BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

lib.archiplan.ugm.ac.id

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

`BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III TINJAUAN TEMA ARSITEKTUR HIJAU

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

POLA RUANG LUAR KAWASAN PERUMAHAN DAN KENYAMANAN THERMAL DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. dan pemukiman. Sebagaimana kota menurut pengertian Bintarto (1977:9)

BAB 1 PENDAHULUAN Urban Heat Island dan Kawasan Terbangun. terhadap lingkungan sekitarnya. Fenomena Urban Heat Island (UHI)

BAB I PENDAHULUAN Urban Heat Island Sebagai Dampak Dari Pembangunan Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN. penyedia fasilitas pelayanan bagi masyarakat. Lingkungan perkotaan merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

Iklim Perubahan iklim

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB V KONSEP PERANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

Identifikasi Potensi UHI terhadap RTH dan Kenyamanan Thermal pada Taman Walikota di Kota Kendari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB V KONSEP PERENCANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk di Indonesia disetiap tahun semakin meningkat. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RUMAH SUSUN PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI PRINGAPUS

GEDUNG KEDUTAAN BERPALING DARI JALAN UTAMA. Tidak lazim bagi bangunan di koridor Thamrin, Jakarta, memalingkan wajahnya dari jalan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta, ibukota negara Indonesia, merupakan kota yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pelajar,kota pariwisata dan kota budaya yang

BABI PENIJAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. 5tudi Kenyamanan Thermal Bangunan Di Perumahan Griya Taman Asri Yogyakarta BABIPENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Judul Proyek. Kota Jakarta adalah tempat yang dianggap menyenangkan oleh mayoritas

KAJIAN PENATAAN POHON SEBAGAI BAGIAN PENGHIJAUAN KOTA PADA KAWASAN SIMPANG EMPAT PASAR MARTAPURA TUGAS AKHIR. Oleh: SRI ARMELLA SURYANI L2D

Iklim, karakternya dan Energi. Dian P.E. Laksmiyanti, S.T, M.T

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bahan fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas alam

PENGHAWAAN DALAM BANGUNAN. Erick kurniawan Harun cahyono Muhammad faris Roby ardian ipin

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Sebagai strategi passive cooling dengan prinsip ventilasi, strategi night

RESORT DENGAN FASILITAS MEDITASI ARSITEKTUR TROPIS BAB III TINJAUAN KHUSUS. 3.1 Latar Belakang Pemilihan Tema. 3.2 Penjelasan Tema

BAB I PENDAHULUAN. daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada

I. PENDAHULUAN. Kota Jakarta Barat dikenal sebagai kota jasa dan pusat bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan terjadinya penurunan kwantitas ruang terbuka publik,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. letaknya ini, matahari dapat bersinar di wilayah Indonesia selama 12 jam per

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

Pokok Bahasan : Konsep Ekologi 2 Sub Pokok Bahasan : a. Lingkungan alamiah dan buatan b. Ekologi kota c. Ekologi kota sebagai lingkungan terbangun

BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

ANALISIS KENYAMANAN TERMAL PADA BANGUNAN HIJAU GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Proyek

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KENYAMANAN TERMAL BAGI PENGGUNA TAMAN DI JAKARTA (STUDI KASUS : TAMAN SITU LEMBANG DAN TAMAN SUROPATI, JAKARTA)

BAB 1 PENDAHULAN I.1. LATAR BELAKANG. Latar Belakang Proyek. Jakarta adalah Ibukota dari Indonesia merupakan kota yang padat akan

SOLUSI VENTILASI VERTIKAL DALAM MENDUKUNG KENYAMANAN TERMAL PADA RUMAH DI PERKOTAAN

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

BAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

aktivitas manusia. 4 Karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan lahan yang menjadi penyebab utama Bumi menjadi hangat, baik pa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. halaman belakang untuk memenuhi berbagai kenyamanan bagi para. penghuninya, terutama kenyamanan thermal. Keberadaan space halaman

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel Jumlah Penduduk per Kabupaten di DIY Tahun Kabupaten / Kota Gunung-

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

Gambar Proporsi penggunaan sumber energi dunia lebih dari duapertiga kebutuhan energi dunia disuplai dari bahan bakan minyak (fosil)

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil survey lapangan, running eksisting dan

KAITAN RUANG TERBUKA HIJAU DENGAN KENYAMANAN TERMAL PERKOTAAN THE RELATIONSHIP OF GREEN OPEN SPACE WITH HUMAN COMFORT IN URBAN AREAS

ARAHAN PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA KORIDOR JALAN JENDRAL SUDIRMAN KOTA SINGKAWANG TUGAS AKHIR

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang.

