaha berusia antara tahun, 22 % pemilik unit usaha berusia tahun, dan 14 % pemilik unit usaha berusia tahun. Pemilik unit usaha dengan selang usia tahun sebanyak 14% dan pemilik unit usaha berusia diatas 50 tahun sebanyak 7%. Sebaran tingkat usia pemilik unit usaha disajikan pada Gambar 7. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 7. Tingkat Usia Pemilik Unit Usaha Terkait Jenis usaha yang terdapat di Desa Ambulu diantaranya, sebanyak 43 persen responden memiliki usaha pendederan atau penjualan benih ikan bandeng

10 50 dalam ukuran osla. Sebanyak 22 persen responden memiliki usaha sebagai penyalur hasil panen dari petani tambak atau biasa disebut bakul, 14 persen membuka usaha penyewaan alat panen atau arad, 14 persen memiliki usaha penjualan pakan dan obat ikan bandeng, dan 7 persen memiliki usaha pembuatan bubu. Sebaran jenis unit usaha yang dijalankan masyarakat Desa Ambulu disajikan dalam Gambar 8. Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 8. Sebaran Jenis Unit Usaha yang Dijalankan Modal awal yang diperlukan masing-masing usaha sangat berbeda. Usaha penjualan benih bandeng membutuhkan modal antara Rp sampai Rp tergantung pada jumlah benih ikan bandeng yang ingin di usahakan. Usaha penyalur hasil panen atau bakul membutuhkan modal lebih besar lagi yaitu pada kisaran Rp hingga mencapai Rp Usaha penyedia pakan dan obat-obatan untuk ikan bandeng membutuhkan modal sekitar Rp Penerimaan yang berhasil diperoleh dari hasil usaha yang telah dijalani pemilik unit usaha berkisar antara Rp hingga Rp perbulan

11 51 dengan total biaya yang mereka keluarkan untuk usaha berkisar Rp hingga Rp Dari penerimaan dan total biaya tersebut, maka dapat diestimasi besarnya pendapatan bersih yang diterima unit usaha selama satu bulan adalah sebagai berikut : Tabel 9. Pendapatan Bersih Unit Usaha Terkait di Kawasan Budidaya Ikan Bandeng per Bulan Jenis Usaha Total pendapatan per Total Penerimaan Total Biaya Bulan (Penerimaan per Bulan (Rp) Usaha (Rp) Biaya Usaha (Rp) Penjual benih bandeng (pendederan) Penjual pakan, pupuk dan obat bandeng Pembuat bubu Penyewaan Alat Panen Bakul / tengkulak Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Berdasarkan Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diterima unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng, untuk usaha pendederan atau penjual benih bandeng Rp , untuk penjual pakan dan obat bandeng Rp , untuk unit pembuat bubu Rp , untuk usaha penyewaan alat panen Rp , dan untuk unit bakul atau tengkulak Rp Penjabaran dari Tabel 8 di atas menunjukan keberadaan unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah mampu memberikan dampak bagi para pemilik usaha tersebut berupa pendapatan. Hari kerja dari seluruh responden dalam penelitian ini adalah setiap hari, dengan jam kerja hampir sama yaitu antara lima sampai enam jam setiap harinya,

12 52 kecuali jika saat musim panen tiba. Hampir sebagian besar lokasi usaha yang dijalankan dilaksanakan dirumah mereka sendiri Karakteristik Tenaga Kerja Lokal Keberlangsungan usaha budidaya ikan bandeng tidak terlepas dari peran serta masyarakat lokal dalam setiap proses pelaksanaanya, mulai dari tahap rehab pematang pasca panen hingga distribusi hasil panen. Hal ini dikarenakan usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan keterlibatan masyarakat desa sebagai tenaga kerja lokal. Selain itu hal ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat desa dalam sektor ekonomi. Tenaga kerja yang terlibat di sektor usaha budidaya ikan bandeng, seluruhnya merupakan penduduk asli setempat. Sebanyak 45 % responden menyatakan telah bekerja di sektor usaha budidaya ikan bandeng antara 6-10 tahun, 22 % responden telah menjalani pekerjaan di sektor usaha budidaya ikan bandeng selama tahun, 22 % responden lagi telah menjalani pekerjaannya di sektor usaha budidaya ikan bandeng ini selama 2-5 tahun, dan 11 % responden telah menjalani pekerjaannya selama lebih dari 15 tahun. Sebaran lama bekerja dari tenaga kerja lokal disajikan dalam Gambar 9.

13 53 Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Gambar 9. Sebaran Lama bekerja Tenaga Kerja Lokal Seluruh tenaga kerja lokal yang menjadi responden menyatakan bahwa mereka merasakan adanya manfaat dengan adanya usaha budidaya ikan bandeng berupa peningkatan pendapatan. Meskipun sebagian besar pekerjaan mereka ini bukanlah mata pencaharian utama, namun pekerjaan di sektor budidaya ikan bandeng sudah menjadi keseharian mereka, dan usaha budidaya ikan bandeng ini tidak bisa dipisahkan dari peran serta tenaga kerja lokal. Tenaga kerja lokal di sektor usaha budidaya ikan bandeng ini diantaranya terdiri dari pekerja rehab pematang atau pembodem, pengangkut hasil panen, dan pengoperasi alat panen (arad). Pendapatan perbulan untuk pekerja rehab pematang atau pembodem berkisar antara Rp Rp , sedangkan untuk pekerja pengangkut hasil panen pendapatan sebesar Rp dan Rp untuk pekerja pengoperasi alat panen. Seluruh tenaga kerja, memiliki hari kerja dua sampai tiga hari dalam seminggu dengan jumlah jam kerja rata-rata tidak lebih dari enam jam sehari, kecuali pada saat musim panen.

