4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

KEADAAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Kota Sabang Visi dan misi

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LAKIP Kabupaten Aceh Barat Tahun BAB 1 PENDAHULUAN. Untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Ranub Sigapu. Meulaboh, Agustus 2010 Kepala BPS Kab Aceh Barat. Syarbeni, M.Si

4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kota Banda Aceh Letak topografis dan geografis Banda Aceh

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PRODUKSI PERIKANAN 1. Produksi Perikanan Tangkap No. Kecamatan Produksi (Ton) Ket. Jumlah 12,154.14

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2006

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seluruhnya akibat pengaruh bencana tsunami. Pembangunan permukiman kembali

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Profil Kabupaten Aceh Barat

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara (BPS Aceh 2012). penduduk. Areal tanaman kelapa di Provinsi Aceh pada tahun 2004 seluas

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

STRATEGI PENINGKATAN OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN TIPE D (STUDI KASUS PPI MEULABOH): SATU DARSAWARSA BENCANA TSUNAMI ACEH

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Trilogi pembangunan yang salah satunya berbunyi pemerataan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. peternak sebelumnya dari pembangunan jangka panjang. Pemerintah telah

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

6 PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP BERBASIS KEWILAYAHAN. 6.1 Urgensi Sektor Basis Bagi Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Belitung

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

5. GAMBARAN UMUM KABUPATEN ACEH BARAT

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkumpulnya nelayan dan pedagang-pedagang ikan atau pembeli ikan dalam rangka

STUDI KELEMBAGAAN PANGLIMA LAÔT LHÔK DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN PURSESEINE DI KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATENACEH BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

METODE PENELITIAN. satu daerah yang memiliki jumlah kelompok nelayan terbanyak. Dari data

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

EFISIENSI WAKTU PENGISIAN PERBEKALAN TERHADAP WAKTU TAMBAT KAPAL PERIKANAN SONDONG DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) DUMAI PROVINSI RIAU

V. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PABEAN UDIK KECAMATAN INDRAMAYU, KABUPATEN INDRAMAYU

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Lampung. Secara geografis Kota Bandar Lampung terletak pada sampai

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

6. FUNGSI PPI MUARA BATU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG USAHA PERIKANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DUKUNGAN REGULASI DALAM PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DI ACEH BESAR REGULATION SUPPORT IN MARITIME AND FISHERY DEVELOPMENT IN ACEH BESAR

BAB I PENDAHULUAN. buatan. Diperairan tersebut hidup bermacam-macam jenis ikan. Hal ini merupakan

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. secara geografis terletak antara 101º20 6 BT dan 1º55 49 LU-2º1 34 LU, dengan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah Pulau Nias. Luasnya secara keseluruhan adalah km 2. Posisinya

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN

METODE KAJIAN. Proses dan Metode Kajian

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Metro. Kelurahan Karangrejo pertama kali dibuka pada zaman pemerintahan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. demikian ini daerah Kabupaten Lampung Selatan seperti halnya daerah-daerah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, berdasarkan

QANUN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

28 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam wilayah Pemerintahan Aceh yang terletak di daerah barat selatan aceh. Secara geografis Kabupaten Aceh Barat terletak di posisi : 04 0 06 04 0 47 LU dan 95 0 52 96 30 BT. Secara administrasi Kabupaten Aceh Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie di sebelah utara, dengan Aceh Tengah dan Nagan Raya di sebelah timur, dengan Samudera Indonesia dan Kabupaten Nagan Raya di sebelah barat dan selatan. Kabupaten ini memiliki luas wilayah daratan 2.927,95 km 2 atau 292.795 ha, dengan panjang garis pantai diperkirakan 50,55 km dan dengan luas laut 233 km 2 mempunyai wilayah yang sangat potensial untuk salah satu daerah hasil laut yang produktif (DKP, 2007). Menurut Badan Pusat Statistik (2010), Kabupaten Aceh Barat memiliki 321 desa dengan 12 (dua belas) kecamatan, dan juga memiliki empat kecamatan yang berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia yaitu kecamatan pesisir meliputi Kecamatan Johan Pahlawan, Meureubo, Samatiga dan Kecamatan Arongan Lambalek, serta delapan kecamatan daratan yaitu Kaway XVI, Sungai Mas, Pantee Ceureumen, Panton Ree, Bubon, Woyla, Woyla Barat dan Woyla Timur. Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa Kecamatan Kaway XVI merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Aceh Barat dengan luas mencapai 510,18 km 2 kemudian diikuti Kecamatan Pante Ceureumen dengan luas 490,25 km 2, kedua kecamatan ini adalah kecamatan daratan yang tidak ada pesisir. Kecamatan terkecil adalah Kecamatan Panton Reu dengan luas 83,04 km 2 merupakan kecamatan pemekaran pada tahun 2007, dan Kecamatan Johan Pahlawan dengan Luas Wilayah 44,91 km 2 atau 1,53% dari luas kabupaten kecamatan ibu Kota Aceh Barat. Kecamatan ini merupakan tempat lokasi penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Meulaboh Desa Ujung Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan dengan luas area pelabuhan 1,5 hektar (BPS, 2010).