BAB VI PENUTUP. 1. Kondisi kenyamanan thermal hasil simulasi eksisting: Kondisi eksisting penggal 1,2,3 titik terendah dan tertinggi pagi

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang cukup signifikan di sektor ekonomi dan sosial. Kekuatan di

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Eksistensi Proyek. kota besar di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. di perkotaan-perkotaan salah satunya adalah kota Yogyakarta. Ini

Perumahan Golf Residence 2 Graha Candi Golf Semarang (dengan Penekanan Desain Arsitektur Tropis)

METODOLOGI. Peta Kabupaten Bogor ( 2010) Peta Bukit Golf Hijau (Sentul City, 2009)

BAB IV ANALISA STUDI KASUS

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. listrik, air, kesempatan kerja serta produknya sendiri memberi manfaat bagi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengujian kenyamanan termal ruang luar di Koridor Jalan Tugu-Kraton menjadi salah satu alat ukur tingkat kenyamanan di Kota Yogyakarta. terdiri dari kenyamanan ruang, kenyamanan penglihatan, kenyamanan pendengaran (akustik) dan kenyamanan termal (Karyono, 2001). Salah satu kenyamanan yang penting dan mempengaruhi kemauan manusia beraktivitas adalah kenyamanan termal. Menurut Karyono (2001) kenyamanan termal adalah respon manusia terhadap rangsangan suhu yang diterima dari lingkungan. Respon yang ditunjukkan manusia adalah adanya rasa panas atau dingin. termal juga dapat diartikan sebagai presepsi manusia terhadap kondisi termal yang dirasakan. Kajian kenyamanan termal dapat dilakukan di dalam ruang dan luar ruang. ruang luar lebih sulit untuk dikaji karena kondisi termal di ruang luar dipengaruhi oleh banyak faktor. ruang luar sangat dipengaruhi oleh suhu udara suatu kawasan (Wonorahadjo dan Koerniawan, 2005). Studi kenyamanan termal ruang luar dapat memberi evaluasi pada proyek perencanaan kota dan bangunan. Kondisi lingkungan luar yang nyaman membuat orang-orang lebih nyaman untuk beraktivitas di luar bangunan. Banyaknya aktivitas di luar ruang diharapkan dapat meningkatkan interaksi sosial. Hal itu penting untuk mewujudkan keserasian sosial antar masyarakat. Namun, saat ini banyak masyarakat tidak mau beraktivitas di luar ruang karena pemanasan global. Pemanasan global merupakan peningkatan suhu rata-rata di atmosfer, laut, dan daratan di bumi (Sangkertadi, 2013). Peningkatan disebabkan pembakaran bahan bakar fosil dan gas alam sejenis yang tidak dapat diperbaharui. Pembakaran tersebut melepaskan karbondioksida yang menyebabkan radiasi matahari dipancarkan kembali ke bumi. Peningkatan suhu semakin meningkat seiring pesatnya pembangunan lahan terbangun di perkotaan. Arus urbanisasi ke kota menyebabkan permintaan terhadap perumahan semakin meningkat sehingga permukiman di kota semakin berkembang pesat. Saat ini, lingkungan permukiman 1

