No. 17, September 2011

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

1. Tinjauan Umum

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

PERKEMBANGAN DAN PROFIL RISIKO INDUSTRI JASA KEUANGAN FEBRUARI 2015

Perekonomian Suatu Negara

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

Analisis Perkembangan Industri

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

Kondisi Perekonomian Indonesia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL TERHADAP KONDISI PERBANKAN DAN SEKTOR RIIL DI WILAYAH KERJA KBI KUPANG

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

BAB I PENDAHULUAN. panjang diantara berbagai alternatif lainnya bagi perusahaan, termasuk di dalamnya

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Monthly Market Update

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

Juni 2017 RESEARCH TEAM

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2004

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN EKONOMI MAKRO KUARTAL III-2014

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, pertumbuhan dunia industri menjadi fokus utama negara negara di

Alamat Redaksi: Grup Neraca Pembayaran dan Pengembangan Statistik Departemen Statistik Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 15 Jl.

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

PERKEMBANGAN MONETER, PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III 2003

RINGKASAN EKSEKUTIF. Di sisi lain, pasar keuangan domestik membaik, terutama didorong oleh besarnya modal asing yang. xvii

PENGGUNAAN SPN 3 BULAN SEBAGAI PENGGANTI SBI 3 BULAN DALAM APBN (Perspektif Bank Indonesia)

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN. Investasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan kesejahteraan di masa datang

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Februari 2017 RESEARCH TEAM

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. keemasan yang puncaknya ditandai dengan keberhasilan beberapa bank besar

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

S e p t e m b e r

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

BAB I PENDAHULUAN. di Amerika Serikat merupakan topik pembicaraan yang menarik hampir di

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

KREDIT PERBANKAN MASIH SEPERTI LINGKARAN SETAN EKO B SUPRIYANTO/INFOBANK INSTITUTE

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report

BAB I PENDAHULUAN. sebagai lembaga intermediasi antara investor atau pihak yang memiliki kelebihan

S e p t e m b e r

PERAN KEBIJAKAN MONETER DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

BANK INDONESIA. Telepon : (sirkulasi) Fax. : Website :

Mempertahankan Soliditas

PROSPEK EKONOMI 2016: PERSPEKTIF LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DESEMBER 2015 FAUZI ICHSAN KEPALA EKSEKUTIF

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

Ekonomi, Moneter dan Keuangan

Potensi Kerentanan Ekonomi DKI Jakarta Menghadapi Krisis Keuangan Global 1

CARLISYA PRO FIXED Dana Investasi Syariah Pendapatan Tetap

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

CARLISYA PRO SAFE Dana Investasi Syariah Pasar Uang

Transkripsi:

No. 17, September 2011

Penerbit: Bank Indonesia Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta Indonesia Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) ini disusun sebagai bagian dari pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam mewujudkan misi mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui pemeliharaan kestabilan moneter dan stabilitas sistem keuangan dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan. KSK diterbitkan secara semesteran dengan tujuan untuk : Meningkatkan wawasan publik dalam memahami stabilitas sistem keuangan Mengkaji risiko-risiko potensial terhadap stabilitas sistem keuangan Menganalisa perkembangan dan permasalahan dalam sistem keuangan Merekomendasi kebijakan untuk mendorong dan memelihara sistem keuangan yang stabil. Informasi dan Order : KSK ini terbit pada bulan September 2011 dan didasarkan pada data dan informasi per Juni 2011, kecuali dinyatakan lain. Sumber data adalah dari Bank Indonesia, kecuali jika dinyatakan lain. Dokumen KSK lengkap dalam format pdf tersedia pada web site Bank Indonesia : http://www.bi.go.id Permintaan, komentar dan saran harap ditujukan kepada : Bank Indonesia Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Biro Stabilitas Sistem Keuangan Jl.MH Thamrin No.2, Jakarta, Indonesia Telepon : (+62-21) 381 8902, 381 8075 Fax : (+62-21) 351 8629 Email : BSSK@bi.go.id

Kajian Stabilitas Keuangan ( No. 17, September 2011) Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Biro Stabilitas Sistem Keuangan

ii

Daftar Isi Daftar Isi... iii Kata Pengantar... vii Gambaran Umum... 3 Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal... 7 1.1. Potensi Kerawanan Eksternal... 7 1.2. Potensi Kerawanan Internal... 7 Boks 1.1. Pengaruh Kenaikan Suku Bunga terhadap Perusahaan - perusahaan LQ 45 Non Lembaga Keuangan... 17 Boks 1.2. Asesmen Ketahanan Korporasi... 19 Bab 2. Ketahanan Sistem Keuangan... 25 2.1. Struktur dan Ketahanan Sistem Keuangan... 25 2.2. Risiko di Sistem Perbankan... 26 2.3. Potensi Risiko Pasar Keuangan dan Pembiayaan... 36 Boks 2.1 Implementasi Kebijakan Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK)... 45 Boks 2.2 Kredit Kendaraan Bermotor: Perlukah Harmonisasi Kebijakan Bank Indonesia dan Bapepam-LK?... 47 Bab 3. Tantangan dan Prospek Stabilitas Sistem Keuangan... 51 3.1. Ancaman krisis di Amerika dan Eropa terhadap perekonomian Indonesia... 51 3.2. Dampak terhadap sistem keuangan Indonesia... 53 3.3. Dampak terhadap perbankan dan stress test... 55 3.4. Proyeksi sistem keuangan... 55 Boks 3.1 European Financial Stability Facility... 58 Bab 4. Topik Khusus... 63 4.1. Systemically Important Financial Institutions (SIFI)... 63 4.2. Penyempurnaan Protokol Manajemen Krisis Bank Indonesia Sebagai Upaya Memelihara Stabilitas Sistem Keuangan... 65 4.3. Implementasi BPD Regional Champion... 67 4.4. Penyusunan Kurikulum Pendidikan Keuangan untuk SD dan SMP... 69 Artikel... 71 Artikel 1 Optimalisasi Komposisi Portofolio Bank di Indonesia... 73 Artikel 2 Procyclicality Of Banks Capital Buffer In Asean Countries... 85 Lampiran... 91 Ringkasan Peraturan Bank Indonesia terkait Stabilitas Sistem Keuangan (Semester I-2011)... 93 iii

