MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1. Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2

Transkripsi

1 MODA TRANSPORTASI IDEAL DALAM PERCEPATAN MP3EI 1 Dr. Harry Azhar Azis, MA. 2 PENDAHULUAN Seiring dengan dikeluarkannya Perpres No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Indonesia mempunyai sejumlah tujuan untuk merubah struktur ekonomi, dari perekonomian berbasis sumber daya primer menjadi perekonomian berbasis nilai tambah, dengan sinergi antara industrialisasi di hulu (downstream) hingga hilir (upstream). Dalam mencapai tujuan tersebut, perlu upaya-upaya pendukung yang akan berfungsi sebagai katalis, terutama dalam hal dukungan infrastruktur yang akan mempercepat distribusi barang dan jasa yang diperlukan sebagai input faktor produksi serta moda transportasi yang aman, nyaman, dan berbasis kepentingan umum. Di dalam The Global Competitiveness Report , tahap pembangunan Indonesia masih berada dalam transisi dari tahap 1 ke tahap 2. Status pembangunan tersebut berada 1 tingkat di atas Filipina, sementara negara ASEAN lainnya sudah memasuki tahap 2 bahkan 3, seperti Singapura. Dengan demikian, Indonesia masih berada dalam masa transisi menuju efisiensi pembangunan dengan mengurangi sumber daya primer sebagai andalan produksi dan menggesernya ke efisiensi dan inovasi produksi. Namun demikian, peringkat Indeks Daya Saing Indonesia (Global Competitiveness Index) berhasil naik 10 peringkat dari 54 pada tahun 2009 menjadi 44 di tahun Keberhasilan tersebut disebabkan oleh kondisi makroekonomi yang stabil terutama pada saat krisis 2008 serta perbaikkan dalam bidang pendidikan. 3 Kestabilan kondisi makroekonomi juga melatarbelakangi hadirnya MP3EI, karena dengan tingkat saving yang lebih tinggi daripada utang publik (33% vs 31% PDB), maka Pemerintah optimis dapat melangkah ke tahap pembangunan yang lebih efisien dan inovatif. Kerangka MP3EI sudah tertuang dalam dokumen RKP 2012, dengan reformasi birokrasi 1 Seminar Nasional Diseminasi Produk-Produk Perencanaan Kementerian PPN/Bappenas Percepatan Implementasi MP3EI dalam Konteks Pembangunan Moda dan Sistem Transportasi Publik yang Ideal. Hotel Bidakara, Jakarta, 22 November Wakil Ketua Komisi XI Keuangan dan Perbankan DPR RI ( ), Ketua Badan Anggaran DPR RI ( ), Wakil Ketua Panitia Anggaran ( ), Anggota FPG DPR Dapil Kepulauan Riau, PhD Oklahoma State University, Amerika Serikat (2000), lahir di Tanjungpinang (1956). 3 The Global Competitiveness Report , World Economic Forum. 1