lebih banyak menutup lahan dan mengurangi jumlah ruang terbuka. Pembangunan permukiman yang seperti itu membuat suhu udara di sekitarnya ikut meningkat. Masyarakat kota mulai sadar dan merasakan dampak adanya kenaikan suhu di perkotaan. Hal tersebut dapat dirasakan dari suhu udara yang lebih panas daripada tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat yang beraktivitas di pusat kota dapat merasakan perbedaannya. Kondisi suhu udara di pusat kota lebih tinggi dibandingkan pinggiran kota disebut urban heat islands (Sangkertadi, 2013). Menurut Givoni dalam Satwiko (2008) urban heat islands dipengaruhi oleh keseimbangan neto radiasi, penyimpanan energi matahari pada bangunan, penimbul panas yang terpusat, penguapan kawasan yang lebih rendah, dan pemakaian mesin penyejuk udara. Kebiasaan masyarakat perkotaan yang membangun kawasan dengan ketertutupan besar dan pemakaian penyejuk udara menyebabkan suhu lebih tinggi daripada kawasan di sekitarnya. Ketertutupan besar tidak hanya berada di ruang privat tapi juga di ruang publik luar ruangan. Desain ruang luar di pusat kota mayoritas permukaan tanahnya tertutup. Selain itu, kepadatan bangunan di pusat kota membuat kecepatan angin berkurang. Padahal adanya hembusan angin dapat mempengaruhi kenyamanan termal. Fenomena urban heat islands juga terjadi di Kota Yogyakarta. Pusat Kota Yogyakarta terletak di Koridor Jalan Tugu-Kraton. Koridor Jalan Tugu-Kraton terdiri dari 4 ruas jalan yaitu Jalan Marga Utama, Jalan Malioboro, Jalan Marga Mulya, dan Jalan Pangurakan. Koridor Jalan Tugu-Kraton memiliki berbagai kegiatan seperti ekonomi, pemerintahan dan wisata. Sebagai pusat kegiatan, jumlah orang yang beraktivitas di Koridor Jalan Tugu-Kraton lebih banyak daripada kawasan lain. Masyarakat di Koridor Jalan Tugu-Kraton tidak hanya beraktivitas di dalam ruang tapi juga di luar ruang. Ruang luar yang sering digunakan masyarakat beraktivitas adalah koridor. Koridor Jalan Tugu-Kraton Kota Yogyakarta merupakan salah satu titik paling sibuk di Kota Yogyakarta. Banyak kegiatan yang dilakukan di kawasan tersebut. Koridor Jalan Tugu-Kraton merupakan salah satu pusat pariwisata di Kota Yogyakarta. Kegiatan wisata juga didukung adanya kegiatan lain seperti kegiatan 2

perdagangan dan jasa. Kegiatan-kegiatan tersebut kebanyakan dilakukan pada ruang luar yaitu pada jalur pejalan kaki. Koridor di setiap ruas jalan memiliki desain yang berbeda. Hal tersebut mempengaruhi kondisi termal di setiap koridor. Kondisi termal merupakan faktor penting dalam penentuan kenyamanan termal di koridor tersebut. Selain kondisi termal, karakteristik masyarakat yang beraktivitas juga mempengaruhi kenyamanan termal. Berdasarkan hal tersebut, pengujian kenyamanan termal ruang luar Koridor Jalan Tugu-Kraton penting untuk dilakukan. Hal tersebut untuk mengetahui tingkat kenyamanan termal ruang luar masyarakat beraktivitas di Koridor Jalan Tugu- Kraton. termal memperhatikan kondisi termal dan karakteristik masyarakat. termal dapat menjadi evaluasi pembangunan ruang luar khususnya Koridor Jalan Tugu-Kraton Kota Yogyakarta. Pembangunan koridor harus memperhatikan desainnya agar tercapai kenyamanan termal. Pembangunan koridor nyaman penting untuk dilakukan di Koridor Jalan Tugu-Kraton. Hal tersebut dikarenakan masyarakat di kawasan tersebut kebanyakan beraktivitas di area pejalan kaki. Desain ruang harus dibuat senyaman mungkin untuk mendukung aktivitas di koridor tersebut. 1.2 Masalah Penelitian a. Seberapa besar tingkat kenyamanan keyamanan termal di Koridor Jalan Tugu-Kraton? b. Faktor apa yang paling mempengaruhi kenyamanan termal di Koridor Jalan Tugu-Kraton? c. Elemen enclosure apa yang sekiranya berpengaruh terhadap faktor tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian a. Mengukur tingkat kenyamanan termal di Koridor Jalan Tugu-Kraton. b. Mengidentifikasi faktor yang paling mempengaruhi kenyamanan termal. c. Mengidentifikasi elemen enclosure yang sekiranya berpengaruh terhadap faktor kenyamanan termal. 3