Daftar Tabel dan Grafik Tabel Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Dunia... 8 1.2 Realisasi APBN dalam Semester I 2010-2011 12 1.3 Pinjaman Luar Negeri Pemerintah... 14 1.4 Rasio Kemampuan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah... 14 2.1 Jumlah Lembaga Keuangan... 25 2.2 Pertumbuhan Alat Likuid... 27 2.3 Perkembangan Laba/Rugi Industri Perbankan. 33 2.4 Tabel Pergerakan Var... 37 2.5 Kepemilikan SBN... 38 2.6 Indeks Beberapa Pasar Saham Dunia... 38 2.7 Indeks Harga Saham Sektoral... 39 2.8 Perusahaan Yang Menerbitkan Obligasi di Semester I-2011... 42 2.9 Obligasi Yang Jatuh Tempo Sampai Dengan Akhir 2011... 42 2.10 Rasio-Rasio Keuangan Perusahaan Pembiayaan... 44 2.11 Perkembangan NPL Perusahaan Pembiayaan 44 3.1 Proyeksi PDB dan Inflasi... 52 3.2 Simulasi Kenaikan BI Rate pada SUN Seri FR 54 3.3 Simulasi Kenaikan BI Rate pada SUN Seri VR 55 1.1 Indeks Harga Beberapa Komoditas Dunia 2000 = 100... 8 1.2 Indeks Harga Saham Global... 8 1.3 CDS Beberapa Negara Euro Zone... 9 1.4 CDS Beberapa Negara Asia... 9 1.5 Perkembangan Ekspor-Impor Non Migas... 10 1.6 Perkembangan Total Ekspor dan Impor... 10 1.7 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah... 10 1.8 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah... 10 1.9 Inflasi Beberapa Negara ASEAN... 11 1.10 Inflasi Beberapa Negara Maju... 11 1.11 Perkembangan Tingkat Bunga Riil... 11 1.12 Komposisi Investasi Langsung dan Investasi Portofolio ke Indonesia... 11 1.13 Pertumbuhan ROA dan ROE Perusahaan Non-Financial yang Go Public... 14 1.14 Perkembangan DER dan TL/TA Perusahaan Non-Financial yang Go Public... 14 1.15 Beberapa Indikator Utama Keuangan Korporasi... 15 1.16 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen... 15 1.17 Perkembangan Kredit dan NPL Sektor Rumah Tangga... 16 1.18 NPL Kredit Rumah Tangga... 16 1.19 Beberapa Jenis Kredit Rumah Tangga... 16 1.20 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Posisi Juni 2011... 16 2.1 Komposisi Aset Lembaga Keuangan... 25 2.2 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (Financial Stability Index) 1996-2011... 26 2.3 Pangsa Pendanaan dan Pembiayaan Bank... 26 2.4 Pertumbuhan DPK Per Semester... 26 2.5 Pertumbuhan DPK Berdasarkan Golongan Pemilik... 27 2.6 Komposisi Alat Likuid Perbankan... 27 2.7 Pangsa Penempatan Bank pada BI... 28 2.8 Pertumbuhan Kredit Per Valuta... 28 2.9 Pendanaan Kredit Per Valuta... 29 2.10 Pertumbuhan Kredit Per Jenis Penggunaan... 29 iv

Grafik Grafik 2.11 Pertumbuhan Kredit Per Sektor Ekonomi... 30 2.12 Pertumbuhan dan Pangsa Kredit Properti... 30 2.13 Non-Performing Loans (NPL)... 30 2.14 Rasio NPL Per Valuta... 31 2.15 Pertumbuhan NPL Per Valuta... 31 2.16 Pertumbuhan NPL Per Jenis Penggunaan... 31 2.17 Rasio NPL Per Jenis... 31 2.18 Rasio NPL Per Sektor Ekonomi... 32 2.19 Rasio NPL Kredit Properti... 32 2.20 Komposisi Laba/Rugi Perbankan... 33 2.21 Komposisi Pendapatan Bunga Industri Perbankan (%)... 33 2.22 Spread Suku Bunga Rupiah Perbankan (%)... 34 2.23 Perkembangan Rasio ROA dan BOPO Perbankan (%)... 34 2.24 Perkembangan Posisi Modal, ATMR dan CAR Perbankan... 34 2.25 Perkembangan CAR Per Kelompok Bank (%). 35 2.26 Pertumbuhan Kredit MKM (yoy)... 35 2.27 Perkembangan NPL Gross Kredit MKM Perbankan (%)... 35 2.28 Penanaman Investor Asing : SBI-SUN-Saham.. 35 2.29 Portofolio Asing pada Aset Keuangan Rupiah (SBI-SUN-Saham)... 36 2.30 Harga Rata-Rata SUN Bulanan... 36 2.31 Perkembangan Harga SUN Benchmark Seri FR 37 2.32 VaR SUN... 37 2.33 Maturity Profile SUN (Juni 2011)... 38 2.34 Perkembangan IHSG & Indeks Global dan Regional (Diindekskan dengan Indeks 31 Desember 2005)... 38 2.35 Volatilitas beberapa Indeks Bursa Asia... 40 2.36 Perkembangan Harga Saham Bank... 40 2.37 Persentase Perubahan Harga Saham Bank... 40 2.38 Perkembangan Reksadana... 41 2.39 Nilai Aktiva Bersih Per Jenis Reksadana... 41 2.40 Nilai Kapitalisasi & Nilai Emisi... 41 2.41 Emisi dan Posisi Obligasi Korporasi... 41 2.42 Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan... 43 2.43 Pembiayaan (dalam Miliar Rp)... 43 2.44 Sumber Dana Perusahaan Pembiayaan... 43 3.1 Pertumbuhan PDB Per Kapita... 52 3.2 Rasio Utang terhadap PDB di Beberapa Negara... 53 3.3 Perkembangan Rasio Utang Indonesia terhadap PDB 2006 2011... 53 3.4 JCI vs Transaksi Asing (2008-2009)... 53 3.5 JCI vs Transaksi Asing (2010 2011)... 54 3.6 Maturity Profile Rupiah... 55 3.7 Hasil Stress Test Peningkatan Suku Bunga... 55 3.8 Posisi Devisa Netto (PDN)... 56 3.9 Hasil Stress Test Depresiasi Rupiah... 56 3.10 Hasil Stress Test Penurunan Harga SUN... 56 3.11 Hasil Stress Test Risiko Kredit... 57 v

