BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PROFIL RUMAHTANGGA PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DI DESA KEMANG

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

Distribusi Variabel Berdasarkan Tingkat Analisis, Jenis data, Variabel, dan Skala Pengukuran

ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

KARAKTERISTIK RESPONDEN

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LAPORAN AKHIR. Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika

BAB IV GAMBARAN UMUM Gambaran Umum Karakter Demografi Petani Kedelai. mencakup jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan.

NO RESPONDEN : PEWAWANCARA :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Sosial Ekonomi Daerah Pinggiran Perkotaan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

VII. ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PEDAGANG DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN. 7.1 Pengaruh TMR terhadap Terciptanya Lapangan Usaha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu masalah pokok yang dihadapi Pemerintah Indonesia sebagai negara

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG INDIKATOR KELUARGA MISKIN DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV PROFIL DESA 4.1. Aspek Geografis

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI BANTEN

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Cilacap Selatan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cilacap,

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

VI KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH

TABEL FREKUENSI DAN HASIL UJI CROSSTABS

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

Analisis Data Kesejahteraan Petani

VII. KEMISKINAN DI TINGKAT RUMAHTANGGA

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DKI JAKARTA

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB V STATUS GIZI BALITA DAN LINGKUNGAN RENTAN GIZI DI DESA PECUK. A. Gambaran Status Gizi Baik Balita di Desa Pecuk

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

2015 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MENABUNG MASYARAKAT

Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA HUTAN OLEH MASYARAKAT DESA BUNIWANGI KECAMATAN PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

V. KEMISKINAN 5.1 Kemiskinan di Desa Sitemu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak

BAB IV KEADAAN UMUM DESA KEMANG

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI MALUKU

BAB IV PROFIL KEMISKINAN MASYARAKAT KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH


HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN KETENAGAKERJAAN DI MALUKU UTARA, AGUSTUS 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN. profil Desa Sukanegara, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang tahun 2016.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LAPORAN AKHIR. Muhammad Iqbal Iwan Setiajie Anugrah Dewa Ketut Sadra Swastika

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Perempuan Laki-Laki

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. pertanian meliputi sub-sektor perkebunan, perikanan, dan perikanan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap manusia harus memenuhi kebutuhannya, guna kelangsungan hidup.

ANALISIS RUMAH TANGGA, LAHAN, DAN USAHA PERTANIAN DI INDONESIA : SENSUS PERTANIAN 2013

BAB VI KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN PROFIL USAHA

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. ini terletak di sebelah Desa Panaragan, berjarak ±15 km dari ibu kota kecamatan,

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Bangun Rejo merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di

SENSUS PENDUDUK 1980

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, hal ini dapat dilihat dari sebagian besar

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. METODOLOGI. merupakan salah satu daerah pertanian produktif di Kabupaten Majalengka.

Transkripsi:

58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani peserta Proyek Budidaya padi dengan sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), selanjutnya ditulis petani peserta PTT di Desa Ciruas dan karakteristik rumahtangga mereka. Dalam hal karakteristik individu, meliputi rata-rata jumlah anggota rumahtangga, jenis kelamin, umur, jenis pekerjaan, status perkawinan, sementara pada karakteristik rumahtangganya meliputi tingkat kekayaan dan status kategori rumahtangga. Deskripsi karakteristik individu dan rumahtangga ini diperoleh melalui survey terhadap sejumlah 45 rumahtangga petani peserta PTT. 6.1. Karakteristik Individu 6.1.1. Rata-rata Anggota Rumahtangga dan Jenis Kelamin Dari total rumahtangga contoh petani peserta PTT, terdapat sebanyak 271 anggota rumahtangga (ART). Dengan perkataan lain, rata-rata terdapat sekitar enam ART per rumahtangga petani. Kondisi ini sangat berbeda dibanding ratarata jumlah anggota rumahtangga di Desa Ciruas sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya (kurang dari empat orang per rumahtangga). Diduga kondisi ini berhubungan dengan melemahnya Program Keluarga Berencana yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Serang. Selain itu, karena mayoritas rumahtangga bekerja di sektor pertanian yang masih tradisional, jumlah ART yang melebihi anjuran Program BKKBN ini kemungkinan disebabkan oleh masih kuatnya sistim nilai banyak anak banyak rezeki di kalangan mereka. Di pihak lain dimungkinkan sebagai tenaga kerja keluarga yang dibutuhkan dalam pengelolaan usahatani sawah. Menurut jenis kelaminnya, persentase ART laki-laki sekitar 51,3 persen atau 2,6 persen lebih tinggi dibanding ART perempuan. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kondisi umum penduduk di Desa Ciruas, dimana persentase penduduk

