BAB I PENDAHULUAN. harus memiliki kemampuan memaksa dan mengendalikan orang lain karena

dokumen-dokumen yang mirip
2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

ETIKA POLITIK ISLAM MENURUT IBNU KHALDUN ( M) SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud.

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Sang Khalik. Dalam kontek itulah maka setiap muslim diwajibkan. untuk mencari Ilmu sejak lahir sampai meninggal.

PETA PEMIKIRAN ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum pendidikan, misalnya, yang sebelumnya terbatas pada Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil pekerjaan kreatif manusia. Karya sastra

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan wujud dari proses imajinatif dan kreatif pengarang.

BAB I PENDAHULUAN. Jürgen Habermas dalam bukunya Faktizitat und Geltung mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang besar dalam pola hidup manusia serta penentu kinerja suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan Nasional merupakan salah satu bagian dari perjalanan sejarah

ILMU SOSIAL Oleh Nurcholish Madjid

BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB III ETIKA POLITIK ISLAM MENURUT IBNU KHALDUN ( M) Istilah etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos yang berarti:

BAB I PENDAHULUAN. diciptakan yaitu diciptakannya Nabi Adam as kemudian disusul dengan

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan filsafat. Dengan demikian sastra dapat

Sumardjo & Saini (1994: 3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kemampuan teknis atau pun non-teknis lainnya. motivasi guru saat dia di sekolah dasar dan menengah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

ETIKA POLITIK BERDASARKAN PANCASILA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa ialah makalah. Penyusunan makalah dimaksudkan untuk memenuhi

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

Tamadun Islam dan Tamadun Asia Edisi Kedua (TITAS) Bab 1: 1

KODE ETIK DOSEN STIKOM DINAMIKA BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

MASYARAKAT MADANI. Hatiningrum, SH.M Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

BAB I PENDAHULUAN. yang lahir di Maninjau Sumatera Barat, pada tanggal 17 Februari

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hasilnya menjadi hak milik pribadi yang di hormati dan dilindungi karena terkait

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran. kualitas interaksi siswa dengan guru di kelas. Untuk itu, guru harus memiliki

Pengantar Penerbit. iii

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

KONSEP KEADILAN MENURUT IBNU KHALDUN DAN RELEVANSINYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL MODERN SKRIPSI

BAB I PEDAHULUAN. Jika melihat negara Cina sekarang, kita akan melihat negara yang maju.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TUGAS KULIAH PANCASILA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dian Ahmad Wibowo, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

BAB I PENDAHULUAN. Jika ditanya mengenai Kerajaan Arab Saudi pada saat ini maka penulis

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses untuk memanusiakan manusia. Artinya pendidikan pada dasarnya adalah sebagai upaya mengembangkan

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN

PEMIKIRAN IBNU KHALDUN TENTANG PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam ikut serta mencerdaskan bangsa. Banyaknya jumlah pesantren di Indonesia,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

SEJARAH ISLAM AHMADIN

35 hingga 132 Hijriyyah Dinasti Umawiyah

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan kehidupan masyarakat yang semrawut merupakan akibat dari sistem

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

DESKRIPSI MATAKULIAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

BAB VI REALISASI PANCASILA

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Islam. Akhlak dapat merubah kepribadian muslim menjadi orang yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. skripsi Irak Di Bawah Kepemimpinan Saddam Hussein (Kejayaan Sampai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

Aji Wicaksono S.H., M.Hum. Modul ke: Fakultas DESAIN SENI KREATIF. Program Studi DESAIN PRODUK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Hasanah Ratna Dewi, 2015

EMPAT BELAS ABAD PELAKSANAAN CETAK-BIRU TUHAN

BAB I PENDAHULUAN. kalangan para ilmuwan, termasuk dalam lingkup kajian Filsafat (b aik Barat

A. Program Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) 1. Standar Kompetensi Lulusan Jenjang Strata Dua (S2) Progam Magister

Pengembangan Strategi Pemanfaatan Inkubator Akademik Untuk Meningkatkan Karya Akademik Mahasiswa di Lingkungan Fakultas Ekonomi

BAB V PENUTUP. kalangan masyarakat, bahwa perempuan sebagai anggota masyarakat masih

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrachman Mas ud dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hal. 139.

TOLERANSI BERAGAMA MENURUT PEMIKIRAN NURCHOLISH MADJID

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bernegara. Islam telah mengaturnya sedemikian rupa sehingga

2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra tidak lahir dalam situasi kekosongan budaya, budaya tidak hanya. konvensi atau tradisi yang mengelilinginya.

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih perlu pembenahan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sekolah adalah salah satu institusi yang berperan dalam menyiapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pelayan masyarakat yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik sesuai

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DAN DASAR NEGARA. Novia Kencana, S.IP, MPA

sebelumnya, yaitu Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

2.2 Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara...7

AKTUALISASI NILAI PANCASILA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Politik sering disebut sebagai kekuasaan. Terkadang seorang penguasa harus memiliki kemampuan memaksa dan mengendalikan orang lain karena manusia kadang-kadang tidak mengerti akan batas-batas kepentingan pribadi yang sesungguhnya. Oleh sebab itu, tindakan seorang pemimpin seringkali melebihi batas dan bahkan menyimpang dari garis kebenaran. Dewasa ini sangat banyak dijumpai kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk memperjuangkan kepentingan umum, tetapi disalahgunakan untuk kepentingan lain, bahkan untuk kepentingan pribadi masing-masing pemimpin. Padahal hakikat pemerintahan yang sesungguhnya ialah sebagai pemimpin rakyat yang mewakili dan memenuhi tuntutan kebutuhan rakyatnya. Oleh sebab itu, politik harus diiringi dengan etika agar pemerintahan dapat berjalan dengan baik. Etika terapan dapat menyoroti suatu profesi atau suatu masalah. Contohnya, etika kedokteran, etika politik, dan sebagainya. Adapun etika politik sesungguhnya merupakan bagian dari filsafat politik. Ketika filsafat dihubungkan dengan politik, maka ia akan melahirkan filsafat politik. Ketika filsafat politik dihubungkan dengan etika, maka ia akan melahirkan etika politik. 1 1 Ayi Sofyan, Etika Politik Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 7. 1

2 Etika Politik ialah seluruh aturan atau kaidah cara berfikir mengenai pemerintahan suatu negara. Tujuannya adalah mengarahkan manusia kepada hidup yang lebih baik, serta membangun institusi-institusi yang adil bagi masyarakatnya. Politikus yang menjalankan etika politik adalah negarawan yang mempunyai keutamaan-keutamaan moral yang baik. 2 Jadi, persoalan etika politik sangat penting bagi para pemimpin ataupun para penguasa. Selain berkenaan dengan ajaran agama, juga berkenaan dengan masyarakat dan hubungan antar manusia, terlebih mengenai pemerintahan dalam suatu negara dimana seorang pemimpin itu harus bisa mensejahterakan rakyat pada suatu wilayah yang dipimpinnya. Kedudukan seorang pemimpin adalah suatu kedudukan yang terhormat dan diperebutkan. Karena suatu kedudukan itu dianggap menyenangkan, sehingga untuk mendapatkannya seringkali melalui kompetisi. Perebutan ini membawa kepada perjuangan dan peperangan yang bisa meruntuhkan pemerintahan, sehingga membuat masyarakat tidak lagi menghormati pemimpinnya. 3 Padahal besarnya suatu negara dan luas wilayahnya itu tergantung kepada besarnya kekuatan pendukung atau masyarakatnya. Negara adalah sekumpulan besar masyarakat yang secara tetap mendiami wilayah tertentu, memiliki institusi sendiri, tunduk pada sistem kekuasaan atau pemerintahan yang bertanggung jawab memelihara eksistensi masyarakatnya, mengurus segala kepentingannya dan kemaslahatan umum. Adanya seorang pemimpin merupakan suatu keharusan bagi kehidupan 2 Ibid., 58-60. 3 Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Masturi Irham, Cet. 1, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2011), vii.