14 6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Model fungsi produksi yang digunakan dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah produksi ikan bandeng adalah model fungsi Cobb- Douglas. Usaha budidaya ikan bandeng ini diduga dipengaruhi oleh beberapa variabel dengan menggunakan taraf nyata 5% meliputi luas tambak (X 1 ), benih penebaran(x 2 ), pupuk (X 3 ), obat (X 4 ), dan pakan tambahan (X 5 ) serta diolah dengan menggunakan perangkat lunak Minitab 14. Model faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng di Desa Ambulu dapat diduga dengan persamaan berikut : Ln Y = Ln a + b 1 Ln X 1 + b 2 Ln X 2 + b 3 Ln X 3 + b 4 D 4 + b 5 D 5 + ε Berdasarkan hasil analisis regresi variabel bebas dan jumlah produksi ikan bandeng, dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut : Ln Y = Ln 0,34-0,024 LnX 1 + 0,586 Ln X 2 + 0,220 Ln X 3-0,064 D 1 + 0,318 D 2 Keterangan: Y = Jumlah produksi ikan bandeng (Kg) a = Intercept b 1..,b 5 = Koefisien regresi X 1 = Luas tambak (m 2 ) X 2 = Benih penebaran (ekor) X 3 = Penggunaan pupuk (Kg) D 1 = Dummy pemakaian obat (menggunakan = 1; tidak menggunakan = 0) D 2 = Dummy pemakaian pakan tambahan (menggunakan = 1; tidak = 0) ε = Galat atau error Berdasarkan hasil uji statistik dapat dinyatakan bahwa model yang dihasilkan telah memenuhi kriteria. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi R-Sq adjusted sebesar 72,4 %. Hal ini menunjukkan bahwa variabelvariabel luas tambak, benih penebaran, penggunaan pupuk, obat dan pakan tambahan dapat menjelaskan sebesar 72,4% variasi produksi ikan bandeng dan

15 55 sisanya sebanyak 27,6 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Uji F dilakukan untuk menguji model secara keseluruhan, sehingga dapat diketahui pengaruh seluruh variabel bebas terhadap produksi ikan bandeng. Nilai F hitung sebesar 25,68 dengan P-value 0,000 lebih kecil dari taraf nyata (α = 5%) menunjukan bahwa variabel-variabel bebas (luas tambak, benih penebaran, pupuk, obat, dan pakan tambahan) dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng terlihat pada Tabel 10. Secara rinci hasil regresi pengaruh variabel tak bebas terhadap hasil produksi dari aktivitas budidaya ikan bandeng dengan menggunakan Minitab 14 disajikan dalam Lampiran 2. Tabel 10. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Variabel Koefisien regresi Standar d Eror Nilai t hitung Peluang Konstanta 0,399 1,218 0,28 0,782 Luas tambak -0,0238 0,2134-0,11 0,912 Benih penebaran 0,5858 0,1435 4,08 0,000*** Pupuk 0,2204 0,1005 2,19 0,034** Obat -0,0641 0,2398-0,27 0,791 Pakan tambahan 0,3177 0,1175 2,70 0,010** Koefesian determinasi R-Sq 75,4% R-Sq(adj) 72,4% *** α(0,01) ** α(0,05) Analysis of Variance Source Regression Residual Eror Total Durbin Watson DF ,38227 Sumber : Hasil Output Minitab 14 (2011) SS 19,6323 6, ,0539 MS 3,9265 0,1529 F 25,68 VIF 4,1 4,0 2,4 1,1 1,0 P 0,000 Model fungsi Cobb-Douglas digunakan untuk mencari model produksi terbaik dari usaha budidaya ikan bandeng dan untuk menjelaskan pengaruh faktor produksi terhadap produksi ikan bandeng. Dalam model fungsi produksi Cobb-

16 56 Douglas nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, penjumlahan dari nilai-nilai koefisien dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Dari model produksi usaha budidaya ikan bandeng yang diduga, menunjukan bahwa jumlah-jumlah nilai koefisien regresi adalah 1,036. Jumlah elastisitas produksi lebih besar dari satu menunjukan bahwa skala usaha budidaya ikan bandeng pada skala kenaikan hasil meningkat (increasing return to scale). Fungsi produksi usaha budidaya ikan bandeng pada penelitian ini termasuk kedalam daerah produksi satu karena mempunyai elastisitas lebih dari satu sehingga berada di daerah irrasional. Daerah produksi satu mencerminkan hasil panen ikan bandeng belum optimal sehingga keuntungan maksimal belum tercapai. Variabel - variabel yang diduga mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah sebagai berikut : a) Luas Tambak Rata-rata luas tambak di Desa Ambulu untuk setiap unitnya adalah satu hektar atau m 2. Dalam penelitian ini luas tambak berpengaruh positif terhadap produksi ikan bandeng. Meskipun memiliki pengaruh positif, namun secara statistik luas tambak tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng pada taraf nyata α = 5 % karena memiliki nilai P sebesar 0,912. b) Benih Penebaran Benih penebaran merupakan jumlah benih ikan bandeng yang ditebar per hektarnya. Jumlah benih penebaran yang diberikan petani tambak untuk setiap hektarnya tergantung pada modal yang dimiliki petani tersebut. Rata-rata jumlah penebaran untuk satu hektar lahan tambak adalah sekitar benih/hektar.

17 57 Dalam penelitian ini dapat dilihat dari hasil regresi, benih berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng dengan nilai P sebesar 0,000 artinya benih penebaran signifikan pada taraf nyata α = 5%. Hal ini dikarenakan produksi ikan bandeng dapat meningkat dengan penggunaan benih yang lebih banyak. Berdasarkan hasil analisis Cobb-Douglas, faktor produksi benih memiliki koefisien sebesar 0,586 artinya setiap peningkatan 1 % pada penggunaan benih ikan bandeng atau Osla diduga rata-rata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,586 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus). c) Pupuk Penggunaan pupuk memiliki hubungan positif terhadap produksi tambak. Dalam penelitian ini hasil regresi menunjukan penggunaan pupuk berpengaruh nyata pada α=5% karena memiliki P sebesar 0,034. Hal ini disebabkan, penggunaan pupuk akan memacu tumbuhnya pakan alami untuk ikan bandeng (alga), sehingga pada lahan tambak yang diberi pupuk dengan porsi yang cukup, akan membuat ikan bandeng tumbuh dengan optimal, yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil panen ikan bandeng. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, pupuk memiliki koefisien regresi sebesar 0,220 berarti setiap kenaikan 1 % pada penggunaan pupuk untuk tambak, maka diduga ratarata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,220 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus).. d) Obat Obat biasa digunakan para petani tambak untuk membunuh hama atau hewan lain didalam tambak yang dapat menghambat pertumbuhan ikan bandeng mereka. Dalam penelitian ini obat merupakan Dummy 1, hasil regresi

