V. KARAKTERISTIK PETANI. Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

BAB VI PEMBAHASAN. pelaksanaan, dan hasil terhadap dampak keberhasilan FMA agribisnis kakao di

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

V GAMBARAN UMUM DESA CIMANGGIS

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian. data melalui wawancara untuk menjelaskan hubungan yang mungkin tejadi diantara.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Metode deskriptif dilakukan untuk melihat hubungan status sosial ekonomi petani

Diarsi Eka Yani. ABSTRAK

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Karakteristik petani dalam penelitian ini meliputi Umur, Pendidikan

III. METODE PENELITIAN. Definisi operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

III. METODE PENELITIAN. Umur responden merupakan usia responden dari awal kelahiran. sampai pada saat penelitian ini dilakukan.

III. METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

Hubungan antara Karakteristik Petani dan Dinamika Kelompok Tani dengan Keberhasilan Program PUAP

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir. kualitas hidup rakyat melalui peningkatan partisipasinya secar aktif dalam

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN SEKOLAH LAPANGAN PENGENDALIAN HAMA TERPADU (SL-PHT) PADA USAHATANI MANGGIS

III. METODE PENELITIAN. bermitra dengan UPT Balai Benih Pertanian Barongan Kabupaten Bantul.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Lampiran 1. Peta wilayah Provinsi Bali

HASIL DAN PEMBAHASAN. pemerintahan dalam memberikan pelayanan publiknya wilayah ini dibagi kedalam

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

III. METODE PENELITIAN. adalah metode deskriptif analisis. Metode deskripsi yaitu suatu penelitian yang

Pada gambar 2.3 diatas, digambarkan bahwa yang melatarbelakangi. seseorang berpindah tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendapatan usahatani per musim. Petani yang menjadi objek penelitian adalah

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Peternak

1.PENDAHULUAN. minimal 0,25 ha, penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh keuntungan. Perusahaan mempunyai fungsi essensial untuk

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

BAB III PENYAJIAN DATA. penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun bab ini berisi identitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

VI. KERAGAAN USAHATANI KENTANG DAN TOMAT DI DAERAH PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai metode yang mempelajari

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah para petani di Desa Poncowarno Kecamatan

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode dasar deksriptif. Metode deskriptif artinya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

BAB VIII HUBUNGAN PARTISIPASI DENGAN SIKAP DAN KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU PETANI

BAB IV PROFIL DESA BANJARWARU

BAB VII KARAKTERISTIK INTERNAL, KARAKTERISTIK EKSTERNAL, DAN KARAKTERSTIK INOVASI PRIMA TANI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

III METODE PENELITIAN. yang digunakan dalam penelitian ini. Faktor-faktor yang diteliti dalam

III. METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN KOMPETENSI AGRIBISNIS PADA

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINGKAT ADOPSI INOVASI SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO DI KELOMPOK TANI SEDYO MUKTI DESA PENDOWOHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL

METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian

diharapkan) yang diberi skor 3 hingga pemyataan negatif (Jawaban yang tidak diharapkan) yang diberi skor 1 seperti pada Tabel 1.

II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN DAN KERANGKA PIKIR. Geografi menurut ikatan Geografi Indonesia (IGI :1988) dalam adalah ilmu yang

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii. I. PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 5 Tujuan... 6 Manfaat...

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang

BAB V KARAKTERISTIK RESPONDEN

Eka Pratiwi Tenriawaru*, Nurhayati B, Andi Faridah Arsal. Program Studi Biologi, Fakultas MIPA Universitas Cokroaminoto Palopo ABSTRAK

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. program kemitraan PT. Pagilaran dapat dilihat pada tabel 19.

METODE PENELITIAN. Gambar 5 Disain Penelitian.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Umur responden petani mina padi yaitu berkaitan dengan kemampuan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUASAAN LAHAN USAHATANI PADI SAWAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PEMISKINAN DI DESA PADANG MUTUNG KECAMATAN KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN TANAH DI SUMATERA BARAT *

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kompetensi petani tepi hutan dalam melestarikan hutan lindung perlu dikaji

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

PENGARUH TINGKAT PENERAPAN KONSERVASI TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI SAWI (Brassica Juncea L) DI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU. Mohammad Shoimus Sholeh

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA RAMBAH TENGAH BARAT KECAMATAN RAMBAH KABUPATEN ROKAN HULU

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping kebutuhan

PROFIL PETANI KELAPA SAWIT FOLA SWADAYA DI DESA SENAMA NENEK KECAMATAN TAPUNG HULU KABUPATEN KAMPAR

PENGARUH PENGGUNAAN TEKNOLOGI MESIN RICE TRANSPLANTER TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI PADI PENDAHULUAN

