PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dari alokasi belanja modal sebesar 216,1 triliun rupiah, sebesar 203,7 triliun

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2011).

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Peringkat daya saing negara-negara ASEAN tahun

DIREKTUR TRANSPORTASI, BAPPENAS JAKARTA, 17 SEPTEMBER 2014

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Peningkatan kinerja..., Suntana Sukma Djatnika, FT UI.,

Arah Kebijakan Program PPSP Kick off Program PPSP Direktur Perumahan dan Permukiman Bappenas

MENGATASI TINGKAT KEMISKINAN DESA DENGAN AIR

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik, tenaga kerja di Indonesia per bulan Februari

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

BAB 5: INDIKASI INVESTASI INFRASTRUKTUR

TANTANGAN DAN PELUANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR INDONESIA

JAKARTA INVESTOR DAILY (18/11/2014) : Pemerintah dalam lima t

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan APMC on Public Private Partnerships, 15 April 2010 Kamis, 15 April 2010

INFRASTRUKTUR SEBAGAI PILAR PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG EFISIEN

BAB II PROFIL PT. LAMPIRI DJAYA ABADI

BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dasa warsa terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup stabil

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB 4 INDIKATOR EKONOMI ENERGI

d. penyiapan bahan sertifikasi kecakapan personil serta penyiapan sertifikasi peralatan informasi dan peralatan pengamatan bandar udara.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Menjawab Kemendesakan dan Masa Depan Kota. Rujak Center for Urban Studies

BAB I PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar di dunia. Pertumbuhan industri penerbangan juga cenderung

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. saing global, dan memperbaiki iklim investasi secara keseluruhan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital

FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

Pembangunan Ekonomi Indonesia Yang Berkualitas: Langkah dan Tantangan

SUPPLY DEMAND MATERIAL DAN PERALATAN KONSTRUKSI DALAM RANGKA MENDUKUNG INVESTASI INFRASTRUKTUR NASIONAL

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

Ketika MRT Urai Kemacetan Jakarta

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

Antar Kerja Antar Lokal (AKAL)

Seminar Nasional Outlook Industri 2018 PEMBANGUNAN INDUSTRI YANG INKLUSIF DALAM RANGKA MENGAKSELERASI PERTUMBUHAN EKONOMI YANG BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi merupakan proses integrasi internasional yang terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, kependudukan, sarana dan prasarana serta transportasi. Adanya

BAB I PENGANTAR. Gejolak krisis ekonomi yang dialami Amerika Serikat dan beberapa negara

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

STRATEGI NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

RANCANGAN TEKNOKRATIK RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH NASIONAL (RPJMN)

Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2011 KATA PENGANTAR

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

Pembenahan Pasokan Daging Sapi Melalui Sistem Logistik Nasional Senin, 10 Juni 2013

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri semen di Indonesia pada saat ini sedang mengalami pertumbuhan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diambil kesimpulan masing-masingnya sebagai berikut: kelayakan pemasaran produkdari sisi faktor lingkungan eksternal PT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1. Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERPAJAKAN PADA KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTENTU DI INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I P E N D A H U L U A N. lebih maju. Organisasi-organisasi internasional dan perjanjian-perjanjian

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR JALAN DAN JEMBATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

BAB I PENDAHULUAN. kedua negara berada pada tingkat yang bisa dibilang sangat baik. Hubungan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

Produktivitas; Kebijakan dan Program. Oleh : Estiarty Haryani Direktur Produktivitas dan Kewirausahaan

MASA DEPAN INDUSTRI EPC ; TANTANGAN BUMN EPC (2017)

SOSIALISASI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) FISIK 2019 DALAM MENDUKUNG AKSES UNIVERSAL AIR MINUM SANITASI

Transkripsi:

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG Dibawakan oleh Bp. Ir. Wilfred I. A. singkali *) PENGERTIAN PASAR : Pasar Produk Industri Pracetak dan Prategang : Adalah pasar konstruksi yang menggunakan beton sebagai elemen konstruksinya dan pasar konstruksi yang tidak menggunakan beton namun dapat disubstitusi menggunakan beton (pasar potensial). Pasar Aktual : Pasar berdasarkan produk dan jasa yang sudah ada dan kawasan yang sudah digarap, namun belum jenuh. Unsur utama adalah kualitas, kapasitas, jangkauan distribusi dan harga melalui rekayasa teknologi, investasi dan perluasan wilayah operasi. Pasar Potensial : Pasar berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelanggan yang belum terpenuhi. Unsur utama adalah modifikasi produk eksisting, penyediaan produk dan jasa baru melalui rekayasa teknologi dan Investasi baru. Rekayasa teknologi meliputi teknologi material, teknologi produksi, teknologi struktur dan teknologi konstruksi. PELUANG : 1. Target Pemerintah untuk meningkatkan PDB per Kapita dari USD 3.000 pada tahun 2010 (low income country) menjadi USD 14.500 pada tahun 2025 (middle income country) tidak mungkin dicapai tanpa peningkatan kualitas infrastruktur nasional. PDP per Kapita negara tetangga tahun 2012, Malaysia USD 16.794, Thailand USD 9.503, China USD 9.300, Phillipines USD 4.410, Vietnam USD 3.788). 2. Ketersediaan dan kualitas infrastruktur yang merupakan landasan penting pertumbuhan ekonomi relatif masih tertinggal dibanding Negara tetangga. Rangking global competitiveness (Index Daya Saing global) dibidang Infrastruktur Indonesia tahun 2014 2015 : 56, bandingkan dengan Malaysia 25, Singapore 2, Thailand 48, Vietnam 81, Phillipines 91.

TARGET INFRASTRUKTUR UNTUK MENJADI MIDDLE INCOME COUNTRY : (sumber data : BAPPENAS) 1. Dalam hal penyediaan air baku, target pemerintah meningkatkan kapasitas air baku untuk rumah tangga, perkotaan dan industry dari 56 m3/detik menjadi 109.54 m3/detik memerlukan dana Rp 26.15 Trilyun. 2. Untuk pemenuhan kebutuhan air irigasi, peningkatan rasio areal irigasi teknis dari 11% menjadi 20% memerlukan dana sebesar Rp 313.83 Trilyun untuk jaringan irigasi, selain itu harus meningkatkan kapasitas volume waduk dari 14 milyard m3 menjadi 17 milyard m3 dengan dana sebesar Rp 283.84 Trilyun. 3. Untuk peningkatan infrastruktur transportasi udara, pemerintah menargetkan penurunan rasio penggunaan landasan dikota besar dari kondisi saat ini >100% menjadi 95% dan meningkatkan kualitas waktu pelayanan dari 70% menjadi 95% dengan dana yang dibutuhkan sebesar Rp 165 Trilyun. 4. Untuk peningkatan infrastruktur transportasi laut, penambahan dua pelabuhan samudra dan peningkatan kapasitas pelabuhan lainnya untuk percepatan Dwelling Time dari 6 7 hari menjadi 3 4 hari serta peningkatan rasio armada nasional dari 10% menjadi 20% dan penurunan rasio kapal tua (>25 tahun) dari 70% menjadi 50% memerlukan dana sebesar Rp 424 Trilyun. 5. Dalam hal infrastrukur jalan, target pemerintah untuk meningkatkan rasio kondisi mantap jalan nasional 94% menjadi 100%, jalan propinsi 54% menjadi 75%, jalan kabupaten / kota 45% menjadi 60% serta menurunkan waktu tempuh rata2 untuk 100 km dari 2.6 jam menjadi 1.5 jam, memerlukan dana sebesar Rp 851 Trilyun untuk perbaikan, pelebaran dan pembangunan jalan baru. Peningkatan jalan nasional dari 5.200 km menjadi 8.200 km dan jalan daerah dari 214.000 km menjadi 216.000 km. 6. Untuk peningkatan infrastruktur perkereta apian, peningkatan pasar dari 2% menjadi 10%, ketepatan pemberangkatan / kedatangan dari <75% menjadi >80%, penurunan rasio kecelakaan dari >25% menjadi <25%, peningkatan kapasitas KA Jabodetabek dari 600.000 penumpang / hari menjadi 1.200.000 penumpang / hari, peningkatan frekuensi pelayanan KA perkotaan dari 100% menjadi 300% dan peningkatan jumlah kota yang memiliki angkutan massal berbasis rel dari 1 kota (Jakarta) menjadi 9 kota, pemerintah memerlukan dana sebesar Rp 444 Trilyun untuk penambahan jalur KA antar kota dari 1.660 km menjadi 4.000 km dan pembangunan jalur KA perkotaan sepanjang 760 km. 7. Peningkatan rasio elektrifikasi dari 74% menjadi 100% dan penggunaan perkapita dari 840 KWH / kapita menjadi 1.440 KWH / kapita membutuhkan dana sebesar Rp 1.080 Trilyun. Melalui MP3EI, sampai dengan akhir tahun 2013 baru bisa menghasilkan penambahan daya sebesar 12.658 MW, 9.377 MW di Indonesia bagian timur (19% dari target 49.133 MW) dan 3.281 MW di Indonesia bagian barat (30% dari target 10.749 MW), secara total (timur dan barat) 21% dari target sebesar 60.000 MW. Pembangunan Power Plant selama tahun 2011 2013 sebesar 12.658 MW tersebut tersebar di KE Sumatera sebesar 1.882 MW dengan investasi Rp 25,24 Trilyun, KE Jawa sebesar 7.495 MW dengan investasi Rp 90,54 Trilyun, KE Kalimantan sebesar 1.352 MW dengan investasi Rp 14,16 Trilyun, KE Sulawesi sebesar 945 MW dengan investasi Rp 13,35 Trilyun, KE Bali Nusa Tenggara sebesar 420 MW dengan investasi Rp 5,59 Trilyun dan KE Papua Maluku sebesar 564 MW dengan investasi Rp 6,92 Trilyun ( investasi total Rp 155,8 Trilyun). Rata2 biaya investasi : Rp 12,3 juta/mw.

8. Ketersediaan air minum khususnya diperkotaan masih sangat rendah. Bandingkan kota Jakarta yang baru mencapai 38% dengan kota Hanoi yang sudah mencapai 90%. Untuk peningkatan rasio akses air minum layak dari 67% menjadi 100%, rasio akses air minum perpipaan dari 27% menjadi 60%, rasio kehilangan air dari 33% menjadi 20%, rasio akses air minum sesuai SPM dari 55% menjadi 85% dan rasio akses sanitasi layak dari 59% menjadi 100%, Pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp 666 Trilyun. Itupun target rasio akses air minum layak tahun 2015 sebesar 68.67% sampai dengan saat ini baru tercapai 47.71%. Ketersediaan Instalasi Pengelolaan Air Limbah Terpadu (IPALT) kota Jakarta baru mencapai 3% dari kebutuhan. Untuk mengejar ketertinggalan, dibutuhkan dana sebesar +/ Rp 60 Trilyun. 9. Kebutuhan property (perumahan, perkantoran, hotel, kawasan bisnis) secara nasional masih sangat besar. Target Pemerintah menurunkan prosentase rumah tangga kumuh diperkotaan dari 12.1% menjadi 0% dan meningkatkan prosentase kepemilikan rumah dari 78.87% menjadi 90% memerlukan dana sebesar Rp 1.133 Trilyun. Data untuk kota Jakarta menunjukan tingkat okupansi gedung perkantoran pada tahun 2014 mencapai 80%, meningkat dari 65% pada tahun 2013. Kebutuhan perumahan sebesar 800.000 1.000.000 unit pertahun, sementara kemampuan penyediaan hanya mencapai 200.000 300.000 unit pertahun menyebabkan saat ini terjadi backlog 13 15 juta unit. Dengan kondisi ini maka pemenuhan kebutuhan diperkirakan baru tercapai 15 20 tahun lagi, termasuk pertambahan keluarga baru dan pergantian. Walaupun ada keterbatasan pendanaan melalui APBN dan APBD (Belanja Rutin Pemerintah rata2 mencapai 70% dari APBN) namun masih ada peluang lain yaitu melalui Public Private Partnership (PPP) atau sepenuhnya dibiayai melalui investasi pihak BUMN (State Own Enterprise / SOE) dan / atau Swasta (Private).

