AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Sumatera Utara

dokumen-dokumen yang mirip
AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan karena sektor pertanian mampu memberikan pemasukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. lagi sayuran dan buah buahan, karena kedua jenis bahan makanan ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian memiliki beberapa sektor seperti peternakan, perikanan, perkebunan,

BAB I PENDAHULUAN. Bagi Indonesia, jagung merupakan tanaman pangan kedua setelah padi. Bahkan di

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena pupuk kimia lebih mudah diperoleh dan aplikasinya bagi tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Termasuk yang menguntungkan kan adalah jamur konsumsi. konsumsi atau sering dikenal dengan istilah mushroom merupakan bahan

I. PENDAHULUAN. tanaman dagang yang sangat menguntungkan, dengan masukan (input) yang

PENDAHULUAN. banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara, penyedia lapangan kerja, dan juga sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. usaha pertanian (0,74 juta rumah tangga) di Sumatera Utara.

PERBANYAKAN BENIH SUMBER PADI DAN KEDELAI DI SUMATERA UTARA MELALUI UPBS

PENDAHULUAN. diantara dua benua besar Asia dan Australia, dan di antara Lautan Pasifik dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan pada subsistem budidaya (on farm) di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, isi kebun di Indonesia adalah berupa tanaman buah-buahan,

I. PENDAHULUAN. untuk tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu (Manihot utilissima). Ubi

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan. Sektor tanaman pangan adalah sebagai penghasil bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan upaya

I. PENDAHULUAN. nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan bagi

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

BAB I PENDAHULUAN. diikuti oleh peningkatan konsumsi beras nasional.penduduk Indonesia

ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN UBI KAYU (Studi Kasus: Desa Lau Bekeri Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang)

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

Lampiran 1. Data Luas Panen dan Produksi Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun

Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Buah Manggis Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

Lampiran 1. Jumlah Penduduk Di Provinsi Sumatera Utara Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Tahun Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nov Des

Sejak tahun 2008, tingkat kemiskinan terus menurun. Pada 2 tahun terakhir, laju penurunan tingkat kemiskinan cukup signifikan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB I PENDAHULUAN. Di antara sayur sayuran yang dapat dibudidayakan di Indonesia, sawi adalah

BAB I PENDAHULUAN. Produksi pangan di negara-negara sedang berkembang meningkat. Sekalipun

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, hal ini tidak terlepas dari keberadaan

PENDAHULUAN. raksasa mulai dari pengadaan sarana produksi (bibit, pupuk, pestisida) proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan 12 varietas yang akan dilakukan oleh 10 kabupaten yang sentra produksi

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu daerah pada dasarnya merupakan kegiatan yang

I. PENDAHULUAN. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan komoditas yang menjadi salah

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

Lampiran 1 REALISASI DANA ALOKASI UMUM (DAU) KABUPATEN / KOTA PROVINSI SUMATERA UTARA (Tabulasi Normal dalam Rupiah) TAHUN

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

,85 8,44 - Sumatera Utara ,01 Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara

PENGENALAN KONSEP AGRIBISNIS MAHASISWA DAPAT MENJELASKAN KONSEP AGRIBISNIS

BAB I PENDAHULUAN. manusia di bumi ini masih membutuhkan sandang, pangan dan perumahan dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, dalam upaya untuk meningkatkan taraf hidup maupun kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. perairan darat yang sangat luas dibandingkan negara Asean lainnya. Sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang cukup besar dalam kehidupan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan. pendapatan perkapita suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

Lampiran 1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota Atas Dasar Harga Konstan (Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber mata pencarian mayoritas penduduknya. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya memegang peranan penting dari

BAB III TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROPINSI SUMATERA UTARA

Lampiran 1. Tabel Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BERITA RESMI STATISTIK

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada umumnya sebagai sumber pangan karbohidrat, pakan ternak dan bahan baku industri olahan pangan. Ke depan peranannya semakin penting dan strategis

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BAB I PENDAHULUAN. ekor/tahun dan terdiri dari 240 jenis ikan hias air laut (marine ornamental fish)

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

ANALISIS OPTIMASI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI PADA USAHATANI UBI KAYU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

BADAN PENANAMAN MODAL DAN PROMOSI PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Pembangunan Nasional, sebagaimana diamanatkan dalam. Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. negara dititikberatkan pada sektor pertanian. Produksi sub-sektor tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi suatu negara, terutama negara

Provinsi Sumatera Utara: Demografi

PENDAHULUAN. sektor perekonomian yang sangat berkembang di propinsi Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

BAB I PENDAHULUAN. mata pencaharian dalam ruang lingkup pertanian. Oleh sebab itu sektor pertanian

BADAN PENANAMAN MODAL DAN PROMOSI PROVINSI SUMATERA UTARA

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Analisis Integrasi Subsistem Agribisnis Ubi Kayu di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

I. PENDAHULUAN. dan sumber devisa negara, pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS EFISIENSI EKONOMI PENGGUNAAN INPUT PRODUKSI USAHA TANI JAGUNG DI DESA SEI MANCIRIM KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

ANALISIS PENGARUH INPUT PRODUKSI TERHADAP PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU DI DESA SUKASARI KECAMATAN PEGAJAHAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

Transkripsi:

AGRIBISNIS UBI KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA DIANA CHALIL Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ubi kayu (manihot esculenta crant) merupakan salah satu bahan pangan yang utama, tidak saja di Indonesia tetapi juga di dunia. Di Indonesia, ubi kayu merupakan makanan pokok ke tiga setelah padi-padian dan jagung. Sedangkan untuk konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negara-negara tropis, tiap tahun diproduksi sekitar 300 juta ton ubi kayu (Rukmana, 1997 dalam Simanjuntak, 2002). Departemen pertanian RI memproyeksikan produksi ubi kayu tahun 2000 mencapai 18,56 ton dengan tingkat permintaan sebesar 23,32 ton sehingga masih terdapat kekurangan sebesar 4, 67 ton. Disamping itu, hasil olahan ubi kayu (gaplek dan tepung tapioka) juga diperlukan dalam berbagai industri (industri pakan, tekstil, kertas, perekat dan farmasi. Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu penghasil ubi kayu dan dapat dikatakan terus mengalami perkembangan produksi sejak tahun 1995. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 1. Perkembangan Produksi ubi Kayu Sumatera Utara Tahun 1995-1999 No Kabupaten/ Produksi (Ton) Kotamadya 1995 1996 1997 1998 1999 1 Medan 6490 6415 5921 8359 8761 2 Langkat 14050 16859 15978 15152 9215 3 Deli Serdang 253111 207491 297095 374208 242052 4 Simalungun 87815 102827 135082 129808 143434 5 Tanah Karo 175 22 66 0 249 6 Asahan 23263 2213 21705 26678 24473 7 Labuhan Batu 11153 9029 7932 73664 13118 8 Tapanuli Utara 28691 26196 24782 27129 56725 9 Tapanuli Tengah 5152 4746 6737 7687 8053 10 Tapanuli Selatan 14864 21131 17305 17481 15917 11 Nias 22575 20759 18852 18471 30004 12 Dairi 4214 3840 2832 3518 3798 13 Tebing Tinggi 8024 8572 8600 6401 8761 14 Tanjung Balai 260 140 110 149 192 15 Binjai 3062 3806 3703 2460 2227 16 Pematang Siantar 9949 7896 8243 8025 11555 Jumlah 492848 461861 574943 652890 578534 Sumber : Dinas Tanaman Pangan Daerah Tingkat I, Sumatera Utara 2003 Digitized by USU digital library 1

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa sejak tahun 1995 sampai 1999 jumlah produksi ubi kayu di Sumatera Utara mengalami peningkatan sebesar 17,39%. Akan tetapi produktivitas yang dicapai masih belum optimal dimana produktivitas optimal adalah 30 ton / Ha sedangkan rata-rata yang dicapai di Sumatera Utara adalah 12,8 ton / Ha. Selain itu, baik pemasaran maupun hubungan antar sub sistem agribisnis ubi kayu tersebut juga belum ditangani dengan serius. 2. Identifikasi Masalah Bagaimana kondisi agribisnis ubi kayu di Sumatera Utara dilihat dari Kondisi produksi dan pendapatan pada usahatani ubi kayu Kondisi pemasaran ubi kayu Kondisi hubungan antar sub sistem agribisnis ubi kayu 3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui : Kondisi produksi dan pendapatan pada usahatani ubi kayu Kondisi pemasaran ubi kayu Kondisi hubungan antar sub sistem agribisnis ubi kayu II. METODE PENELITIAN 1. Jenis Data Data yang digunakan adalah data sekunder dari Dinas Tanaman Pangan Tingkat I Propinsi Sumatera Utara Data lapangan peneliti terdahulu 2. Metode Analisis Analisis yang digunakan adalah studi literatur dengan analisis deskriptif III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Subsistem Produksi/Usahatani Dari berbagai penelitian terdahulu (Siregar,2002; Hasibuan,2002; Fitriawati,2002 dan Simanjuntak,2002) dapat disimpulkan bahwa umumnya petani ubi kayu sudah mempunyai pengalaman bertani yang cukup (7,20 14,42 tahun). Namun demikian belum ditemui perkembangan teknologi bercocok tanam yang cukup berarti, dibandingkan dengan yang telah mereka pelajari secara turun temurun dari orangtua mereka. Kemungkinan hal tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan pera petani yang masih rendah (5,71 8,25 tahun). Hal tersebut diperkuat dengan hasil analisis regresi linier yang menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan input yang berpengaruh nyata terhadap produksi (dengan tingkat significancy 90%) selain bibit dan pupuk. Tabel 2. Hasil Analisis Linier Berganda Variabel Koefisien Standar error T stat P-value Intersep -1773,8711 509,6528-3,4805 0,0018 Bibit 0,8880 0,3122 2,8445 0,0086 Tenaga kerja 81,8407 34,8539 2,3481 0,0268 Pupuk 45,2609 17,5338 2,5813 0,0158 Sumber: Data primer dalam Siregar (2002) Walaupun menurut Sopoetin (1989 dalam Siregar 2002) teknologi budidaya yang digunakan sudah dapat dikatakan baik, tetapi dasar yang digunakan kemungkinan 2003 Digitized by USU digital library 2

adalah teknologi sederhana yang telah digunakan selama bertahun-tahun dan memberikan hasil yang mencukupi. Akan tetapi dengan kondisi ubi kayu yang menggunakan zat hara yang relatif banyak maka sebenarnya diperlukan pengembangan teknologi budidaya untuk mempertahankan produksi dan produktivitas nya di masa mendatang. Dalam hal ini diperlukan perhatian dari pihak peneliti dan petugas lapangan seperti PPL untuk juga memperhatikan pengembangan teknologi ubi kayu. Karena selama ini jika perhatian peneliti dan petugas lapangan dapat dikatakan hanya terfokus pada dengan pengembangan budidaya tanaman padi Hasil analisis regresi tersebut dapat dipakai sebagai salah satu dasar pengembangan teknologi budidaya ubi kayu yang dibutuhkan di Sumatera Utara. Pada saat sekarang, petani umunya telah mengetahui cara pemilihan bibit yang baik, akan tetapi dengan perbanyakan vegetatif (stek) seperti yang dilakukan semua petani maka kondisi bibit tersebut sangat tergantung pada kondisi batang ubi kayu induk yang dipotong. Dengan kata lain apabila di daerah tersebut perkembangan produksi ubi kayunya belum optimal, maka kemungkinan besar hal tersebut akan bertahan selama beberapa lama (perkembangan produktivitas ubi kayu di Sumatera Utara selama 5 tahun terakhir masih di bawah produktivitas optimal), karena pemakaian bibit yang berasal dari batang ubi kayu yang kurang baik juga. Pada akhirnya usaha pengembangan budidaya bercocok tanam di kalangan petani bertujuan untuk meningkatkan pendapatan. Hasibuan (2002) menggambarkan kondisi pendapatan petani ubi kayu sebagai berikut: Pendapatan bersih rata-rata yang diperoleh dari usahatani ubi kayu adalah sekitar Rp 400.000,-/bulan/ha atau Rp 2.595.550,-/mt/ha (dengan waktu panen rata-rata selama 6-8 bulan) dengan pola monokultur dan sekitar Rp 500.000,-/bulan/ha atau Rp 3.528.620,-/mt/ha secara tumpangsari dengan tanaman jagung. Walaupun pola tumpangsari kelihatannya memberikan tingkat pendapatan yang lebih tinggi akan tetapi lebih banyak petani yang memilih pola monokultur (65%). Alasan utamanya adalah pola tumpangsari membutuhkan perawatan tanaman yang lebih intensif dengan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak. Seperti telah diketahui, bahwa umumnya petani baru akan tertarik untuk menggunakan cara atau teknologi baru apabila diperoleh perbedaan pendapatan yang nyata (sekitar 40%- 100%, Mosher,1987) dibandingkan dengan pendapatan yang diperolehnya dengan cara yang lama. Dengan kata lain, petani baru akan mengambil resiko atau bersedia berusaha lebih keras apabila terdapat kemungkinan peningkatan pendapatan yang besar. 2. Subsistem Pemasaran Ubikayu Racun (bahan baku tapioka) Fitriawati (2002) meneliti saluran pemasaran ubi kayu racun (varietas Adira) mulai dari petani sampai ke tepung tapioka. Janis ubi kayu tersebut dipilih karena merupakan jenis yang paling banyak ditanam sampai skala besar untuk memenuhi permintaan pabrik tepun tapioka. Sedangkan untuk konsumsi segar, pengolahan kripik ataupun opak hanya dalam jumlah yang sedikit. Gambaran saluran pemasaran ubi kayu racun yang diperoleh adalah sebagai berikut: 2003 Digitized by USU digital library 3

Gambar 1. Saluran pemasaran Ubi Kayu petani agen Industri tapioka ekspor domestik Taiwan P. Jawa Padang, Palembang Medan Pedagang besar Pedagang pengecer konsumen Dari bagan di atas terlihat bahwa saluran pemasaran ubi kayu cukup sederhana, terutama dari petani sampai ke pabrik tapioka. Tidak banyak pihak yang terlibat. dalam saluran pemasaran tersebut (hanya agen). Selain itu hubungan antara petani, pengumpul (agen) dan pabrik yang dituju juga merupakan hubungan yang telah terbina bertahun-tahun (langganan), sehingga baik ketiga pihak tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan lagi untuk mencari pasar. Dari analisis data share margin (Fitriawati,2002) pada saluran pemasaran awal, dari petani sampai ke pabrik tapioka diperoleh gambaran bahwa bagian yang diterima petani adalah sebesar 66,67 % dan sisanya adalah biaya pemasaran dan upah dengan bagian terbesar untuk agen (13,77%) dan tranportasi (11,67%). Demikian juga halnya dengan saluran pemasaran dari pabrik tapioka ke konsumen akhir. Walaupun terlihat rantai pemasaran yang relatif panjang, dengan hubungan yang telah terbentuk (bahkan grosir tidak harus membayar tunai saat barang telah diterima) maka pelaku tidak harus mengeluarkan biaya yang tidak diperlukan untuk menyampaikan barang, sehingga bagian yang terbesar masih didapat oleh penghasil 2003 Digitized by USU digital library 4

output (pabrik tapioka) sebesar lebih kurang 30%. Di samping itu marketing loss yang sering terjadi di dalam pemasaran, juga hampir tidak ada pada pemasaran tapioka. Jumlahnya relatif sedikit dan hanya terjadi pada pedagang pengecer. 3. Hubungan Antar Subsistem Dari hasil penelitian Simanjuntak (2002) diperoleh gambaran mengenai hubungan antar subsistem agribisnis ubi kayu sebagai berikut: Dari keempat subsistem (penyedia sarana produksi, produksi, pemasaran dan pengolahan) secara garis besar terdapat 2 jenis hubungan. Antara subsistem sarana produksi dan produksi umumnya hubungan tidak erat dan tidak kontinyu, baik pada pembelian secara kredit maupun tunai, karena terdapat kondisi-kondis yang tidak menguntungkan bagi petani. Pembelian secara kredit terpaksa dilakukan petani karena keterbatasan modal yang dimiliki. Umumnya yang menjadi pemberi kredit adalah pedagang pengumpul yang hampir setiap hari datang ke petani untuk membeli hasil panen. Dengan demikian dalam pembelian input secara kredit ini petani tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi. Walaupun demikian jika dibandingkan dengan harga jual di toko dengan pembelian tunai, harga kredit masih jauh lebih mahal. Sebaliknya, pembelian tunai dapat menekan biaya pembelian input, namun dengan keterbatasan modal petani, maka jumlah yang dibeli tidak mencukupi atau dalam skala kecil (dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pembelian dalam skala besar) dan membutuhkan biaya tranportasi. Berbeda dengan subsistem produksi, pemasaran dan pengolahan, di sini terdapat hubungan yang lebih erat dan kontinyu karena memberikaan keuntungan bagi kedua belah pihak. Pihak petani tetap menginginkan hubungan yang langgeng karena dapat menjamin pasar penjualan hasil panennya. Petani tidak dapat melakukan penjualan langsung ke pabrik karena hasil panen perseorangan tidak mencukupi kebutuhan pabrik dan tidak tersedia secara kontinyu. Demikian juga dengan pihak pabrik, karena membutuhkan bahan baku dalam jumlah yang cukup besar, agar dapat memenuhi kapasitas pabrik secara kontinyu, maka pabrik membutuhkan hubungan yang tetap dengan para petani. 2003 Digitized by USU digital library 5

KESIMPULAN 1. Kondisi produksi dan pendapatan pada usahatani ubi kayu sudah cukup baik dan berjalan lancar. Akan tetapi tidak menunjukkan perkembangan atau mencari peluang pasar lainnya. Umumnya ubi kayu dipilih karena pemeliharaannya yang mudah dan tidak memerlukan perhatian yang intensif, tetapi masih cukup memberikan tambahan penghasilan yang memadai. 2. Kondisi pemasaran ubi kayu dapat dikatakan sederhana dan relatif tetap. Rantai pemasarannya pendek sehingga share margin yang terbesar dapat diperoleh pihak produsen. 3. Hubungan antar subsistem agribisnis ubi kayu dapat dibedakan atas dua kelompok utama yaitu hubungan yang tidak erat dan tidak kontinyu pada subsistem penyedia sarana produksi dengan petani karena tidak saling menguntungkan dan hubungan yang erat dan kontinyu pada subsistem produksi, pemasaran dan pengolahan karena terdapata hubungan yang saling menguntungkan. DAFTAR PUSTAKA Fitriawati. 2002. Analisis Pemasaran Ubi Kayu. Skripsi. Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, USU. Medan Hasugian,K. 2002. Sistem dan Analisis Usahatani Ubi Kayu. Skripsi. Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, USU. Medan Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. C.V. Yasa Guna. Jakarta Simanjuntak,P. 2002. Sistem Agribisnis dan Kemitraan Petani Ubi Kayu. Skripsi. Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, USU. Medan Siregar,A.R. 2002. Teknologi Budidaya dan Produksi Ubi Kayu. Skripsi. Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, USU. Medan 2003 Digitized by USU digital library 6