18 58 menunjukan penggunaan obat tidak berpengaruh nyata pada α = 5 %, karena memiliki P sebesar 0,791, artinya secara statistik variabel obat tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng. Hal ini diduga penggunaan obat yang dilakukan untuk membunuh hama penyakit atau hewan-hewan pengganggu yang akan menghambat pertumbuhan ikan bandeng ternyata tidak terlalu berpengaruh. Hama penyakit atau hewan-hewan pengganggu ternyata banyak yang telah mati atau hilang saat proses rehab pematang dan pengeringan lahan tambak dilakukan, oleh karena itu penggunaan obat tidak memiliki pengaruh nyata terhadap hasil produksi ikan bandeng. e) Pakan Pakan tambahan tidak dilakukan oleh semua petani tambak. Pakan tambahan biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki modal cukup banyak, hal ini dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan hasil panen dan membuat ikan bandeng yang dihasilkan memiliki ukuran cukup besar. Pakan memiliki hubungan positif terhadap hasil produksi ikan bandeng karena pemberian pakan yang cukup akan membantu pertumbuhan bandeng sehingga hasil produksi ikan bandeng dapat meningkat. Dalam penelitian ini pakan tambahan merupakan Dummy 2, hasil regresi memperlihatkan bahwa pakan tambahan berpengaruh nyata terhadap produksi ikan bandeng dengan nilai P sebesar 0,010 artinya pakan tambahan signifikan pada taraf nyata α = 5%. Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas faktor produksi pakan memiliki koefisien regresi sebesar 0,318 yang artinya setiap peningkatan 1 % penggunaan pakan tambahan maka diduga rata-rata akan meningkatkan produksi ikan bandeng sebesar 0,318 % dengan asumsi variabel lain tetap (cateris paribus).

19 59 Uji Kriteria Ekonometrika a. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas untuk memastikan tidak adanya hubungan linier antara variabel bebas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan melihat nilai dari (VIF). Apabila nilai ini lebih dari 10 berarti pada model terdapat multikolinearitas. Nilai VIF yang terdapat pada Tabel 9 untuk analisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng berkisar antara 1,0 sampai 4,1 yang berarti bahwa pendugaan model yang diperoleh tidak menunjukan terjadinya multikolinearitas. b. Uji Normalitas Uji normalitas untuk model fungsi produksi ikan bandeng berdasarkan Lampiran 2 terdapat informasi mengenai rata-rata, standar deviasi dan jumlah pengamatan dengan nilai masing-masing -2,498E-15, 0,3180 dan 48. Hasil statistik Kolmogorov-Smirnov (KS) adalah 0,077 dengan p-value melebihi 15%. Terlihat bahwa nilai KS-hitung lebih kecil dari KS-tabel (0,196). Kesimpulan hasil uji kenormalan residual adalah residual model Cobb-Douglas yang dibuat telah mengikuti distribusi normal. Jadi, asumsi kenormalan residual telah dipenuhi sehingga model regresi yang dibuat bisa digunakan. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas untuk memastikan varian tiap unsur gangguan adalah konstan, tidak tergantung pada nilai yang dipilih dalam varian yang menjelaskan. Pendeteksian dapat dilakukan dengan metode grafik, yaitu melihat penyebaran nilai residual yang tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi homoskedastisitas dapat dipenuhi. Gambar pada

20 60 Lampiran 2 memperlihatkan bahwa plot antara residual dengan fitted value menunjukan tidak adanya pola yang sistematis. Untuk itu dapat disimpulkan tidak terdapat heteroskedastisitas dalam persamaan regresi yang diperoleh. Hal ini menunjukan bahwa setiap pengamatan pada peubah respon mengandung informasi yang sama penting. Konsekuensinya, semua pengamatan didalam metode kuadrat terkecil mendapatkan bobot yang sama besar. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi untuk memastikan tidak ada gangguan pada fungsi regresi linier, yaitu jika antar sisaan tidak bebas atau E(εi, εj) 0 untuk i j. Pendeteksian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan statistik Durbin- Watson. Tabel 10 menunjukan nilai D-W 2, Berdasarkan metode pendeteksian autokorelasi oleh Firdaus (2004), nilai D-W hasil statistik model regresi tidak mengalami pelanggaran asumsi autokorelasi. 6.3 Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Analisis Nilai Produksi Biaya Faktor Produksi Biaya faktor produksi merupakan komponen biaya dari pemakaian barang dan jasa untuk usaha budidaya ikan bandeng yang harus dikeluarkan petani tambak selama kegiatan budidaya berlangsung. Biaya faktor produksi ini terbagi menjadi biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi atau modal usaha adalah biaya awal yang harus dikeluarkan pada awal menjalankan suatu usaha atau biaya pemakaian sarana atau peralatan yang dapat digunakan dalam jangka waktu cukup lama.

21 61 Biaya modal usaha dalam kegiatan budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian adalah pembelian lahan tambak serta peralatan budidaya yang dibutuhkan selama proses budidaya berlangsung. Sumber permodalan dalam usaha budidaya ikan bandeng di lokasi penelitian, pada umumnya berasal dari dana pribadi yang sengaja diinvestasikan untuk kegiatan ini. Peralatan yang umumnya digunakan dalam kegiatan budidaya bandeng ini antara lain pintu air yang bisa digunakan 2 sampai 3 tahun berfungsi sebagai pintu keluar masuknya air tambak. Waring digunakan sebagai alat pencegah ikan-ikan bandeng kecil keluar, bisa digunakan 3-4 tahun. Laha adalah bambu yang dirangkai sedemikian rupa, digunakan untuk mencegah ikan bandeng dewasa keluar. Laha biasa dipasang mengelilingi pintu air. Lokasi sebagian besar tambak di Desa Ambulu berada cukup jauh dari rumah, oleh sebab itu diperlukan rumah jaga sebagai tempat beristirahat ketika petani tambak sedang beraktivitas di lokasi tambak. Rumah jaga yang banyak terdapat disekitar lokasi tambak biasanya terbuat dari bilik bambu. Selain penggunaan peralatan, investasi usaha budidaya tambak juga membutuhkan lahan tambak yang biasanya sudah didapatkan secara turuntemurun. Harga rata-rata lahan tambak di Desa Ambulu adalah sekitar Rp ,00 per hektar tambak. Penggunaan peralatan budidaya ikan bandeng secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11 dan rincian pengeluaran biaya investasi petani tambak untuk usaha budidaya ikan bandeng secara jelas dapat dilihat pada Lampiran 3.