29 Tabel 4 Nama-nama kecamatan, ibu kota kecamatan, jumlah desa/gampong dan luas wilayah kecamatan di Kabupaten Aceh Barat. No Kecamatan Ibukota Kecamatan Jumlah Desa Luas (km 2 ) 1 Johan Pahlawan Meulaboh 21 44,91 2 Samatiga Suak Timah 32 140,69 3 Bubon Banda Layung 17 129,58 4 Arongan L Drien Rampak 27 130,06 5 Woyla Kuala Bhee 43 249,04 6 Woyla Barat Pasi Mali 24 123,00 7 Woyla Timur Tangkeh 26 132,60 8 Kaway XVI Keudee Aron 43 510,18 9 Meureubo Meureubo 26 112,87 10 Pante C Pante C 25 490,25 11 Panton Reu Meutulang 19 83,04 12 Sungai Mas Kajeung 18 781,73 Jumlah 321 2.927,95 Sumber : BPS, Kabupaten Aceh Barat dalam Angka 2010 4.2 Penduduk dan Mata Pencaharian Kabupaten Aceh Barat terdiri beberapa suku asli Aceh dan pendatang dari berbagai daerah. Kelompok etnis pendatang terbesar sampai saat ini adalah Padang dan Jawa. Banyaknya penduduk pendatang ini akibat adanya program transmigrasi penduduk dari daerah lain ke aceh dan juga akibat tsunami tahun 2004, banyak suku pendatang yang mencari rizki ke Kabupaten Aceh Barat seiring dengan pembangunan kembali kabupaten ini oleh BRR (badan rehabilitasi dan rekontruksi) Aceh-Nias, yang kemudian sebagian besar diantaranya menetap tinggal di Kabupaten Aceh Barat. Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Barat yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 adalah 184.147 orang, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 87.682 orang dan perempuan 85.214 orang. Setelah gempa dan gelombang tsunami dengan kekuatan 9,8 skala richter yang melanda Pemerintahan Aceh tanggal 26 Desember 2004, sekitar 80% bangunan fisik Kota Aceh hancur total. Keadaan yang seperti itu jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat akhir Desember 2005 tercatat 150.450 jiwa, sehingga dalam periode waktu 2004 2009 Kabupaten Aceh Barat mempunyai rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 2,96% per tahun. Dari tahun 2005 sampai tahun 2009, Kecamatan Johan Pahlawan menduduki posisi pertama dengan jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Barat. Hal ini dikarenakan Kecamatan Johan Pahlawan terletak di pusat kota Meulaboh,

30 sebagai ibu kota dari Kabupaten Aceh Barat, kemudian diikuti diposisi kedua oleh Kecamatan Meureubo dengan jumlah penduduk 22.999 jiwa dan Kecamatan Kaway XVI pada posisi ketiga tahun 2009 mencapai 18.133 jiwa. Pada tahun 2006 penduduk di Kecamatan Kaway XVI ini mencapai angka tertinggi 25.365 jiwa, namun pada tahun 2007 terjadi pemakaran sehingga mengalami penurunan 27,35% (18,429 jiwa) dan pembentukan kecamatan baru yaitu Kecamatan Panton Reu di Kabupaten Aceh Barat yang sebelumnya merupakan wilayah Kecamatan Kaway XVI. Perkembangan jumlah penduduk menurut Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Barat dari tahun 2004-2009 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan penduduk di kecamatan pesisir dan daratan dalam Kabupaten Aceh Barat periode 2004-2009 Kecamatan Penduduk (jiwa) 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Kecamatan Pesisir 1. Johan Pahlawan 52.118 43.804 44.139 45.654 66.35 65.182 2. Meureubo 24.018 18.417 18.557 19.194 21.013 22.999 3. Samatiga 14.794 12.492 12.587 13.019 14.85 15.058 4. Arongan L 12.293 10.058 10.134 10.481 11.763 11.808 Jumlah 103.223 84.771 85.417 88.348 113.976 115.047 Kecamata daratan 5. Woyla 11.538 11.613 11.701 12.102 12.489 12.759 6. Woyla Barat 7.793 6.869 6.921 7.158 7.402 7.443 7. Woyla Timur 5.324 4.009 4.039 4.178 4.520 4.500 8. Kaway XVI 23.684 25.174 25.365 18.429 18.429 18.133 9. Bubon 5.098 5.481 5.523 5.712 5.751 5.892 10. Pante C 11.317 9.125 9.194 9.509 10.406 10.65 11. Panton Reu - - - 3.552 5.930 6.064 12. Sungai Mas 4.653 3.408 3.434 4.306 3.662 3.659 Jumlah 69.407 65.679 66.177 64.946 68.589 69.1 Jumlah Keseluruhan 172.630 150.450 151.594 153.294 182.565 184.147 Sumber : BPS, Kabupaten Aceh Barat dalam Angka 2010