Daftar Singkatan ADB Asian Development Bank APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara AS Amerika Serikat ASEAN Association of Southeast Asian Nations ATMR Aktiva Tertimbang Menurut Risiko Bapepam- LK Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan BCBS Basel Committee on Banking Supervisory BIS Bank for International Settlement BNM Bank Negara Malaysia BOPO Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional BPD Bank Pembangunan Daerah BPR Bank Perkreditan Rakyat BPRS Bank Perkreditan Rakyat Syariah bps basis point BRC BPD Regional Champion BRIC Brazil, Rusia, India, dan China BUS Bank Umum Syariah CAR Capital Adequacy Ratio CC Code of Conduct CCP Central Counter Parties CDS Credit Default Swap CRA Credit Rating Agency CRBC China Banking Regulations Commissions DER Debt to Equity Ratio DPK Dana Pihak Ketiga DSM Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter EFSF European Financial Stability Facility ETF Exchange-Traded Fund EU European Union FASB Financial Accounting Standard Board FDI Foreign Direct Investment FSA Financial Service Authority FSAP Financial Sector Assessment Program FSB Financial Supervisory Board FSI Financial Stability Index G20 The Group of Twenty GDP Gross Domestic Product GIM Gerakan Indonesia Menabung G-SIFI Global Systemically Important Financial Institutions GWM Giro Wajib Minimum IAIS International Association of Insurance Supervisor IASB International Accounting Standard Board IDMA Inter-dealer Market Association IHK Indeks Harga Konsumen IHSG Indeks Harga Saham Gabungan IMF IOSCO JCI JPSK KCBA KI KK KMK KPR LBU LC LDR L/R MEA MKM NAB NII NIM NPF NPI NPL OPEC OTC PD PDB PDN PIIGS PLN PMA PMDN PMK PMK BI PNS PP RBB ROA ROE SBDK SBI SBN SIFI SUN TKI TL/TA TPI TPID UMP International Monetary Fund International Organization of Securities Commissions Jakarta Composite Index Jaring Pengaman Sistem Keuangan Kantor Cabang Bank Asing Kredit Investasi Kredit Konsumsi Kredit Modal Kerja Kredit Pemilikan Rumah Laporan Bulanan Bank Umum Letter of Credit Loan to Deposit Ratio Laba Rugi Masyarakat Ekonomi ASEAN Mikro, Kecil, dan Menengah Nilai Aktiva Bersih Net Interest Income Net Interest Margin Non Performing Financing Neraca Pembayaran Indonesia Non Performing Loan Organization of the Petroleum Exporting Countries Over the Counter Probability of Default Produk Domestik Bruto Posisi Devisa Neto Portugal, Ireland, Italy, Greece and Spain Pinjaman Luar Negeri Penanaman Modal Asing Penanaman Modal Dalam Negeri Peraturan Menteri Keuangan Protokol Manajemen Krisis Bank Indonesia Pegawai Negeri Sipil Perusahaan Pembiayaan Rencana Bisnis Bank Return on Asset Return on Equity Suku Bunga Dasar Kredit Sertifikat Bank Indonesia Surat Berharga Negara Systemically Important Financial Institutions Surat Utang Negara Tenaga Kerja Indonesia Rasio total kewajiban terhadap total aset Tim Pengendalian Inflasi Tim Pengendalian Inflasi Daerah Upah Minimum Provinsi vi

Kata Pengantar Sebagai perwujudan akuntabilitas dalam melaksanakan tugas memelihara stabilitas sistem keuangan, dalam kesempatan ini Bank Indonesia menerbitkan Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 17, September 2011. Melalui penerbitan KSK ini Bank Indonesia menyampaikan hasil pemantauan risiko di dalam sistem keuangan dan penelitian makroprudensial. Bank Indonesia memandang perlu untuk mengkomunikasikan hasil pemantauan risiko dan penelitian makroprudensial ini agar stakeholder mendapatkan gambaran yang menyeluruh mengenai kondisi perkembangan, risiko yang dihadapi dan prospek sistem keuangan kedepan. Secara khusus, sebagai bentuk perhatian kepada perbankan dan pelaku usaha, Bank Indonesia juga memberikan himbauan untuk melakukan sejumlah upaya dalam memitigasi potensi risiko sektor keuangan ke depan. Dalam edisi kali ini, penyajian KSK disusun secara lebih sederhana dan langsung menyentuh inti permasalahan untuk lebih meningkatkan pemahaman publik terhadap risiko yang dihadapi sistem keuangan dan faktor kerentanan yang dapat memicu krisis. Hasil penilaian terhadap kondisi sistem keuangan menunjukkan bahwa selama periode laporan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga di tengah dinamika perkembangan perekonomian global. Baiknya kondisi sistem keuangan didukung oleh kinerja perbankan dan pasar keuangan yang cukup menggembirakan sepanjang paruh pertama 2011. Kinerja positif perbankan antara lain tercermin dari aspek permodalan dan profitabilitas yang semakin kuat. Di samping itu, kualitas intermediasi juga semakin baik yang ditunjukkan dari meningkatnya penyaluran kredit produktif lebih dari yang diperkirakan. Meski demikian, perbankan tetap mampu mengelola risiko kredit dengan baik seiring dengan penurunan rasio NPL. Kinerja reksadana dan perusahaan pembiayaan juga menunjukkan peningkatan. Terjaganya ketahanan sistem keuangan tersebut juga tercermin dari penurunan Financial Stability Index (FSI) dari 1,75 (Desember 2010) menjadi 1,65 (Juni 2011). Relatif terjaganya ketahanan perbankan dan turunnya volatilitas bursa domestik yang didukung solidnya perekonomian domestik dan terkendalinya inflasi berkontribusi positif terhadap penurunan FSI tersebut. Namun demikian, kewaspadaan dan kehati-hatian tetap diperlukan mengingat kondisi perekonomian global ke depan yang masih diliputi ketidakpastian. Meskipun ketahanan sistem keuangan dapat dijaga dengan baik, instabilitas global dapat berimbas pada ketidakseimbangan di pasar keuangan domestik dan meningkatkan volatilitas harga aset di pasar keuangan tersebut. Ketidakpastian perekonomian global ini juga berpotensi terjadinya pembalikan secara tiba-tiba (sudden reversal) dari modal asing berjangka pendek. Oleh karena itu tantangan tersebut harus terus diwaspadai karena dapat memberikan tekanan terhadap stabilitas sistem keuangan dan stabilitas moneter. Akhir kata, kami berharap KSK ini mampu mengemban misinya sebagai media yang efektif untuk mengkomunikasikan kepada stakeholders mengenai hasil surveillance yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia dalam bidang stabilitas sistem keuangan. Kami mengharapkan saran, komentar dan kritik yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan kajian ini di masa mendatang. Jakarta, September 2011 GUBERNUR BANK INDONESIA Darmin Nasution vii