1.4 Manfaat Penelitian Penelitian bermanfaat memberi sumbangan pada kajian kenyamanan termal luar ruang di Indonesia. Penelitian menghasilkan rumusan kenyamanan termal luar ruang. Rumusan berdasarkan penelitian eksperimental. Penelitian diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya. 1.5 Batasan Penelitian Batasan penelitian ini meliputi tiga aspek, yaitu : 1.5.1 Batasan Area Area penelitian adalah Koridor Jalan Tugu-Kraton dari Jalan Marga Utama, Jalan Malioboro, Jalan Marga Mulya, sampai Jalan Pangurakan. Setiap jalan terbagi menjadi dua segmen yaitu barat dan timur. Dalam penelitian terdapat 8 segmen dari 4 jalan. Keempat jalan memiliki karakter yang berbeda yang menggambarkan perjalanan seorang manusia ke Kraton Yogyakarta. Karakter setiap jalan sebagai berikut: Jalan Marga Utama : jalan manusia harus mengerti peraturan. Jalan Malioboro : jalan manusia harus menyebarkan ajaran Tuhan. Jalan Marga Mulya : jalan manusia mendapat kemuliaan di sisi Tuhan. Jalan Pangurakan : jalan yang ditempuh manusia yang memiliki derajat sangat tinggi di sisi Tuhan. 4

Gambar 1.1 Lokus Penelitian Sumber : Quickbird Kota Yogyakarta, 2005 1.5.2 Batasan Temporal Temporal yang dimaksud dalam penelitian waktu pengambilan data kenyamanan termal. Data kenyamanan termal diambil pada bulan Januari 2014. 1.5.3 Batasan Substansi Substansi yang dibahas dalam penelitian adalah kenyamanan termal yang dirasakan oleh masyarakat perkotaan Yogyakarta yang sedang beraktivitas di Koridor Jalan Tugu-Kraton. 5

1.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kenyamanan termal sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Karyono (2001), Kusmawanto (2005), Tauhid (2008), Maidinita (2009), Hutama (2011), dan Aprihatmoko (2013). Penelitian-penelitan tersebut merupakan penelitian tentang kenyamanan termal. Penelitian tersebut dilakukan di dalam ruang dan luar ruang. Penelitian tersebut telah dilakukan dengan fokus, lokus, dan metode yang berbeda. Penelitian Karyono (2001) memiliki fokus pada perumusan suhu nyaman untuk penghuni bangunan gedung di Kota Jakarta. Penelitan tersebut menggunakan metode kuantitatif. Penelitian mengukur data kondisi termal dan karakteristik penghuni gedung. Analisis kenyamanan didasarkan pada sensasi termal yang dirasakan responden. Hasil penelitian adalah orang merasa nyaman pada suhu 22 C-26 C. Namun, penelitian tersebut dilakukan di dalam ruang. Penelitian lain dilakukan Kusmawanto (2005) mengkaji kemampuan desain arsitektur ruang luar mempengaruhi kenyamanan termal. Penelitian menggunakan metode kuantitatif. Hasil penelitian membuktikan tata bangunan kawasan urban mempengaruhi kenyamanan termal. Namun, penelitian belum memperhatikan pakaian yang digunakan. Penelitian lain yang dilakukan Tauhid (2008) memiliki fokus pada analisis jarak jangkau efek vegetasi pohon terhadap suhu udara siang hari di perkotaan prosentase luas. Penelitian juga menganalisis posisi penempatan hutan kota atau vegetasi pohon agar efektif mengendalikan kenaikan suhu di seluruh penjuru kota. Metode yang digunakan adalah kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan 30% ketertutupan vegetasi di suatu daerah dapat menekan kenaikan suhu udara. Namun, penelitian kurang membahas kenyamanan termal. Penelitian tentang kenyamanan termal dilakukan oleh Maidinita (2009) yang berfokus pada pengaruh material permukaan luar kawasan terhadap suhu permukaan dan selanjutnya dianalisis untuk mengetahui tingkat kenyamanan di ruang luar. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian adalah lingkungan perumahan yang paling nyaman adalah yang tertutup rumput. Penelitian belum memasukkan karakteristik masyarakat yang beraktivitas di sana. 6