31 Jumlah Penduduk (Jiwa) 200.000 175.000 150.000 125.000 100.000 75.000 50.000 25.000 0.000 172.63 150.45 151.594 153.294 182.565184.147 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Gambar 3 Grafik perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat periode 2004-2009 Kabupaten Aceh Barat adalah salah satu kabupaten yang kemajuannya sangat pesat pasca tsunami pada tahun 2004. Jumlah keseluruhan penduduk Kabupaten Aceh Barat 184.147 jiwa sampai tahun 2010, dengan berbagai macam mata pencaharian diantaranya petani (ladang, tambak), nelayan, pegawai negeri sipil, tetapi di kabupaten ini yang lebih dominan mata pencahariannya adalah petani dengan luas lahan hingga tahun 2009 mencapai 221.520 hektar. Luas areal budidaya tambak (brackish waterpond) dan kolam (fresh waterpond) yang sudah dimanfaatkan di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2008 tercatat 150,85 hektar dengan hasil produksinya 36,5 ton. Masyarakat pencari kerja/pengangguran dari tahun 2008-2009 mencapai 5.375 jiwa. Potensi lahan dan areal yang sangat banyak di Kabupaten ini Aceh Barat belum dimanfaatkan secara efektif oleh masyarakat sehingga jumlah pengangguran masih tinggi di daerah ini. Pemerintah kabupaten harus bekerja lebih keras lagi untuk menangulangi tingkat pengangguran. Salah satu langkahnya adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat sehingga lahan yang tersisa bisa digarap secara efektif dan mata pencaharian masyarakat menjadi lebih beragam di masa yang akan datang. 4.3 Deskripsi Keadaan Perikanan Tangkap 4.3.1 Armada penangkapan Kapal adalah salah satu sarana penunjang kegiatan produksi perikanan yang harus ada dalam operasi penangkapan ikan. Menurut Undang-undang No. 45 tahun 2009 tentang perikanan, kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat

32 apung yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengelohan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Kabupaten Aceh Barat, terdiri dari sampan atau jukung (perahu tanpa motor), perahu motor (PM) dan Kapal motor. Kapal motor yang terdapat di PPI Meulaboh adalah yang berukuran <10-30 GT (Gross Tonage). Jenis armada penangkapan yang paling banyak digunakan oleh nelayan adalah jenis kapal motor dimana alat tangkap yang sering digunakan seperti pukat cincin, jaring insang, payang (lampara), rawai hanyut, pancing tonda. Tabel 6 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Barat periode tahun 2005-2009 Tahun Perahu Tanpa Motor (unit) Motor Tempel (unit) Kapal Motor (unit) < 10 GT 10-20 GT 20-30 GT Jumlah (unit) 2005 257 60 440 102 4 863 2006 70 85 544 67 7 773 2007 62 85 563 50 9 769 2008 43 72 558 43 9 725 2009 25 40 509 75 12 661 Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat 2005-2009; diolah kembali Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah kapal yang ada di PPI Meulaboh mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Jumlah kapal (perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor) tertinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu 863 unit dan terendah pada tahun 2009 sebesar 661 unit. Perkembangan jenis kapal tidak sama, seperti terlihat pada Tabel 6. Penurunan jumlah kapal pada tahun 2008 terjadi pada perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal motor yang berukuran 10-20 GT.

33 900 850 863 800 773 769 750 725 700 650 661 600 550 500 2005 2006 2007 2008 2009 Tahu n Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat 2010; diolah kembali Jumlah Armada Penangkapan (unit) Gambar 4 Grafik Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan periode 2005-2009 Berdasarkan Gambar 4, armada penangkapan yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2005 sebanyak 863 unit dan tahun 2006 mengalami penurunan drastis menjadi 773 unit atau turun 10,42%, dan pada tahun 2009 jumlah armada penangkapan yang masih operasi di Kabupaten ini turun menjadi 661 unit (8,82%). Penurunan jumlah unit kapal salah satunya karena NGO atau LSM yang membantu masyarakat dalam bidang perikanan dan kelautan di Pemerintahan Aceh telah berakhir masa kontraknya dengan pemerintah yang diwakili oleh BRR (Badan rehabilitasi dan rekontruksi) Aceh-Nias. Selain itu juga kurangnya modal yang dimiliki nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang semakin mahal, sebagian nelayan lebih memilih beralih profesi lain seperti menjadi pedagang pengecer ikan dan juga nelayan menjual armadanya. Tahun 2009, pemerintah pusat (Kementrian Kelautan dan Perikanan) dan pemerintah daerah memberikan beberapa bantuan unit kapal kepada kelompok nelayan dengan ukuran >20 GT supaya nelayan bisa melakukan penangkapan ikan dengan jangkuan yang lebih jauh dan hasil yang banyak, bagus serta punya kualitas eskpor.