3 bersama manusia dalam suatu masyarakat atau negara. Karena masyarakat membutuhkan kedaulatan dan pemimpin yang dapat membina dan melindungi masyarakat. 4 Salah satu dari sekian banyaknya tokoh pemikir Islam yang membahas tentang konsep politik suatu negara ialah Ibnu Khaldun (1332-1406 M). Pandangan politik Ibnu Khaldun memiliki implikasi yang signifikan dan juga dapat ditafsirkan sedemikian rupa dalam upaya mengatasi kekurangan politik modern dewasa ini. Tidak ada politisi dan pemikir besar yang pernah dikenal di Afrika dan Andalusia pada abad ke-8 H selain Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun termasuk salah satu pemikir Islam yang paling banyak disoroti oleh para akademisi Barat. Mereka sangat terkesima dengan kejeniusan Ibnu Khaldun yang mampu menciptakan pemikiran kreatif disaat budaya ilmiah telah melapuk dalam peradaban Islam. Mereka menganggap bahwa pemikiran Ibnu Khaldun adalah pemikiran progresif terakhir dalam dinamika pemikiran Arab Islam. 5 Dunia Barat juga sangat menghargai warisan intelektual dari Ibnu Khaldun karena muncul pada saat kekuasaan atau dominasi Islam sedang jatuh dan tengah mengalami kemunduran dalam bidang pemikiran Islam. Walaupun dalam keadaan yang demikian, beliau masih mampu melahirkan sebuah karya yang monumental, yaitu Muqaddimah yang merupakan pengantar dari kitab al- Ibar. Didalam warisan intelektualnya tersebut, para ilmuwan Barat 4 Syafiuddin, Negara Islam menurut Konsep Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), 80. 5 Subkhan Anshori, Filsafat Islam Antara Ilmu dan Kepentingan (Surabaya: Pustaka Azhar, 2011), 202.

4 menemukan teori-teori baru yang belum pernah dibahas oleh akademisi dunia Barat sebelumnya. Ibnu Khaldun bukan saja seorang ilmuan (filsuf) tetapi juga merupakan tokoh yang secara aktif terlibat langsung dalam pemerintahan Islam pada masanya. 6 Ibnu Khaldun adalah contoh filsuf politik yang mengikuti banyak kejadian politik yang terjadi pada masanya. Gambaran sosial-politik pada masa itu sangatlah buruk dan berdampak negatif bagi perkembangan bahasa, sastra, dan kebudayaan Arab. Beliau hidup ditengah-tengah kondisi kemunduran politik Islam, yang pada saat itu berbagai kerajaan Muslim di Andalusia mulai runtuh. Banyak kota-kota kerajaan Islam yang jatuh ke tangan kaum Kristen. 7 Setiap zaman mempunyai karakteristik filsafat dan sistem politik tertentu untuk mengatur negara atau imperium yang luas terbentang. Sebenarnya Ibnu Khaldun tidak menekankan satu bentuk sistem politik dalam pemerintahan, namun konsep politiknya berpusat pada ashabiyyah yang dapat disinonimkan dengan solidaritas sosial ataupun nasionalisme. Beliau memperkenalkan teori tentang ashabiyyah ini sebagai perekat hubungan politik antarwarga dalam sebuah negara, serta merupakan kekuatan penggerak dan asas berdirinya suatu negara. Negara dihubungkan dengan adanya pemegang kekuasaan atau seorang pemimpin. Oleh sebab itu, diperlukan 6 Muhammad Abdullah Enan, Biografi Ibnu Khaldun: Kehidupan dan Karya Bapak Sosiologi Dunia, terj. Machnun Husein, Cet. 1, (Jakarta: Zaman, 2013), 175-176. 7 Khaldun, Muqaddimah, terj. Masturi Irham, 1079.

5 adanya rasa ashabiyyah untuk mengikat warga negara. Ashabiyyah yang kuat menunjukkan watak yang baik dan kualitas kepemimpinan yang tinggi. Dalam karya monumentalnya, Muqaddimah, Ibnu Khaldun mengenalkan teori peradaban dan kekuasaan, serta memaparkan secara detail tentang tipe-tipe solidaritas sosial ( ashabiyyah). 8 Ashabiyyah memiliki lima tipe atau bentuk, yaitu ashabiyyah kekeluargaan atau keturunan, ashabiyyah kekerabatan (klien/suku), ashabiyyah kesetiaan, ashabiyyah penggabungan atau persekutuan, dan ashabiyyah perbudakan. 9 Ashabiyyah membutuhkan figur pemimpin yang memiliki kekuatan ashabiyyah yang tidak terbatas. Menurut Baali, pemikiran Ibnu Khaldun serupa dengan pemikiran Machiavelli (1469-1527 M), Mountesquieu (1698-1755 M), Adam Smith (1723-1790 M), Auguste Comte (1798-1857 M), Durkheim (1858-1917 M), dan Karl Marx (1818-1883 M). 10 Dalam hal ini, seorang orientalis dari Austria, Von Hammer-Purgstall, mengatakan dalam Ueber den Verdall des Islams bach den ersten drey Jahrhunderten der Hidschrat (Tentang Kejatuhan Islam setelah Tiga Abad Pertama Hijriah) yang diterbitkannya pada 1812, bahwa Ibnu Khaldun adalah Montesquieu dari Arab. 11 Sebab, sebagaimana konsep Mountesquieu tentang Trias Politika yang membagi kekuasaan menjadi tiga golongan, yaitu: eksekutif, legislatif, dan yudikatif, Ibnu Khaldun 8 Mahmud, Sosiologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 182. 9 Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Masturi Irham, 192-209. 10 Baali, Ibnu Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, terj. Mansuruddin dan Ahmadie Thoha, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1989), 118. 11 Enan, Biografi Ibnu Khaldun, terj. Machnun Husein, 176.

6 ternyata telah lebih dulu membagi kekuasaan menjadi tiga bagian, yaitu: assulthan (kepala negara), al-wizarah (dalam hal pena), dan al-hijabah (dalam hal pedang). Pembagian kekuasaan diatas bukan berarti pemisahan kekuasaan secara mutlak, sebab masih adanya saling pengaruh di antara struktur politik tersebut. Apabila seorang pemimpin telah diangkat, maka dikhawatirkan wataknya akan melahirkan sifat kesombongan dan akan mengelola negaranya dengan sesuka hati. Beda halnya jika dalam suatu pemerintahan itu terdapat beberapa penguasa yang memenuhi kriteria untuk dapat menduduki jabatan tersebut. Dalam sebuah pengantar penerbit didalam kitab Muqaddimah terjemahan Masturi Ilham dkk, disebutkan bahwa pemikiran Ibnu Khaldun terus digulirkan dalam berbagai diskursus pemikiran sosial politik kontemporer dan banyak memberikan inspirasi dalam etika politik Islam, agar terciptanya iklim kehidupan politik yang bersih. Walaupun karya Ibnu Khaldun berada dalam rentang waktu yang relatif jauh, namun prediksiprediksi analisisnya berlaku universal dan masih relevan untuk dicermati dalam realitas politik kontemporer. Rumusan kekuasaan dan politik yang ditawarkan Ibnu Khaldun bermuara dari pemahaman bahwa kekuasaan dan politik merupakan tanggung jawab dan amanah dari Allah dalam rangka implementasi undang-undang-nya bagi segenap manusia untuk kemaslahatan. Cerminan etika politik semestinya menjadi pijakan praktis dalam setiap tindakan politik. Jelasnya, konsep yang

7 ditawarkan Ibnu Khaldun adalah bagaimana agar kekuasaan maupun politik itu senantiasa direfleksikan bergandengan dengan rasa kemanusiaan. 12 Oleh sebab itu, pemikiran Ibnu Khaldun tentang politik yang harus diiringi dengan konsep etika ini pantas diketengahkan kembali karena dalam visinya mampu melihat persoalan masyarakat secara realistis. Penulis pun tertarik untuk membahas topik ini sebagai kajian skripsi dengan judul Etika Politik Islam Menurut Ibnu Khaldun (1332-1406 M). B. Permasalahan Berdasarkan pemaparan yang termuat pada latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang akan ditemukan dan dianalisa dalam tulisan ini lebih lanjut adalah: 1. Bagaimana etika politik Islam dalam pemikiran Ibnu Khaldun? 2. Kenapa etika politik sangat penting untuk direalisasikan dalam realitas sosial politik kontemporer? C. Batasan Masalah Penulis memberi batasan permasalahan pada pembahasan ini hanya pada ruang lingkup etika politik Islam menurut Ibnu Khaldun dan relevansi gagasan politiknya dalam realitas sosial politik kontemporer sebagaimana yang terdapat dalam Muqaddimah. D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui etika politik Islam menurut Ibnu Khaldun. 12 Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Masturi Irham, viii.

8 2. Untuk mengetahui signifikansi direalisasikannya etika politik dalam realitas sosial politik kontemporer. E. Kegunaan Penelitian 1. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Strata Satu (S1) pada program studi Aqidah Filsafat di Fakultas Ushuluddin UIN SUSKA Riau. 2. Memberikan pengetahuan dalam bidang khazanah pemikiran Islam, terutama dalam upaya pengembangan teori keilmuan tentang etika politik Islam Ibnu Khaldun. F. Alasan Pemilihan Judul Dalam penelitian ini, yang menjadi alasan penulis dalam memilih judul adalah sebagai berikut: 1. Mengingat Ibnu Khaldun adalah salah satu tokoh pemikir dalam masalah kenegaraan politik dan sosial, serta seorang tokoh yang mengemukakan gagasan ashabiyyah dalam menyikapi permasalahan tersebut. 2. Sangat menarik untuk diangkat kepermukaan sebagai sebuah penelitian karena menyangkut persoalan etika dalam politik Islam. G. Kajian Pustaka Salah satu fungsi dari kajian pustaka adalah untuk memberikan gambaran pembeda antara hasil penelitian satu dengan yang lainnya, agar orisinalitas penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan terhindar dari unsur duplikatif.

9 Penulis telah menjumpai beberapa karya yang diterbitkan oleh beberapa penerbit tentang permasalahan politik Ibnu Khaldun. Di antara yang bisa dikemukakan dalam tinjauan pustaka ini adalah karya Dahlan Malik (2007) yang berjudul Pemikiran Politik Ibn Khaldun: Relevansinya dengan Tata Kehidupan Bernegara Era Modern 13. Dalam buku ini Dahlan Malik menyimpulkan bahwa pemikiran politik Ibnu Khaldun memiliki relevansi dengan situasi yang terjadi di Indonesia, dan idenya tentang ashabiyyah dapat menjamin baiknya roda pemerintahan. Ibnu Khaldun juga menilai bahwa ashabiyyah yang dihubungkan dengan agama merupakan faktor penting dalam negara. Pemikiran politik dan agama menurut Ibnu Khaldun disini ternyata memiliki implikasi dengan pemikiran-pemikiran para sosiolog modern, seperti: Karl Marx (1818-1883 M) tentang dialektika sejarah beserta metodenya. Selanjutnya adalah karya dari Syafiuddin (2007) yang berjudul Negara Islam menurut Konsep Ibnu Khaldun 14. Dalam bukunya ini, Syafiuddin menyimpulkan bahwa negara dan agama saling memerlukan dan berhubungan secara timbal-balik. Dengan adanya negara, berbagai prinsip ajaran Islam dalam bermasyarakat dan bernegara dapat terlaksana. Sebaliknya, negara memerlukan agama agar dalam perkembangannya senantiasa dalam bimbingan hukum dan moral agama. 13 Dahlan Malik, Pemikiran Politik Ibnu Khaldun: Relevansinya dengan Tata Kehidupan Bernegara Era Modern, Jambi: Sultan Thaha Press, 2007. Media, 2007. 14 Syafiuddin, Negara Islam menurut Konsep Ibnu Khaldun, Yogyakarta: Gama