22 62 Tabel 11. Penggunaan Peralatan dalam Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Harga Jumlah Umur Teknis Biaya Jenis Satuan Penggunaan/petani (tahun) Penyusutan/tahun (Rp) Pintu Air Laha Rumah Jaga Waring Halus Waring Kasar 2 unit 2 unit 1 unit 4 m 5 m Sumber : Data Primer, Diolah Biaya tetap merupakan biaya yang tidak terkait langsung dengan jumlah produksi satu masa panen, sedangkan besarnya biaya variabel tergantung dengan jumlah produksi. Rataan komposisi biaya faktor produksi per unit tambak di Desa Ambulu dalam satu tahun dijelaskan pada Tabel 12 dan rincian pengeluaran biaya tetap petani tambak untuk usaha budidaya ikan bandeng secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 12. Rataan Komposisi Biaya Faktor Produksi per Unit Tambak di Desa Ambulu dalam Satu Tahun No Komponen Jumlah Presentase (%) 1 Biaya tetap Rehab pematang ,00 17,5 Sewa Alat Panen ,00 5,5 Biaya Perawatan 0,00 0,0 Biaya Penyusutan ,00 6,0 Total Biaya Tetap ,00 29,0 2 Biaya Variabel Benih bandeng ,00 18,1 Pupuk ,00 7,7 Obat ,00 6,7 Pakan ,00 30,9 Tenaga Kerja Panen ,00 7,6 3 Total Biaya Variabel ,00 71,0 Total Biaya Produksi , Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Pada Tabel 12 diperlihatkan, jumlah biaya tetap per unit tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp ,00 atau 29% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak di Desa Ambulu

23 63 berproduksi, maka total biaya tetap yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp ,00 Biaya variabel sangat tergantung dengan jumlah produksi dari usaha budidaya ikan bandeng. Biaya variabel terdiri atas biaya benih ikan bandeng, biaya pembelian pupuk, obat-obatan, dan pembelian pakan. Pembelian pakan tambahan untuk ikan bandeng memiliki proporsi terbesar dari pengeluaran biaya variabel, yaitu sebesar Rp ,00 atau 30,9% dari total biaya produksi. Biaya pembelian benih ikan juga memiliki proporsi pengeluaran yang cukup besar, yaitu sebesar Rp ,00 atau sekitar 18,1% dari total biaya produksi dengan harga jual Rp 90,00 per ekor benih bandeng (osla). Jumlah biaya variabel per unit tambak yang dikeluarkan oleh petani setiap tahun rata-rata sebesar Rp ,00 atau 71% dari total biaya produksi, dengan asumsi seluruh tambak di Desa Ambulu berproduksi, maka total biaya variabel yang dikeluarkan dalam satu tahun adalah Rp ,00. Pembelian pupuk, obat-obatan dan pakan untuk usaha tambak masing-masing petani sangat berbeda, hal ini tergantung pada kondisi tanah dan kesuburan lahan tambak mereka serta modal yang dimiliki petani tambak. Secara rinci pengeluaran petani tambak untuk input variabel yang digunakan dapat di lihat pada Lampiran Analisis Nilai Panen Ikan bandeng merupakan ikan dengan masa tumbuh 4-5 bulan untuk sampai pada ukuran siap dijual, dengan berat berkisar antara 200 gram sampai 250 gram per ekor. Oleh karena itu dalam usaha budidaya ikan bandeng, sebagian besar petani tambak hanya mengalami dua kali musim panen. Hasil produksi kegiatan budidaya tambak ikan bandeng umumnya tidak selalu sama dari satu

24 64 musim dengan musim berikutnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yaitu kondisi lahan, air dan cuaca. Nilai rata-rata panen per unit tambak dalam satu tahun didapat dengan mengalikan jumlah produksi (kg) per unit tambak dalam satu tahun dengan harga jual produk (Rp). Pada saat panen, segala kebutuhan serta biaya pemanenan ditanggung pihak tengkulak atau pengumpul, dan harga jual dari hasil produksi sudah ditetapkan pula oleh pihak pengumpul tersebut. Rataan panen budidaya ikan bandeng dalam satu tahun, disajikan pada Tabel 13 dan hasil panen untuk responden petani tambak, lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 13. Nilai Rataan Panen per Unit Tambak di Desa Ambulu Penerimaan Panen/tambak Nilai Panen Nilai Total Panen (Rp) Usaha (Kg) (Rp/Kg) Per musim Per tahun Budidaya Ikan Bandeng Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Tabel diatas merupakan nilai rataan panen dari 48 responden petani tambak di Desa Ambulu. Harga ikan bandeng di tingkat petani tambak berfluktuatif berdasarkan penawaran dan permintaan ikan bandeng di pasaran. Kisaran harga ikan bandeng yang berlaku di tingkat petani saat penelitian berlangsung adalah antara Rp 7.000,00 Rp ,00 per kg dengan harga jual rata-rata Rp ,68 per kg atau per kg. Hasil panen para petani untuk tahun ini berkisar antara 150 kg kg dengan nilai rata-rata sebesar 378 kg per unit tambak berukuran 6-9 ekor ikan bandeng per kg. Dengan demikian apabila seluruh tambak di Desa Ambulu yang berjumlah 826 unit berproduksi dan melakukan dua kali panen dalam satu tahun, maka total nilai panen ikan bandeng di Desa Ambulu dalam satu tahun adalah Rp ,00.

25 Analisis Nilai Residual Rent Penelitian ini menggunakan pendekatan residual rent untuk menghitung total nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang dijalankan oleh masyarakat Desa Ambulu adalah budidaya ikan bandeng. Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi budidaya ikan bandeng yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan nilai total hasil panen usaha budidaya tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau pesisir serta faktor pendapatan guna memperoleh total nilai ekonomi dari suatu pemanfaatan sumberdaya. Berdasarkan data yang diperoleh dari pemerintah daerah Desa Ambulu, Kabupaten Cirebon, jumlah total unit tambak yang berada di pesisir Desa Ambulu sebanyak 826 unit tambak berukuran masing-masing satu hektar. Secara keseluruhan jika asumsi semua tambak berproduksi dan mengalami dua kali masa panen, maka nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya ikan bandeng selama satu tahun adalah sebesar Rp ,00 Secara keseluruhan nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir Desa Ambulu untuk kegiatan budidaya ikan bandeng dapat dilihat pada Tabel 14. Perhitungan nilai Residual rent untuk semua responden petani tambak dapat dilihat pada Lampiran 7. Contoh perhitungan nilai residual rent secara lebih jelas disajikan pada Lampiran 8.

