II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati terhadap nervus

dokumen-dokumen yang mirip
Carpal tunnel syndrome

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN NEUROLOGI

BAHAN AJAR III CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB II CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB II PEMBAHASAN. dalam praktek sehari-hari. Istilah terowongan kapal digunakan karena daerah yang

LATIHAN PEREGANGAN OTOT PERGELANGAN TANGAN, TANGAN DAN LENGAN SEBAGAI BENTUK USAHA PENCEGAHAN DAN REHABILITASCARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fascia telapak tangan adalah sinambung dengan fascia punggung

CARPAL TUNNEL SYNDROME

I. PENDAHULUAN. nervus medianus tertekan di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP Kerangka Teori

I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh ligamen-ligamen kuat yang mempersatukan tulang-tulang ini. Ulna distal

CARPAL TUNNEL SYNDROME

CARPAL TUNNEL SYNDROME ( C T S )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terowongan carpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat tersebut. 1

BAB II LANDASAN TEORI. a. Pengertian Gerakan Berulang

CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang berulang-ulang. Salah satunya adalah mengetik atau menekan dan

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA KASUS CARPAL TUNNEL SYNDROME. Laporan Kasus

Factors Affecting The Occurrence of Carpal Tunnel Syndrome (CTS) in Cleaning Workers of Onion Bark at Trade Unit Bawang Lanang Iringmulyo Metro City

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan suatu sistem kerja tetap bagi para pekerjanya, yaitu sistem

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009,

BAB I PENDAHULUAN. sering di gunakan. Masalah pada pergelangan tangan sering dialami karena

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan fungsi yang tiada batasnya. subjek dalam populasi umum. Insiden dan prevalensi dari negara

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya di kantor, tetapi juga di rumah, sekolah, bahkan kafe-kafe. Dari

SINDROM CARPAL TUNNEL. Jeffrey N. Katz, M.D., dan Barry P. Simmons, M.D.

BAB I PENDAHULUAN. saraf yang terjadi ketika saraf medianus pada pergelangan tangan terjepit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL. Pasien atas nama Ny.IA berumur 65 tahun yang mengeluh pergelangan

SINDROM TEROWONGAN KARPAL (CARPAL TUNNEL SYNDROME) ALDY S. RAMBE. Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP. H. Adam Malik ABSTRAK

CARPAL TUNNEL SYNDROME

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI ULTRA SOUND DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS CARPAL TUNNEL SYNDROME SINISTRA DI RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan yang dilakukan setiap hari dapat menimbulkan berbagai macam. penyakit. Salah satunya adalah Carpal Tunnel Syndrome (CTS).

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan dan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. barang, mencuci, ataupun aktivitas pertukangan dapat mengakibatkan

2. KLARIFIKASI ISTILAH

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

ABSTRAK. Deteksi Dini Sindrom Terowongan Karpal

BAB I PENDAHULUAN. berat. Apabila terjadi gangguan pada tangan maka kita akan kesulitan untuk

Kata kunci : Carpal Tunnel Syndrome (CTS), pengrajin, batu tatakan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan masyarakat dan bangsa bertujuan untuk memajukan

Journal Reading ULFA ELSANATA ( )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN USIA DAN MASA KERJA DENGAN POSISI PERGELANGAN TANGAN TERHADAP KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA SUPIR BAJAJ di JAKARTA BARAT

FAKTOR RISIKOKEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROMEPADA PENGRAJIN TENUN ATBM (ALAT TENUN BUKAN MESIN) DI PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. yang optimal. Kesehatan optimal yaitu dimana keadaan sejahtera dari badan, jiwa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bidang

KELUHAN SUBJEKTIF CARPAL TUNNEL SYNDROME PADA PEMERAH SUSU SAPI DI BOYOLALI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA DI RS AL Dr. RAMELAN SURABAYA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CARPAL TUNNEL SYNDROME SINISTRA DI RSUD SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan upaya pengelolaan berbagai

CARPAL TUNEL SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh

Gambar 2.1 Os radius 2. Os. Ulna

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CARPAL TUNNEL SYNDROM DENGAN MODALITAS ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN. DI RS.AL.dr.RAMELAN. SURABAYA.