34 4.3.2 Alat tangkap Alat tangkap ikan atau alat penangkap ikan merupakan salah satu komponen yan g sangat penting bagi nelayan karena menjadi alat utama dari mata pencahariannya dalam menghasilkan produksi perikanan, baik yang berupa ikan maupun yang non ikan. Pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan secara optimal tentunya sangat didukung oleh teknologi alat penangkapan yang digunakan. Unit penangkapan ikan yang digunakan memerlukan pengkajian yang mendalam untuk mendapatkan unit penangkapan yang tepat guna atau unggulan yaitu unit penangkapan ikan yang memiliki kriteria: (1) tidak merusak kelestarian sumberdaya, (2) secara teknis efektif digunakan, (3) dari segi sosial diterima oleh masyarakat nelayan, (4) secara ekonomi teknologi tersebut bersifat menguntungkan (Malanesia, 2008). Jenis perkembangan alat tangkap dan usaha penangkapan yang banyak dilakukan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Barat adalah beragam yaitu payang, gill net, pukat pantai, jaring hanyut, jaring insang, trammel net, rawai, pancing tonda dapat dilihat pada Tabel 7. Pada tahun 2008 alat tangkap rawai memiliki jumlah terbanyak dibandingkan alat tangkap lainnya yaitu 260 unit, dan secara keseluruhan alat tangkap yang dominan digunakan nelayan di Kabupaten ini adalah rawai dari tahun 2005-2009 dengan jumlah 1.062 unit. Peristiwa gempa dan tsunami tahun 2004 di Aceh mengakibatkan banyak Negara yang telah membantu Pemerintahan Aceh sehingga telah membawa perubahan, terutama dalam hal teknologi alat tangkap yang sering digunakan oleh nelayan Kabupaten Aceh Barat. Tabel 7 memperlihatkan bahwa jenis dan jumlah unit alat tangkap pukat pantai menunjukkan peningkatan yang cukup drastis di tahun 2009 karena dioperasikannya sebanyak 60 unit pukat pantai, begitu juga dengan alat tangkap pukat cincin sebanyak 71 unit dan alat tangkap jaring insang sebanyak 18 unit. Seperti dijelaskan pada Tabel 7, jenis dan alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat hingga tahun 2009 berjumlah 3.443 unit. Alat tangkap jaring klitik mengalami kenaikan dari tahun 2005-2007 sebanyak 174 unit, tetapi pada tahun 2008 mengalami penurunan yang sangat drastis menjadi 15 unit (91%) dan pada tahun 2009 menunjukkan jaring klitik tidak digunakan lagi oleh nelayan di Kabupaten Aceh Barat. Begitu juga alat

35 tangkap trammel net mulai mengalami penurunan dari tahun 2008 sebanyak 86 unit (17%) dan tahun 2009 nelayan tidak mengoperasikan alat tangkap ini lagi. Berdasarkan hasil wawancara, alasan nelayan lebih memilih alat tangkap pancing tonda dan rawai disebabkan biaya perawatan jaring lebih mahal dibandingkan alat tangkap pancing tonda dan rawai sehingga nelayan lebih memilih mengoperasikan alat tangkap pancing tonda dan rawai yang lebih baik dari segi hasil tangkapan secara ekonomis dan lebih efektif. Penurunan juga diakibatkan banyak nelayan menjual alat tangkapnya ke kabupaten lain. Jumlah alat tangkap yang beroperasikan di Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2006 meningkat 31,45%, kemudian pada tahun 2007 total alat tangkap mengalami kenaikan lagi menjadi 870 unit (4,60%). Pada tahun 2008 jumlahnya turun drastis hingga mencapai 645 unit (-34,88%) dan pada tahun 2009 jumlahnya alat tangkap menjadi 529 unit atau turun 21,93%. Tabel 7 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat tahun 2005-2009 Jenis Alat Tangkap Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 Jumlah (unit) Payang 27 19 24 15 60 145 Pukat pantai 0 2 2 2 60 66 pukat cincin 0 0 0 0 71 71 Jaring hanyut 51 0 16 21 21 109 Jaring klitik 31 168 174 15 0 388 Jaring insang 0 0 0 0 18 18 Trammel net 18 129 101 86 0 334 Rawai 212 198 258 260 134 1062 Pancing tonda 136 140 144 151 150 721 pancing yang lain 94 174 151 95 15 529 Jumlah total 569 830 870 645 529 3443 Pertumbuhan(%) - 31.45 4.60-34.88-21.93 Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat 2005-2009; diolah kembali Jumlah alat tangkap yang paling dominan digunakan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Barat pada 5 (lima) tahun terakhir ini adalah rawai (rawai kakap dan hiu) yaitu 30,85 %, kedua pancing tonda sebesar 20,94 %, ketiga yang sering digunakan oleh nelayan adalah jaring kritik sebesar 11,27 %, sedangkan yang keempat trammel net sebesar 9,70 %.