26 66 Tabel 14. Nilai Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng dalam Satu Tahun No Komponen Nilai (Rp) ,00 Hasil Panen (produksi ikan bandeng) 2 Biaya Produksi a. Biaya Tetap b. Biaya Variabel 3 Residual Rent Sumber : Data Primer, Diolah , , ,00 Hasil penelitian memperlihatkan pengaruh produktifitas atau hasil produksi ikan bandeng dengan besarnya nilai residual rent. Kegiatan budidaya ikan bandeng ini layak untuk dikembangkan karena telah memberikan keuntungan kepada petani tambak berupa pendapatan. Nilai residual rent yang dihasilkan mencerminkan nilai kontribusi sumberdaya pesisir terhadap kegiatan budidaya ikan bandeng. Nilai ini penting untuk diketahui, melihat usaha budidaya ikan bandeng memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap kondisi sumberdaya pesisir. Sehingga nilai residual rent ini dapat dijadikan bahan pertimbangan penentuan rekomendasi kebijakan pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Dalam rangka menghasilkan nilai pemanfaatan sumberdaya yang lebih optimal diperlukan peningkatan dalam penggunaan input produksi serta diperlukan adanya adopsi teknologi untuk kegiatan budidaya, seperti sistem tradisioanl plus, semi intensif atau intensif. Hal ini dapat dilakukan dengan cara peningkatan pengetahuan petani mengenai teknis produksi budidaya ikan bandeng, seperti konstruksi tambak, pemilihan benih dan pemberian pakan tambahan. Pada bagian ini, peran serta pemerintah daerah khususnya unit sektor budidaya tambak diperlukan.

27 67 Semakin optimal tingkat pemanfaatan atau kontribusi sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng, maka akan semakin besar dampak ekonomi yang dihasilkan kegiatan budidaya ikan bandeng yang akan berpengaruh terhadap perekonomian Desa Ambulu. 6.4 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng Kegiatan budidaya ikan bandeng akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat sekitar lokasi tambak. Salah satu dampak yang paling terasa adalah adanya dampak ekonomi. Dampak ekonomi yang muncul dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif yang terjadi dapat bersifat langsung (direct), yaitu munculnya lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar, baik berprofesi sebagai pekerja rehab pematang (ngebodem), dan tenaga kerja panen, serta profesi lain yang sesuai dengan modal dan kemampuan masyarakat setempat yang bisa dimanfaatkan oleh petani tambak untuk mendapatkan barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan tambak mereka seperti: pakan, obat serta pupuk untuk ikan bandeng, dan benih ikan bandeng di sekitar lokasi tambak. Hal yang demikian akan membuka kesempatan bagi masyarakat lokal untuk meningkatkan taraf perekonomian keluarga. Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain yang akan timbul seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung berupa aktivitas ekonomi lokal dari suatu pembelanjaan unit usaha penerima dampak langsung dan dampak lanjutan (induced impact) dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi lokal lanjutan dari tambahan pendapatan tenaga kerja. Dampak

28 68 ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan bandeng pada dasarnya dilihat dari keseluruhan pengeluaran petani tambak untuk pembelian pakan, benih dan obat untuk ikan serta pengeluaran lainnya Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) Berdasarkan sebaran responden petani tambak di kawasan budidaya ikan bandeng Desa Ambulu menurut struktur pengeluaran satu tahun terakhir, biaya pembelian pakan tambahan memiliki proporsi terbesar dari sturuktur pengeluaran petani tambak. Hal ini disebabkan karena pakan yang diberikan adalah pakan buatan pabrik yang saat ini harganya masih sangat tergantung pada harga bahan baku. Biaya rehab pematang (bodem) juga memiliki proporsi yang cukup besar. Hal ini disebabkan proses rehab pematang yang masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan tangan tanpa bantuan alat bantu dan pematang yang cukup luas membutuhkan tenaga kerja dan waktu pengerjaan yang cukup lama. Hal ini berpengaruh terhadap biaya atau upah yang harus dikeluarkan pemilik tambak kepada para pekerja. Hasil analisis secara rinci disajikan dalam Tabel 15 dibawah ini. Tabel 15. Proporsi Struktur Pengeluaran Petani Tambak Biaya Proporsi (%) Pembelian pakan tambahan 25 Rehab Pematang (bodem) 22 Pembelian Benih bandeng 18 Biaya Upah Panen 10 Pembelian pupuk 9 Sewa Alat Panen 8 Pembelian Obat-Obatan 8 Sumber : Data Primer, Diolah 2011 Berdasarkan Tabel diatas dapat dilihat, proporsi rehab pematang yang dikeluarkan oleh petani tambak memiliki proporsi paling besar, yaitu 22 %. Hal ini menunjukan bahwa rehab pematang memiliki pengaruh terhadap pengeluaran

29 69 petani tambak pada saat melakukan kegiatan budidaya ikan bandeng karena setiap tambak yang telah dipanen harus melakukan rehab pematang sebelum akhirnya disebarkan benih bandeng lagi. Besarnya biaya rehab pematang yang dikeluarkan petani tambak akan berbeda-beda sesuai dengan jumlah tambak yang mereka miliki dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Proporsi pengeluaran petani tambak terkait dengan unit usaha dan fasilitas yang tersedia di lokasi budidaya ikan bandeng. Rata-rata pengeluaran petani tambak untuk setiap petak tambaknya adalah sebesar Rp ,00. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti benih bandeng yang akan disebar, obat serta pakan yang digunakan dan beberapa pengeluaran lainnya. Tabel 16 menunjukkan jumlah total pengeluaran petani tambak dalam satu kali musim panen ikan bandeng di Desa Ambulu sebesar Rp ,00. Besarnya pengeluaran petani tambak per musim didasarkan pada jumlah tambak yang mengalami panen dalam satu kali musim, yaitu 826 unit tambak jika diasumsikan semua unit tambak berproduksi. Besarnya arus uang tersebut akan menunjukan seberapa besar dampak ekonomi yang ditimbulkan dari pengeluaran petani untuk keperluan tambak. Tabel 16. Total Pengeluaran Petani Tambak per Musim Panen Ikan Bandeng Keterangan Jumlah Proporsi Pengeluaran petani tambak di Desa Ambulu 100% Proporsi biaya di luar lokasi tambak 0% Rata-rata pengeluaran petani tambak (Rp/unit tambak) ,00 Jumlah tambak panen per musim 826 Total Pengeluaran petani tambak (Rp) ,00 Sumber : Data Primer, Diolah 2011

