STUDI KELOMPOK MARJINAL

dokumen-dokumen yang mirip
BUKTI DARI PEDESAAN INDONESIA

Secara khusus, penelitian ini akan menjawab tiga pertanyaan utama sebagai berikut:

ANALISA DI TINGKAT MASYARAKAT

PENJELASAN VI PENULISAN USULAN DAN VERIFIKASI

EVALUASI TEKNIS (2012) INFRASTRUKTUR PNPM MANDIRI PERDESAAN: SERI RINGKASAN STUDI. support.org/technicalevaluation

DESA: Gender Sensitive Citizen Budget Planning in Villages

Evaluasi Dampak Qualitatif PPK Ringkasan Eksekutif. Ringkasan Eksekutif

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

I. PENDAHULUAN. kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah. Jumlah penduduk. akan menjadi faktor penyebab kemiskinan (Direktorat Jenderal

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

Kelompok Marjinal dalam PNPM-Perdesaan

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V PROFIL KELEMBAGAAN DAN PENYELENGGARAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN (PNPM MP) DESA KEMANG

Kerangka Acuan Call for Proposals : Voice Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya adalah

Memperkuat Partisipasi Warga dalam Tata Kelola Desa : Mendorong Kepemimpinan Perempuan

EVALUASI DAMPAK PNPM PERDESAAN

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KUALITAS KEGIATAN KESEHATAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Kegiatan. perencanaan program sudah berjalan dengan baik.

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

newsletter Terbitan No. 1, Mei 2009

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

Tata Kelola Desa. dalam rangka Pelaksanaan UUDesa: Hasil Temuan dari Studi Awalan Sentinel Villages

RINGKASAN EKSEKUTIF. Halaman - 1. Laporan SADI Provinsi NTT Bulan Maret 2009

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015

LAMPIRAN 4 Petunjuk untuk Rapid Rural Appraisal Sederhana

KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TERM OF REFERENCE (TOR) PENDAMPING DESA

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

EVALUASI PROGRAM BANTUAN KEUANGAN DESA

Ringkasan Eksekutif Kamis 2 Mei 2013, jam 9.00 s/d Kantor Sekretariat Pokja, Grand Kebon Sirih, Jakarta Pusat

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).

Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PEMBELAJARAN DARI PERENCANAAN PENYEDIAAN LAYANAN

Pemantauan Pelaksanaan KIP di Institusi Polri

SIARAN PERS 1/6. Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Sepakati Musrenbang Inklusif dengan Lebih Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

I. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENINGKATAN KAPASITAS KEGIATAN SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN (BUKU I)

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM. laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V PENUTUP. 1. Kesimpulan Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan yang memberikan hibah kepada

P R O F I L PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pendidikan Alternatif bagi Pekerja Rumah Tangga (Sekolah Wawasan)

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN HUKUM ATAS MEKANISME PENYALURAN, PENGGUNAAN, DAN PELAPORAN SERTA PERTANGGUNGJAWABAN DANA DESA. Sumber : id.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang, sebagai negara berkembang

Penguatan Partisipasi dan Perbaikan Keterwakilan Politik Melalui Pembentukan Blok Politik Demokratik

PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN POLA KHUSUS REHABILITASI PASCABENCANA

BAB V PENUTUP. Penelitian ini pada akhirnya menunjukan bahwa pencapaian-pencapaian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

RINGKASAN TESIS NO BAB I S I

Mendorong masyarakat miskin di perdesaan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

MAKALAH PEMBERDAYAAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

LAPORAN UJI PETIK PELAKSANAAN SIKLUS PNPM MANDIRI PERKOTAAN 2009 KEGIATAN REMBUG KESIAPAN MASYARAKAT (RKM) Bulan Agustus 2009

K168. Konvensi Promosi Kesempatan Kerja dan Perlindungan terhadap Pengangguran, 1988 (No. 168)

LOCAL LEVEL INSTITUTIONS 3: IKHTISAR TEMUAN

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN KEGIATAN SPP

PERAN FASILITATOR DALAM IMPLEMENTASI PNPM MPd

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015

SIARAN PERS 1/6. Komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Pembangunan yang Inklusif dengan Melibatkan Penyandang Disabilitas dan Kelompok Rentan

Transkripsi:

Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/marginalized study 2010 (JUNI 2010) SERI RINGKASAN STUDI

2 Studi Kelompok Marginal Struktur Sosial Ekonomi dan Pengambilan Keputusan Desa 3 STUDI KELOMPOK MARGINAL Studi Kelompok Marginal berawal dari kekhawatiran bahwa ada kelompok marjinal di masyarakat yang terabaikan dari proses perencanaan pembangunan program PNPM Perdesaan. Studi terdahulu mengenai PPK menunjukkan bahwa, meskipun program bermanfaat untuk kelompok miskin, namun mereka mungkin tidak sepenuhnya terlibat dalam proses partisipatoris yang merupakan landasan program PNPM Perdesaan. Secara khusus, kelompok yang terabaikan dapat mencakup rumah tangga yang dikepalai perempuan dan kelompok yang tidak memiliki pendidikan dasar, khususnya mereka yang tinggal di wilayah terpencil di desa desa. Beberapa studi menyimpulkan tingkat partisipasi perempuan dan kelompok miskin di pertemuan PNPM lebih tinggi dibandingkan pada program perdesaan lain. Namun, sejumlah studi lain mengungkapkan rendahnya mutu partipasi, dan beberapa menunjukkan bahwa partisipasi yang dilakukan cenderung bersifat pasif. Menimbang mutu partisipasi dari kelompok yang terabaikan, studi ini bertujuan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai dinamika partisipasi dalam PNPM Perdesaan. Studi ini mencoba menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: zsiapa saja yang berpartisipasi dan tidak berpartisipasi dalam PNPM Perdesaan? zmengapa kelompok kelompok ini tidak berpartisipasi? Apa hambatan mereka? zapa yang perlu dilakukan program seperti PNPM Perdesaan dan program sejenis untuk melibatkan mereka? Untuk menjawab pertanyaan di atas, studi ini menggunakan metodologi kualitatif. Selain mengkaji dokumen, data dikumpulkan melalui wawancara dengan informan kunci dan melalui diskusi kelompok terbatas. Wawancara silang dengan informan dari posisi, latar belakang sosial ekonomi, dan kepentingan yang berbeda dilakukan untuk memverifikasi informasi. Penelitian lapangan dilakukan di 24 desa di 12 kecamatan pada 6 provinsi (Sumatera Barat, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua) sejak Oktober hingga December 2009. Lokasi penelitian di setiap kecamatan adalah satu desa yang dipilih secara acak dan satu desa yang termiskin. Studi ini menyimpulkan bahwa, meskipun kelompok marginal mendapatkan manfaat signifikan dari program, namun mereka seringkali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam tingkat yang berbeda beda, pengambilan keputusan sering didominasi oleh kelompok elit dan aktivis. STRUKTUR SOSIAL EKONOMI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DESA Berdasarkan diskusi dengan penduduk desa di lokasi penelitian, laporan ini menyatakan bahwa secara umum ada empat kelompok besar di tengah masyarakat desa masing masing punya karakteristik dan daya pengaruh atas urusan desa: 1. Elit: Laporan ini membagi lagi kelompok elit ke dalam tiga kategori, dengan tingkat partisipasi dan pengaruh atas urusan desa sebagai berikut: a. Kaya: Umumnya kelompok kaya cukup baik mengatahui program program pembangunan dan mereka diundang menghadiri pertemuan desa. Namun, mereka memilih untuk tidak terlibat, kecuali program tersebut menguntungkan mereka secara langsung. Mereka secara umum menganggap dana yang dikelola desa terlalu kecil sehingga tidak layak mendapat perhatian mereka. b. Perangkat pemerintah desa: Pamong desa, termasuk kepala desa, memiliki pengaruh besar atas pengambilan keputusan di desa. Sebagai aparat pemerintah, mereka mengetahui program pembangunan lebih dahulu ketimbang masyarakat. Laporan menyatakan bahwa keterlibatan pemerintah desa di PNPM Perdesaan umumnya bertujuan