halaman ini sengaja dikosongkan

Gambaran Umum Gambaran Umum 1

Gambaran Umum halaman ini sengaja dikosongkan 2

Gambaran Umum Bab 1 Gambaran Umum POTENSI KERAWANAN DAN SSK Peningkatan ketahanan dan kestabilan sistem keuangan di 2010 berlanjut sampai dengan akhir Semester I - 2011. Peningkatan ini didukung oleh kinerja makro ekonomi yang baik, pemeliharaan stabilitas keuangan termasuk pengawasan bank yang efektif sehingga menyebabkan penurunan volatilitas di pasar saham dan obligasi serta penurunan risiko kredit yang tercermin dari penurunan rasio non-performing loan. Dari sisi eksternal, pemulihan ekonomi di negaranegara maju, AS dan Eropa masih lambat. Sementara pertumbuhan ekonomi di negara emerging market cukup tinggi. Akibatnya aliran masuk modal asing ke emerging market masih terus berlanjut. Aliran masuk modal asing ke Indonesia masih berlanjut meskipun dalam volume yang menurun karena tertahan dengan penerapan kebijakan perpanjangan holding period dari 1 bulan menjadi 6 bulan. Kondisi sektor korporasi dan rumah tangga masih stabil. Kinerja sektor korporasi meningkat dengan risiko yang menurun. Indikator-indikator dari sektor korporasi menunjukkan hasil yang baik. Sejalan dengan itu, keyakinan konsumen terhadap kinerja ekonomi 6 bulan ke depan masih tinggi. Kinerja perbankan di Semester I-2011 secara umum meningkat. Permodalan perbankan dapat dipertahankan dalam level yang cukup tinggi. Profitabilitas dan NII menunjukkan peningkatan dengan BOPO yang menurun. Pertumbuhan kredit, baik rupiah maupun valas, meningkat cukup tinggi yang terjadi hampir di semua sektor ekonomi. Kredit produktif yang meningkat lebih pesat diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat. Pertumbuhan kredit didukung dari sumber pembiayaan yang berasal dari portofolio surat-surat berharga. Namun pertumbuhan DPK tidak cukup tinggi untuk menopang kebutuhan penyaluran kredit. Hal ini berkaitan dengan strategi perbankan dalam menyikapi kebijakan Bank Indonesia dalam menngelola likuiditas di perbankan. Kebutuhan dana untuk penyaluran kredit direspon oleh perbankan dengan menurunkan kepemilikannya dalam portofolio Operasi Moneter dan SBN. Sementara itu, kinerja reksadana dan perusahaan pembiayaan menunjukkan arah peningkatan. Peningkatan NAB reksadana terutama bersumber dari kenaikan NAB reksadana saham dan terproteksi. PROSPEK DAN TANTANGAN SSK Ke depan, kondisi sistem keuangan Indonesia yang baik di Semester I ini dihadapkan kepada meningkatnya ketidakstabilan perekonomian dunia dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan perkembangan dinamika perekonomian global, perbankan dan pelaku di pasar keuangan diharapkan untuk: mewaspadai kemungkinan meningkatnya risiko akibat dari ketidakpastian penanganan krisis dan 3

Gambaran Umum peningkatan defisit fiskal di AS dan Eropa; dan mewaspadai penurunan likuiditas global dan meningkatnya volatilitas di pasar saham dan obligasi serta menjaga likuiditas dan meningkatkan manajemen risiko. Sementara itu, kondisi makro ekonomi di Semester II-2011 diperkirakan masih kondusif. Penurunan pertumbuhan ekonomi di negara maju yang berdampak kepada penurunan ekspor ke negara-negara tersebut diimbangi oleh diversifikasi tujuan ekspor Indonesia. Selain itu, peran konsumsi domestik dan investasi masih menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Secara umum, risiko kredit sektor korporasi dan rumah tangga masih rendah. Namun perlu diwaspadai potensi penurunan ekspor sebagai akibat krisis global yang dapat berdampak pada tingkat NPL dan PD sektor korporasi. Berkaitan dengan hal ini, para pelaku usaha dan perbankan diharapkan untuk: menyiapkan langkah-langkah antisipasi atas dampak perekonomian global, khususnya terhadap kinerja korporasi agar tidak mengganggu kinerja perbankan. Fungsi intermediasi perbankan diperkirakan masih akan berlanjut. Penyaluran kredit oleh perbankan kepada sektor riil khususnya kepada sektor produktif sudah jauh meningkat. Hal ini mendorong peningkatan kredit investasi dan modal kerja. Namun peningkatan ini harus diwaspadai agar tidak diikuti oleh peningkatan risiko kredit. Berkaitan dengan hal ini, perbankan dan pelaku usaha agar berupaya untuk terus: meningkatkan fungsi intermediasi, terutama sektor pertanian, industri manufaktur, dan infrastruktur yang bersifat padat tenaga kerja dan mempunyai pengaruh terhadap perkembangan industri penunjang sektor-sektor tersebut; dan menjaga agar NPL untuk jenis kredit investasi dan modal kerja terjaga pada level yang rendah. Dari sisi likuiditas, pertumbuhan DPK yang melambat dan kredit yang meningkat diperkirakan akan berdampak kepada tingkat likuiditas di pasar uang. Untuk itu, perbankan dan pelaku di pasar keuangan diharapkan agar : menjaga kecukupan likuiditas; dan mewaspadai timbulnya segmentasi di pasar uang. Secara umum, meskipun ketidakpastian perekonomian dunia meningkat tetapi ketahanan sistem keuangan diperkirakan akan terus terjaga di Semester II-2011. Namun demikian, masih terdapat potensi terjadinya sudden capital reversal yang berimplikasi kepada turunnya kinerja sektor keuangan dan memburuknya stabilitas sistem keuangan. Dari hasil stress test, secara umum sektor korporasi memiliki kemampuan untuk mengembalikan pinjaman luar negeri dan dalam negeri meskipun dalam skenario paling buruk, sedangkan sektor rumah tangga tidak akan mengalami permasalahan yang serius. Dari sisi pasar keuangan, volatilitas harga obligasi dan saham akan meningkat seiring dengan meningkatnya ketidakpastian perekonomian global. Dari sektor perbankan, berdasarkan hasil stress test secara industri menunjukkan permodalan perbankan cukup tahan terhadap kemungkinan terjadinya default dari negara AS dan Eropa. Apabila stress test turut memperhitungkan dampak kenaikan NPL kredit ekspor dan asumsi terjadinya default eksposur portofolio dari AS dan Eropa, CAR perbankan masih aman dan tercatat di atas 15%. 4

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Bab 1 Kondisi Eksternal dan Internal 5

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal halaman ini sengaja dikosongkan 6

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Bab 1 Kondisi Eksternal dan Internal Stabilitas sistem keuangan di Semester I-2011 ditopang oleh membaiknya kinerja makro ekonomi Indonesia meskipun tekanan inflasi di awal tahun masih cukup tinggi. Membaiknya kinerja makro ekonomi ini seiring berlanjutnya proses pemulihan ekonomi global dan ditunjang oleh keberhasilan berbagai kebijakan fiskal, moneter dan perbankan. Dengan semakin kondusifnya iklim usaha, kinerja sektor korporasi dan rumah tangga turut membantu terciptanya stabilitas sistem keuangan. Indikator-indikator korporasi yang menjadi barometer kinerja menunjukkan hasil yang membaik diiringi dengan risiko yang menurun. Sementara rasio utang rumah tangga terhadap total aset masih sangat rendah yang mencerminkan tingginya kemampuan sektor rumah tangga dalam membayar kembali pinjaman. 1.1. POTENSI KERAWANAN EKSTERNAL 1.1.1. Perekonomian dan Pasar Keuangan Dunia Selama Semester I-2011, perekonomian dunia terus bertumbuh yang menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi pasca krisis tahun 2008 lalu masih terus berlanjut. Pertumbuhan ekonomi dunia tersebut terutama ditopang oleh pertumbuhan ekonomi negera-negara emerging market yang menjadi penyeimbang melambatnya pertumbuhan ekonomi beberapa negara maju di kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Permasalahan di negara-negara Eropa yang telah terjadi sejak beberapa tahun lalu dan berdampak pada penurunan peringkat hutang negara-negara PIIGS (Portugal, Irlandia, Italia, Yunani dan Spanyol), semakin berkembang dan berlarut-larut menyusul pengunduran diri perdana menteri Portugal pada Maret 2011. Meski demikian, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi negara-negara yang tergabung dalam Euro Zone masih positif terutama didukung solidnya pertumbuhan ekonomi dua negara utama Eropa yakni Jerman dan Perancis. Amerika Serikat dan Jepang sendiri masih menghadapi permasalahan internal sehingga diperkirakan tidak akan mampu tumbuh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Dengan perkembangan yang terjadi pada paruh kedua Semester I-2011 tersebut, dalam publikasi Juli 2011, IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2011 dari 4,4% mencapai 4,3% (Tabel 1.1). 7

