BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Gambar 4.1. Kerangka Pemecahan Masalah

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya bahwa hasil akhir yang didapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT. BANK MANDIRI, Tbk. CABANG SURAPATI BANDUNG. Penelitian Proyek Akhir. Oleh: AULIA NURUL HUDA NIM:

BAB IV PEMECAHAN MASALAH

BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

4 BAB IV ANALISIS DAN INTEPRETASI DATA

BAB III SOLUSI BISNIS. Pada prinsipnya penelitian dilakukan untuk menjawab masalah. Seperti yang telah

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI THE BRITISH INSTITUTE BANDUNG

DAFTAR PUSTAKA. Churchill, Gilbert A. & Dawn Iacobucci (2005) Marketing Research: Methodological Foundations, 9e, South Western, Ohio, USA.

REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

BAB III SOLUSI BISNIS

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI PT BRANTAS ABIPRAYA

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI. PT. BANK NEGARA INDONESIA, Tbk. CABANG ITB BANDUNG

BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO PROYEK AKHIR. Oleh: MOHAMMAD BUCHORY KASTOMO NIM:

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI JATIS MOBILE JAKARTA PROYEK AKHIR. Oleh: DESVIANA PRANATALIA NIM:

BAB III PERUMUSAN MASALAH

DAFTAR PUSTAKA. 1. Hisrich, Robert D Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York

Budaya instansi yang dimiliki oleh suatu instansi harus dapat mendukung visi

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN STUDI KASUS PT PAYA PINANG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: MUFTI ARDIAN NIM :

BAB III SOLUSI BISNIS. Untuk mendapatkan langkah pemecahan yang tepat dan tidak terlalu melebar

3 BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB III SOLUSI BISNIS

ANALISIS ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP DIREKTUR CV. LIE SON SENG DENGAN PENDEKATAN THORNBERRY SKRIPSI

LAMPIRAN A. Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) ENTREPRENEURIAL ORIENTATION SURVEY

ANALISIS ENTREPRENEURIAL LEADERSHIPDIREKTURPT. SINAR MULIA PRIMA BERDASARKAN PENDEKATAN THORNBERRY

DAFTAR PUSTAKA. Fry, F.L. (1993) Entrepreneurship: A Planning Approach. Minneapolis: West Publishing Company.

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN Studi Kasus : BCA Cabang Bandung PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: ANDREAS LIMONGAN NIM:

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI BANDUNG PROYEK AKHIR. Oleh: YULIANTO NIM:

Oleh: Wartiyah 1), Daryono 1) ABSTRACT

BAB 5. SIMPULAN dan SARAN

DAFTAR PUSTAKA. Hisrich, Robert D & Petters, Michael P, 2004, Entrepreneurship, McGraw Hills, New York.

BAB III SOLUSI BISNIS

Halaman Motto & Persembahan

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB III PERUMUSAN MASALAH

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB 1 PENDAHULUAN. (Badan Pusat Statistik, 5 Mei 2014 ). Munculnya entrepreneur dan entrepreneurship menjadi solusi

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI DAFTAR PUSTAKA

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS. Dalam proyek akhir ini, dasar pemikiran awal mengacu kepada tantangan bisnis

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB III SOLUSI BISNIS

ANALISIS BUDAYA PERUSAHAAN BERBASIS KEWIRAUSAHAAN

Modul ke: KEWIRAUSAHAAN PENDAHULUAN DAN GAMBARAN UMUM. 01Fakultas FASILKOM. Matsani, S.E, M.M. Program Studi SISTEM INFORMASI

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL DI AXA FINANCIAL INDONESIA KANTOR BANDUNG PENELITIAN PROYEK AKHIR. Oleh: ADE TRIANGGA NIM :

BAB 2 LANDASAN TEORI

STUDI AWAL PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha telah mencapai era globalisasi, dimana

KEWIRAUSAHAAN I. Pengertian Kewirausahawan. M. Rizal Situru, S.H.,M.B.L. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

Entrepreneurship and Inovation Management

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. usaha berarti melakukan kegiatan usaha (bisnis). hasil yang dapat dibanggakan (Sadono Sukirno, 2004:367).

: Mizha zhulqurnain NIM : Jurusan : S1.SI.M

BAB I PENDAHULUAN. berkontribusi mengatasi masalah pengangguran di Indonesia. Di Indonesia

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dari hasil penelitian

BAB II URAIAN TEORITIS. penelitian dengan judul Pengaruh Pengetahuan Kewirausahaan dan

BUDAYA ORGANISASI. oleh : Retno Dayu Wardhani BDK Cimahi

JUJUR, TOLERANSI, GOTONG ROYONG, PEKERJA KERAS (TIDAK MALAS), BUDAYA MALU, SETIA, BERANI, dan lain-lainya

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Enterpreneurship atau Kewirausahaan. nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (startup phase) atau

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah organisasi baik

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. khususnya dalam pencapaian target pendapatan. Deskripsi pekerjaan yang. mencapai tujuan kinerja organisasi.

BAB III PELAKSANAAN MAGANG. Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta pada unit CPM (Corporate

BAB 1 PENDAHULUAN. proyek TI dapat ditakdirkan untuk gagal sejak awal. Pertama, pengembangan sistem TI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ANALISIS BUDAYA ENTREPRENEURIAL PT BANK MEGA TBK. PENELITIAN PROYEK AKHIR

Entrepreneurship and Inovation Management

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. perusahaan agar dapat mengelola berbagai risiko yang dihadapi perusahaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi pada dasarnya merupakan sekumpulan individu yang berkumpul

Anggota Tim Proyek. Manajer Proyek 22/09/2007

MAKALAH HUKUM KEWIRAUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, memiliki keterampilan, keahlian, dedikasi,

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pergeseran dimensi pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi sumber daya

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1. Kualitas Layanan

Belum SUKSES 24 JAM 24 JAM SUKSES

INSTRUMEN PENELITIAN

PETUNJUK PENGISIAN. Kolom saat ini:

BAB I PENDAHULUAN. Di hampir semua periode sejarah manusia, kewirausahaan telah mengemban fungsi

BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

BAB 4. Hasil dan Pembahasan. 4.1 Kondisi Impelementasi Manajemen Pengetahuan, Implementasi Manajemen Inovasi dan Kinerja Perguruan Tinggi Swasta

BAB I PENDAHULUAN. terbatas. Suryana (2006 : 4) mengatakan secara makro, peran wirausaha adalah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan terhadap masalah

organisasi tersebut berasal, dan apakah budaya organisasi tersebut dapat diatur, kesemuanya akan dibicarakan pada halaman berikut.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut. Kompetensi sumber daya manusia yang baik pasti memerlukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 240,559 juta penduduk Indonesia jumlah daftar angkatan kerja mencapai 116

kewirausahaan karyawannya

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

Entrepreneurship and Innovation Management

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui

Transkripsi:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Hasil Analisis Pada umumnya, hasil EOS di BCA menunjukkan bahwa budaya intrapreneurship di BCA sudah cukup memadai, namun masih perlu ditingkatkan lagi. Hal ini dibuktikan dengan hasil EOS yang memiliki nilai rata-rata keseluruhan sebesar 3,44 dari skala 5 yang menunjukkan persepsi setuju. Namun gap yang terjadi antara dimensi kunci masih cukup besar, ditunjukkan dengan angka 2,43 (tidak setuju) hingga 4,05 (setuju) dalam skala 5. Hal ini menegaskan bahwa budaya intrapreneurship masih perlu ditingkatkan di BCA, terutama pada dimensi-dimensi yang masih bernilai rendah. Nilai tertinggi terdapat pada faktor kecepatan (speed) yaitu sebesar 4,05 dan nilai terendah terjadi pada dimensi yang berkaitan dengan orientasi entrepreneurial individu yaitu sebesar 2,43. Hal ini memperlihatkan bahwa sifat entrepreneurial BCA yang paling terasa adalah dalam hal kecepatan mengambil/mencari peluang, kecepatan kerja, kecepatan dalam menangani masalahmasalah, sedangkan hal yang paling perlu untuk dibenahi adalah dalam hal orientasi individu terhadap sifat entrepreneurial. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terlihat bahwa faktor-faktor yang sudah cukup baik dilakukan perusahaan dalam meningkatkan budaya intrapreneurship di BCA adalah sebagai berikut: Kecepatan perusahaan dalam membuat keputusan (4,05) Intelijen pasar (3,89) Dukungan perusahaan terhadap ide-ide baru (3,83) Hubungan antar unit/departemen (3,70) Fokus (3,70) Pandangan perusahaan tentang masa depan (3,69) 114

Hal-hal yang masih perlu diperhatikan dan dibenahi oleh perusahaan berkenaan dengan penerapan sifat entrepreneurial di tubuh perusahaan adalah sebagai berikut: Perencanaan Strategi (3,30) Fleksibilitas perusahaan (3,29) Penilaian perusahaan secara umum (3,26) Keberanian perusahaan dalam menghadapi risiko (2,72) Sedangkan dimensi kunci terlemah yang sangat membutuhkan perhatian khusus dari perusahaan adalah sebagai berikut: Orientasi Individu (2,43) Berdasarkan analisis terhadap kondisi perusahaan BCA, penilaian berdasarkan pendapat dari para karyawannya sudah sangat baik, hal ini terlihat dari rata-rata penilaian karyawan terhadap perusahaannya yaitu sebesar 4,32. Nilai tertinggi ada pada kategori kinerja perusahaan dibandingkan kompetitor yakni sebesar 4,62, sedangkan nilai terendah diraih oleh kategori tentang kemampuan perusahaan dalam hal inovasi sebesar 3.71. Gap antara nilai tertinggi dengan terendah cukup besar, yaitu 0,91. Perusahaan rupanya perlu bekerja keras untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal berinovasi agar kategori ini tidak tertinggal dengan keunggulankeunggulan lain yang telah dimiliki oleh perusahaan. Untuk kategori pemberdayaan SDM dan penggajian karyawan sudah sangat baik dan perlu dipertahankan, yakni dengan nilai sebesar 4,44 dan 4,51. Berdasarkan analisis terhadap dimensi Tentang Saya dari para karyawan BCA, para karyawan di BCA sebenarnya sudah memiliki pandangan yang benar tentang seorang entrepreneur, namun sayangnya hanya sebatas konsep. Hal ini ditunjukkan oleh keyakinan yang tinggi bahwa entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki banyak kualifikasi/ karakter lain yang tepat (nilai 4,02); keyakinan tentang entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran (nilai 4,04), anggapan bahwa entrepreneur bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang entrepreneur (nilai 4,04), dan pandangan bahwa sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman bukan dari karakter personal (nilai 3,81). Hal ini tentunya dapat menjadi modal dasar dalam membangun sifat-sifat 115

entrepreneurship di dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat memberi value added bagi perusahaan. Para karyawan menilai bahwa entrepreneur sukses dapat ditumbuhkan dan dipelajari, bukan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir. Hal ini dipandang merupakan hasil dari sebuah proses pembelajaran baik dalam hal keterampilan maupun sikap yang dibutuhkan untuk menjadi seorang entrepreneur. Sayangnya keyakinan-keyakinan tersebut tidak didukung dengan anggapan bahwa entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan (nilai 3,34). Rendahnya kebanggaan para karyawan terhadap dirinya sebagai orang yang mengerti politik di dalam perusahaan juga patut disoroti (nilai 3,02). Karyawan juga masih lebih membanggakan keahlian teknisnya daripada kemampuan memimpin (nilai 3,32). Di samping itu, kurangnya kreatifitas dan kemampuan bekerja secara mandiri para karyawan juga perlu disoroti (nilai 3,23). Hal ini mungkin juga disebabkan karena para karyawan cenderung lebih memilih menjalankan organisasi yang sudah terorganisasi dan terintegrasi dengan baik dibandingkan dengan organisasi yang belum mapan dan tidak terorganisasi (nilai 3,35). Sedangkan dari hasil ELQ, dapat dilihat bahwa penilaian terhadap General Entrepreneurial Leadership (GEL) menunjukkan bahwa frekuensi pelaksanaan dan tingkat kepentingannya berada pada kategori yang sama (M), sedangkan untuk tipe explorer, miner, accelerator, dan integrator, terdapat gap/selisih untuk tiap tipe (masing-masing High untuk tingkat kepentingan dan Medium untuk frekuensi pelaksanaannya). Dari kelima tipe tersebut, kesenjangan (gap) yang terjadi antara tingkat kepentingan dengan intensitas perilaku manajer adalah sebagai berikut: untuk tipe GEL sebesar 4,40; untuk tipe explorer sebesar 5,22; untuk tipe miner sebesar 4,12; untuk tipe accelerator sebesar 7,02; sedangkan untuk tipe integrator sebesar 7,04. Kesenjangan ini timbul karena manajer memiliki frekuensi pelaksanaan yang lebih rendah daripada tingkat kepentingannya menurut karyawan yang menilai. Jika melihat besarnya gap yang terjadi untuk semua tipologi kepemimpinan yang ada, gap yang ada sebenarnya berada pada level yang cukup moderat, artinya tidak terlalu rendah namun juga tidak terlalu tinggi, yaitu berada pada kisaran 4,12 hingga 7,04. 116

5.2. Rekomendasi Sejalan dengan kesimpulan yang ada, maka rekomendasi yang hendak ditawarkan dalam hubungannya dengan intrapreneurship BCA adalah sebagai berikut: Dua faktor yang dianggap paling kurang dan tertinggal dibandingkan dengan dimensidimensi lainnya adalah dimensi orientasi individu dan keberanian mengambil resiko dari para karyawannya. Cara mengatasi dimensi orientasi individu yang sangat rendah yaitu dengan: 1. Mendorong dan memberdayakan sifat-sifat intrepreneurship tidak hanya di lingkungan kerja, namun juga di dalam diri karyawan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan training ataupun seminar tentang intrapreneurship di lingkungan perusahaan. 2. Menanamkan paradigma yang benar tentang intrapreneurship di dalam benak para karyawan, dan itu dimulai dari para pemimpinnya. Untuk mendukung implementasi budaya agar dapat berjalan dengan dengan cepat dan baik, pemimpin dapat melakukan komunikasi secara berkala kepada seluruh insan organisasi atau perusahaan. 3. Para pemimpin/kepala perusahaan khususnya yang berada di jajaran top management sebaiknya memberikan teladan kepemimpinan yang entrepreneurial kepada para karyawan yang berada di bawahnya. Para pemimpin dapat mendorong agar para karyawan lebih terlibat dalam proses kerja sama dan pengambilan keputusan di dalam perusahaan, dan menanamkan di dalam diri karyawan rasa saling memiliki, tanggung jawab kolektif, dan orientasi yang kuat kepada corporate entrepreneurship. Sedangkan budaya pengambilan resiko dapat lebih dibenahi dan ditingkatkan dengan berbagai cara yaitu: 1. Mendorong dan memberi kesempatan yang luas kepada karyawan untuk mengkomunikasikan ide-ide barunya hingga sampai pada tahap perwujudannya. Pihak manajemen sebaiknya lebih membuka diri dan menyediakan waktu dalam berkomunikasi dengan para karyawannya. 2. Tidak langsung menghukum apalagi memecat karyawan yang gagal dalam mencoba ide barunya. Pihak manajemen harus mampu melihat bahwa kegagalan adalah proses pembelajaran dari setiap individu. 117

3. Membekali pihak manajemen dan karyawan di bawahnya dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola risiko yang harus dihadapi, sehingga risiko yang ada dapat dikelola melalui manajemen risiko yang tepat. 4. Menciptakan suatu reward system yang baik dengan tujuan untuk memberikan insentif yang memadai kepada karyawan yang terbukti berhasil dalam membangun dan mengembangkan ide-ide baru yang bermanfaat bagi perusahaan sehingga mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk berkreasi lagi di kemudian hari. Para manajer dan top management di BCA sebaiknya berupaya untuk semakin meningkatkan entrepreneurial leadership mereka agar semakin mendekati ekspektasi dari para karyawan, yang hasil akhirnya diharapkan dapat lebih memberikan benefit bagi perusahaan. Namun di sisi lain, para karyawanpun harus diberikan kesempatan untuk mengkomunikasikan tentang harapan-harapan mereka tentang apa yang sebaiknya dilakukan oleh pihak manajemen atau atasan mereka dalam kaitannya dengan kepemimpinan yang entrepreneurial, agar gap yang terjadi antara frekuensi pelaksanaan dengan tingkat kepentingannya dapat diminimalkan. Menurut Neal Thornberry (2006) dalam bukunya Lead Like An Entrepreneur, usaha untuk meningkatkan entrepreneurial leadership ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni: Build: yaitu dengan cara membangun dan mengembangkan entrepreneurial leadership para manajer dan top management yang telah ada di dalam BCA. Cara ini dapat dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan berbasis intrapreneurial leadership bagi para manajer dan top management, baik dengan kekuatan perusahaan itu sendiri ataupun dengan jasa pihak luar/lembaga yang terbukti profesional. Buy: yaitu dengan cara mendatangkan orang dengan sifat-sifat entrepreneurial yang tinggi dari luar perusahaan untuk duduk di jajaran manajemen dengan harapan agar orang baru yang memiliki semangat dan kepemimpinan yang entrepreneurial tersebut mampu membawa angin perubahan dan menularkan semangat entrepreneurship di dalam tubuh organisasi atau perusahaan. 118