CARPAL TUNNEL SYNDROME

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA. DI RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

GAMBARAN RISIKO KEJADIAN CARPAL TUNNEL SYNDROME (CTS) PADA PEKERJA WANITA DI PT. BOGATAMA MARINUSA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Terowongan Karpal atau Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. efektif dalam arti perlunya kecermatan penggunaan daya, usaha, pikiran, dana dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatifnya

HUBUNGAN DIABETES MELITUS TERHADAP KEJADIAN SINDROMA TEROWONGAN KARPAL DI RS BETHESDA YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CARPAL TUNNEL SYNDROME BILATERAL DI RSO. PROF. DR. R SOEHARSO SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dan mengobati kecelakaan kerja dan penyakit sudah lama diketahui dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk hidup sehat bagi setiap penduduk akan mewujudkan kesehatan yang

ARTIKEL ILMIAH. Hubungan Umur, Masa Kerja, IMT dan Frekuensi Gerakan Repetitif dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome


BAB I PENDAHULUAN. kualitas kehidupan yang lebih baik.

Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga

BAB I PENDAHULUAN. penting. Penurunan kapasitas fungsi dapat menyebabkan penurunan. patologi morfologis maupun patologi fungsional.

BAB I PENDAHULUAN. batasan World Health Organization (WHO) adalah keadaan sejahtera dari

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan perangkat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) teknologi. Seolah-olah hidup manusia sudah sangat tergantung pada

BAB V PEMBAHASAN. Jumlah pekerja pelintingan rokok di PT. Djitoe Indonesia Tobako

BAB I PENDAHULUAN. umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pembangunan yang telah kita

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. melitus tipe 2 (DM) di seluruh dunia. Jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta penderita

TELAAH PUSTAKA CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

MAKALAH WRIST DROP. Disusun Oleh : BINARTHA UTAMI Pembimbing : dr. Aida Fithrie, Sp.S

Obat Diabetes Ampuh Bagi Neuropati Jenis Tambahan

sendi pergelangan tangan dibentuk oleh:

Repository.unimus.ac.id

CARPAL TUNNEL SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dengan dunia luar. Hal ini memungkinkan kita untuk menyentuh,

OSTEOARTHRITIS GENU. 1. Definisi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Vinkristin adalah senyawa kimia golongan alkaloid vinca yang berasal dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. mencukupi kehidupan dan/atau untuk aktualisasi diri. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. akibat nyeri punggung. Nyeri punggung bagian bawah merupakan penyebab

ERGONOMI PENGGUNAAN KOMPUTER Ergonomi:

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia

Transkripsi:

6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Carpal Tunnel Syndrome (CTS) 2.1.1 Definisi Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan gangguan umum yang berhubungan dengan pekerjaan yang disebabkan gerakan berulang dan posisi yang menetap pada jangka waktu yang lama yang dapat mempengaruhi saraf, suplay darah ke tangan dan pergelangan tangan. Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati terhadap nervus medianus didalam Carpal Tunnel pada pergelangan tepatnya dibawah fleksor retinakulum. Sindrom ini terjadi akibat kenaikan tekanan dalam terowongan yang sempit yang dibatasi oleh tulang-tulang carpal serta ligament carpi tranversum yang kaku sehingga menjebak nervus medianus (Rambe, 2004). CTS disebabkan oleh penyempitan bekas patah tulang radius distal yang mengakibatkan kompresi n.medianus dibawah retinakulum volar. Kebanyakan sindrom ini bersifat idiopatik. Penderita mengeluh kelemahan atau kekakuan tangan, terutama melakukan pekerjaan menggunakan jari (De jong, 2012).