Selanjutnya Hutama (2011) yang memiliki fokus pada pengaruh bentuk fisik ruang kawasan terhadap pembentukan suhu. Penelitian menggunakan metode kuantitatif. Hasil penelitian adalah bentuk ruang luar (kepadatan bangunan, sebaran vegetasi dan keterbukaan) berpengaruh terhadap pembentukan suhu udara. Namun, penelitian belum memperhitungkan karakteristik masyarakat di Kotagede. Sementara Aprihatmoko (2013) berfokus untuk mengetahui pengaruh ruang terbuka hijau terhadap suhu udara yang selanjutnya dianalisis pengaruhnya terhadap kenyamanan di Kota Yogyakarta. Penelitian menggunakan metode kuantitatif. Penelitian membuktikan ruang terbuka hijau mempengaruhi suhu udara. Namun, penelitian belum memasukkan karakteristik masyarakat yang beraktivitas. Penelitian-penelitian di atas memiliki tema yang sama yaitu kenyamanan termal. Setiap penelitian memiliki kelebihan dan kekurangan. Peneliti berusaha menyempurnakan penelitian sebelumnya. Hal tersebut dilakukan dengan memasukkan faktor karakteristik masyarakat yang beraktivitas di dalamnya. Penelitian melihat kondisi termal dan karakteristik masyarakat untuk mengukur kenyamanan termal di luar ruang. 7

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No Peneliti Tahun Judul Fokus Lokus Metode Alat Hasil Termis di Jakarta Thermo termal Tri Harso sebagai Acuan Kota hygrometer dan 1 2001 karyawan Karyono Suhu nyaman Jakarta Thermal comfort bangunan Manusia meter tipe 1212 tinggi. Indonesia. 2 Arif Kusumawanto 2005 3 Tauhid 2008 Pengendalian Arsitektural terhadap Kondisi Termal Ruang Luar di Urban Studi Kasus: Koridor Malioboro Yogyakarta. Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon terhadap Suhu Udara pada Siang Hari di Perkotaan (Studi Kasus : Simpang Lima Kota Semarang). termal luar ruang. Pengaruh vegetasi terhadap kondisi termal. Malioboro Simpang Lima Semarang Termometer Digital (merek Omega HH 82), Hygrometer Digital (merek Omega RH 201), Anemometer (merek Kurz K441), Termometer Bola Hitam (Globe termometer) Thermometer air raksa tipe Fisher USA, Handheld Anemometer tipe RVM 96B, hygrometer tipe Sybron Taylor, Kompas, Meteran, Bilah Kayu Orang merasa nyaman pada suhu 22 c-26 c. Tata bangunan di kawasan urban mempengaruhi kenyamanan termal ruang luar. Prosentase luas penutupan vegetasi yang mampu menekan kenaikan suhu adalah 30%. 8

Sambungan Tabel 1.1 4 Maidinita,D 2009 5 6 Irsyad Adhi Waskita Hutama Ferdy Aprihatmoko 2011 2013 Pola Ruang Luar Perumahan dan Thermal di Semarang. Pengaruh Bentuk Fisik Ruang Kota Pada Permukiman Terhadap Pembentukan Suhu Udara Ruang Luar Di Pusat Kota Kotagede Yogyakarta. Analisis Hubungan Antara Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Indeks (Studi Kasus: Kota Surabaya). termal ruang luar kawasan perumahan. Pengaruh bentuk fisik ruang luar terhadap pembentukan suhu udara. Pengaruh ruang terbuka hijau terhadap kenyamanan termal. Cluster Kampoeng Hollywood Semarang Kotagede, Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta Kualitatif Termometer digital, hygrometer Kamera Digital NIKON, termometer digital (merek Kestrel 3000) Termometer digital Sumber : Konstruksi Penulis dari Berbagai Jurnal Online dan Penelitian Tempat paling nyaman pada permukaan yang tertutup rumput. Bentuk ruang luar (kepadatan bangunan, sebaran vegetasi dan keterbukaan) berpengaruh terhadap pembentukan suhu udara. RTH mempengaruhi suhu udara. 9