BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakteristik responden dalam penelitian ini difokuskan pada umur, pengalaman

I. PENDAHULUAN. saat Revolusi Hijau pada tahun 1980-an. Revolusi hijau merupakan teknik

BAB I PENDAHULUAN. Air adalah kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, yang berarti

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

ABSTRAK. Kata kunci: Subak, irigasi, aspek fisik, aspek operasional & pemeliharaan, logika fuzzy

I PENDAHULUAN. kehutanan, perternakan, dan perikanan. Untuk mewujudkan pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015)

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

I. PENDAHULUAN. terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara Pertanian, artinya sektor pertanian dalam

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

KABUPATEN CIANJUR PERATURAN BUPATI CIANJUR

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar pekerjaan utama


I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pertanian. Jumlah penduduk Idonesia diprediksi akan menjadi 275 juta

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 29 Juni 2012 menetapkan

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN. peningkatan produksi pangan dan menjaga ketersediaan pangan yang cukup dan

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan. Sementara itu, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan juga

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

Pengaruh Perubahan Penguasaan Lahan Pertanian Terhadap Tingkat Eksistensi Subak Di Desa Medewi Kecamatan Pekutatan Kabupaten Jembrana

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. dan objek utamanya adalah optimalisasi pengelolaan fungsi sistem subak di Subak

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

JARINGAN KOMUNIKASI TRADISIONAL KASUS SISTEM PENGAIRAN TRADISIONAL SUBAK DI PROPINSI BALI. Oleh: DAVID RIZAR NUGROHO & RETNO DEWI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Irigasi pada hakekatnya merupakan upaya pemberian air pada tanaman

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam bidang pertanian, subak merupakan suatu organisasi yang

Jurnal Manajemen Agribisnis Vol. 3, No. 1, Mei 2015 ISSN:

I. PENDAHULUAN. dengan besarnya jumlah penduduk yang ada. Banyaknya penduduk yang ada

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang sedang dikembangkan di Indonesia. besar mengimpor karena kebutuhan kedelai yang tinggi.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

2.6.2 Subak sebagai sistem non fisik Kerangka Pemikiran...30 III. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputarputar

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. yang baik dengan cara mengembangkan potensi industri-industri yang ada. Salah

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

ABSTRAK. Kata Kunci : DAS Tukad Petanu, Neraca air, AWLR, Daerah Irigasi, Surplus

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Pengetahuan dan Penerapan Tri Hita Karana dalam Subak untuk Menunjang Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III TEMUAN DATA. penelitian ini yaitu umur responden dan luas perubahan peruntukan lahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 113 TAHUN 2011 TENTANG UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 32 / PRT / M / 2007 TENTANG PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI

I. PENDAHULUAN. Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi

Pengaturan Tata Guna Lahan dalam Mendukung Keberlanjutan Jasa Ekosistem di Provinsi Bali

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Kebutuhan yang paling banyak memerlukan air yaitu lahan pertanian.

commit to user BAB I PENDAHULUAN

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JULI 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Syarief, 2011). Jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menjadi 275 juta orang pada tahun 2025. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari hasil produksi pertanian dengan makanan pokoknya antara lain beras. Untuk memenuhi produksi bahan makanan pokok tersebut, sangat diperlukan adanya jaringan irigasi (Salim, 2005). Irigasi telah mendapat perhatian pemerintah. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 2006 tentang irigasi pada ketentuan umum bab I pasal 1, irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, rawa, air bawah tanah, pompa, dan tambak. Jaringan irigasi diperlukan untuk mengalirkan air irigasi sampai pada areal persawahan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari pengelolaan air irigasi. Pengelolaan sumberdaya air irigasi diperlukan untuk melakukan intensifikasi dalam meningkatkan produktivitas usahatani guna melestarikan ketahanan pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, alokasi air irigasi harus dilakukan secara efektif dan efisien untuk mencapai optimalisasi pemanfaatan sumberdaya air (Saptana dkk., 2001). Pengelolaan sumberdaya air irigasi dilakukan oleh lembaga pengelola air irigasi. Lembaga pengelola air irigasi di Bali dikenal dengan istilah subak. 1