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal 8 Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Dunia 2009 (%) 2010 (%) 2011* (%) Output Dunia -0,5 5,1 4,3 Advanced Economies -3,4 3,0 2,2 Amerika Serikat -2,6 2,9 2,5 Euro Area -4,1 1,8 2,0 Jerman -4,7 3,5 3,2 Perancis -2,6 1,4 2,1 Portugal -2,0 2,3-1,1 Italia -5,2 1,3 1,0 Irlandia -11,3-3,6-1,3 Yunani -0,8-2,1-2,6 Spanyol -3,7-0,1 0,8 Inggris -4,9 1,3 1,5 Jepang -6,3 4,0-0,7 Emerging & Developing Economies 2,8 7,4 6,6 ASEAN-5 1,7 6,9 5,4 Indonesia 4,6 6,1 6,3-6,8% BRIC Brazil -0,6 7,5 4,1 Rusia -7,8 4,0 4,8 India 6,8 10,4 8,2 Cina 9,2 10,3 9,6 Middle East and North Africa 2,5 4,4 4,2 *) angka proyeksi Sumber: World Economic Outlook Update, Juni 2011. Khususnya data Indonesia dari Biro Pusat Statistik dan proyeksi pertumbuhan ekonomi Triwulan II-2011 oleh Bank Indonesia Tingkat inflasi masih meningkat terutama dipicu oleh harga komoditas yang masih pada level tinggi meski beberapa komoditas seperti minyak sudah sedikit menurun. Penurunan harga minyak yang terjadi pada pertengahan Semester I-2011 tersebut, terutama disebabkan oleh ekspektasi melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan intervensi pasar yang dilakukan Badan Energi Internasional dengan melepas cadangan minyaknya menyusul kegagalan OPEC mencapai kesepakatan peningkatan kuota produksi. Harga pangan juga cenderung turun, meski untuk harga gandum terdapat sedikit peningkatan karena adanya kekhawatiran terjadinya kekeringan di beberapa bagian Eropa. Harga emas sendiri cenderung meningkat seiring ketidak-pastian pemulihan ekonomi global yang menyebabkan investor memilih menanamkan dananya pada emas. 600 500 400 300 200 100 0 Jan - 07 Grafik 1.1 Indeks Harga Beberapa Komoditas Dunia 2000 = 100 Mei - 07 Sep- 07 Sumber: DSM-Bank Indonesia 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 Sumber: Bloomberg Grafik 1.2 Indeks Harga Saham Global Di tengah kondisi tersebut, selama paruh pertama Semester I-2011 pasar keuangan global masih cenderung stabil. Namun dengan berkembangnya permasalahan fiskal pada beberapa negara Eropa tersebut, sejak Triwulan II-2011 kondisi pasar mulai cenderung goyah. Sahamsaham perbankan menjadi saham yang paling mengalami penurunan disebabkan dugaan bahwa sektor perbankan memiliki banyak portfolio pemerintah beberapa negara Eropa yang saat ini dikategorikan sebagai junk bonds (Grafik 1.1). Jan - 08 Mei - 08 Sep - 08 Jan - 09 Mei - 09 Sep - 09 Jan - 10 Mei - 10 Sep- 10 Jan - 11 Minyak Tembaga Emas Beras Jan - 07 Mei - 07 Sep- 07 Jan - 08 Mei - 08 Sep - 08 Jan - 09 Mei - 09 Sep - 09 Jan - 10 Mei - 10 Sep- 10 Jan - 11 Mei - 11 Hongkong (skala kiri) Singapura (skala kanan) Dow Jones (skala kiri) Inggris (skala kanan) Mei - 11 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Sementara itu, selama Semester I-2011 Credit Default Swap (CDS) di mayoritas belahan dunia terpantau cukup stabil meski pada beberapa minggu terakhir terdapat kecenderungan meningkat. Hal ini terutama dipicu oleh program Quantitative Easing III dari The Fed yang berhenti pada 30 Juni, downgrade credit rating AS oleh S&P pada 5 Agustus, dan memanasnya krisis Eropa karena ketidakmampuan Yunani untuk memenuhi target defisit anggaran (Grafik 1.3). Berlawanan dengan kondisi Euro Zone, CDS mayoritas negara Asia menunjukkan penurunan. Tumbuhnya perekonomian Asia yang jauh di atas negara-negara maju menyebabkan derasnya aliran masuk modal asing ke kawasan ini (Grafik 1.4). 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Sumber: Bloomberg 800 700 600 500 400 300 200 100 0 Mar - 09 Grafik 1.3 CDS beberapa negara Euro Zone Mei - 09 Jul- 09 Sep - 09 Nov - 09 Jan - 10 Mar - 10 Mei - 10 Jul - 10 Sep - 10 Nov - 10 Jan - 11 Mar - 11 May - 11 Jul - 11 Jerman Belanda Grafik 1.4 CDS beberapa negara Asia Mar - 09 Mei - 09 Jul- 09 Sep - 09 Nov - 09 Jan - 10 Mar - 10 Mei - 10 Jul - 10 Sep - 10 Nov - 10 Jan - 11 Mar - 11 May - 11 Jul - 11 Indonesia Vietnam Belgia Filipina Korea Italia Austria Thailand China Spanyol Malaysia Ketidakpastian pemulihan krisis Eropa tersebut, menyebabkan investor global terus mengalihkan investasinya kepada negara-negara emerging market yang pertumbuhan ekonomi masih cukup solid sehingga diperkirakan selama tahun 2011 net private capital flows ke emerging markets telah melebihi 1 triliun dolar AS. Meski mencerminkan tingginya keyakinan investor akan fundamental ekonomi negara-negara emerging market, namun tidak pelak hal itu juga menimbulkan kekhawatiran pada negara-negara tersebut akan terjadinya bubble dan kemungkinan terjadinya sudden capital reversal apabila terjadi sesuatu yang di luar perkiraan. Kondisi dimaksud menimbulkan dugaan bahwa beberapa negara emerging market akan menerapkan kontrol devisa yang lebih ketat dalam merespon tingginya aliran masuk modal asing dimaksud. 1.2. POTENSI KERAWANAN INTERNAL 1.2.1. Kondisi Makroekonomi dan Sektor Riil Pertumbuhan ekonomi yang tetap tinggi terutama pada negara-negara emerging market, mendorong permintaan terhadap ekspor Indonesia masih tetap baik khususnya ekspor non migas yang berbasis sumber daya alam. Pada akhir Semester I-2011 nilai ekspor non migas Indonesia adalah sebesar 14,8 miliar dolar AS atau tumbuh 10,1% dibandingkan akhir Semester II-2010. Sementara nilai impor Indonesia pada akhir Semester I-2011 adalah sebesar 11,6 miliar dolar AS atau hanya tumbuh 6,9% dibandingkan akhir Semester II-2010. Namun pertumbuhan impor lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan total ekspor sehingga surplus transaksi berjalan pada akhir Semester I-2011 sedikit turun dibandingkan surplus pada akhir Semester II-2011 (Grafik 1.5). Sumber: Bloomberg 9

1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 2 3 4 5 6 7 8 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Grafik 1.5 Perkembangan Ekspor-Impor Non Migas Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 18.000 16.000 14.000 14.000 12.000 10.000 14.000 12.000 10.000 12.000 8.000 8.000 10.000 8.000 6.000 6.000 4.000 6.000 4.000 4.000 2.000 2.000 2.000 0 0 9 10 11 12 9 10 11 12 1 9 10 11 12 1 9 10 11 12 0 Jan - 07 Mei - 07 Sep- 07 Jan - 08 Mei - 08 Sep - 08 Jan - 09 Mei - 09 Sep - 09 Jan - 10 Mei - 10 Sep- 10 Jan - 11 Mei - 11 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Bloomberg Rata-rata bulanan Rata-rata triwulanan Rata-rata semesteran Sumber: Bloomberg Grafik 1.6 Perkembangan Total Ekspor dan Impor Grafik 1.8 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah 18.000 16.000 1.5 1 14.000 12.000 0.5 10.000 0 8.000 6.000-0,5 4.000 2.000 0-1 - 1,5 Jan - 07 Mei - 07 Sep- 07 Jan - 08 Mei - 08 Sep - 08 Jan - 09 Mei - 09 Sep - 09 Jan - 10 Mei - 10 Sep- 10 Jan - 11 Mei - 11 1 10 19 26 37 46 55 64 73 82 91 100 109 118 127 136 145 154 163 172 181 190 199 208 217 226 235 244 253 262 Periode 262 hari Batas Bawah Batas Atas Aktual Sumber: Bloomberg Sumber: Bloomberg Konsumsi domestik juga terus menguat yang didukung meningkatnya pendapatan masyarakat dari sumber-sumber lainnya di dalam negeri seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), perbaikan pendapatan aparat negara, kenaikan gaji karyawan, wealth effect dari kenaikan harga saham dan dukungan pembiayaan perbankan. Hal tersebut menjadi faktor utama penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada Triwulan II-2011 diprakirakan tumbuh 6,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Triwulan II-2010 sebesar 6,1% (Grafik 1.6). Di sisi harga, tekanan inflasi IHK pada awal Semester I-2011 cukup tinggi mencapai 7,02% pada Januari 2011 dipicu oleh faktor non fundamental, terutama dari kelompok bahan pangan terutama cabe dan minyak tanah. Tingginya tingkat inflasi tersebut direspon dengan peningkatan BI Rate menjadi 6,75% pada Februari 2011. Memasuki bulan berikutnya hingga akhir Semester I-2011, tingkat inflasi mulai turun sehingga pada Juni 2011 tercatat sebesar 5,54% (yoy) (Grafik 1.7 dan 1.8). 10

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Grafik 1.9 Inflasi beberapa negara ASEAN Grafik 1.11 Perkembangan Tingkat Bunga Riil y.o.y % 8,0 10 6,0 6 4,0 2,0 2 0,0 (2) -2,0-4,0 (6) -6,0 Jan - 07 Mei - 07 Sep- 07 Jan - 08 Mei - 08 Sep - 08 Jan - 09 Mei - 09 Sep - 09 Jan - 10 Mei - 10 Sep- 10 Jan - 11 Mei - 11 Jan - 07 Mei - 07 Sep- 07 Jan - 08 Mei - 08 Sep - 08 Jan - 09 Mei - 09 Sep - 09 Jan - 10 Mei - 10 Sep- 10 Jan - 11 Mei - 11 Filipina Thailand Malaysia Indonesia AS Singapura Uni Eropa Indonesia Sumber: DSM Bank Indonesia Sumber: Bloomberg,DSM Bank Indonesia y.o.y % 7 4 1 (2) (5) Jan - 07 Mei - 07 Sep- 07 Grafik 1.10 Inflasi Beberapa Negara Maju Jan - 08 Mei - 08 Sep - 08 Jan - 09 Sumber: CEIC & DSM Bank Indonesia Mei - 09 Sep - 09 Jan - 10 Mei - 10 Sep- 10 Jan - 11 Jepang Uni Eropa Singapura Mei - 11 % 70 60 50 40 30 20 10 0 Grafik 1.12 Komposisi Investasi Langsung dan Investasi Portofolio ke Indonesia 61 39 2005 45 55 41 59 75 25 Sumber: Bloomberg,DSM Bank Indonesia 32 68 46 54 49 51 2006 2007 2008 2009 2010 2011 {smt.1} Investasi Langsung Investasi Portofolio Tingkat inflasi Indonesia adalah termasuk yang tertinggi dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN-5 (Grafik 1.9 dan 1.10). Namun hal tersebut diimbangi dengan tingkat bunga yang lebih tinggi sehingga secara rill tingkat bunga Indonesia lebih menarik dibandingkan tingkat bunga rill beberapa negara ASEAN-5 termasuk terhadap AS dan Uni Eropa. Hal tersebut menyebabkan Indonesia tetap menarik sebagai tempat penempatan kelebihan dana likuid (Grafik 1.11). 1.2.2. Investasi dan Neraca Pembayaran Dengan kondisi makro yang mendukung beralihnya perhatian investor pada emerging market tersebut, investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) selama Semester I-2011 terus meningkat sehingga mencapai Rp115,6 triliun. Kenaikan tersebut terutama berasal dari realisasi investasi berbentuk PMDN sebesar Rp33 triliun dan investasi berbentuk PMA sebesar Rp82,6 triliun atau naik 24,4% dari periode tahun sebelumnya. Secara total, aliran investasi masuk ke Indonesia mencapai 20,4 juta dolar AS yang sebagian besar dalam bentuk portofolio (51%), meski porsi investasi langsung (FDI) sudah meningkat dibandingkan tahun 2010 yang hanya sebesar 46% (Grafik 1.12). Sektor yang memperoleh tambahan investasi adalah industri makanan Rp4,6 triliun, tanaman pangan dan perkebunan Rp4,5 triliun, transportasi, gudang dan telekomunikasi Rp4,3 triliun, industri non logam mineral 11