PERAN BETON PRACETAK DALAM KONSTRUKSI : Saat ini baru mencapai +/ 20% dari target 50%. Dinegara maju, peran beton pracetak sudah mencapai 70 80 %. LANDASAN BISNIS YANG KUAT : 1. Standar : Jenis / Type produk dan Jasa : hanya menjual produk / jasa berdasarkan standar, baik berupa standar perusahaan maupun standar nasional atau standar negara lain, yang sudah teruji. Kualitas produk / Jasa : menjaga konsistensi kualitas melalui proses produksi standar dan penggunaan material yang memenuhi syarat kualitas. Kualitas delivery : menjaga komitmen delivery melalui standar kapasitas produksi yang didukung oleh SDM yang berkualitas dan peralatan yang terpelihara dengan baik. 2. Engineering : Memiliki kemampuan engineering mengenai produk, peralatan, produksi dan konstruksi agar mampu melihat peluang yang ada. 3. Supply Chain : Jaminan supply chain melalui pembinaan Vendor yang berkualitas dan loyal serta kepemilikan sumber daya sendiri, misalnya sumber daya material dan peralatan konstruksi. 4. Kebutuhan pelanggan : Mengetahui dan memahami kebutuhan pelanggan lebih dari yang diketahui oleh pelanggan itu sendiri. Memiliki akses informasi ke pelanggan (owner, konsultan dan kontraktor) mengenai rencana pembangunan kedepan. 5. Kekuatan pesaing : Mengetahui jenis produk dan jasa beserta spesifikasi detail yang disediakan pesaing. Mengetahui kemampuan dan sisa kemampuan produksi pesaing.

PELUANG MEMENANGKAN PASAR : 1. Menawarkan Solusi Engineering, Produksi dan Instalasi melalui proposal yang dapat dipertanggung jawabkan, secara lebih awal. Bukan sekedar menjual produk. 2. Hanya menawarkan produk standar dengan kualitas standar, namun membuka peluang untuk pengembangan produk baru melalui kajian bisnis dan pengujian teknis. 3. Kapasitas produksi yang besar untuk menjamin kepastian supply sesuai jadwal yang diinginkan pelanggan. 4. Harga yang fleksibel dan berdaya saing, terkait dengan jadwal delivery dan jarak pabrik ke proyek (dalam kondisi tertentu, produksi dapat dilaksanakan di lebih dari satu pabrik). 5. Tanggung jawab dan kecepatan pelayanan atas masalah yang terjadi di proyek. 6. Wilayah operasi produksi mendekati proyek dan kemudahan akses transportasi. KENDALA PEMASARAN : 1. Belum mencukupinya standar yang ada yang diberlakukan secara konsisten. 2. Upaya meyakinkan pihak perencana bahwa sistim pracetak mampu memiliki kinerja yang sama dengan sistim konvensional. 3. Pada umumnya pelanggan belum menganggap bahwa percepatan waktu, kemudahan pengawasan pelaksanaan dan simplifikasi aspek K3 diproyek merupakan nilai tambah. 4. Sifat investasi jangka pendek berdasarkan satu proyek yang disiapkan dalam waktu singkat menyebabkan harga komponen menjadi relative tinggi. PROFIL PERUSAHAAN PRACETAK DAN PRATEGANG ANGGOTA AP3I : 1. Jumlah anggota : 39 perusahaan. 2. Perkiraan jumlah perusahaan sejenis di Indonesia : 70 perusahaan, dengan penyebaran lokasi pabrik masih terutama dipulau Jawa dan Sumatera. 3. Angka perkiraan produsen dinegara tetangga : Malaysia 50, Thailand 68, Singapore 20, Vietnam 55, Phillipines 14, Laos 6, Myanmar 5. Total Asean : +/ 288 perusahaan. Akan terjadi persaingan yang berat memperebutkan pasar. 4. Jenis produk : dalam negeri +/ 43 macam, regional +/ 65 macam. 5. Perkiraan kapasitas nasional untuk komponen struktur berkisar 5 6 juta ton/tahun.

PROFIL PELANGGAN WIKA BETON THN 2013 : 1. Pemerintah : 4% 2. WIKA : 6% 3. Swasta asing : 6% 4. BUMN : 25% 5. Swasta local : 59% PROFIL SEGMEN PASAR WIKA BETON THN 2013 : 1. Industri : 11% 2. Pertambangan : 13% 3. Energi : 15% 4. Property : 17% 5. Infrastruktur : 44% ( target belanja infrastruktur MP3EI 2011 2025 sebesar Rp 1.786 Trilyun) Catatan : *) Bapak Wilfred I. A. Singkali adalah Ketua AP3I yang menjabat juga sebagai Direktur Utama PT Wijaya Karya Beton, Tbk. Beliau adalah lulusan Teknik Sipil ITB, Bandung.