memastikan bahwa agenda atau program mereka mendapatkan dana meskipun ini tidak serta merta berarti agenda tersebut dibuat untuk kepentingan pribadi. Laporan menyatakan bahwa pamong desa memanfaatkan prosedur maupun non prosedur PNPM Perdesaan untuk memastikan program tertentu disetujui. Misalnya, di luar prosedur formal, aparat dari desa atau dusun berbeda mengadakan negosiasi untuk memilih proposal yang akan diusung di tahap berikutnya. c. Tokoh agama dan adat: Laporan menyatakan bahwa pemuka agama memiliki peran signifikan di dalam keluarga dan forummasyarakat, tetapi jarang terlibat dalam pertemuan desa. Laporan mencatat adanya pengecualian dari situasi ini, seperti keterlibatan besar dari pemuka agama Islam di Jawa Barat. 2. Aktivis: Laporan mendefinisikan aktivis sebagai pihak yang memiliki pengetahuan tentang proyek pemerintah dan menggunakan pengetahuan itu untuk terlibat di dalam proyek tersebut. Aktivis aktivis memiliki pengetahuan yang baik dan aktif berpartisipasi dalam pertemuan desa. Mereka juga terlibat di dalam implementasi program pembangunan. Termasuk di antara aktivis adalah mereka yang terlibat di kegiatan layanan kesehatan, kelompok perempuan, kelompok simpan pinjam, dan kelompok masyarakat lain. Aktivis bukan, atau tidak selalu, merupakan pegawai pemerintah, namun seringkali mereka memiliki kedekatan sosial maupun hubungan keluarga, atau bentuk hubungan lain, dengan anggota kelompok elit terutama tokoh pemerintah. Beberapa di antara mereka berpartisipasi langsung di PNPM Perdesaan sebagai KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa) atau anggota TPK (Tim Pengelola Kegiatan). Di dalam peran ini, aktivis umumnya tidak dapat memutus dominasi tokoh lain atau elit lain dalam mengambil keputusan tentang proyek yang akan dilaksanakan di suatu desa. Namun, aktivis sangat berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk mengundang atau mendorong anggota masyarakat lain menghadiri pertempuan. Dengan demikian, aktivis turut membantu membentuk tingkat serta mutu partisipasi masyarakat desa. 3. Mayoritas: Laporan menggambarkan anggota kelompok mayoritas sebagai mereka yang memiliki aset kecil atau pemasukan teratur, dan yang merupakan komponen mayoritas dari populasi desa. Laporan menyatakan bahwa sebagian besar anggota mayoritas tidak aktif di pertemuan desa, dan dengan demikian tidak punya pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Umumnya, orang di dalam kategori ini lebih mengetahui program pembangunan dibandingkan kelompok marjinal. Mereka mungkin menghadiri pertemuan yang berhubungan dengan PNPM, atau proses pembangunan desa lainnya, tetapi tidak sering berpartisipasi aktif. Seringkali, partisipasi pasif kelompok mayoritas didorong untuk memenuhi persyaratan formal program. 4. Kelompok marginal: Laporan menyatakan bahwa kelompok marginal hampir selalu dikesampingkan dari pertemuan desa dan kegiatan pembangunan, kecuali mereka punya hubungan khusus dengan pamong desa atau anggota kelompok elit. Kalaupun kelompok marginal dilibatkan di dalam proses perencanaan, maka hal tersebut hanyalah sebagai bentuk formalitas, untuk memberikan kesan pelibatan. Anggota kelompok marginal desa digambarkan sebagai mereka yang memiliki beberapa atau semua karakteristik berikut: a. Memiliki aset bernilai rendah atau tanpa aset: Pekerja yang tidak memiliki tanah, petani penggarap buruh nelayan, dan mereka yang tidak memiliki aset produktif selain jasa sendiri; b. Tinggal di wilayah pinggir dan memiliki akses terbatas terhadap infrastruktur ekonomi dan sosial; c. Berpendapatan rendah dengan jumlah tanggungan besar: Misalnya kepala keluarga perempuan, penyandang cacat, dan lansia;

4 Hambatan Partisipasi Hambatan Partisipasi 5 d. Berasal dari etnis atau agama minoritas: Laporan menyebutkan contoh berupa etnis Cina miskin di Kalimantan Barat dan anggota suku minoritas di Papua. Meskipun tingkat keterlibatan sebagian besar kelompok marginal adalah terbatas, namun laporan menyatakan bahwa anggota kelompok ini menarik manfaat dari proyek proyek PNPM Perdesaan, terutama proyek publik seperti jalan, jembatan, dan sarana mandi/cuci umum. PNPM Perdesaan telah memperbaiki mutu akses mereka terhadap layanan dasar, sekaligus memberikan lahan pekerjaan kepada kelompok miskin sebagai tenaga bangunan. Dapat dikatakan, bekerja sebagai tenaga bangunan merupakan bentuk partisipasi terbesar kelompok marginal dalam PNPM Perdesaan. Menimbang peran dominan tokoh pemerintah dan aktivis dalam proyek pembangunan desa, laporan studi menggambarkan peran mereka di dalam proses PNPM Perdesaan sebagai berikut: HAMBATAN PARTISIPASI Studi ini mempelajari dua faktor yang menghambat partisipasi kelompok marginal: 1. Struktur sosial ekonomi masyarakat desa: Struktur sosial ekonomi desa bisa menghambat partisipasi kelompok marginal. Kelompok elit mendominasi proses pengambilan keputusan meskipun peran para elit di dalam prosesnya bervariasi. Umumnya, anggota kelompok marginal tidak berpartisipasi di dalam proses perencanaan. 2. Hambatan teknis: Meskipun salah satu komponen kunci PNPM Perdesaan adalah perencanaan partisipatoris, namun studi ini menemukan keterbatasan dan kelemahan di dalam rangcanan program, yang dapat menghambat kapasitas program untuk merangkul kelompok marginal. Satu komponen PNPM Perdesaan yang menonjol, yang mempengaruhi mutu partisipasi, adalah kemampuan fasilitator meningkatkan partisipasi kelompok marginal. HAMBATAN STRUKTURAL Proses demokratisasi yang tidak terinstitusi dengan baik menguntungkan pamong desa: Laporan menyebutkan pamong desa dan aktivis punya pengetahuan cukup tinggi atas proses PNPM dan lebih mampu untuk memofidikasi atau memanipulasi prosesnya. Meskipun mereka mungkin percaya tindakan tersebut diambil untuk kepentingan masyarakat desa, mereka juga mungkin percaya bahwa mereka bisa bertindak lebih efektif tanpa gangguan yang mungkin timbul dari partisipasi luas. Pamong desa dan aktivis dipandang sebagi perwakilan efektif dan punya legitimasi untuk melaksanakan proyek setelah proses pengambilan keputusan berjalan secara rutin: Laporan menyatakan bahwa proses PNPM Perdesaan telah menjadi rutinitasi dan tidak lagi menginspirasi keterlibatan. Diskusi panjang (dari tingkat dusun ke antar desa) berujung pada penurunan partisipasi. Rendahnya kecakapan fasilitator, seringnya pergantian fasilitator di beberapa lokasi, dan intervensi kelompok elit menyebabkan turunnya antusiasme dan rendahnya ekspektasi. Anggota kelompok mayoritas dan marginal mungkin akhirnya percaya bahwa pamong desa dan aktivislah yang memiliki kualifikasi memutuskan proyek infrastruktur mana yang bermanfaat untuk masyarakat, dan dengan demikian mereka tidak punya motivasi untuk berpartisipasi. Pertimbangan waktu dan logistik mungkin menurunkan keinginan kelompok marginal berpartisipasi: Laporan menyebutkan, banyak anggota kelompok marginal tinggal di daerah pinggir desa. Seringkali, biaya perjalanan untuk menghadiri musyawarah desa menjadi hambatan. Selain itu, waktu yang dihabiskan menghadiri musyawarah dapat berujung pada hilangnya peluang mendapat pemasukan. KETERBATASAN RANCANGAN PNPM PERDESAAN Laporan studi mengidentifikasi sejumlah keterbatasan teknis dalam rancangan proyek PNPM Perdesaan dan sistem pendukungnya, yang akhirnya menghambat partisipasi. Keterbatasan ini termasuk yang diakibatkan oleh perluasan skala PNPM Perdesaan, dari 26 desa percobaan (1997) menjadi 61.000 di tahun 2010. Lebih dari 10.000 fasilitator tingkat kecamatan telah direkrut setengahnya adalah insinyur. Tahap PNPM Bentuk intervensi Perdesaan Diseminasi Menentukan siapa yang informasi diudang ke musyawarah PNPM-Perdesaan (musdus dan MDP/MKP), bahkan ketika tidak ada tujuan untuk melakukan pemilihan suara memenangkan proposal tertentu. Musyawarah Mulai meluncurkan Dusun proposal atau jenis (Musdus) usulan tertentu Memfasilitasi usulan dari kelompok marjinal Musyawarah Desa MAD (Musyawarah Antar Desa) Mengarahkan peserta musyawarah untuk menerima proposal tertentu Mengarahkan peserta musyawarah untuk memprioritaskan proposal tertentu Mengerahkan kelompok masyarakat untuk memenangkan atau menolak sebuah usulan (mobilisasi) Lobby dan negosiasi antar dusun untuk memenangkan usulan tertentu Keterangan Keterbatasan khusus yang disebutkan oleh laporan studi mencakup juga hal hal berikut: Pencairan dana terlambat: Studi menemukan bahwa tertundanya pencarian dana operasional maupun hibah telah memaksa dilakukannya modifikasi pelaksanaan proyek, yang akhirnya memangkas proses partisipatoris. KPMD dan TPK biasanya meminta kepala dusun untuk mengundang penduduk ke musyawarah. KPMD juga mendatangi tokoh-tokoh desa. Tokoh adat atau agama mengusulkan kegiatan yang terkait dengan kepentingan mereka. Misalnya tokoh agama mengajukan perbaikan madrasah. Sebelum musdus, aktivis, biasanya mereka yang berpengalaman dalam fasilitasi, memfasilitasi pertemuan dengan kelompok marjinal. Hasil pertemuan dibawa ke musdus. Di Biak, kelompok aktivis cenderung menjadi penentang kelompok pamong (PNS). Kepala dusun mengatakan kepada penduduk dusun usulan apa yang penting untuk dusun tersebut. Aktivis menyatakan sejumlah argumen untuk mendukung usulan/ proposal dari kelompok yang diwakili atau dari dirinya sendiri. Kepala desa mendatangi musdus untuk menyatakan pentingnya mengajukan dan membangun usulan tertentu. Kepala desa mengemukakan sejumlah alasan pentingnya memprioritaskan usulan tertentu. TPK dan KPMD mengarahkan diskusi untuk memprioritasikan usulan tertentu (misal untuk dusun yang tidak pernah menang sebelumnya). Kepala dusun memobilisasi penduduk di dusun untuk mendatangi musyawarah desa untuk mendukung usulan dari dusun tersebut atau usulan dari desa atau melakukan negosiasi dengan kepala dusun yang lain. Kelompok aktivis memobilisasi penduduk (memberikan transportasi) untuk mendukung usulan yang diajukan atau menolak usulan tertentu. Kepala desa dan TPK mengadakan berbagai pertemuan dengan kepala desa dan TPK dari desa yang lain untuk menegosiasikan atau membangun strategi usulan yang diprioritaskan untuk didanai oleh PNPM-Perdesaan; desa-desa mana yang menang tahun ini. Studi ini juga menemukan kasus dimana kepala desa membawa proposal mereka sendiri, yang berbeda dari yang disetujui di musyawarah desa, di MAD.

6 Rekomendasi Rekomendasi 7 Dalam situasi ini, KPMD dan FK tidak punya kapasitas maupun waktu untuk memperdalam proses partisipasi. Kurangnya fasilitator yang berkualitas: Laporan studi menyatakan bahwa dengan peningkatan cakupan PNPM Perdesaan, besarnya kebutuhan fasilitator telah menyebabkan turunnya kualitas. Sulit untuk menemukan kandidat dengan kualifikasi setara dengan kandidat di masa awal PPK. Menimbang kebutuhan, PNPM terpaksa menerima fasilitator yang mutunya lebih rendah dari yang diharapkan. Banyak fasilitator di lokasi penelitian merupakan lulusan baru tanpa pengalaman bekerja di tengah masyarakat dan tanpa pengalaman yang diperlukan untuk bekerja sama secara efektif dengan pamong desa serta aktivis, agar dapat memperluas partisipasi. Pelatihan yang saat ini diberikan untuk fasilitator utamanya berfokus pada administrasi program dan bukan teknik fasilitasi maupun tujuan akhir PNPM, yakni menjangkau kelompok miskin. Selain pelatihan yang terbatas, fasilitator lokal juga tidak mendapatkan pengawasan maupun umpan balik yang memadai. Pemantauan dan evaluasi program utamnya berfokus pada prosedur administrasi: Laporan studi menyebutkan bahwa pemantauan difokuskan pada administrasi, khususnya memantau apakah semua tahap PNPM Perdesaan sudah dilaksanakan. Sementara itu, tidak ada pemantauan yang melihat mutu partisipasi kelompok marginal, atau apakah tujuan PNPM Perdesaan berupa pemberdayaan kelompok marginal sudah diterapkan secara konsisten di setiap tahap. Juga, sangat sedikit perhatian yang diberikan pada usaha usaha memahami aspek spesifik marjinalisasi, atau bagaimana siklus PNPM Perdesaan berikutnya bisa memperdalam proses partisipasi. Sistem pelaporan rumit dan menyita banyak waktu fasilitator: Semua level fasilitator harus menulis dan mengumpulkan informasi atas kegiatan program sekaligus diharapkan memberikan fasilitasi di desa desa. Berdasarkan wawancara, para fasilitator umumnya menyatakan bahwa pelaporan menyita terlalu banyak waktu dan mengurangi waktu mereka melakukan fasilitasi, khususnya dengan kelompok marginal di masyarakat. REKOMENDASI Laporan studi menyimpulkan bahwa dominasi kelompok elit merupakan isu utama dalam sebuah program yang bertujuan memberdayakan masyarakat. Desain PNPM Perdesaan mengikutsertakan fasilitasi oleh agen internal maupun ektsternal. Fasilitasi inilah yang diharapkan dapat membatasi gerak kelompok elit lokal. Desain proyek juga berasumsi bahwa proses demokratis dari progam akan menghasilkan keputusan terbaik untuk masyarakat. Tetapi, fasilitasi yang bertujuan memberdayakan bukanlah sesuatu yang instan atau yang dapat dicapai dengan proses mekanis yang berulang bertahun tahun. Usaha pemberdayaan memerlukan waktu untuk, secara bertahap, dapat diserap dan menghasilkan kemajuan. Sebagian besar fasilitator tidak punya keterampilan untuk melakukan hal ini. Laporan studi menyatakan bahwa hambatan hambatan yang ada bisa diatasi dan tingkat partisipasi kelompok marginal bisa ditingkatkan, apabila elemen elemen berikut tersedia: Dukungan fasilitasi khusus untuk kelompok marginal khusus: Laporan studi menyebutkan contoh PEKKA, Program Perempuan Kepala Keluarga, sebagai cara yang efektif membatasi kekuasan pamong desa dan aktivis, serta efektif memperluas partisipasi. PEKKA mencapai hal hal ini dengan 1) membangun kesadaran kritis hak hak perempuan sebagai warga negara, perempuan, dan manusia; 2) membangun kapasitas dan institusi; 3) pengembangan organisasi dan jaringan; dan 4) advokasi. Institusi pro miskin desa yang kuat: Laporan studi menyebutkan bahwa dengan kehadiran institusi semacam ini di tengah masyarakat desa, partisipasi kelompok marginal umumnya lebih tinggi. Laporan studi menyatakan bahwa institusi tersebut dapat beragam bentuknya contoh yang dinyatakan adalah pesantren progresif di Jawa Barat yang berpihak pada kelompok miskin, kelompok simpan pinjam di provinsi yang sama, dan banjar, atau kelompok agama Hindu di Bali. Fasilitasi yang baik: Laporan studi menyebutkan contoh fasilitator PNPM tingkat desa dengan kinerja luar biasa. Fasilitator memiliki kemampuan interpersonal dan komunikasi yang tinggi, dan mampu meyakinkan pamong desa mengenai manfaat partisipasi yang luas. Fasilitator juga mampu memobilisasi anggota kelompok marginal agar berpartisipasi lebih aktif. Untuk mengembangkan elemen elemen ini dan untuk mengatasi hambatan partisipasi, laporan studi menyusun rekomendasi berikut: MEMILIH FOKUS TUNGGAL: Memaksimalkan kekuatan PNPM Perdesaan dengan berfokus pada infrastruktur bidang yang selama ini menjadi keunggulan PNPM Perdesaan. Studi menemukan bahwa PNPM Perdesaan telah mampu menyediakan kebutuhan penting masyarakat, yang juga bermanfaat untuk kelompok marginal. Di beberapa desa, terutama yang letaknya terpencil, PNPM Perdesaan adalah satu satunya program yang merespon permintaan masyarakat desa. Mutu infrastruktur yang dibangun melalui PNPM Perdesaan secara umum baik dan berbiaya lebih rendah dibandingkan infrastruktur yang dibangun oleh kontraktor biasa. Jadi, studi ini merekomendasikan bahwa PNPM Perdesaan Inti hanya berfokus pada penyediaan infrastruktur. Fokus tunggal ini akan membantu meringankan beban fasilitasi, namun tetap membawa manfaat signifikan. Kegiatan lain yang secara khusus menyasar kelompok marginal sebaiknya dikembangkan melalui program PNPM lain, di luar PNPM Perdesaan. Menyederhanakan mekanisme pengambilan keputusan PNPM Perdesaan menjadi pengambilan suara, dan bukan proses musyawarah: Studi ini menyimpulkan bahwa fasilitator kecamatan maupun desa belum siap untuk memberikan fasilitasi yang intensif ataupun terampil, yang akan memberikan kesempatan kelompok marginal untuk berpartisipasi. Selain itu, penduduk desa seringkali lelah menghadiri banyaknya pertemuan di dalam proses pengambilan keputusan ini. Studi menyimpulkan bahwa program membutuhkan mekanisme yang jauh lebih sederhana. Studi menyarankan pemilihan proposal desa dilakukan melalui pengambilan suara, bukan musyawarah. MEMBERDAYAKAN KELOMPOK MARGINAL Memfasilitasi kelompok marginal agar dapat menyuarakan kebutuhan mereka: Kelompok marginal tidak memiliki sumber daya, akses informasi, dan kepercayaan diri yang cukup. Tujuan utama fasilitas khusus untuk kelompok marginal adalah agar mereka dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pengambilan keputusan di kegiatan kegiatan desa, termasuk PNPM Perdesaan. Agar setara, fasilitasi idealnya bertujuan mengembangkan kemampuan kelompok marginal berorganisasi, membangun kemampuan bernegosiasi dan berjejaring, serta memberikan akses informasi agar mereka dapat menyuarakan kebutuhan serta menuntut respon. Fasilitasi ini, dan kelompok pemberdayaan masyarakat terkait akan membutuhkan setidaknya dua sampai tiga tahun untuk berkembang. Pada tahap awal, kegiatan percobaan bisa dilakukan di beberapa kecamatan yang sudah memiliki kemampuan berorganisasi pada tingkat tertentu. MEMFASILITASI KEGIATAN SIMPAN DAN PINJAMAN YANG LEBIH BERKELANJUTAN Fokus di daerah dengan SPP yang berhasil dengan fasilitasi khusus: Studi ini menemukan bahwa, di banyak tempat, kelompok SPP tidak berhasil memberi manfaat kepada kelompok marginal untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Banyak kelompok SPP yang relatif baru dan dibentuk khusus untuk mendapatkan pinjaman PNPM Perdesaan kelompok miskin dan marginal dilibatkan hanya untuk memenuhi kriteria program PNPM Perdesaan. Studi ini hanya menemukan beberapa kasus