30 70 Keberadaan lokasi tambak ikan bandeng ini membuka peluang bagi masyarakat sekitar untuk membuka usaha yang berkaitan dengan kebutuhan petani tambak selama proses budidaya berlangsung. Unit usaha yang berkembang di Desa Ambulu saat ini masih sedikit dan bersifat homogen. Sehingga perputaran arus uang yang terjadi antara petani tambak dan masyarakat lokal masih kecil, salah satunya dipengaruhi oleh faktor aksesbilitas menuju desa yang cukup jauh dari pusat kota. Penerimaan yang diterima oleh pemilik unit usaha merupakan pengeluaran petani tambak yang kemudian digunakan kembali oleh pemilik unit usaha untuk menjalankan aktivitas usaha mereka. Pemilik unit usaha membutuhkan bahan baku untuk menjalankan usaha mereka yang diperoleh dari Desa Ambulu sendiri atau dari luar Desa Ambulu. Komponen biaya yang utama dari pengeluaran unit usaha adalah biaya pembelian input atau bahan baku. Rincian proporsi pendapatan yang diterima pemilik usaha dan biaya-biaya yang dikeluarkan terhadap penerimaan total unit usaha dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Proporsi Pendapatan dan Biaya Produksi Terhadap Penerimaan Total Unit Usaha Terkait di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Komponen Proporsi (%) Pendapatan Pemilik Pembelian input/bahan baku Upah Karyawan Transportasi lokal Biaya pemeliharaan alat Kebutuhan pangan harian Pengembalian kredit ke bank Biaya operasional unit usaha (listrik, PAM) Sewa tempat jaga 39,51 37,54 7,27 5,44 3,58 3,38 1,36 0,96 0,95 Jumlah 100,00 Sumber : Data Primer, Diolah 2011

31 71 Berdasarkan Tabel 17 diatas terlihat bahwa proporsi terbesar berupa pendapatan pemilik usaha, yaitu sebesar 39,51 %. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi langsung terhadap perekonomian Desa Ambulu khususnya pemilik unit usaha. Adapun yang dimaksud dengan dampak ekonomi langsung adalah pendapatan yang diterima unit usaha dari pengeluaran petani tambak Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) Manfaat dari keberadaan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu sudah sejak lama dirasakan oleh masyarakat sekitar lokasi, hal ini salah satunya dikarenakan lokasi tambak ini membuka peluang kepada masyarakat lokal untuk membuka usaha di sekitar lokasi budidaya ikan bandeng. Saat ini jumlah unit usaha bidang perikanan di Desa Ambulu masih terbilang sedikit dan sebagian besar dari mereka mengelola sendiri usaha tersebut tetapi beberapa dari pemilik usaha juga memiliki tenaga kerja yang sebagian besar berasal dari keluarga mereka. Unit usaha yang memiliki tenaga kerja umumnya memiliki satu atau dua orang tenaga kerja Peluang kerja terbesar yang tercipta dari aktivitas budidaya ikan bandeng ini adalah saat musim panen tiba, tetapi tetap memberikan dampak kepada tenaga kerja lokal di hari-hari biasa. Sebagian besar tenaga kerja bekerja lima atau enam hari selam seminggu dengan rata-rata jam kerja adalah setengah hari atau hanya sekitar sampai jam satu atau jam dua siang. Saat musim panen tiba, jam kerja dan hari kerja untuk tenaga kerja lokal dapat meningkat signifikan. Hal ini tentu tidak akan banyak memberatkan untuk tenaga kerja itu sendiri karena seluruh tenaga kerja merupakan penduduk asli Desa Ambulu.

32 72 Dampak ekonomi tidak langsung dapat dihitung dari proporsi pengeluaran unit usaha yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja. Proporsi upah tenaga kerja tersebut cukup rendah, yaitu sebesar 7,27 % (Tabel 17). Hal ini dikarenakan tenaga kerja lokal tersebut tidak memiliki jam kerja yang tetap, sehingga pendapatan yang diperoleh pun disesuaikan dengan jam kerja tersebut Dampak Ekonomi Lanjutan (Induced Impact) Kegiatan budidaya ikan bandeng ini tidak hanya memberikan dampak langsung dan tidak langsung saja, tetapi kegiatan budidaya ini juga mampu memberikan dampak lanjutan. Dampak lanjutan dapat diartikan sebagai suatu pengeluaran yang dilakukan oleh tenaga kerja lokal di Desa Ambulu. Dampak lanjutan juga merupakan pengeluaran sehari-hari tenaga kerja lokal tersebut. Sebagian besar tenaga kerja lokal menggunakan penerimaan mereka untuk memnuhi kebutuhan konsumsi mereka, yaitu sebesar 72,5 % dari total pengeluarannya. Proporsi selanjutnya yaitu pengeluaran untuk biaya pendidikan anak, yaitu sebesar 18,8%. Proporsi pengeluaran untuk pendidikan cukup besar karena seluruh responden tenaga kerja lokal sudah menikah dan mempunyai anak yang sedang menjalani pendidikan formal. Proporsi rata-rata pengeluaran tenaga kerja lokal dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Proporsi Pengeluaran Tenaga Kerja Lokal di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Karakteristik Proporsi (%) Biaya konsumsi Biaya pendidikan anak Biaya kebutuhan sehari-hari Biaya listrik Biaya transportasi 72,5 18,8 5,0 3,0 0,7 Jumlah 100 Sumber : Data Primer, Diolah 2011

33 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak Teori multplier effect menyatakan bahwa suatu kegiatan akan dapat memacu timbulnya kegiatan lain yang berkaitan dengan pengembangan perekonomian suatu daerah, Glasson dalam Syahza (2004). Dalam penelitian ini kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan budidaya ikan bandeng yang mengakibatkan hadirnya unit usaha bidang perikanan yang dapat memacu meningkatnya perekonomian Desa Ambulu. Nilai multiplier effect juga digunakan dalam pengukuran dampak ekonomi dari pengeluaran petani tambak yang ditimbulkan dari kegiatan budidaya ikan bandeng, yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan dan sering digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan. Dalam mengukur dampak ekonomi suatu kegiatan kegiatan terdapat dua tipe pengganda, yaitu Amanda (2001) : (1) Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal, dan (2) Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Hasil perhitungan multiplier effect penelitian kali ini dijelaskan pada Tabel 19 dibawah ini dan lebih rinci disajikan pada Lampiran 9. Tabel 19 Nilai Multiplier Effect dari Arus Uang yang Terjadi di Lokasi Budidaya Ikan Bandeng Kriteria Nilai Keynesian Income Multiplier 0,60 Ratio Income Multiplier Tipe I 1,14 Ratio Income Multiplier Tipe II 1,59 Sumber : Data Primer, Diolah 2011