10 Dari hasil penelitian diatas tentang pemikiran politik Ibnu Khaldun dan relevansinya dengan tata kehidupan bernegara era modern, serta Negara Islam menurut konsep Ibnu Khaldun, terdapat adanya perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan. Perbedaan tersebut ialah terletak pada judul penelitian, yaitu Etika Politik Islam menurut Ibnu Khaldun yang membahas tentang pentingnya etika dalam berpolitik untuk direalisasikan terhadap realitas sosial politik kontemporer. Berdasarkan tinjauan ini, dapat disimpulkan bahwa memang sudah ada karya sebelum penelitian ini yang mengkaji tentang teori politik Ibnu Khaldun. Namun dalam penelitian ini akan dibahas secara khusus mengenai etika politik Islam Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah. H. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu penulisan untuk mencapai hasil yang maksimal dan objektif. Metode penelitian adalah seperangkat cara atau langkah-langkah yang ditempuh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan. Adapun langkahlangkah tersebut yaitu: 1. Jenis Penelitian Penulisan skripsi ini menyangkut masalah filsafat dan pemikiran, maka metode yang digunakan adalah kualitatif-interpretatif dengan mempelajari dan menganalisis pandangan-pandangan dasar dari tokoh yang diteliti dan mengungkapkan dimensi-dimensi baru untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

11 Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian pustaka, yaitu penelitan yang objek utamanya adalah karya yang ditulis oleh Ibnu Khaldun, dalam hal ini Muqaddimah, serta buku-buku dan literatur lainnya yang berkenaan dengan pokok pembahasan dalam tulisan ini. 2. Sumber Data Seperti yang lazim diketahui, sumber data yang digunakan dalam penelitian pustaka ada yang bersifat primer dan sekunder. Khusus dalam penelitian ini dan berdasarkan judul yang telah dipaparkan di atas, maka sumber primer yang penulis gunakan dalam penelitian ini tentu saja adalah Muqaddimah. Selanjutnya untuk sumber-sumber sekunder, skripsi ini akan memanfaatkan tulisan-tulisan lain tentang etika politik Islam Ibnu Khaldun, seperti yang telah dilakukan oleh Dahlan Malik dan Syafiuddin dalam karya mereka diatas, serta banyak buku-buku lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang valid dalam penelitian ini, penulis berusaha mengumpulkan berbagai literatur tentang politik Islam khususnya mengenai etika politik Islam Ibnu Khaldun. Kemudian literaturliteratur tersebut akan ditelaah dan diklasifikasikan sesuai dengan keperluan pembahasan yang selanjutnya disistematisasikan sehingga menjadi sebuah kumpulan data yang jelas dan dapat dipahami.

12 4. Analisis Data Setelah tahapan-tahapan di atas, penulis akan mendeskripsikan secara teratur tentang etika politik Islam menurut Ibnu Khaldun dan selanjutnya membahas tentang konsep ashabiyyah dalam politiknya. Dengan ini, diharapkan skripsi ini akan menampilkan penelitian tentang etika politik Islam menurut Ibnu Khaldun sebagaimana yang telah tertuang dalam Muqaddimah secara komprehensif dan proporsional. I. Sistematika Penulisan Agar pembahasan dalam penelitian ini tersusun secara sistematis dan menghasilkan sebuah karya ilmiah yang utuh dan komprehensif, maka penelitian ini dibagi ke dalam beberapa bagian. Adapun bagian-bagian tersebut secara garis besarnya dapat disistematikakan sebagai berikut: Bab pertama, pendahuluan, menguraikan berbagai persoalan mendasar yang akan menentukan bangunan isi seluruhnya, yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua membahas tentang biografi Ibnu Khaldun, seperti silsilah keluarganya, pendidikan, situasi sosial politik pada masa itu dan karyakaryanya sebagai bukti otentik akademik. Bab ketiga menyuguhkan data-data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada di dalam penelitian ini.

13 Bab keempat adalah analisis terhadap pemikiran Ibnu Khaldun tentang relevansinya gagasan politik ashabiyyah dalam realitas sosial politik kontemporer. Selanjutnya penelitian ini diakhiri dengan Bab kelima dengan kesimpulan dan saran.