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI BERLABEL DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. konteks keruangan. Kajian geografi terbagi menjadi dua yaitu geografi fisik yang

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana

Transkripsi:

V. KARAKTERISTIK PETANI 1. Usia Petani Usia merupakan identitas respondenyang dapat menggambarkan pengalaman dalam diri responden sehingga terdapat keragaman perilaku berdasarkan usia responden. Penelitian ini mengelompokkan usia menjadi tiga, yaitu kelompok belum produktif (0-14), produktif (15-64), dan tidak produktif ( 60) serta disajikan pada tabel 5.1.: Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia No. Umur (Tahun) Total (jiwa) Persentase (%) Mitra Nonmitra Mitra Nonmitra 1 Belum Produktif (0-14 tahun) 0 0 0,00 0,00 2 Produktif (15-64 tahun) 34 33 97,14 94,29 3 Tidak Produktif ( 65) 1 2 2,86 5,71 Total 35 35 100,00 100,00 Dalam penelitian ini, persentase responden petani mitra dan nonmitra yang termasuk pada kelompok produktif menjadi dominasi, dengan persentase 97,14% untuk petani mitra dan 94,29 untuk petani nonmitra. Sedangkan pada kelompok usia tidak produktif hanya memiliki persentase 2,86% untuk petani mitra dan 5,71% untuk petani nonmitra. 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan hal yang esensial dalam membentuk pola pikir dan persepsi individu. Dalam penelitian ini, tingkat pendidikan dikelompokkan berdasarkan lamanya menempuh pendidikan, untuk kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan strata pendidikan. Pada strata pendidikan SD, rentang waktu pendidikan yang ditempuh petani ialah 1-6 tahun, SMP selama 7-9 tahun, SMA selama 10-12 tahun, dan pada strata Diploma/Sarjana memiliki rentang waktu menempuh pendidikan selamalebih dari 13 tahun. Tingkat pendidikan petani responden disini, dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 49

No. Pendidikan Total (jiwa) Persentase (%) Mitra Nonmitra Mitra Nonmitra 1 Tidak Sekolah 0 4 0,00 11,43 2 SD (1-6) 9 9 25,71 25,71 3 SMP (7-9) 5 4 14,29 11,43 4 SMA (10-12) 9 13 25,71 37,14 Diploma/Sarjana 12 5 ( 13) 5 34,29 14,29 Total 35 35 100,00 100,00 Dari tabel diatas, dapat diketahui tidak ada petani mitra yang tidak bersekolah, sedangkan pada petani nonmitra sebanyak 11,43% tidak mengenyam bangku pendidikan. Sebesar 25,71% petani mitra dan petani nonmitra menempuh pendidikan SD. Untuk petani mitra yang mengenyam bangku SMP disini sebesar 14,29 dan petani nonmitra sebesar 11,43%. Persentase tingkat pendidikan SMA pada petani mitra adalah 25,71% dan pada petani nonmitra sebesar 37,14%. Tingkat pendidikan tertinggi disini, yaitu Diploma/Sarjana mempunyai persentase 34,29% untuk petani mitra serta14,29% untuk petani nonmitra. Terdapat perbedaan mengenai strata pendidikan terbanyak yang ditempuh petani mitra dan petani nonmitra disini.tingkat pendidikan terbanyak yang ditempuh petani mitra adalah Diplomat/Sarjana dan pada petani nonmitra ialah pada tingkat SMA.Dengan ini maka dapat dilihat bahwa petani mitra mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi.petani dengan tingkat pendidikan formal rendah cenderung lebih sulit menerima inovasi baru yang disampaikan. Pada umumnya mereka akan menerima inovasi baru jika telah ada bukti nyata bahwa inovasi tersebut benar-benar menguntungkan untuk usahataninya. Sedangkan petani yang tingkat pendidikan formalnya tinggi cenderung lebih terbuka dalam menerima inovasi baru dan mampu menilai kecocokan inovasi tersebut untuk diterapkan dalam usahataninya. 3. Luas Lahan Garapan Luas lahan garapan merupakan variabel yang dapat menunjukkan skala usahatani yang dijalankan oleh responden. Dalam penelitian ini, luas lahan dikategorikan menjadi 3 tingkat, yaitu lahan sempit dengan kriteria luas lahan 0,24-6,24 hektar, lahan sedang dengan luasan lahan garapan 6,25-12,24 hektar dan lahan lebar dengan 50

lahan diatas 12,25 hektar. Luasan lahan garapan dari petani mitra dan petani nonmitra yang menjadi responden dalam penelitian ini disajikan dalam tabel 5.3. Tabel 5.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan No. Lahan Garapan Total (jiwa) Persentase (%) (Ha) Mitra Nonmitra Mitra Nonmitra 1 Sempit (0.24-6.24) 4 28 11,43 80,00 2 Sedang (6.25-12.24) 8 4 22,86 11,43 3 Luas (>12.25) 23 3 65,71 8,57 Total 35 35 100,00 100,00 Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar petani mitra mempunyai lahan luas garapan yang difungsikan untuk budidaya tanam tebu. Persentasenya sendiri ialah 65,71%. Sedangkan pada sebagian besar petani nonmitra, luas lahan garapan yang digunakan untuk budidaya tanaman tebu termasuk dalam kategori sempit, dengan persentase 80%. Ini berbanding terbalik dengan persentase terkecil lahan yang digunakan petani mitra dan petani nonmitra untuk budidaya tebu. Hanya sebagian kecil petani mitra yang mempunyai lahan garapan sempit, yaitu 11,43% dan hanya 8,57% petani nonmitra yang mempunyai lahan luas. 4. Lama Bermitra Lama bermitra merupakan aspek yang dapat melihat pengalaman petani mitra dalam menjalin kemitraan dengan pihak PG Trangkil. Petani yang tergolong lama dalam bermitra dinilai dapat lebih mudah menerima inovasi yang diberikan dan berani mengambil keputusan tanpa takut salah dikarenakan adanya proses pembelajaran dari pengalaman sebelumnya. Lama bermitra disini dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.sebaran petani berdasarkan lama bermitra dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bermitra 51

No. Lama Bermitra (Tahun) Total (jiwa) Persentase (%) 1 Baru (0-13) 13 37,14 2 Sedang (14-26) 17 48,57 3 Lama (27-40) 5 14,29 Total 35 100,00 Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar petani tebu di Kecamatan Trangkil mempunyai rentang waktu bemitra pada kategori sedang (14-26) dengan jumlah petani 17 jiwa.sedangkan pada kategori baru (0-13) sebanyak 13 jiwa. Kategori lama(27-40) mempunyai jumlah paling kecil, yaitu sebanyak 5 orang. Dari tabel 5.4, dapat diketahui bahwa sebagian petani tebu sudah bermitra dengan PG Trangkil dalam rentang waktu sedang.dengan adanya hasil tersebut maka diduga bahwa petani tebu sedang mengalami fase perkembangan dalam hal pengalaman bermitra dengan PG Trangkil. 5. Keaktifan Petani Dalam Kegiatan Penyuluhan Keaktifan petani dalam kegiatan penyuluhan disini adalah pengukuran tingkat partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan, baik dalam kehadiran ataupun keaktifan berbicara petani dalam kegiatan penyuluhan. Tingkat keaktifan petani dalam penyuluhan sedikit banyak akan mempengaruhi penerimaan petani mengenai informasi baru. Indikator keaktifan petani dalam kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Komponen Keaktifan Petani dalam Kegiatan Penyuluhan No 1 2 3 4 Indikator Interval Skors Rerata Skors Keaktifan Petani (%) Frekuensi kehadiran pada kegiatan penyuluhan 0-3 2,31 77,00 Mengikuti penyuluhan dari awal hingga akhir 0-3 2,11 70,30 Memperhatikan dan mendengarkan materi yang disampaikan penyuluh 0-2 1,63 81,50 Menggunakan kesempatan untuk mengemukakan pendapat 0-2 0,89 44,50 Lanjutan Tabel 5.5. 5 Bertanya jika belum paham 0-2 0,83 41,50 6 Ikut memberikan saran pada 0-2 0,74 37,00 52

saat penyuluhan 7 Membantu penyuluh dalam menjawab pertanyaan 0-3 0,67 22,30 Menyebarkan informasi yang 8 diperoleh dari kegiatan penyuluhan pada petani lain 0-2 0,80 40,00 9 Menerapkan hal-hal yang disampaikan oleh penyuluh 0-3 2,20 73,30 Jumlah 0-22 12,18 487 Rerata 1,35 54,2 Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Tingkat keaktifan petani dalam kegiatan penyuluhan juga dibagi dalam 3 kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Sebaran petani tebu berdasarkan tingkat keaktifan petani dalam kegiatan penyuluhan dapat dilihat pada tabel 5.6 Tabel 5.5. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Keaktifan Petani Dalam Kegiatan Penyuluhan No. Kategori Keaktifan Petani Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Rendah (0-7) 4 11,43 2 Sedang (8-14) 20 57,14 3 Tinggi (15-22) 11 31,43 Jumlah 35.00 100,00 Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani tebu di Kecamatan Trangkil mempunyai tingkat keaktifan dalam kegiatan penyuluhan pada kategori sedang, dengan 20 petani (57,14%). Kemudian disusul pada kategori keaktifan tinggi dengan 11 petani (31,43%). Hanya 4 orang yang berada pada kategori keaktifan petani rendah.hasil ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani baru sebatas menyadari bahwa penyuluhan merupakan kegiatan yang bermanfaat karena dapat memberikan pengetahuan baru yang berguna bagi kegiata usahataninya, namun belum sepenuhnya aktif dalam kegiatan penyuluhan. 6. Motivasi Petani Motivasi disini merupakan dorongan yang timbul dari dalam diri petani untuk menjalankan kemitraan dengan pihak PG Trangkil.Motivasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri sendiri atau keadaan yang mendorong melakukan kegiatan 53

untuk mencapai suatu tujuan. Menurut Alderver, motivasi mempunyai tiga komponen, yaitu kebutuhan eksistensi, kebutuhan berhubungan, dan kebutuhan berkembang. Motivasi petani tebu terhadap kemitraan dengan PG Trangkil dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.7.Komponen Motivasi Petani Terhadap Kemitraan dengan PG Trangkil di Kecamatan Trangkil No. 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 Indikator Interval Skor Rerata skor Tingkat Motivasi (%) Kebutuhan Eksistensi Keinginan memenuhi kebutuhan sandang 0-4 3,31 82,75 Keinginan memenuhi kebutuhan pangan 0-4 3,31 82,75 Keinginan memenuhi kebutuhan papan 0-4 3,31 82,75 Keinginan meningkatkan pendapatan 0-3 1,91 63,67 Keinginan memenuhi kebutuhan hidup pada masa tua 0-3 2,69 89,67 Jumlah 0-18 14,53 80,32 Kebutuhan Berhubungan Keinginan untuk lebih banyak teman 0-4 2,97 74,25 Keinginan untuk dekat dengan sesama anggota kemitraan 0-4 3,43 85,75 Keinginan untuk dekat deng pihak PG Trangkil 0-4 3,09 77,25 Keinginan untuk dekat dengan pengurus kelompok tani 0-4 3,54 88,5 Keinginan untuk dekat dengan pamong desa 0-4 3,34 83,5 Jumlah 0-20 16,37 81,85 Kebutuhan Berkembang Keinginan meningkatkan pengetahuan budidaya tanaman 0-4 2,91 72,75 tebu Lanjutan Tabel 5.7. Keinginan meningkatkan 2 ketrampilan berbudidaya tebu 0-4 2,97 74,25 54

3 Keinginan menambah wawasan dan mengembangkan skala 0-4 3,43 85,75 usaha 4 Keinginan memperoleh informasi mengenai teknologi 0-4 3,43 85,75 terbaru 5 Keinginan meningkatkan kualitas dan produktivitas tanaman tebu 0-4 3,14 78,5 Jumlah 0-20 15,88 79,4 Total 0-58 46,78 80,52 Sumber: Analisis Data Primer, 2014 Berdasarkan Tabel 5.6 dapat diketahui bahwa motivasi petani pada aspek kebutuhan berhubungan memiliki persentase tertinggi, yaitu 81,85%. Ini dikarenakan petani ingin membangun relasi yang baik dengan pihak-pihak yang dianggap berpengaruh dalam usahataninya seperti sesama petani, kelompok tani, pihak PG Trangkil, dan pamong desa. Pada aspek kebutuhan eksistensi diperoleh persentase sebesar 80,32%, sedangkan pada aspek kebutuhan berkembang mempunyai persentase terkecil yaitu 79,40%. Nilai persntase rerata dari motivasi petani tebu ialah 80,52%. Nilai ini menunjukkan bahwa petani tebu masih mempunyai dorongan yang kuat untuk mengikuti kemitraan dengan PG Trangkil Dalam penelitian ini, motivasi dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi.sebaran petani tebu menurut motivasinya dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.8. Sebaran Responden Berdasarkan Motivasi No. Kategori Motivasi Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Rendah (0-19) 0 0,00 2 Sedang (20-38) 5 14,29 3 Tinggi (39-58) 30 85,71 Jumlah 35 100,00 Berdasarkan Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar petani tebu mitra mempunyai motivasi yang tinggi dalam menjalankan kemitraan. Dari 35 petani mitra, sebanyak 30 orang (85,71%) petani mitra mempunyai motivasi yang kuat. Hal 55

ini dikarenakan dengan kemitraan, petani mempunyai harapan untuk meningkatkan pendapatan keluarga, membina hubungan baik dengan pihak PG Trangkil maupun sesama petani tebu mitra lainnya, serta dengan adanya kemitraan petani tebu dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, serta mendapatkan informasi mengenai teknologi baru budidaya tebu. 56