34 74 Budidaya ikan bandeng merupakan salah satu cara pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan ekonomi. Berdasarkan nilai yang disajikan dalam Tabel 18 didapatkan nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0,60 yang artinya setiap terjadi peningkatan pengeluaran petani tambak sebesar 1 rupiah, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 0,60 rupiah. Keynesian Income Multiplier merupakan dampak ekonomi langsung yang diterima oleh unit usaha dari pengeluaran petani tambak berupa profit. Selanjutnya dampak ekonomi tidak langsung yang dirasakan oleh tenaga kerja lokal di sekitar lokasi tambak, yaitu berupa upah yang didapatkan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I yang telah didapatkan sebesar 1,14 yang artinya apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap penerimaan pemilik unit usaha, maka akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan tenaga kerja lokal sebesar 1,14 rupiah. Nilai yang diperoleh dari Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1,59 yang merupakan besaran nilai pengganda dari dampak lanjutan. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe II memiliki arti apabila terjadi peningkatan sebesar satu rupiah terhadap pendapatan pemilik usaha, maka akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1,59 rupiah pada dampak langsung, tidak langsung, dan ikutan yang masing-masing berupa pendapatan pemilik usaha, tenaga kerja, serta pengeluaran konsumsi yang akan berputar pada masyarakat lokal. Berdasarkan hasil dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan usaha budidaya ikan bandeng memberikan dampak ekonomi terhadap pendapatan masyarakat lokal serta telah menimbulkan sumber-sumber pendapatan

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Hasil pendataan jumlah produksi serta tingkat penggunaan input yang digunakan dalam proses budidaya belimbing dewa digunakan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA

VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA VI. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADI SAWAH VARIETAS CIHERANG DI GAPOKTAN TANI BERSAMA 6.1 Analisis Fungsi produksi Padi Sawah Varietas Ciherang Analisis dalam kegiatan produksi padi sawah varietas ciherang

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG

VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG VIII. ANALISIS DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN WISATA ALAM HUTAN WISATA PUNTI KAYU PALEMBANG 8.1. Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang Adanya kegiatan wisata di Hutan

Lebih terperinci

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI

VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI USAHA PEMBESARAN LELE DUMBO DI CV JUMBO BINTANG LESTARI 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi Cobb Douglas. Faktor-faktor

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur

BAB IV HASIL PENELITIAN. 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Pembudidaya dan Keragaan Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Jatiluhur Karakteristik pembudidaya ikan KJA di Jatiluhur dilihat dari umur, pengalaman dan pendidikan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai

METODE PENELITIAN. Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Situ Cipondoh yang terletak di Kecamatan Cipondoh dan Kecamatan Pinang, Kota Tangerang. Penentuan lokasi sebagai obyek

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI GANYONG DI DESA SINDANGLAYA 7.1. Analisis Fungsi Produksi Analisis untuk kegiatan budidaya ganyong di Desa Sindanglaya ini dilakukan dengan memperhitungkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Panumbangan, Sindangkasih, dan Cihaurbeuti Kabupaten Ciamis. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2013 sampai dengan Juni 2013 di Kecamatan Pasekan Kabupaten Indramayu (Lampiran 1), Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. METODE PENELITIAN BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Tani Bersama Desa Situ Udik Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Kegiatan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan. penjemuran jaring, pencucian ikan, pemanenan, dan pemasaran.

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Kegiatan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan. penjemuran jaring, pencucian ikan, pemanenan, dan pemasaran. VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Kegiatan Usaha Budidaya Ikan Kerapu Macan Kegiatan usaha budidaya ikan kerapu macan meliputi pemilihan lokasi budidaya, pemasangan wadah pemeliharaan, penebaran bibit, pemberian

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN LOKASI TAMAN WISATA TIRTA SANITA Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Taman Wisata Tirta Sanita

VIII. DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN LOKASI TAMAN WISATA TIRTA SANITA Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Taman Wisata Tirta Sanita VIII. DAMPAK EKONOMI KEBERADAAN LOKASI TAMAN WISATA TIRTA SANITA 8.1. Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Wisata Taman Wisata Tirta Sanita Menurut Vanhove (2005) dampak ekonomi kegiatan wisata alam dapat

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga April 2011, berlokasi di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Tapanuli Selatan yang mempunyai jumlah peternak sapi IB dan non IB di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah 1. Persiapan kolam Di Desa Sendangtirto, seluruh petani pembudidaya ikan menggunakan kolam tanah biasa. Jenis kolam ini memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m. Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesisir LIPI (2007), menyatakan daerah pesisir adalah jalur tanah darat atau kering yang berdampingan dengan laut, di mana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING

VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING VI. FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN RUMAH TANGGA TERHADAP CABAI MERAH KERITING 6.1. Model Permintaan Rumah Tangga Terhadap Cabai Merah Keriting Model permintaan rumah tangga di DKI Jakarta

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Karakteristik Nelayan Tangkap Kelurahan Untung Jawa. Pulau Untung Jawa yang berbasis sumberdaya perikanan menyebabkan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Karakteristik Nelayan Tangkap Kelurahan Untung Jawa. Pulau Untung Jawa yang berbasis sumberdaya perikanan menyebabkan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Nelayan Tangkap Kelurahan Untung Jawa Pulau Untung Jawa yang berbasis sumberdaya perikanan menyebabkan mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan. Sekitar

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pegawai divisi produksi

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Kota Solo. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan

IV. METODE PENELITIAN. Kota Solo. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), dengan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Grojogan Sewu yang terletak di Kelurahan Kalisoro dan Tawangmangu, Kecamatan Tawangmangu,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV. Trias Farm yang berlokasi di Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan dengan

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENAWARAN APEL

VII ANALISIS PENAWARAN APEL VII ANALISIS PENAWARAN APEL 7.1 Analisis Penawaran Apel PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya Pada penelitian ini penawaran apel di Divisi Trading PT Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya dijelaskan dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder hasil survei SOUT (Struktur Ongkos Usaha Tani) kedelai yang diselenggarakan oleh BPS

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua,

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tugu Utara dan Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya

METODE PENELITIAN. dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisis. Tujuannya III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Bank adalah lembaga keuangan yang merupakan penggerak utama dalam pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia. Sebagai lembaga Intermediasi, bank memiliki

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VIII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 8.1. Analisis Produksi Stochastic Frontier Usahatani Kedelai Edamame Analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Cobb-Douglas

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VI ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 6.1.1 Pengujian Asumsi Klasik Regresi Linier Syarat model regresi linier (fungsi produksi) dikatakan baik jika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kerja sama usaha ternak ayam broiler

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kerja sama usaha ternak ayam broiler 18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kerja sama usaha ternak ayam broiler Perternak sebagai plasma Perusahaan sebagai inti Kecamatan Gunung Pati Menyediakan: Lahan, kandang, tenaga kerja,