8 keberhasilan kelompok SPP, yang secara signifikan memberikan manfaat kepada kelompok miskin dan marginal. Keberhaslan ini, biasanya, adalah hasil fasilitasi yang sangat baik. Sulit, atau mustahil, untuk memastikan tersedianya fasilitasi yang bermutu untuk skala yang luas. Penelitian menyatakan bahwa SPP seharusnya tidak dikelola oleh program PNPM Perdesaan Inti, melainkan oleh program lain di bawah payung PNPM, karena fasilitasi yang diperlukan oleh kegiatan bisnis kecil sangat berbeda dengan fasilitasi yang diperlukan untuk kegiatan perencanaan partisipatoris dan dan proses pembangunan. Tingkat bunga pengembalian adalah hambatan lain terhadap keberlangsungan program, karena itu studi ini menyarankan agar program SPP hanya dilaksanakan di beberapa area dengan riwayat pengembalian yang baik. PERBAIKAN INSTITUSI DAN TEKNIS Pendidikan fasilitasi untuk fasilitator: Penelitian ini mengidentifikasi rendahnya kemampuan fasilitasi sebagai hambatan utama keterlibatan kelompok marginal. Sekolah pelatihan baru yang saat ini sedang dikembangkan PNPM Perdesaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan serta mengembangkan ketersediaan fasilitator yang berkualitas. Ke depan, perlu dievaluasi apakah sekolah ini benar benar meningkatkan kompetensi fasilitator. Pelatihan dan biaya operasional untuk KPMD: Kemampuan terbatas untuk menutup biaya operasional menghambat KPMD dari mengunjungi dusun dusun, terutama yang terletak di wilayah terpencil. Kader kader ini hanya menerima sejumlah kecil upah, karena pekerjaan mereka adalah pekerjaan sukarela. Namun, upah ini pun tidak cukup untuk menutup biaya operasional, termasuk biaya transportasi. Biaya operasional ini dapat dibayar dari UPK. Memantau dan memberikan umpan balik untuk masalah kunci partisipasi: PNPM perlu memastikan hal hal terkait partisipasi dan pelibatan dilaporkan secara cukup terperinci sebagai informasi evaluasi desain program dan implementasi, dan sebagai masukan untuk sistem yang dapat memastikan bahwa umpan balik diberikan kepada laporan laporan ini. Misalnya, laporan jumlah peserta pertemuan lelaki dan perempuan, miskin dan tidak miskin saja tidak cukup; perlu juga gambaran siapa yang berpendapat dan mempengaruhi keputusan yang diambil. Sistem pelaporan dan umpan balik akan menunjukkan bahwa hal hal ini penting. Menggunakan kelompok monitoring independen: Monitoring teratur oleh Pemerintah dan badan donor sebaiknya dilengkapi dengan monitoring independen, khususnya untuk memberikan evaluasi kualitatif dan berkelanjutan dari proses PNPM Perdesaan. Selama beberapa tahun, PNPM Perdesaan menggunakan Ornop tingkat provinsi untuk melakukan kegiatan ini, namun mutu evaluasi bervariasi. PNPM Perdesaan sebaiknya mengevaluasi hasil monitoring dan memilih satu atau dua kelompok terbaik. Kelompok terbaik diminta bekerja sama dengan kelompok lain untuk memperkuat dan meningkatkan kualitas monitoring. Kurangi keterlambatan penyaluran dana: Keterlambatan penyaluran dana mempengaruhi mutu implementasi PNPM Perdesaan secara signifikan. Usaha serius harus dijalankan untuk meminimalkan masalah ini. Referensi: Akatiga (2010). Marginalized Groups on PNPM Rural, PNPM Support Facility, Jakarta. SERI RINGKASAN STUDI Tujuan utama PNPM Support Facility (PSF) adalah menjadi sarana obyektif untuk mengulas, berbagi pengalaman, dan menerapkan pelajaran dari berbagai program kemiskinan dan untuk menumbuhkan diskusi mengenai solusi untuk program kemiskinan. PSF memfasilitasi pelaksanaan analisis dan penelitian terapan untuk mengoptimalkan desain program berbasis komunitas yang merespon terhadap dampak kemiskinan yang semakin tinggi dan untuk lebih memahami dinamika sosial di Indonesia dan pengaruhnya terhadap pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Penelitian dan analisis ini bertujuan memberikan basis yang kuat untuk perencanaan, pengelolaan, dan perbaikan program pemberantasan kemiskinan pemerintah Indonesia. Penelitian ini juga dapat mendorong pembelajaran antar negara berkembang, dan menjadi masukan berharga bagi akademisi, instansi pemerintah, dan pelaku pembangunan lain yang menerapkan program berbasis komunitas di mana pun di dunia. Penelitian dan kerja analisis ini diterbitkan oleh PSF dalam rangka mempublikasi dan mempromosikan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi dari penelitian dan analisis kepada khalayak yang lebih luas, termasuk akademisi, jurnalis, anggota parlemen, dan pihak pihak lain yang memiliki ketertarikan terhadap pengembangan masyarakat.