59 laki-laki juga lebih tinggi sekitar satu persen dibanding penduduk perempuan (Tabel 8). 6.1.2. Umur umur. Tabel 12 menyajikan data kondisi rumahtangga petani menurut kelompok Tabel 12. Anggota Rumahtangga Petani Peserta PTT Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Desa Ciruas, Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) Laki-laki Perempuan Total Kategori Umur (tahun) <15 26 18,71 34 25,76 60 23,33 15-19 12 8,63 20 15,15 32 12,9 20-24 19 13,67 14 10,61 33 11,66 25-29 15 10,79 12 9,09 27 9,68 30-34 14 10,07 11 8,33 25 8,93 35-39 13 9,35 13 9,85 26 9,68 40-44 6 4,32 7 5,3 13 4,96 45-49 5 3,6 4 3,03 9 3,23 50-54 11 7,91 8 6,06 19 6,7 55-59 5 3,6 8 6,06 13 5,21 60-64 6 4,32 0 0 6 1,49 65+ 7 5,04 1 0,76 8 2,23 Total 139 100 132 100 271 100 Meskipun data penduduk di Desa Ciruas (Tabel 8) menunjukkan persentase yang relatif tidak berbeda antara penduduk laki-laki dan perempuan pada kelompok umur bukan produktif (di bawah 15 tahun) - sekitar 25 persen -, namun pada rumahtangga contoh peserta PTT keadaannya tidak demikian. Sebagaimana terlihat pada Tabel 12, persentase ART perempuan yang bukan usia produktif lebih tinggi sekitar tujuh persen dibanding ART laki-laki. Yang menarik adalah laporan menunjukkan bahwa rata-rata umur harapan hidup (life expectancy) perempuan di Provinsi Banten pada tahun 2007 untuk perempuan 66,5 tahun, sementara pada laki-laki 62.4 tahun 3. Dengan demikian, tampaknya kondisi pada rumahtangga petani peserta PTT sangat berbeda karena persentase ART laki-laki 3 Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2005 dan 2006, Kerjasama BPS dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (diakses dari http://www.menegpp.go.id/aplikasi data/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=4&itemid=65) tanggal 7 Juli 2010.

60 berumur 60 tahun dan di atasnya lebih tinggi sekitar 8,6 persen dibanding ART perempuan pada kelompok umur yang sama. Lebih lanjut, merujuk pada rumus Rusli (1995), diketahui bahwa rasio ketergantungan (dependency ratio) 4 pada rumahtangga petani PTT tergolong rendah yakni sekitar 0,33 atau kurang dari satu, yang artinya bahwa jumlah penduduk usia kerja lebih banyak daripada jumlah penduduk yang bukan usia kerja (penduduk usia muda dan tua atau lanjut usia). 6.1.3. Jenis Pekerjaan Pada Tabel 13 disajikan data mengenai kondisi rumahtangga berdasarkan pekerjaannya. Tabel 13. Anggota Rumahtangga Petani Peserta PTT Menurut Jenis Pekerjaan dan Jenis Kelamin, Desa Ciruas, Tahun 2010 (dalam jumlah dan persentase) Laki-laki Perempuan Total Jenis Pekerjaan Utama Tidak bekerja 48 34,53 78 59,09 126 50,62 Petani Pemilik 7 5,04 1 0,76 8 2,23 Petani Penggarap 45 32,37 18 13,64 63 20,10 Buruh tani 2 1,44 2 1,52 4 1,49 Buruh nontani 18 12,95 15 11,36 33 11,91 Pedagang 11 7,91 9 6,82 20 7,20 Industri rumahtangga 3 2,16 0 0,00 3 0,74 Lainnya 5 3,60 9 6,82 14 5,71 Total 139 100,00 132 100,00 271 100,00 Berdasarkan tabel di atas, secara umum lebih dari separuh dari ART petani menyatakan tidak bekerja. Jika dilihat menurut jenis kelaminnya, diketahui bahwa persentase ART perempuan yang tidak bekerja lebih tinggi sekitar 25 persen dibanding ART laki-laki. Hal ini dimungkinkan oleh karena selain relatif lebih tingginya persentase ART perempuan yang bukan tergolong usia produktif (usia balita dan usia sekolah). Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 12, juga karena pada umumnya ART perempuan dewasa pada rumahtangga petani mengaku hanya berstatus pekerja keluarga tidak diupah. Meskipun ART perempuan dan 4 Rumus dependency ratio= penduduk umur 0-14 tahun dan 65+ tahun penduduk umur 15-64 tahun