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yaitu Desa Purwasari. Pemilihan Kabupaten Bogor dipilih secara

Lebih terperinci

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis. melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive),

Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis. melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive), IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor,karena untuk memudahkan penulis melakukan penelitian. Lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive),

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Model Fungsi produksi Cobb-Douglas untuk usaha tanaman kedelai diperoleh melalui penyusunan model regresi linier berganda dari variabel-variabel input dan output

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH Analisis pendapatan pada usaha budidaya udang galah akan menjelaskan apakah usaha yang dilakukan menguntungkan (profitable) atau tidak yaitu dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995- BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data time series dengan periode waktu selama 21 tahun yaitu 1995-2015.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Secara geografis letak Kabupaten Bandung berada pada 6,41' - 7,19' Lintang Selatan dan diantara 107 22' - 108 5' Bujur Timur dengan ketinggian 500m-1.800m dpl

Lebih terperinci

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta

IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA. Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta IV. ANALISIS KEBERHASILAN HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN PURWAKARTA Tingkat Keberhasilan Hutan Rakyat di Kabupaten Purwakarta Hasil penilaian yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Usaha Budidaya Udang Usaha budidaya udang merupakan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh petambak atau petani ikan dengan menggabungkan sumberdaya (lahan, tenaga

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Secara umum pengertian objek penelitian yaitu inti permasalahan yang dijadikan

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Secara umum pengertian objek penelitian yaitu inti permasalahan yang dijadikan BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Secara umum pengertian objek penelitian yaitu inti permasalahan yang dijadikan topik penulisan dalam rangka penyusunan laporan dari suatu penelitian.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu, dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 26 A. Metode Penelitian 1. Sasaran Penelitian BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Sasaran penelitian adalah para petani berstatus pemilik maupun penyewa yang mengusahakan tanaman padi semi organik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8

METODE PENELITIAN. Setiabudi 8 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai sikap konsumen terhadap daging sapi lokal dan impor ini dilakukan di DKI Jakarta, tepatnya di Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN

PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN PENGARUH SISTEM PENGELOLAAN USAHATANI CABAI MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKSI DAN TINGKAT PENDAPATAN David Hismanta Depari *), Salmiah **) dan Sinar Indra Kesuma **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi PKL Balai Benih Ikan Inovatif ( BBII ) merupakan unit pelaksanaan teknis daerah tingkat Provinsi yang mempunyai fungsi menyebar luaskan teknologi perbenihan

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada peternak plasma ayam broiler di Dramaga Unggas Farm, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan Kota Bogor khususnya

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Tempat Penelitian Desa Candi merupakan salah satu desa yang banyak menghasilkan produksi jagung terutama jagung pipilan

Lebih terperinci

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN

VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 61 VII NILAI EKONOMI SUMBERDAYA EKOSISTEM LAMUN 7.1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value) Berdasarkan hasil analisis data diperoleh total nilai manfaat langsung perikanan tangkap (ikan) sebesar Rp

Lebih terperinci

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG

KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG LAMPIRAN Lampiran 1 KUISONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEUNTUNGAN USAHATANI JAGUNG 1. Keadaan Umum Responden 1.1. Identitas Responden 1. Nama : (L / P) 2. Umur : tahun 3. Alamat : RT /

Lebih terperinci

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR

VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR VII. PERMINTAAN LPG (LIQUEFIED PETROLEUM GAS) PEDAGANG MARTABAK KAKI LIMA DAN WARUNG TENDA PECEL LELE DI KOTA BOGOR 7.1 Permintaan LPG Pedagang Martabak Kaki Lima di Kota Bogor Permintaan LPG pedagang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sebagai salah satu input faktor produksi yang memiliki peran penting. Permintaan

BAB III METODE PENELITIAN. sebagai salah satu input faktor produksi yang memiliki peran penting. Permintaan 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Petani dalam melakukan kegiatan usahatani membutuhkan benih padi sebagai salah satu input faktor produksi yang memiliki peran penting. Permintaan terhadap

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup

III. METODE PENELITIAN. dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup 39 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional. Konsep dasar dan batasan operasional

Lebih terperinci

VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL

VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT TONGKOL 7.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat dimodelkan kedalam suatu fungsi permintaan.

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner dengan

BAB III METODE PENELITIAN. dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner dengan 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian survei, yaitu penelitian dimana informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner dengan menggunakan

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian peternak 24 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Subjek Penelitian Objek penelitian yang diamati yaitu pengaruh aplikasi teknologi pakan, kandang dan bibit terhadap penerimaan usaha, dengan subjek penelitian

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan kecamatan Cigombong ini dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU SAPI PERAH Dalam suatu kegiatan usaha ekonomi mempunyai tujuan utama untuk memperoleh keuntungan. Dalam usahaternak sapi perah salah satu usaha untuk memperoleh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Responden 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil komposisi umur kepala keluarga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Pabuaran, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. jenis data yang berbentuk angka (metric) yang terdiri dari:

BAB 3 METODE PENELITIAN. jenis data yang berbentuk angka (metric) yang terdiri dari: BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu jenis data yang berbentuk angka (metric) yang terdiri dari: 1. Data laporan

Lebih terperinci

Oleh : Fuji Rahayu W ( )

Oleh : Fuji Rahayu W ( ) Oleh : Fuji Rahayu W (1208 100 043) JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2012 Indonesia sebagai negara maritim Penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI 7.1. Produktivitas Usahatani Produktivitas merupakan salah satu cara untuk mengetahui efisiensi dari penggunaan sumberdaya yang ada (lahan) untuk menghasilkan keluaran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 10 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Data laporan keuangan perusahaan konsolidasi digunakan sebagai dasar dari analisis manajemen piutang PT PLN (Persero). PT PLN (Persero) membutuhkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitin ini adalah studi kasus. Studi kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Obyek penelitian adalah perusahaan industri non barang konsumsi yang

BAB III METODE PENELITIAN. Obyek penelitian adalah perusahaan industri non barang konsumsi yang 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek penelitian, Jenis, dan Sumber Data Obyek penelitian adalah perusahaan industri non barang konsumsi yang terdapat di Indeks Saham Syariah Indonesia dan FTSE Bursa Malaysia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Desa Manyarejo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. Pemilihan lokasi didasarkan atas wilayah Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta Jawa Barat, dengan waktu pelaksanaan pengumpulan data pada bulan Juni sampai

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci