BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Hasil Analisis Pada umumnya, hasil EOS di BCA menunjukkan bahwa budaya intrapreneurship di BCA sudah cukup memadai, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Hal ini dibuktikan dengan hasil EOS yang memiliki nilai rata-rata keseluruhan sebesar 3,44 dari skala 5 yang menunjukkan persepsi setuju. Namun gap yang terjadi antara dimensi kunci masih cukup besar, ditunjukkan dengan angka 2,43 (tidak setuju) hingga 4,05 (setuju) dalam skala 5. Hal ini menegaskan bahwa budaya intrapreneurship masih perlu ditingkatkan di BCA, terutama pada dimensi-dimensi yang masih bernilai rendah. Nilai tertinggi terdapat pada faktor kecepatan (speed) yaitu sebesar 4,05 dan nilai terendah terjadi pada dimensi yang berkaitan dengan orientasi entrepreneurial individu yaitu sebesar 2,43. Hal ini memperlihatkan bahwa sifat entrepreneurial BCA yang paling terasa adalah dalam hal kecepatan mengambil/mencari peluang, kecepatan kerja, kecepatan dalam menangani masalahmasalah, sedangkan hal yang paling perlu untuk dibenahi adalah dalam hal orientasi individu terhadap sifat entrepreneurial. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa faktor-faktor yang sudah cukup baik dilakukan perusahaan dalam meningkatkan budaya intrapreneurship di BCA adalah sebagai berikut: Kecepatan perusahaan dalam membuat keputusan (4,05) Intelijen pasar (3,89) Dukungan perusahaan terhadap ide-ide baru (3,83) Hubungan antar unit/departemen (3,70) Fokus (3,70) Pandangan perusahaan tentang masa depan (3,69) 114
Hal-hal yang masih perlu diperhatikan dan dibenahi oleh perusahaan berkenaan dengan penerapan sifat entrepreneurial di tubuh perusahaan adalah sebagai berikut: Perencanaan Strategi (3,30) Fleksibilitas perusahaan (3,29) Penilaian perusahaan secara umum (3,26) Keberanian perusahaan dalam menghadapi risiko (2,72) Sedangkan dimensi kunci terlemah yang sangat membutuhkan perhatian khusus dari perusahaan adalah sebagai berikut: Orientasi Individu (2,43) Berdasarkan analisis terhadap kondisi perusahaan BCA, penilaian berdasarkan pendapat dari para karyawannya sudah sangat baik, hal ini terlihat dari rata-rata penilaian karyawan terhadap perusahaannya yaitu sebesar 4,32. Nilai tertinggi ada pada kategori kinerja perusahaan dibandingkan kompetitor yakni sebesar 4,62, sedangkan nilai terendah diraih oleh kategori tentang kemampuan perusahaan dalam hal inovasi sebesar 3.71. Gap antara nilai tertinggi dengan terendah cukup besar, yaitu 0,91. Perusahaan rupanya perlu bekerja keras untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal berinovasi agar kategori ini tidak tertinggal dengan keunggulankeunggulan lain yang telah dimiliki oleh perusahaan. Untuk kategori pemberdayaan SDM dan penggajian karyawan sudah sangat baik dan perlu dipertahankan, yakni dengan nilai sebesar 4,44 dan 4,51. Berdasarkan analisis terhadap dimensi Tentang Saya dari para karyawan BCA, para karyawan di BCA sebenarnya sudah memiliki pandangan yang benar tentang seorang entrepreneur, namun sayangnya hanya sebatas konsep. Hal ini ditunjukkan oleh keyakinan yang tinggi bahwa entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki banyak kualifikasi/ karakter lain yang tepat (nilai 4,02); keyakinan tentang entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran (nilai 4,04), anggapan bahwa entrepreneur bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang entrepreneur (nilai 4,04), dan pandangan bahwa sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman bukan dari karakter personal (nilai 3,81). Hal ini tentunya dapat menjadi modal dasar dalam membangun sifat-sifat 115
entrepreneurship di dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat memberi value added bagi perusahaan. Para karyawan menilai bahwa entrepreneur sukses dapat ditumbuhkan dan dipelajari, bukan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir. Hal ini dipandang merupakan hasil dari sebuah proses pembelajaran baik dalam hal keterampilan maupun sikap yang dibutuhkan untuk menjadi seorang entrepreneur. Sayangnya keyakinan-keyakinan tersebut tidak didukung dengan anggapan bahwa entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan (nilai 3,34). Rendahnya kebanggaan para karyawan terhadap dirinya sebagai orang yang mengerti politik di dalam perusahaan juga patut disoroti (nilai 3,02). Karyawan juga masih lebih membanggakan keahlian teknisnya daripada kemampuan memimpin (nilai 3,32). Di samping itu, kurangnya kreatifitas dan kemampuan bekerja secara mandiri para karyawan juga perlu disoroti (nilai 3,23). Hal ini mungkin juga disebabkan karena para karyawan cenderung lebih memilih menjalankan organisasi yang sudah terorganisasi dan terintegrasi dengan baik dibandingkan dengan organisasi yang belum mapan dan tidak terorganisasi (nilai 3,35). Sedangkan dari hasil ELQ, dapat dilihat bahwa penilaian terhadap General Entrepreneurial Leadership (GEL) menunjukkan bahwa frekuensi pelaksanaan dan tingkat kepentingannya berada pada kategori yang sama (M), sedangkan untuk tipe explorer, miner, accelerator, dan integrator, terdapat gap/selisih untuk tiap tipe (masing-masing High untuk tingkat kepentingan dan Medium untuk frekuensi pelaksanaannya). Dari kelima tipe tersebut, kesenjangan (gap) yang terjadi antara tingkat kepentingan dengan intensitas perilaku manajer adalah sebagai berikut: untuk tipe GEL sebesar 4,40; untuk tipe explorer sebesar 5,22; untuk tipe miner sebesar 4,12; untuk tipe accelerator sebesar 7,02; sedangkan untuk tipe integrator sebesar 7,04. Kesenjangan ini timbul karena manajer memiliki frekuensi pelaksanaan yang lebih rendah daripada tingkat kepentingannya menurut karyawan yang menilai. Jika melihat besarnya gap yang terjadi untuk semua tipologi kepemimpinan yang ada, gap yang ada sebenarnya berada pada level yang cukup moderat, artinya tidak terlalu rendah namun juga tidak terlalu tinggi, yaitu berada pada kisaran 4,12 hingga 7,04. 116
5.2. Rekomendasi Sejalan dengan kesimpulan yang ada, maka rekomendasi yang hendak ditawarkan dalam hubungannya dengan intrapreneurship BCA adalah sebagai berikut: Dua faktor yang dianggap paling kurang dan tertinggal dibandingkan dengan dimensidimensi lainnya adalah dimensi orientasi individu dan keberanian mengambil resiko dari para karyawannya. Cara mengatasi dimensi orientasi individu yang sangat rendah yaitu dengan: 1. Mendorong dan memberdayakan sifat-sifat intrepreneurship tidak hanya di lingkungan kerja, namun juga di dalam diri karyawan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan training ataupun seminar tentang intrapreneurship di lingkungan perusahaan. 2. Menanamkan paradigma yang benar tentang intrapreneurship di dalam benak para karyawan, dan itu dimulai dari para pemimpinnya. Untuk mendukung implementasi budaya agar dapat berjalan dengan dengan cepat dan baik, pemimpin dapat melakukan komunikasi secara berkala kepada seluruh insan organisasi atau perusahaan. 3. Para pemimpin/kepala perusahaan khususnya yang berada di jajaran top management sebaiknya memberikan teladan kepemimpinan yang entrepreneurial kepada para karyawan yang berada di bawahnya. Para pemimpin dapat mendorong agar para karyawan lebih terlibat dalam proses kerja sama dan pengambilan keputusan di dalam perusahaan, dan menanamkan di dalam diri karyawan rasa saling memiliki, tanggung jawab kolektif, dan orientasi yang kuat kepada corporate entrepreneurship. Sedangkan budaya pengambilan resiko dapat lebih dibenahi dan ditingkatkan dengan berbagai cara yaitu: 1. Mendorong dan memberi kesempatan yang luas kepada karyawan untuk mengkomunikasikan ide-ide barunya hingga sampai pada tahap perwujudannya. Pihak manajemen sebaiknya lebih membuka diri dan menyediakan waktu dalam berkomunikasi dengan para karyawannya. 2. Tidak langsung menghukum apalagi memecat karyawan yang gagal dalam mencoba ide barunya. Pihak manajemen harus mampu melihat bahwa kegagalan adalah proses pembelajaran dari setiap individu. 117
3. Membekali pihak manajemen dan karyawan di bawahnya dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola risiko yang harus dihadapi, sehingga risiko yang ada dapat dikelola melalui manajemen risiko yang tepat. 4. Menciptakan suatu reward system yang baik dengan tujuan untuk memberikan insentif yang memadai kepada karyawan yang terbukti berhasil dalam membangun dan mengembangkan ide-ide baru yang bermanfaat bagi perusahaan sehingga mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk berkreasi lagi di kemudian hari. Para manajer dan top management di BCA sebaiknya berupaya untuk semakin meningkatkan entrepreneurial leadership mereka agar semakin mendekati ekspektasi dari para karyawan, yang hasil akhirnya diharapkan dapat lebih memberikan benefit bagi perusahaan. Namun di sisi lain, para karyawanpun harus diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikan tentang harapan-harapan mereka tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh pihak manajemen atau atasan mereka dalam kaitannya dengan kepemimpinan yang entrepreneurial, agar gap yang terjadi antara frekuensi pelaksanaan dengan tingkat kepentingannya dapat diminimalkan. Menurut Neal Thornberry (2006) dalam bukunya Lead Like An Entrepreneur, usaha untuk meningkatkan entrepreneurial leadership ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni: Build: yaitu dengan cara membangun dan mengembangkan entrepreneurial leadership para manajer dan top management yang telah ada di dalam BCA. Cara ini dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan berbasis intrapreneurial leadership bagi para manajer dan top management, baik dengan kekuatan perusahaan itu sendiri ataupun dengan jasa pihak luar/lembaga yang terbukti profesional. Buy: yaitu dengan cara mendatangkan orang dengan sifat-sifat entrepreneurial yang tinggi dari luar perusahaan untuk duduk di jajaran manajemen dengan harapan agar orang baru yang memiliki semangat dan kepemimpinan yang entrepreneurial tersebut mampu membawa angin perubahan dan menularkan semangat entrepreneurship di dalam tubuh organisasi atau perusahaan. 118