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Rp3,5 triliun, dan industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronika Rp3,2 triliun. Untuk PMA, realisasi investasi sebesar 1,5 miliar dolar AS di pertambangan, industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi 0,6 miliar dolar AS, industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronika 0,5 miliar dolar AS, transportasi, gudang dan telekomunikasi 0,5 miliar dolar AS, serta perdagangan dan reparasi adalah 0,4 miliar dolar AS. Dengan menguatnya aliran modal masuk dan surplus transaksi berjalan tersebut, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap solid. Cadangan devisa pada akhir Semester I-2011 (Juni 2011) tercatat sebesar 119,7 miliar dolar AS (meningkat dari 96,2 miliar dolar AS) atau setara dengan 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Nilai tukar rupiah juga terus bergerak menguat dengan volatilitas yang relatif rendah dimana dibandingkan posisi akhir Semester II-2010 nilai tukar rupiah naik 417 poin atau 4,64% hingga berada pada level Rp8.579 per dolar AS dengan rata-rata 0,15%. Aliran masuk modal ke dalam negeri ini, meski mencerminkan baiknya tingkat kepercayaan investor pada fundamental ekonomi Indonesia, namun perlu diwaspadai karena sewaktu-waktu dana asing ini dapat meninggalkan Indonesia bila terdapat perubahan kondisi baik di dalam maupun di luar negeri. Kerawanan yang berasal dari sektor eksternal menjadi salah satu perhatian pemerintah dan Bank Indonesia selama tahun 2011 ini. 1.2.3. Kondisi Sektor Pemerintah Keuangan Pemerintah masih mencapai surplus sebesar Rp36,8 triliun meskipun angka tersebut lebih kecil dibandingkan Semester I-2010 sebesar Rp47,9 triliun. Secara persentase, kenaikan realisasi tertinggi berasal dari kenaikan belanja modal yang meningkat 25% (Tabel 1.2) Rincian Tabel 1.2 Realisasi APBN dalam Semester I 2010-2011 APBN-P 2010 2011 Realisasi s.d Mei Realisasi Semester I APBN-P Realisasi s.d Mei Miliar Rp Realisasi Semester I A. Pendapatan Negara dan Hibah 992.398,8 355.944,0 443.682,4 1.104902,0 421.084,9 498.268,1 I. Penerimaan Dalam negeri 990.502,3 355.818,6 443.469,4 1.101.162,5 421.014,0 497.884.8 1. Penerimaan Perpajakan 743.325,9 275.462,2 337.576,2 850.255,5 326.573,3 386.691,7 Tax Ratio IHK (% thd PDB) 11.9 - - 12.1 - - 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 247.176,4 80.356,4 105.893,2 250.907,0 94.440,7 111.193,1 II. Penerimaan Hibah 1.896,5 125,4 213,0 3.739,5 70,9 383,3 B. Belanja Negara 1.126.146,5 294.823,0 395.777,5 1.229.558,5 364.208,8 461.487,5 I. Belanja Pemerintah Pusat 781.533,5 175.334,9 234.187,9 836.578,2 212.731,7 263.333,4 1. Belanja Pegawai 162.659,0 56.171,9 73.458,6 180.824,9 67.684,3 85.937.1 2. Belanja Barang 112.594,1 20.719,9 29.306,9 137.849,7 24.221,7 34.196,9 3. Belanja Modal 95.024,6 12.332,9 16.391,8 135.854,2 13.630,5 20.534,6 4. Pembayaran Bunga Utang 105.650,2 34.014,2 43.363,8 115.209,2 37.460,8 48.713,1 5. Subsidi 201.263,0 36.867,6 51.733,7 187.624,3 61.891,8 61.965,7 6. Belanja Hibah 243,2 0,0 0,0 771,3 18,7 36,0 7. Bantuan Sosial 71.172,8 14.638,3 19.059,5 63.183,5 7.246,2 11.053,1 8. Belanja Lain-Lain 32.926,7 590,2 873,7 15.261,0 577,9 896,8 12

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal II. Transfer ke Daerah 344.612,9 119.488,1 161.589,5 392.980,3 151.477,1 198.154,1 1. Dana perimbangan 314.636,3 116.623,1 153.794,8 334.324,0 134.120,6 173.533,3 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 30.249,6 2.864,9 7.794,7 58.656,3 17.356,5 24.620,8 C. Keseimbangan Primer (28.097,4) 95.135,2 91.268,8 (9.447,3) 94.336,9 85.493,6 D. Surplus/(Defisit) Anggaran (A-B) (133.747,7) 61.121,0 47.905,0 (124.656,5) 56.876,1 36.780,8 % Defisit Terhadap PDB (2,1) - - (1,8) - - E. Pembiayaan (I + II) 133.747,7 44.457,1 54.668,2 124.656,2 63.470,5 67.301,5 I. Pembiayaan Dalam Negeri 133.903,2 51.300,0 65.131,1 125.266,0 75.369,9 85.945,8 II. Pembiayaan Luar Negeri (neto) (155,5) (6.842,8) (10.462,9) (609,5) (11.899,4) (18.644,3) Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan (0,0) 105.578,1 102.573,2 0,0 120.346,7 104.082,0 Sumber: Kementerian Keuangan Realisasi pendapatan negara dan penerimaan hibah Semester I-2011 diperkirakan mencapai Rp498.268,1 miliar. Meski angka ini meningkat 12,3% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, namun ini baru mencapai 45,1% dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2011. Demikian halnya dengan realisasi anggaran yang sampai dengan Semester I-2011 diperkirakan mencapai Rp461.487 miliar, yang meski lebih tinggi 16,6% dibandingkan periode yang sama sebelumnya, namun realisasinya baru mencapai 37,5% dari pagu yang ditetapkan. Meski diperkirakan tidak akan berdampak besar, apabila kelambatan realisasi anggaran ini tidak segera dipulihkan, maka akan berdampak pada kurangnya lebih kecil dibanding semester sebelumnya. Saat ini (posisi Juni 2011) pinjaman luar negeri pemerintah telah mencapai angka 91,3 miliar dolar AS atau setara Rp776 triliun dengan kurs Rp8.500 per dolar AS yang didominasi oleh pinjaman yang berasal dari skim non IGGI/CGI (Tabel 1.3). Tabel 1.3 Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Juta dolar AS Jun-09 Des-09 Jun-10 Des-10 Jun-11 Q4-09 Total 77.595 83.067 83.246 88.718 91.259 IGGI/CGI 45.898 45.358 44.263 45.922 45.452 Non IGGI/CGI 31.697 37.709 38.983 42.796 45.806 stimulus perekonomian domestik. Stimulus ini dipandang penting mengingat konsumsi domestik menjadi salah satu motor pendorong perekonomian Indonesia di tengah ancaman krisis global. Pinjaman luar negeri pemerintah dan kemampuan pemerintah dalam membayar pinjaman masih sangat baik sehingga potensi instabilitas terhadap sistem keuangan dari sisi pinjaman luar negeri pemerintah cenderung kecil. Pinjaman luar negeri pemerintah masih menunjukkan peningkatan meski dengan angka pertumbuhan yang Kemampuan pemerintah dalam mengelola pinjaman luar negeri tersebut terlihat dari tetap stabilnya angka debt service ratio, meski sedikit mengalami penurunan dibanding posisi akhir tahun 2010 sebesar 24% menjadi 22% pada Juni 2011. Sejalan dengan itu, angka cadangan devisa Indonesia yang terus meningkat meski besarnya kemampuan cadangan devisa dalam menutup jumlah impor dan pembayaran cicilan hutang sedikit turun dari 7 bulan menjadi 6,8 bulan (Tabel 1.4). 13