2 Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengelolaan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan prinsip Tri Hita Karana (Sutawan, 2008). Falsafah THK mengandung arti bahwa kebahagiaan manusia akan dapat dicapai apabila manusia mampu menjaga keharmonisan hubungan antara tiga unsur dari THK, yaitu (1) unsur ketuhanan (parhyangan), (2) unsur manusia (pawongan), dan (3) unsur alam (palemahan) (Windia dkk., 2005; Sutawan, 2008). Unsur ketuhanan (parhyangan), maksudnya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan. Pengejawantahan unsur ini dalam subak antara lain diwujudkan dengan adanya (1) pura subak (parhyangan), (2) anggapan bahwa air sangat bernilai dan dihormati, serta merupakan ciptaan Tuhan YME (Windia dkk., 2005; Sutawan, 2008). Unsur manusia (pawongan), maksudnya hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia. Pengejawantahan unsur ini dalam subak antara lain diwujudkan dengan adanya: (1) semua anggota subak (krama subak) mengadakan musyawarah mufakat di dalam subak dalam rangka melakukan segala aktivitas yang berhubungan dengan pertaniannya, (2) pengelolaan air irigasi dengan konsep harmoni dan kebersaman, (3) organisasi subak yang strukturnya fleksibel, (4) awig-awig subak, (5) kegiatan gotong royong dan pembayaran iuran untuk mensukseskan kegiatan subak (Windia dkk., 2005; Sutawan, 2008). Unsur alam (palemahan), maksudnya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam. Pengejawantahan unsur ini dalam subak antara lain diwujudkan dengan adanya: (1) tempat melakukan aktivitas sebagai petani berupa

3 areal persawahan, (2) bangunan dan jaringan irigasi yang sesuai dengan kebutuhan petani setempat, (3) topografi lahan subak pada dasarnya miring, (4) konsep tektek untuk dapat mendistribusikan air irigasi secara adil dan proporsional, (5) bangunan-sadap dan saluran irigasi dalam setiap komplek persawahan milik petani dengan one inlet and one outlet system (Windia dkk., 2005; Sutawan, 2008). Subak pada prinsipnya memiliki lima fungsi, yaitu (1) pencarian dan distribusi air irigasi; (2) operasi dan pemeliharaan fasilitas; (3) mobilisasi sumberdaya dan penggalian dana; (4) penanganan persengketaan; dan (5) kegiatan ritual dan rapat-rapat subak untuk pengambilan keputusan. Pelaksanaan kelima fungsi tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan subak, yaitu memberikan kesejahteraan lahir batin (moksa artham jagathita) bagi para anggotanya (Sutawan, 2008). Sementara itu, UNESCO menilai bahwa subak sebagai sistem irigasi telah mampu mempertahankan budaya asli bahkan menjadi perekat sosial masyarakat Bali. Sistem subak di Bali disahkan sebagai Situs Warisan Budaya Dunia oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pendidikan, Keilmuan, dan Budaya atau United Nation Education Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada Sidang ke-36 di St. Petersburg Rusia, hari Jumat tanggal 29 Juni 2012 (UNESCO, 2012). Terkait dengan hal ini, Nagaoka (2012) berpendapat bahwa penetapan tersebut bukan tujuan akhir, tetapi sebuah awal bahwa masyarakat Indonesia berjanji pada dunia untuk melestarikan situs yang tercantum.

4 Di pihak lain, tingginya alih fungsi lahan irigasi untuk kepentingan bukan pertanian mengakibatkan sebagian saluran irigasi diputus oleh bangunan. Akibatnya, sebagian anggota subak kesulitan memperoleh air irigasi untuk usahatani khususnya pada musim kemarau. Musim kemarau merupakan puncak kebutuhan air irigasi untuk usahatani. Sementara itu, pada musim hujan terjadi kesulitan membuang air irigasi yang berlebih, sehingga mengakibatkan sawah terendam (Dewi, 2011). Arthanegara (2008) berpendapat bahwa masalah kekurangan air lebih dirasakan pada subak yang terletak di daerah hilir, khususnya pada musim kemarau. Selain itu, alih fungsi lahan sawah untuk kegiatan non-pertanian juga mengakibatkan penurunan luas lahan sawah. Luas lahan sawah di Bali tahun 2004 sd 2013 mengalami penurunan sebesar 134,33 ha (0,16%) per tahun (Tabel 1.1). Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa luas lahan sawah dalam sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali berfluktuasi. Penurunan luas lahan sawah terbesar adalah di Kabupaten Tabanan sebesar 49,11 ha/tahun, kemudian urutan kedua adalah Kota Denpasar sebesar 34,22 ha/tahun, dan yang ketiga Kabupaten Gianyar sebesar 19,11 ha/tahun. Penurunan luas lahan antara lain disebabkan oleh adanya sistem pembagian warisan lahan pertanian dan harga lahan relatif tinggi. Sementara itu, Tabel 1.1 juga menunjukkan adanya peningkatan luas lahan sawah di beberapa kabupaten dalam beberapa waktu. Peningkatan luas lahan sawah antara lain disebabkan oleh perubahan penggunaan tanah tegal dan tanah yang sementara tidak digunakan. Pada tahun 2006 sd 2009 terjadi penurunan luas lahan tegal di Kabupaten Jembrana sebesar 649 ha; di Kabupaten Buleleng