2 sebagai agenda utama, diharapkan menciptakan institusi pemerintah yang dapat bertindak sebagai agen katalis pembangunan dengan inovasi regulasi dengan fokus pada pembangunan sarana dan prasarana publik di daerah baik melalui infrastruktur maupun suprastruktur. KONDISI INFRASTRUKTUR VS TRANSPORTASI PUBLIK Merujuk pada data World Economic Forum, peringkat Indonesia dalam daya saing infrastruktur masih rendah, yaitu 82 dari 129. Hal tersebut dapat menjadi penghambat daya saing Indonesia mengingat masih rendahnya peringkat Indonesia di antara negara ASEAN lainnya (Singapura, Malaysia, dan Thailand), sehingga roda perdagangan internasional dan penunjang distribusinya masih dikuasai oleh Singapura. Biaya ekonomi tinggi akibat panjangnya rantai distribusi tidak dapat dihindari, sehingga Indonesia sulit untuk menarik investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Disamping itu, arus devisa keluar juga tidak bisa dibendung dan berpotensi menurunkan daya saing produk domestik akibat penurunan nilai tukar Rupiah. Sasaran yang hendak dibenahi oleh MP3EI adalah pemerataan dan pengembangan industri di seluruh kawasan barat dan timur Indonesia sesuai dengan potensi daerah. Namun, pemerataan pembangunan akan sulit dicapai apabila konsentrasi industri serta jasa startegis terpusat di Pulau Jawa terutama di Jabodetabek area yang tetap akan dijadikan sebagai kota metropolitan, sementara daerah luar Jawa akan tetap mengalami ketimpangan pembangunan karena tidak meratanya penduduk sehingga pembangunan akses fasilitas publik tetap terfokus di Pulau Jawa. Pulau Jawa telah menjadi pusat urbanisasi yang menyebabkan tingginya kepadatan penduduk selama 30 tahun terakhir, dengan 60,15% konsentrasi penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa. Kondisi tersebut menyebabkan tidak seimbangnya rasio antara penyediaan infrastruktur terutama jalan dengan jumlah kendaraaan. Tercatat panjang jalan di Pulau Jawa sebesar 26,8% sementara jumlah kendaraan 65% dibanding Pulau lainnya, secara lebih lengkap disajikan pada tabel berikut: Tabel 1. Perbandingan Luas Wilayah, Penduduk, Panjang Jalan, dan Jumlah Kendaraan di Indonesia Tahun 2010 (%) Indikator Sumatera Jawa Bali & NTT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua 2

3 Luas Wilayah 20,6 7,2 4,1 32,3 10,8 25,0 Jml. Penduduk 21,2 58,6 5,3 5,6 7,3 2,0 Panjang Jalan 33,8 26,8 9,8 9,1 14,2 6,3 Jml. Kendaraan 17,9 65,0 5,9 6,0 4,2 1,0 Sumber: Kemhub, 2011 Kriteria kondisi jalan secara nasional adalah baik sebesar 49,67%; sedang 33,56%; rusak ringan 13,34%; dan rusak berat 3,44% (Kemhub, 2011). Mengacu pada Buku III RKP 2012, kondisi jalan nasional dengan kondisi mantap tahun 2008 berada di wilayah Jawa-Bali sebesar 95,79%; sementara presentase terendah berada di wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua sebesar 66,2%. Adapun terkait dengan kewenangan jalan, bagian terbesar merupakan wewenang Kabupaten/Kota dengan proporsi 75,2%. Tabel 2. Panjang Jalan Menurut Kewenangan Tahun (km) Fungsi Jalan Nasional 34,318 36,318 36,318 36,318 38,569 Provinsi 46,771 50,044 50,044 50,044 48,996 Kabupaten/Kot a 229, , , , ,713 Sumber: Kemhub, 2011 Ketidakseimbangan laju pertumbuhan kendaraan dengan sarana infrastruktur menyebabkan kemacetan, terutama di Jakarta sebagai pusat kegiatan ekonomi dengan rasio 98% didominasi oleh kendaraan pribadi dengan pertumbuhan 11% per tahun 4. Apabila program MP3EI tetap menjadikan kawasan Jabodetabek sebagai kawasan metropolitan, maka pembenahan moda transportasi umum atau pengenaan sistem ERP tidak akan efektif karena jumlah masyarakat yang mampu membayar (willingness to pay) lebih banyak dibanding masyarakat yang tidak memiliki kemampuan membayar (unwillingness to pay). Oleh karena itu, peningkatan fasilitas infrastruktur di wilayah Jawa dengan bepedoman pada RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan harus dipertimbangkan dengan seksama terutama pengadaan tanah oleh pihak swasta. Hal tersebut akan menjadi moral hazard ketika aparat birokrasi tidak menjalankan prinsip governance. Dengan demikian, ketika tanah tersebut ditujukan untuk mendorong investasi, maka nilai ganti rugi kepada masyarakat harus memperhitungkan nilai investasinya. PEMETAAN MODA TRANSPORTASI PUBLIK 4 W.N. Adisti Identiikasi Prasayarat Implementasi Congestion Pricing di Kawasan Simpang Lima Semarang. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang. 3