36 20.94 30.85 4.21 1.92 2.06 3.17 11.27 0.52 9.70 Payang Pukat pantai pukat cincin Jaring hanyut Jaring klitik Jaring insang Trammel net Rawai Pancing tonda Sumber: DKP Kabupaten Aceh Barat 2010; diolah kembali Gambar 5 Diagram komposisi jumlah alat tangkap dan jenis yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Barat tahun 2005-2009 4.3.3 Daerah dan musim penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan (DPI) yang biasa dilakukan oleh nelayan Kabupaten Aceh Barat adalah di sekitar perairan Laut Sinabang, yaitu perairan meliputi daerah Bubon dan Arongan Lambalek. Perairan tersebut merupakan bagian dari Samudera Hindia. Khusus nelayan yang mengoperasikan alat tangkap rawai, daerah penangkapannya ikan sampai ke Kepulauan Andaman dan Nicobar, karena daerah ini memiliki potensi ikan yang sangat beragam dan banyak seperti ikan hiu, kakap dan cakalang. Penentuan daerah penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Aceh Barat biasanya hanya berdasarkan pengalaman dan informasi dari nelayan lain dan panglima laot. Tidak ada alat bantu seperti fish finder untuk menentukan daerah penangkapan ikan (DPI). Penangkapan ikan di suatu DPI yang dilakukan oleh nelayan-nelayan kabupaten ini sangat dipengaruhi oleh cuaca dan musim. Para nelayan tersebut akan melakukan operasi penangkapan ikan di saat perairan tenang dan pada saat gelap bulan (bulan mati) terutama nelayan yang mengoperasikan alat tangkap pukat cincin. Jika cuaca tidak mendukung seperti adanya musim penghujan yang disertai badai (terutama musim barat), maka nelayan memilih untuk tidak melaut. Selain keadaan diatas, nelayan aceh tidak melaut karena terkait dengan adat istiadat dan hukom laot (hukum laut) yang telah dianut turun-temurun oleh

37 nelayan dan masyarakat adat di Kabupaten Aceh Barat memiliki hari atau tanggal tertentu yang tidak diperbolehkan melaut atau pantang melaut (pantang laot) yaitu: 1) Kenduri adat laot, dilakukan selambat-lambatnya tiga tahun sekali atau tergantung kesepakatan dan kesanggupan nelayan setempat. Pantangan melaut pada acara kenduri tersebut dihitung 3 hari sejak Rabu matahari terbit pada hari kenduri hingga matahari terbenam pada hari Jum'at; 2) Hari Jum'at yang dihitung sejak tenggelam matahari pada hari Kamis hingga terbenam matahari pada hari Jum'at; 3) Hari Raya Idul Fitri dilarang melaut selama dua hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari meugang hingga terbenam matahari pada hari raya (Syawal) kedua; 4) Hari Raya Idul Adha, dilarang melaut selama dua hari dihitung sejak tenggelam matahari pada hari meugang hingga terbenam matahari pada hari raya (Dzulhijjah) kedua; 5) Hari Kemerdekaan tanggal 17 Agustus, dilarang melaut selama satu hari dihitung sejak tenggelam matahari pada tanggal 16 Agustus hingga terbenam matahari tanggal 17 Agustus. Apabila nelayan melanggar hari-hari yang telah ditentukan untuk tidak melaut, maka nelayan yang melakukan pelanggaran tersebut akan dikenakan sanksi hukum berupa: 1) Seluruh hasil tangkapan disita; 2) Dilarang melaut sekurang-kurangnya tiga hari dan paling lamanya tujuh hari. 4.3.4 Volume dan nilai produksi Musibah gempa dan tsunami yang berpusat di Samudera Hindia sebelah barat Kabupaten Aceh Barat memberikan dampak negatif dan positif terhadap masyarakat di kabupaten ini, salah satu dampak positif adalah banyaknya bantuan yang disalurkan oleh pemerintah lewat BRR Aceh-Nias terutama dalam bidang perikanan (kapal, alat tangkap dll). Seiring dengan pembangunan kembali sektor perikanan tangkap di Kabupaten Aceh Barat yang ditandai dengan pembangunan kembali PPI Meulaboh oleh BRR Aceh-Nias pada tahun 2005 dan bertambahnya juga armada