5 sebesar 1.607 ha; dan di Kabupaten Karangasem sebesar 964 ha. Penurunan luas lahan tegal tersebut akibat adanya perubahan penggunaan lahan tegal antara lain menjadi sawah, perkebunan, bangunan, dan tambak (BPS Provinsi Bali, Bali Dalam Angka, 2006 sd 2009). Luas lahan sawah per kabupaten di Bali tahun 2004 sd 2013 dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Luas Lahan Sawah Provinsi Bali per Kabupaten Tahun 2004 sd 2013 (ha) Tahun Buleleng Jembrana Tabanan Badung Denpasar Gianyar Bangli Klungkung Karangasem Bali 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 2004 10867 6793 22626 10299 2814 14878 2888 3903 7027 82095 2005 10618 6559 22490 10118 2768 14856 2888 3888 7022 81207 2006 10580 6510 22413 10109 2717 14894 2890 3873 7011 80997 2007 10741 6576 22479 10125 2717 14787 2890 3884 7036 81235 2008 10913 6477 22562 10230 2717 14747 2890 3876 7070 81482 2009 11067 6820 22465 10237 2693 14743 2890 3876 7140 81931 2010 11042 6836 22455 10227 2632 14790 2890 3876 7140 81908 2011 10992 6836 22435 10243 2597 14732 2890 3845 7154 81744 2012 11039 6836 22388 10195 2519 14729 2890 3843 7166 81625 2013 10904 6811 22184 10144 2506 14706 2890 3843 7157 80886 Rata-rata perubahan 4,11 2,00-49,11-17,22-34,22-19,11 0,22-6,67 14,44-134,33 per tahun (0,16%) Sumber : BPS Provinsi Bali, Bali Dalam Angka (2004 sd 2014) Penurunan luas lahan sawah dapat menyebabkan kerawanan ketersediaan air irigasi dan mengancam eksistensi subak. Bila lahan sawah terus berkurang maka keberadaan subakpun akan menurun. Hasil penelitian Sedana dkk. (2003) menunjukkan bahwa selama satu dekade (1993 sd 2003) di Kota Denpasar terjadi penurunan jumlah subak sebanyak empat unit, yaitu dari 45 unit tahun 1993 menjadi 41 unit pada tahun 2003. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh

6 (1) beralih fungsinya lahan sawah menjadi lahan non-pertanian, yang ditunjukkan oleh penyusutan lahan sawah produktif sebesar 50,37% (2.898 ha) dari 5.753,43 ha pada tahun 1993 menjadi 2.856 ha pada tahun 2003 dan (2) terganggunya jaringan irigasi subak sebagai akibat pembangunan untuk permukiman serta peruntukan lainnya. Untuk melestarikan subak maka perlu diwujudkan suatu pola pengelolaan fungsi subak yang optimal yang diharapkan dapat dijadikan salah satu pegangan dalam pengelolaan fungsi subak. Selain itu, pola pengelolaan fungsi subak yang optimal tersebut dapat memiliki peluang untuk dijadikan pegangan dalam pengelolaan sistem irigasi lainnya. Hal tersebut mengacu pada hasil penelitian Windia (2002) yang mengungkapkan bahwa sistem irigasi subak merupakan teknologi sepadan, sehingga sistem irigasi subak bersifat memiliki peluang untuk ditransformasi ke wilayah lain, sejauh nilai-nilai kesepadanan teknologi yang dimiliki dapat terpenuhi. Prinsip-prinsip teknologi sepadan, adalah (1) kegiatannya berdasarkan pada usaha swadaya dan tidak tergantung pada ahli; (2) bersifat desentralisasi; (3) kegiatannya berdasarkan pada kerjasama dan bukan pada persaingan; dan (4) merupakan teknologi yang sadar pada tanggung jawab sosial dan ekologis. Pada dasarnya transformasi sistem irigasi subak ke wilayah lain telah terjadi, antara lain di Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan (Roth, 2011). Subak-subak di Bali tersebar dalam beberapa daerah irigasi. Salah satu daerah irigasi di Bali adalah DI Kedewatan. DI Kedewatan merupakan satu dari dua daerah irigasi di Provinsi Bali yang pemeliharaannya dilakukan oleh