4 Ongkos ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh kemacetan harus segera diantisipasi, dan MP3EI harus menjadi momentum yang menciptakan inovasi pelayanan publik ke arah kondusivitas iklim investasi. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah pemetaan kembali sektor-sektor perekonomian dengan tujuan pemerataan pembangunan dan penduduk, khususnya untuk agroindustri yang menghasilkan produk pangan. Disamping itu, perlunya penyebaran industri berbasis ekspor ke luar Jawa sesuai dengan kedekatan lokasi sumber daya dan alur distribusi, sehingga tidak terpusat di kawasan Jabodetabek. Kedua, perlunya memaksimalkan potensi di wilayah FTZ BBK terutama tuntutan akan infrastruktur pelabuhan beserta fasilitasnya, sehingga pengembangan fokus kepada pengembangan pelabuhan internasional mengingat FTZ BBK berada di jalur strategis Selat Malaka. Selain itu, pelabuhan di Pulau lainnya, seperti Sulawesi, Maluku dan Papua juga perlu dikembangkan agar biaya distribusi baik melalui jalur darat maupun laut tidak terlalu tinggi seperti saat ini yang mengaharuskan pengiriman barang melalui Pelabuhan Tanjung Perak untuk Kawasan Timur Indonesia. Ketiga, perlunya pengembangan moda transportasi yang didukung oleh infrastruktur publik di wilayah Jawa dengan memaksimalkan dana-dana pembangunan, seperti pembangunan MRT dan pembenahan fasilitas serta penambahan jumlah BRT, pembenahan angkutan dalam kota dengan angkutan yang lebih besar dalam kapasitas, lebih ramah lingkungan, dana lebih aman. Dalam hal ini, kerjasama serta koordinasi dibutuhkan antara Kementerian Perhubungan, Kementerian PU, dan Organda di masing-masing wilayah. Pembatasan trayek juga harus dilakukan dengan penyediaan angkutan dengan trayek yang panjang dengan fasilitas pemberhentian di jalur-jalur strategis dan pemukiman, sehingga tidak terjadi kekacauan di jalan raya akibat bertumpuknya angkutan umum. Untuk wilayah luar Jawa, pengadaan transportasi publik seperti angkutan dan bus sangat dibutuhkan mengingat terbatasnya moda transportasi umum terutama di daerah kabupaten sebagai basis input produksi primer. Keempat, diperlukan komitmen dari Pemerintah Pusat untuk benar-benar mengimplementasikan DMO gas alam sebesar 25% sebagai upaya menuju kemandirian energi, karena seperti diketahui, di negara Asia lain gas sudah dijadikan bahan bakar kendaraan ramah lingkungan. Dalam penyediaan moda transportasi publik beserta kebutuhan bahan bakarnya, Pemerintah Daerah dapat mengambilnya dari bagian pengenaan pajak progresif atas kendaraan bermotor sesuai dengan UU PDRD. Dengan demikian, laju 4

5 pertumbuhan kendaraan bermotor dapat dikendalikan dengan substitusi ke dalam moda transportasi publik. PENUTUP MP3EI merupakan kerangka kerja untuk mempercepat pembangunan yang tertuang dalam RPJPN Ketahanan makroekonomi Indonesia dalam menangkal krisis di tahun 2008 merupakan suatu prestasi untuk dapat meningkatkan potensi di masa yang akan datang. Namun demikian, pembangunan yang dijalankan sejatinya memperhatikan kepentingan rakyat sebagai konsumen hasil pembangunan yang utama, sehingga dalam menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan percepatan pembangunan tidak merampas hak-hak rakyat. Hadirnya RUU Tanah untuk Pembangunan sangat positif untuk pembangunan dan pengembangan infrastruktur. Namun yang harus diingat adalah tujuan dari pembangunan tersebut, apakah lebih condong kepada kepentingan rakyat atau korporasi. Sebagai masukkan atas RUU tersebut adalah penyerahan tanah untuk pembangunan sebaiknya menitikberatkan daerah luar Jawa dengan potensi lahan kritis yang dapat dijadikan sarana pembangunan. Tentunya hal tersebut harus dilakukan dengan pemetaan kembali sektor-sektor potensial untuk mengurangi ketimpangan pembangunan dan konsentrasi penduduk. Dengan demikian, pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat sesuai dengan amanat konstitusi. 5