38 penangkapan ikan serta alat tangkap, maka terlihat volume produksi mulai pada tahun 2005-2006 mengalami kenaikan 14.284.07 (2,19%). Volume produksi juga mengalami perkembangan positif pada tahun 2007 yaitu 16.060,20 ton atau naik 12,43%. Pada tahun 2008 pertumbuhan produksi ikan terus terjadi peningkatan sehingga mencapai angka 17.177,60 ton atau mengalami kenaikan sebesar 6,95%, dengan nilai jual produksi Rp 286.514.770,00 (44,36%) (Tabel 8). Tahun 2009 produksi hasil tangkapan ikan hanya 8.108,8 ton atau mengalami penurunan sebesar (95,27%) dengan nilai produksi Rp 116.395.463,00 (-59.37). Penyebab terjadinya penurunan hasil tangkapan diduga, karena banyak nelayan tidak melaut disebabkan oleh mahalnya kebutuhan nelayan atau keperluan nelayan seperti BBM (solar), es dan makanan sehari-hari untuk melaut dan tidak ada lagi donator (BRR Aceh-Nias) yang membantunya. Tabel 8 Volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Aceh Barat periode 2005-2009 Tahun Produksi ikan Pertumbuhan Nilai Produksi Pertumbuhan (ton) (%) (Rp) (%) 2005 13.976,72 0 143.007.725 0 2006 14.284,07 2,19 145.846.230 1,98 2007 16.060,20 12,43 198.471.700 36,08 2008 17.177,60 6,95 286.514.770 44,36 2009 8.108,8-95,27 116.395.463-59,37 Sumber: DKP Kabup aten Aceh Barat 2005-2009; diolah kembali 4.4 Keadaan Umum PPI Meulaboh 4.4.1 Letak dan sejarah PPI Meulaboh PPI Meulaboh secara geografis terletak pada 4 0 07 0 LU dan 96 0 30 BT di wilayah Kelurahan Ujung Baroh Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat. Lokasi PPI Meulaboh sebelum tsunami statusnya adalah sebagai tempat pendaratan ikan (TPI) dan hancur total akibat gempa dan tsunami tahun 2004. Pembangunan kembali lokasi PPI Meulaboh ini mendapat dukungan dari APBD dan BRR Aceh-Nias dan statusnya resmi menjadi PPI Meulaboh. Pembangunan kembali PPI ini dilaksanakan pada akhir 2005 dan saat ini telah berfungsi kembali sebagai sentral ekonomi perikanan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.

39 Gambar 6 Kantor operasional PPI Meulaboh setelah perbaikan akibat tsunami 4.4.2 Prasarana dan sarana ke PPI Meulaboh 1) Transportasi Akses transportasi umum yang ada di Kota Meulaboh sangat beragam diantaranya adalah ada labi-labi, L300, becak, becak motor. Jenis transportasi ini melayani penduduk tiap hari mulai jam 4.30 sampai 22.00 WIB. Namun khusus jenis transportasi yang langsung menuju ke PPI Meulaboh adalah becak dan becak motor, karena Dinas Perhubungan melarang mobil angkutan umum masuk ke areal PPI. PPI ini berada di pusat Kota Meulaboh dan sangat mudah dijangkau dengan berbagai macam transportasi. Kira-kira jaraknya dengan jalan utama kota hanya 1,5 km dan lebar jalan menuju ke PPI Meulaboh berkisar 5-6 meter sehingga angkutan yang keluar masuk PPI lancar setiap hari dan proses distribusi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Meulaboh berjalan baik. Oleh karena itu, untuk menunjang agar perikanan tangkap dapat berkembang setiap tahun maka dibutuhkan kerjasama dengan semua pihak yang terkait (pemda dan masyarakat) terhadap sarana dan prasarana transportasi yang baik dalam melayani semua aktivitas di PPI Meulaboh. 2) Pasar Umum Areal di dekat PPI Meulaboh juga terdapat pasar umum dengan jarak 50 meter dari PPI. Pasar umum ini merupakan pasar induk Kota Meulaboh yang memulai aktivitas dari jam 04.30-18.00 WIB. Pasar tersebut menyediakan

40 berbagai macam kebutuhan untuk masyarakat setiap hari. Lingkungan pasar umum ini terdapat pasar ikan yang menjual berbagai jenis ikan /hasil tangkapan yang dibawa dengan becak motor dari PPI Meulaboh. 3) Toko Sarana Penangkapan Toko sarana penangkapan di PPI Meulaboh menyediakan berbagai macam kebutuhan perlengkapan nelayan untuk melaut, seperti alat pancing, bahan jaring, lampu petromak, tali dan umpan buatan. Toko-toko ini berada di sepanjang jalan menuju ke kompleks PPI Meulaboh dan dibuka setiap hari dari pukul 08.00-16.00 WIB. Toko sarana penangkapan ini jumlahnya sekitar 15 unit yang diusahakan secara perseorangan oleh penduduk yang umumnya berada di sekitar Pangkalan Pendaratan Ikan. Toko-toko ini dinilai oleh nelayan sangat bermanfaat untuk persiapan perbekalan melaut dan harganya juga masih bisa terjangkau oleh nelayan. 4). Pasar Bina Usaha (pasar modern) Akses transportasi yang baik ke Kabupaten Aceh Barat dari kabupaten lain membuat para pengusaha menanamkan modalnya di Kota Meulaboh, antara lain berdirinya Pasar Bina usaha yang baru selesai dibangun pada tahun 2010. Pasar Bina Usaha ini merupakan pusat pasar terbesar di Kabupaten Aceh Barat yang menjual berbagai macam kebutuhan masyarakat seperti, pakaian, celana, aksesoris, elektronik dan perlengkapan rumah. Pasar ikan ini termasuk pasar hiegienis yang mempunyai kualitas ikan tetap terjaga dibandingkan pasar ikan lainnya. Desain jenis-jenis barang di Pasar Bina Usaha ini seperti Pasar Aceh (Banda Aceh), Mini Mall atau Giant. 4.5 Lembaga Perikanan dan Kelautan Pemerintah pusat memberikan otonomi kepada setiap daerah untuk mengelola sumberdaya alam khususnya dibidang perikanan, salah satunya adalah daerah Pemerintahan Aceh yang didukung dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Tahun 2006. Lembaga Perikanan dan Kelautan di Pemerintahan Aceh (Kabupaten Aceh Barat) berbeda dengan provinsi lain seperti lembaga hukum adat laut aceh (Panglima Laot) memiliki fungsi dan peranan Panglima

41 Laot yang berbeda dengan DKP dan sistem kelembagaan nelayan yang ada di Kabupaten Aceh Barat. 4.5.1 Lembaga perikanan dan kelautan yang ada di Kabupaten Aceh Barat Kelembagaan perikanan dan kelautan yang terdapat di Kabupaten Aceh Barat meliputi panglima laot (Lembaga hukum adat laut Aceh), HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia), koperasi, GAPI (Gabungan Pedagang Ikan) dan GAPIKA (Gabungan Pengolah Ikan). Panglima laot merupakan lembaga adat yang berfungsi sebagai ketua adat bagi kehidupan nelayan di pantai/masyarakat pesisir, dan penghubung antara pemerintah dengan nelayan dalam mengsukseskan program pembangunan perikanan serta program-program pemerintah secara umumnya. Fungsi dan tugas Panglima laot diharapkan dapat menbantu pemerintah dalam pembangunan perikanan, melestarikan adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat nelayan (DKP, 2006). Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat secara fungsional bermitra dengan himpunan nelayan seluruh Indonesia (HNSI) yang memiliki peran dan fungsi yang sangat penting untuk menampung berbagai aspirasi masyarakat nelayan. Berbagai program pembangunan perikanan perlu disinergiskan dengan program-program yang ada di organisasi tersebut. Dengan demikian organisasi HNSI Kabupaten Aceh Barat menjadi salah satu organisasi yang dapat dimanfaatkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan untuk berbagi berbagai informasi dalam rangka pembangunan dan mengembangkan kegiatan perikanan. Keadaan organisasi HNSI pasca tsunami di Kabupaten Aceh Barat memiliki aktivitas yang lebih rendah akibat hancurnya kantor dan rusak berbagai fasilitas yang ada (DKP, 2006). Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Barat mendirikan koperasi sebagai lembaga yang bergerak di bidang Kelautan dan Perikanan yang diharapkan bisa eksis dalam menopang perekonomian masyarakat nelayan. Jumlah koperasi di Kabupaten Aceh Barat masih sangat terbatas dan belum mampu memfasilitasi kegiatan nelayan secara keseluruhan. Keadaan tersebut disebabkan selain sangat mininya koperasi yang bergerak dibidang perikanan juga keterbatasan modal menjadi kendala dalam menggerakkan para nelayan dan

42 pembudidaya serta masyarakat pengolah hasil perikanan (DKP, 2006). Lebih jelas nama-nama koperasi perikanan di Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 nama dan jumlah Koperasi Perikanan di Kabupaten Aceh Barat No Nama Desa Kecamatan 1 Koppal Hareukat Laot Ujung Baroh Johan Pahlawan 2 Koperasi Perikanan Bina Nelayan Panggong Johan Pahlawan 3 Koperasi Perikanan Karya Usaha Suak Timah Sama Tiga 4 Koperasi Perikanan PNTII Bunga Laut Ujung Baroh Johan Pahlawan Sumber; DKP Kabupaten Aceh Barat, 2006 4.5.2 Fungsi dan tugas panglima laot Berdasarkan fungsi, peranan dan wilayah administrasinya, Panglima Laot di wilayah Kabupaten Aceh Barat terbagi menjadi Panglima Laot Lhok, Panglima Laot Kabupaten/Kota, dan Panglima Laot Provinsi. Wilayah-wilayah tersebut secara struktur organisasi terdiri dari penasehat, ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara (DKP, 2006). Panglima Laot berfungsi dan bertugas sebagai pembantu pemerintah dalam membantu pembangunan perikanan, melestarikan adat istiadat dan kebiasaankebiasaan dalam masyarakat nelayan yaitu (Panglima Laot, 2005): 1) Panglima Laot Lhok menyelesaikan sengketa antar nelayan di wilayah kerjanya; 2) Panglima Laot Kabupaten/Kota melaksanakan penyelesaian sengketa antara nelayan dari dua atau lebih, dimana Panglima Laot Lhok belum bisa menyesaikannya, serta mengatur jadwal Kenduri Adat Laot sehingga tidak terjadi kenduri yang dilaksanakan pada hari yang sama dalam satu Kabupaten/Kota; 3) Panglima Laot Propinsi mengkoordinir pelaksanaan Hukum Adat Laot di Propinsi Pemerintahan Aceh dan menjembatani serta mengurus kepentingankepentingan nelayan di tingkat propinsi.

43 Lembaga Adat Aceh (Panglima Laot) melaksanakan fungsi dan tugasnya antara lain: 1) Memelihara dan mengawasi ketentuan-ketentuan hukum adat dan adat laot; 2) Mengkoordinir dan mengawasi setiap usaha penangkapan ikan di laut; 3) Menyelesaikan perselisihan/sengketa yang terjadi di antara sesama anggota nelayan dan kelompoknya; 4) Mengurus dan menyelenggarakan Upacara Adat Laot; 5) Menjaga/mengawasi agar pohon-pohon (manggrove) di tepi pantai tetap terjaga supaya daerah fishing ground untuk nelayan-nelayan kecil tidak terlalu jauh (perlu disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah setempat); 6) Badan penghubung antara nelayan dengan pemerintah dan Panglima Laot dengan Panglima Laot lainnya; 7) Meningkatkan taraf hidup nelayan pesisir pantai. 4.5.3 Sistem kelembagaan nelayan di Kabupaten Aceh Barat Kabupaten Aceh Barat memiliki sistem kelembagaan nelayan yang sama seperti di tingkat Pemerintahan Aceh yaitu lembaga adat laut, harapannya semakin mudah nelayan/masyarakat pesisir untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah daerah (PEMDA) atau pemerintah propinsi, agar kesejahteraan masyarakat pesisir/nelayan dapat meningkat. Kelembagaan adat ini (Panglima Laot) berperan dalam memonitoring pelaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah, terkait dengan pembangunan di daerah masyarakat pesisir/nelayan agar pembangunan tersebut dapat terlaksana dengan baik, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efisien). Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Barat terdiri dari Panglima Laot, Toke Boat, Toke Bangku, Toke Penampung dan nelayan. Sistem kenelayanan disini berdasarkan adat, budaya serta kebiasaankebiasaan lokal (masyarakat Nelayan Aceh Barat) yang sudah dijalani turuntemurun, lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 10.

44 Tabel 10 Pelaku sistem kelembagaan nelayan di Kabupaten Aceh Barat No Pelaku Fungsi dan Peran 1. Panglima Laot Mengayomi, menjaga,memelihara, membina sistem adat kenelayanan dan keluatan 2. Toke Boat Pemilik boat/kapal yang dipakai oleh nelayan dalam mencari dan mendapatkan hasil tangkapan di laut 3. Toke Bangku Penyedia modal kerja melaut Menjaga stabilitas harga ikan dari dan ke pasar Menerima dan membeli hasil tangkapan Menjual hasil tangkapan ke Toke Penampung 4. Toke Penampung Memasarkan, mengolah, mendistribusikan hasil tangkapan baik lokal maupun luar daerah 5. Nelayan Melaksanakan aktivitas penangkapan ikan (melaut).