7 pemerintah pusat. Keberadaan DI Kedewatan sudah relatif lama dan memiliki luas potensial pada tahun 2012 sebesar 3.012,63 ha (Pengamat DI Kedewatan, 2012). DI Kedewatan dibangun oleh Belanda pada tahun 1927 dan telah direnovasi pada tahun 1985. DI Kedewatan mengairi subak terbanyak, yaitu 76 unit yang tersebar dari bagian hulu hingga bagian hilir. Sementara itu, debit air di Bendung Kedewatan mengalami fluktuasi dengan rata-rata penurunan debit air antara 16,87% sd 47,15%, tertinggi terjadi pada bulan September setiap tahunnya selama 12 tahun, yaitu tahun 2001 sd 2012 (Pengamat DI Kedewatan, 2012). Oleh karena itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang optimalisasi pengelolaan fungsi subak di subak yang berada di hulu (Subak Lodtunduh) dan hilir (Subak Padanggalak) di DI Kedewatan, Provinsi Bali. Hal tersebut perlu dilakukan karena terdapat perbedaan kemiringan dan letak subak di DI Kedewatan yang memungkinkan terjadi perbedaan pengelolaan fungsi subak. 1.2 Rumusan Masalah. Subak sangat berperan dalam pembangunan pertanian beririgasi. Sementara itu, subak dinilai oleh UNESCO telah mampu mempertahankan budaya asli bahkan menjadi perekat sosial masyarakat Bali, sehingga subak perlu dilestarikan. Namun permasalahan-permasalahan yang terjadi adalah sebagai berikut. 1. Pembangunan terjadi di berbagai bidang yang membawa konsekuensi antara lain luas lahan sawah semakin menurun dan penggunaan air untuk sektor non pertanian semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan ketersediaan kedua sumberdaya subak tersebut semakin terbatas. Keterbatasan sumberdaya subak

8 dapat mempengaruhi pengelolaan fungsi subak. Berdasarkan fenomena tersebut maka masalah yang perlu dikaji adalah bagaimana merancang pola pengelolaan fungsi subak yang optimal dalam satu daerah irigasi, khususnya di subak yang berada di daerah hulu dan di daerah hilir DI Kedewatan, Provinsi Bali? 2. Kecukupan air irigasi sangat berperan dalam keberhasilan usahatani. Sementara itu, debit air di Bendung Kedewatan mengalami fluktuasi dengan rata-rata penurunan debit air antara 16,87% sd 47,15%, tertinggi terjadi pada bulan September setiap tahunnya selama 12 tahun (2001 sd 2012). Permasalahannya adalah bagaimana respon pola pengelolaan fungsi subak yang optimal jika terjadi penurunan suplai air irigasi sesuai dengan persentase penurunan debit air di Bendung Kedewatan? 3. Pengelolaan air irigasi sangat menentukan kecukupan air irigasi bagi usahatani. Aktivitas ini merupakan fungsi utama subak dalam memenuhi kebutuhan air anggota subak dalam usahatani. Permasalahannya adalah bagaimana respon pola pengelolaan fungsi subak yang optimal jika subak tidak berperan dalam pengelolaan air irigasi khususnya dalam distribusi dan pinjam air irigasi pada saat defisit air irigasi? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk merancang pola pengelolaan fungsi subak yang optimal. Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut.

9 1. Untuk menemukan pola pengelolaan fungsi subak yang optimal di subak yang terletak di bagian hulu dan hilir dalam satu daerah irigasi. 2. Untuk mengetahui respon pola pengelolaan fungsi subak yang optimal jika terjadi penurunan suplai air irigasi. 3. Untuk mengetahui respon pola pengelolaan fungsi subak yang optimal jika subak tidak berperan dalam distribusi dan peminjaman air irigasi pada saat defisit air irigasi. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang dapat memperkaya dunia pustaka dalam pengelolaan fungsi sistem subak, khususnya dalam (1) menemukan pola pengelolaan fungsi sistem subak yang optimal dengan sumberdaya subak yang terbatas atau memaksimalkan produktivitas subak serta (2) menemukan indikator dalam mentransformasi subak. Manfaat secara teoritis yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan pemahaman pentingnya mengetahui optimalisasi pengelolaan fungsi sistem subak dalam rangka peningkatan produktivitas subak. 2. Dengan memahami proses perancangan pola pengelolaan fungsi sistem subak yang optimal maka dapat dijadikan sebagai pedoman bagi para pengelola sistem subak dalam melakukan pengendalian pengelolaan subak di lapangan.

10 Manfaat bagi masyarakat dan praktisi yang diperoleh dari hasil penelitian ini, antara lain sebagai berikut. 1. Sebagai pedoman teknis dalam melaksanakan pengelolaan subak dan dapat dipakai sebagai acuan dalam memonitor dan mengevaluasi secara periodik pelaksanaan fungsi subak dan kegiatan usahatani di subak. 2. Sebagai pedoman kebijakan bagi pemerintah dalam mengevaluasi kualitas pengelolaan subak.