61 laki-laki yang berstatus petani pemilik sama-sama relatif rendah, namun persentase ART perempuan berstatus tersebut jauh lebih rendah dibanding ART laki-laki. Tidak demikian halnya pada mereka yang berstatus petani penggarap dan buruh tani. tase ART perempuan berstatus petani penggarap sekitar lebih dari separuh persentase ART laki-laki; bahkan pada mereka yang bekerja sebagai buruh tani persentase keduanya tidak jauh berbeda (sekitar 1,5 persen). Meskipun demikian, upah buru tani berbeda menurut jenis kelamin yakni berturut-turut Rp15.000,- untuk laki-laki dan 10.000,- rupiah untuk perempuan. 6.1.4. Status Perkawinan Pada Tabel 14 disajikan data mengenai profil ART petani peserta PTT menurut status perkawinannya. Tabel 14. Anggota Rumahtangga Petani Peserta PTT Menurut Kelompok Umur dan Status Perkawinan, Desa Ciruas, Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) Kategori Kawin Belum Kawin Janda/duda mati Total Umur (tahun) <15 0 0,00 60 46,51 0 0,00 60 22,14 15-19 0 0,00 32 24,81 0 0,00 32 11,81 20-24 5 3,65 28 21,71 0 0,00 33 12,18 25-29 18 13,14 9 6,98 0 0,00 27 9,96 30-34 25 18,25 0 0,00 0 0,00 25 9,23 35-39 25 18,25 0 0,00 1 20,00 26 9,59 40-44 13 9,49 0 0,00 0 0,00 13 4,80 45-49 9 6,57 0 0,00 0 0,00 9 3,32 50-54 17 12,41 0 0,00 2 40,00 19 7,01 55-59 12 8,76 0 0,00 1 20,00 13 4,80 60-64 6 4,38 0 0,00 0 0,00 6 2,21 65+ 7 5,11 0 0,00 0 20,00 8 2,95 Total 137 100,0 129 100,0 5 100,00 271 100,00 Sebagaimana terlihat pada Tabel 14, secara umum proporsi ART petani peserta PTT yang berstatus kawin dan belum kawin tidak berbeda jauh, berturutturut sebesar 50,5 persen dan 47,6 persen. Yang menarik adalah bahwa ART berstatus belum kawin seluruhnya ditemukan pada mereka yang berada pada kategori kelompok umur 25-29 tahun. Di lain pihak, ternyata tidak seorangpun ART yang berstatus kawin berada pada kelompok umur di bawah 20 tahun. Ini

62 berarti, meskipun sebelumnya banyak temuan bahwa ART rumahtangga petani di pedesaan banyak menikah pada usia muda, maka sekarang hal tersebut sudah berubah. 6.1.5. Tingkat Pendidikan Formal Kondisi masyarakat pedesaan pada umumnya kurang akses terhadap pendidikan. Seperti halnya kondisi masyarakat Desa Ciruas pada umumnya, tingkat pendidikan mayoritas ART rumahtangga petani peserta PTT sebagain besar berpendidikan lulusan Sekolah Dasar. Data ART menurut tingkat pendidikan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Anggota Rumahtangga Petani Menurut Tingkat Pendidikan Formal serta Jenis Kelamin, Desa Ciruas, Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Total Formal Tidak sekolah 1 0,4 1 0,4 2 0,8 Belum sekolah 9 3,3 9 3,3 18 6,6 Bersekolah di SD 10 3,7 20 7,4 30 11,1 Bersekolah di SLTP 6 2,2 6 2,2 12 4,4 Bersekolah di SMA 4 1,5 7 2,6 11 4,1 Tidak tamat SD 16 5,9 15 5,5 31 11,4 Tamat SD 61 22,5 25 9,2 86 31,7 Tamat SLTP 27 10 31 11,4 58 21,4 Tamat SMA 4 1,5 19 7 23 8,5 Total 138 50,9 133 49,1 271 100 Tabel 15 memperlihatkan bahwa secara umum tingkat pendidikan ART petani peserta PTT mayoritas berpendidikan Tamat SD, diikuti oleh mereka yang berpendidikan SLTP dengan persentase sekitar 10 persen lebih rendah dibanding mereka yang berpendidikan Tamat SD. Gambaran ini memperkuat kecenderungan bahwa Program Wajib Belajar 12 tahun berdampak positif bagi rumahtangga petani. Namun demikian, sehubungan dengan fakta bahwa sebagian besar rumahtangga petani peserta PTT adalah petani penggarap dan buruh serta pedagang kecil; dan bersamaan dengan itu tidak ada fasilitas pendidikan SLTA di Desa Ciruas, maka persentase ART rumahtangga yang berpendidikan SLTA jauh

