PENGARUH BEBERAPA FAKTOR PEMBANGUNAN TERHAOAP STATUS WAHITA ; KASUS PEMBAG~AH WARIS'AN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAH DALAM RUMAH TANGGA di Desa Jatirejo, Kscarnatan Suruh Kabupaten Semarang Oleh W I D I A S T U T I NRP 8622805 JURUSAN STUD1 PEMBANGUNAN PROGRAM PASCASARJANA KEGIATAN PENGUMPULAN KREDIT UNlVERSlTAS KRISTEN SATYA WACANA FAKULTAS PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1989
RINGKASAN WIDIASTUTI. Pengaruh Beberapa faktor Pembangaunan Terhadap Status Wanita; Kasus Pembagian Warisan dan Kekuasaan Isteri dalam Rumah Tangga (di bawah bimbingan Loehoer Widjajanto sebagai ketua, Pudjiwati Sajogyo dan Arif Budiman sebagai anggota). Pembangunan yang sedang dilaksanakan saat in;. diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup manusia tanpa membedakan jenis kelamin. Namun apakah demikian kenyataannya yang akan terjadi di dalam masyarakat yang hukum Islamnya sangat ketat? Di mana wanita tersubordinasi oleh nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Terbukti dalam kasus pembagian warisan, bagian yang diterima oleh anak wanita lebih kecil daripada bagian yang diterima oleh anak laki-laki (menggunakan cara sepikul segendong yang mendasarkan pada hukum agama Islam): Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh faktor-faktor pembangunan (yang bagaimana mempunyai fungsi pendorong perubahan sosial dan meningkatkan kesadaran) --yang dibatasi pada pendidikan formal, keikut sertaan dalam LPS (Lembaga Pendidikan Sosial), mobilitas fisik dan status dan ekonomi-- serta agama terhadap pilihan cara pembagian warisan dan kekuasaan isteri dalam rumah tangga (dalam
faktor pembangunan dan agama yang dikuasai isteri berfungsi sebagai sumber daya peribadinya). Penelitian lapangan dilakukan di desa Jatirejo, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang dilakukan selama 4 bulan (Januari-April 1989). Untuk memperoleh data yang akan diuji, maka penelitian ini mengunakan kuesioner, observasi serta wawancara terpadu. Untuk membuktikan apakah ada pengaruh nyata dari faktor-faktor pembangunan (terpilih) terhadap pilihan carapembagian warisan, digunakan uji Chi Square serta analisa deskriptif. Sedang untuk mengetahui pengaruh faktor- faktor pembangunan dan agama (sebagai sumber daya pribadi isteri) digunakan analisa tabulasi silang dan deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70 persen responden mempunyai keinginan untuk menggunakan cara sama rata dalam membagi harta peninggalannya. Dari hasil uji Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signif ikan antara mobilitas f isik, keikut sertaan dalam LPS, status sosial dan status ekonomi serta agama terhadap pilihan cara pembagian warisan. Satu-satunya faktor pembangunan yang mempunyai pengaruh nyata (positif) pada pilihan cara pembagian warisan hanyalah pendidikan formal keagamaan. Artinya kelompok yang berpendidikan keagaman tinggi cenderung memilih
cara pembagian warisan sepikul segendong. Keadaan ini membuktikan bahwa pilihan terhadap cara pembagian warisan, tidak ditentukan oleh penguasaan faktor pembangunan, tetapi cenderung menunjukkan sesuatu yang alami, bahwa dasarnya orang tua ingin berlaku adil pada anak-anaknya. Namun keinginan tersebut tidak selalu dapat terwujudkan, karena pengaruh yang kuat dari tokoh agama Islam yang selalu mendorong agar masyarakat dalam membagi harta peninggalan (orang tuanya) mengunakan cara sepikul segendong. Faktor pembangunan (terpilih) dan agama pada dasarnya berpengaruh positif pada kekuasaan isteri dalam rumah tangga, kecuali keikut sertaan isteri dalam LPS (yang sebenarnya diharapkan dapat membekali informasi inovasi pada kelompok wanita ternyata tidak memberikan hasil). Tingkat pendidikan merupakan faktor yang paling kuat pengaruhnya pada kekuasaan isteri dalam rumah tangga. Karena mampu mendorong isteri mempunyai otonomi untuk mengatur kehidupan anggota rumah tangganya. Sedang besarnya sumbangan ekonomi isteri tidak selalu sebanding dengan besarnya otonomi isteri dalam rumah tangganya. Diperoleh suatu gambaran bahwa di dalam keluarga, status/kedudukan wanita sama dengan pria, tetapi dalam
masyarakat cenderung tersubordinasi. Hal ini disebabkan oleh kuatnya nilai-nilai (yang membuat wanita tersubordinasi) yang ditanamkan oleh tokoh informal.