7 2.1.2 Anatomi Nervus Medianus Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan n. medianus berjalan di dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang-tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otototot fleksor pada pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm (Snell, 2006). Nervus medianus pada awalnya terletak di sebelah lateral a.brakialis namun kemudian menyilang ke sebelah medial di pertengahan lengan. Pada fossa kubiti nervus ini terletak disebelah medial a.brakialis yang terletak di sebelah tendon bisipitalis. n.medianus lewat bagian dalam aponeurosis bisipitalis kemudian diantara kedua caput m.pronator teres. Bercabang menjadi interoseus anterior tidak jauh dibawahnya. Cabang ini turun bersama dengan a. interosea anterior dan memasok darah ke otot profunda kompartemen fleksor bawah kecuali pada setengah bagian ulnaris m.fleksor digitorum profunda. Di lengan bawah n.medianus terletak diantara fleksor digitorum superfisialis dan fleksor

8 digitorum profunda dan mempersarafi seluruh fleksor sisanya,kecuali m.fleksor carpi ulnaris. Sedikit diatas pergelangan tangan nervus ini muncul dari sisi lateral m.fleksor digitorum superfisialis dan bercabang menjadi cabang kutaneus palmaris yang membawa serabut sensoris pada kulit diatas aminesia tenar (Snell, 2006 ) Pada terowongan carpal, n. medianus mungkin bercabang menjadi komponen radial dan ulnar. Komponen radial dari n.medianus akan menjadi cabang sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor pollicis brevis. Pada 33 % dari individu, seluruh fleksor polisis brevis menerima persarafan dari n. medianus. Sebanyak 2 % dari penduduk, m. policis adduktor juga menerima persarafan n. medianus. Komponen ulnaris dari n. medianus memberikan cabang sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal sendi interphalangeal proksimal ( Snell, 2006). Tertekannya n. medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis. Penekanan terhadap n. medianus yang menyebabkannya semakin masuk di dalam ligamentum carpi transversum dapat

9 menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal n. medianus. Cabang sensorik superfisial dari n. medianus yang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan jari jempol (De Jong, 2012). n. medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik pada terowongan karpal. Gambar 1. Carpal Tunnel Syndrome (Sumber: The New England Journal of Medicine) 2.1.3 Etiologi Carpal Tunnel Sindrome (CTS) Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian carpal tunnel syndrome antara lain (Gilory J, 2000) : 1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies) tipe III.

10 2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap pergelangan tangan. 3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga merupakan etiologi dari carpal turner syndrome. 4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis. 5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid - Neuropati fokal tekan, khususnya sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan ligamen, dan tendon dari simpanan zat yang disebut mukopolisakarida. 6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus, hipotiroidi, kehamilan. 7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma. 8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika, skleroderma, lupus eritematosus sistemik. 9. Degeneratif: osteoartritis. 10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan. 11. Faktor stress

11 12. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan menyebabkan carpal tunnel syndrome. 2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi Carpal Tunnel Sindrome Ada beberapa hipotesis mengenai patogenesis dari CTS. Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa ia menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hyperfunction, ekstensi pergelangan tangan berkepanjangan atau berulang (Tana, 2004). Teori insufisiensi mikro - vaskular mennyatakan bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk

12 iskemia. Seiler et al menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry ) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik. Kiernan dkk menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi yang terganggu (Tana, 2004). Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel. Lundborg et al mencatat edema epineural pada saraf median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia (Tana, 2004). Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu

13 diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerakgerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh (Bahrudin, 2011). Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada saraf tersebut (Bahrudin, 2011). 2.1.5 Gejala Klinis Carpal Tunnel Sindrom Gejala awal biasanya berupa parestesia yang terjadi dalam distribusi saraf medianus tangan, tiap malam pasien terbangun pada jam-jam awal dengan rasa nyeri yang panas membakar,perasaan geli, dan mati rasa (Bahrudin, 2011). Gejala-gejala carpal tunnel syndrome sebagai berikut:

14 1. Sakit tangan dan mati rasa, terutama pada waktu malam hari 2. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu jari, telunjuk dan jari tengah. 3. Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa ketika menggerakkan tangan dengan cepat. 4. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai dengan pundak. 5. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan terutama di pagi hari. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis). dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (Bahrudin, 2011). 2.1.6 Faktor Risiko Carpal Tunnel Syndrome Faktor risiko carpal tunnel syndrome terdiri dari okupasi dan non okupasi faktor yang berhubungan dengan kejadian CTS pada pekerja industri. Faktor risiko okupasi yaitu bekerja dengan cepat, gerakan berulang, pekerjaan yang banyak menggunakan pergelangan tangan dan getaran. Faktor yang bukan okupasi yaitu jenis kelamin, umur, indeks massa tubuh, merokok, status kehamilan (Maghsoudipour, 2008).

15 2.1.7 Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu (Bahrudin, 2011): 1. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah: a) Phalen's test : Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS. Gambar 2. Phalen s Test (Sumber: jurnal carpal tunnel syndrome, 2011) b) Torniquet test : Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.

16 c) Tinel's sign : Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi. Gambar 3. Tinel s Test (Sumber: Medscpae.com, 2012) d) Flick's sign : Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud. e) Thenar wasting : Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar. f) Wrist extension test : Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan.

17 Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test yang patognomonis untuk CTS (Tana, 2004). Penelitian terbaru oleh Khalid A.O Al-Dabbagh (2013), dengan menggunakan prospective study membandingkan antara 100 kasus CTS positif dan 100 orang yang tidak mengeluhkan gejala selama 8 bulan menyatakan spesifitas dan sensitivitas Phalen tes untuk masing-masing kasus adalah 94% dan 78%, sedangkan hasil untuk Tinel tes berkisar 77% dan 66%. (Al-Dabbagh, 2013). Dari penelitian, sepuluh pasien dengan gejala CTS yang dilakukan Phalen tes memiliki sensitivitas dan spesitifitas secara berurutan adalah 82% dan 100%. Disimpulkan bahwa phalen tes dapat dipercaya dan bias digunakan dalam menegakkan diagnosa Carpal Tunnel Syndrome (Widodo, 2014). 2. Pemeriksaan Neurofisiologi (elektrodiagnostik) Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otototot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otototot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik (Sidharta, 2004).

18 3. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan sinar-x terhadap pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. (Rambe, 2004). 4. Pemeriksaan Laboratorium Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap (Rambe, 2004). 2.1.8 Tatalaksana Carpal Tunnel Syndrome Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome, Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal dua bulan, terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup mengganggu operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu (Aroori, 2008): 1. Terapi langsung terhadap CTS a. Terapi konservatif 1. Istirahatkan pergelangan tangan. 2. Obat anti inflamasi non steroid.

19 3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3 minggu. 4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat. 5. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan,. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di bawah usia 30 tahun.

20 6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri. 7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan. b. Terapi operatif Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten (Bahrudin, 2011). Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan

21 parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka (Rambe,2004). Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain (Bahrudin, 2011): 1. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetisi, getaran peralatan tangan pada saat bekerja. 2. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja. 3. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan. 4. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta mengupayakan rotasi kerja.

22 2.2 Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Masa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Keadaan gizi yang baik merupakan salah satu ciri kesehatan yang baik, sehingga tenaga kerja yang produktif terwujud. status gizi merupakan salah satu penyebab kelelahan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun (I Dewa Nyoman, 2001). Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian (2000), menyatakan CTS terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus (Werner, 2004). Pekerja dengan IMT minimal 25 lebih mungkin untuk terkena CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping. American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat (Bahrudin, 2011). Rumus perhitungan IMT adalah: IMT= Gambar 4. Pengukuran Indeks Massa Tubuh

23 2.2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh Indeks Massa Tubuh (IMT) diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standar yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, interpretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin. Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas, BMI dibawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2009). Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh IMT KATEGORI <18,5 Berat badan kurang 18,5-22,9 Berat badan normal <23,0 Kelebihan berat badan 23,0-24,9 Beresiko menjadi obesitas 25,0-29,9 Obesitas I >30 Obesitas II (Sumber: Centre for Obesity Research and Education, 2007) 2.3 Gerakan Repetisi Penelitian mengenai sindrom metakarpal yang membandingkan pekerjaan dengan gerakan berulang tinggi dengan pekerjaan dengan gerakan berulang ringan memberikan hasil odds ratio 5,5 (p<0,05) dengan model statistik yang juga melibatkan usia, jenis kelamin, dan masa kerja. Berdasarkan hasil analisis dengan uji statistik chi-square diketahui bahwa ada hubungan antara

24 frekuensi gerakan berulang dengan kejadian carpal tunnel syndrome (p=0,013, á=0,05). Artinya, frekuensi gerakan berulang yang tinggi lebih dari 30 kali gerakan permenit) dalam bekerja akan menyebabkan terjadinya Carpal Tunnel Syndrome. ). Posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko apabila dilakukan gerakan berulang/frekuensi sebanyak 30 kali dalam semenit dan sebanyak 2 kali per menit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki (Nurhikmah, 2011). Semakin tinggi frekuensi gerakan berulang semakin tinggi risiko terjadinya Carpal Tunnel syndrome (Yaron, 2007). 2.4 Kerangka Pemikiran 2.4.1 Kerangka teori Carpal Tunnel Syndrome terjadi akibat kenaikan tekanan dalam terowongan yang sempit yang dibatasi oleh tulang-tulang carpal serta ligament carpi tranversum yang kaku sehingga menjebak nervus medianus (Rambe,2004). Beberapa faktor diketahui menjadi risiko terhadap terjadinya CTS pada pekerja, seperti gerakan berulang dengan kekuatan, tekanan pada otot, getaran, suhu, postur kerja yang tidak ergonomik dan lain-lain: a. Faktor Pekerjaan (Work factors) b. Pejamu c. Lingkungan

25 Faktor Pekerjaan: 1. Gerakan berulang dengan kekuatan (repetisi) 2. Tekanan pada otot 3. Getaran Pejamu 1. Umur 2. Tingkat pendidikan 3. Indeks masa tubuh 4. Merokok 5. Olah raga 6. Lama pajanan per hari 7. Masa kerja 8. Pekerjaan Keluhan Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Lingkungan 1. Suhu Gambar 5. Kerangka Teori Carpal Tunnel Syndrome (Anggraini, 2013) 2.4.2 Kerangka konsep Kerangka konsep ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen yang mengacu pada kerangka teori yang telah disebutkan sebelumnya. Variabel independent terdiri dari faktor individu dan faktor pekerjaan. Variabel dependent dari penelitian ini adalah Carpal Tunnel Syndrome.

26 Variabel Independen IMT Gerakan Repetisi Variabel Dependen Carpal Tunnel Syndrome Variabel Confauding 1. umur 2. jenis kelamin 3. masa kerja 4. riwayat trauma pergelangan tangan 5. Lama Pajanan per hari Gambar 6. Kerangka konsep hubungan antara indeks massa tubuh dan gerakan repetisi dengan keluhan Carpal Tunnel Syndrome. 2.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diturunkan suatu hipotesis bahwa : 1. H0 : Tidak Terdapat hubungan antara IMT dan gerakan repetisi dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung. 2. Ha : Terdapat hubungan antara IMT dan gerakan repetisi dengan kejadian Carpal Tunnel Syndrome pada pengrajin batik tulis di Kemiling, Bandar Lampung.