63 lebih rendah dibanding mereka yang berpendidikan SD dan SLTP; berturut-turut lebih sebesar 31,7 persen dan 21,4 persen. Kondisi ini sangat dimungkinkan, mengingat sebagian besar rumahtangga di Desa Ciruas tergolong miskin. Selain rendahnya kemampuan ekonomi, masih ditemukan adanya sebagian warga yang menganggap pendidikan bukan hal yang penting karena menurut mereka pendidikan tinggi belum tentu dapat menjamin masa depan anak-anak mereka. Itu sebabnya masih ada yang lebih memilih untuk mengalokasikan uang yang mereka miliki untuk modal usaha daripada untuk menyekolahkan anaknya. Hal lainnya adalah adanya kecenderungan anak-anak petani yang mengikuti kebiasaan orangtua mereka (yang miskin) untuk langsung bekerja setelah tamat dari Sekolah Dasar. 6.2. Karakteristik Rumahtangga 6.2.1. Tingkat Kekayaan Tingkat kekayaan pada rumahtangga miskin dihitung berdasarkan nilai rupiah dari kepemilikan barang-barang berharga. Kepemilikan barang-barang berharga mencakup kepemilikan barang elektronik, kendaraan bermotor, meja kursi tamu, dan ternak. Dari keseluruhan kepemilikan barang berharga tersebut, kekayaan rata-rata rumahtangga petani peserta PTT sebesar Rp2.940.000,-. Dari total rumahtangga petani peserta, sebanyak 82,2 persen rumahtangga petani memiliki kekayaan dengan kisaran kurang dari Rp4.350.000,-, sementara sebanyak 11,1 persen diantaranya termasuk memiliki kekayaan dengan kisaran Rp4.350.000,- sampai dengan Rp8.700.000,-. Adapun sisanya, yaitu sebesar 6,7 persen memiliki harta kekayaan di atas Rp8.700.000,-. Meskipun sebagian besar tingkat kekayaan mereka tergolong rendah yaitu sebesar 83 persen (Lampiran 4), diketahui bahwa dari 45 rumahtangga petani responden di Desa Ciruas, sekitar 70 persen rumah mereka berstatus milik sendiri, berupa bangunan tunggal, berdinding tembok, berlantai keramik dan beratap dari genting dengan rata-rata luas bangunan 89,49 m 2 dan rata-rata luas kamar per individu 3m x 3m. Namun demikian, masyarakat di desa ini kurang memperhatikan fasilitas sanitasi seperti kamar mandi keperluan MCK. Sebanyak 15 rumahtangga atau 33,33 persen tidak memiliki MCK pribadi, sedangkan

64 selebihnya sudah memiliki MCK pribadi. Kondisi ini dimungkinkan karena letak rumah sangat berdekatan sehingga tidak memungkinkan untuk memilikinya karena akan mengganggu kualitas air sumur mereka. Meskipun demikian, yang menarik adalah bahwa hampir semua rumahtangga responden memiliki barangbarang elektronik seperti televisi, radio, kursi tamu dan lemari pajangan, sepeda dan kendaraan bermotor. 5 Dengan demikian, meskipun secara kategori tingkat kekayaan mereka tergolong rendah (Lampiran 4), namun tampaknya gaya hidup masyarakat desa ini hampir menyamai mereka yang kaya. Media elektronik ini dijadikan sebagian media hiburan bagi semua anggota rumahtangga. Dalam hal kepemilikan ternak, hanya sedikit diantara rumahtangga petani PTT yang memiliki kerbau atau sapi, Sebanyak dua rumahtangga memiliki satu hingga dua ekor kerbau, enam rumah tangga memiliki satu hingga lima kambing, dan selebihnya memelihara bebek dan ayam. Sebagian besar dari rumahtangga petani PTT memilih untuk memelihara bebek dan ayam. 6 Hal ini disebabkan karena mayoritas petani dengan tingkat kekayaan rendah tidak mampu membeli ternak besar, serta tidak memiliki lahan pekarangan bagi kandang kerbau atau sapinya karena rumah-rumah mereka juga berdempetan. 6.2.2. Status Kategori Rumahtangga Kategori rumahtangga miskin dalam studi ini menggunakan indikator yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yakni dengan memperhitungkan ciriciri: tempat tinggal, air minum, kepemilikan aset, aspek pangan, aspek sandang dan kegiatan sosial (Lampiran 3). Adapun keadaan rumahtangga petani peserta PTT menurut kategori kemiskinan BPS disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Status Rumahtangga Petani Miskin Menurut Indikator BPS, Desa Ciruas, Tahun 2010 (dalam jumlah rumahtangga dan persen) Status Kategori Rumahtangga Rumahtangga Miskin 40 88,89 Tidak Miskin 5 11,11 Total 45 100,00 5 Harga taksiran rata-rata barang elektronik: televisi seharga Rp500.000; radio seharga Rp70.000; kursi tamu: Rp100.000, sepeda: Rp200.000. Untuk kendaraan bermotor berkisar antara Rp1.000.000 hingga Rp6.000.000 6 Harga taksiran hewan ternak rata-rata untuk kambing sekitar Rp700.000/ekor, sementara untuk bebek dan ayam berturutturut seharga Rp 40.000/ekor dan Rp. 30.000/ekor

65 Berdasar Tabel 16, mayoritas rumahtangga tergolong rumahtangga miskin menurut kriteria miskin. Penyebab utama adalah belum terpenuhinya ciri-ciri atau kriteria rumahtangga miskin menurut BPS. Rata-rata petani memiliki luas lahan perkapita kurang dari 8 m 2, jenis lantai masih dari tanah dan beberapa meminum air dari sungai/bendungan. Sementara itu, walaupun beberapa rumahtangga memiliki aset berupa ternak, televisi, kendaraan bermotor akan tetapi aspek sandang, papan dan kegiatan sosial tidak mencukupi. 6.2.3. Luas Lahan Usaha Tani Luas lahan usahatani yang dikuasai rumahtangga petani peserta PTT berkisar antara 0,075-1,5 hektar, dengan rata-rata seluas 0,51 hektar. Untuk ratarata lahan sawah yang dimiliki petani pemilik adalah seluas 0,98 hektar, sementara rata-rata lahan sawah yang digarap oleh petani penggarap seluas 0,35 hektar. Dari hasil penelitian, diperoleh sebagian besar petani responden tergolong lapisan sedang menurut kriteria luas lahan usahatani Sayogyo (1990) yaitu pada kisaran 0,25-0,5 hektar. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Rumahtangga Petani Menurut Penguasaan Lahan Usahatani Sawah, Desa Ciruas, Tahun 2010 (dalam jumlah dan persen) Kategori Luas Lahan Penguasaan Lahan Petani Pemilik Petani Penggarap Total <0,25 2 4,4 6 13,3 8 17,8 0,25-0,5 1 2,2 22 48,9 23 51,1 >0,5 5 11,1 9 20,0 14 31,1 Total 8 17,8 37 82,2 45 100,0 Seperti yang diketahui dalam tabel, sebagian besar rumahtangga petani mempunyai rata-rata luas lahan garapan 0,25-0,5 hektar yaitu sebanyak 23 orang atau 51,1 persen yang didominasi oleh petani penggarap. Menjadi menarik adalah petani penggarap sebanyak 20 persen menggarap >0,5 hektar atau rata-rata luas lahan sekitar 0,98 hektar, ini berarti diduga petani memiliki luas garapan yang cukup luas.