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Tabel 1.4 Rasio Kemampuan Pembayaran Utang Luar Negeri Pemerintah 2009 2010 2011 Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Cadangan devisa 54.840 57.576 62.287 66.105 71.823 76.321 86.551 96.207 105.709 119.655 Dalam bulan impor pembayaran cicilan 5,4 5,7 6,1 6,5 5,2 5,6 6,3 7,0 6,0 6,8 Debt Service Ratio (%) 23% 25% 20% 25% 21% 23% 20% 24% 18% 22% 1.2.4. Kondisi Sektor Korporasi Meski stimulus dari konsumsi pemerintah masih menghadapi sedikit kendala, namun turunnya inflasi 0,93 (Triwulan I-2011) dan penurunan rasio total liabilities terhadap total aset (TL/TA) pada Triwulan I-2011 dibandingkan dengan Triwulan I-2010 (Grafik 1.14). dan stabilitas nilai tukar memberikan optimisme bagi pelaku usaha. Hal ini tercermin dari membaiknya kondisi keuangan perusahaan-perusahaan non financial go public. Grafik 1.13 Pertumbuhan ROA dan ROE Perusahaan Non-Financial yang Go Public Apabila dibandingkan dengan Triwulan I-2010, ROA naik dari 2,03% menjadi 2,45% pada Triwulan I-2011 atau mengalami kenaikan sebesar 20,34% (yoy). Sementara itu, 400 300 200 % y.o.y ROA(skala kanan) ROE(skala kiri) % y.o.y 400 300 200 ROE naik tipis dari 4,26% pada Triwulan I-2010 menjadi 100 100 4,71% pada Triwulan I-2011 atau mengalami kenaikan 0 0 sebesar 10,65% (Grafik 1.13). Optimisme tersebut juga -100-100 tercermin pada Survei Kegiatan Dunia Usaha (Triwulan I-2011), di mana pengusaha masih optimis dengan situasi bisnis untuk 6 bulan ke depan. Selain itu, tingginya kinerja korporasi tidak terlalu terpengaruh oleh kenaikan suku bunga yang sempat terjadi pada Triwulan I-2011. Hal itu terlihat dari ketahanan korporasi dalam menghadapi kenaikan suku bunga (lihat Boks 1.1). Peningkatan pendapatan ini mendorong sektor korporasi lebih mengandalkan sumber dana sendiri dalam mendukung peningkatan usahanya dan cenderung mengurangi pinjaman dana baik yang berasal dari perbankan maupun penerbitan surat berharga. Hal ini dapat diamati dari cenderung turunnya rasio Debt to Equity Ratio (DER) dari 1,09 (Triwulan I-2010) menjadi -200 Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: Bloomberg 1,40 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 Grafik 1.14 Perkembangan DER dan TL/TA Perusahaan Non-Financial yang Go Public DER Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Sumber: Bloomberg TL/TA 2011-200 2011 14

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Kinerja positif tersebut juga tercermin dari beberapa indikator keuangan lain seperti current ratio, inventory turn over ratio dan collection period yang menunjukkan indikasi positif. Current ratio naik dari 145% (Triwulan I-2010) menjadi 163% (Triwulan I-2011), sedangkan inventory turn over ratio turun tipis ke level 1,86 (Triwulan I-2011). Sementara itu, collection period juga mengalami penurunan tipis dari 0,40 (Triwulan I-2010) menjadi 0,39 (Triwulan I-2011). Hal ini mengindikasikan korporasi mampu mempercepat penerimaan cash dari kegiatan operasinya dibandingkan triwulan yang sama pada periode sebelumnya (Grafik 1.15). Grafik 1.15 Beberapa Indikator Utama Keuangan Korporasi DER Sumber: Bloomberg: diolah Grafik 1.16 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (Indeks) 140 130 120 110 100 90 80 70 60 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 1 2 2009 Sumber: Bloomberg: diolah 6 5 4 3 2 1 0 Inventory Turn Over ROA ROE Indeks Kondisi Ekonomi Saat ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) 2010:Q1 2011:Q1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 0 11 1 2 2010 2011 Dengan kondisi keuangan yang cukup baik tersebut, penilaian terhadap kondisi korporasi berdasarkan risiko kredit dan risiko pasar masih tetap meyakinkan. Expected probability of default in one year dari 342 perusahaan nonfinancial go public membaik dari 2,48% pada Triwulan yang sama tahun sebelumnya menjadi 1,93% pada Triwulan II- 2011. Selanjutnya, ketahanan modal korporasi terhadap kemungkinan terburuk dari terjadinya sudden reversal dan kenaikan kurs juga kuat dengan dampak terhadap NPL perbankan yang relatif kecil (lihat Boks 1.2). Pemantauan secara ketat dan menyeluruh terhadap kondisi korporasi harus terus dilakukan mengingat transmisi dan dampak menyeluruh dari capital outflow ini cukup sulit diprediksi. 1.2.5. Kondisi Sektor Rumah Tangga Risiko sektor rumah tangga sepanjang Semester I-2011 relatif rendah sejalan dengan stabilitas makroekonomi yang terjaga dan pemulihan kondisi ekonomi global yang terus berlangsung. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh tinggi didorong oleh daya beli masyarakat yang cukup kuat dan tingkat keyakinan konsumen yang masih terjaga. Survei konsumen menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen selama Semester I-2011 mengalami tren yang meningkat hingga pada Juni 2011 mencapai level 109, naik cukup tinggi dibandingkan Desember 2010 yang hanya berada pada level 103 (Grafik 1.16). Keuangan sektor rumah tangga juga masih cukup solid, dimana berdasarkan hasil survei neraca rumah tangga 2010, rasio total utang terhadap total aset (gearing ratio) rumah tangga masih cukup rendah yakni 3,61%. Kenaikan harga pangan yang terjadi pada awal Semester I-2011 diperkirakan tidak berdampak signifikan terhadap jumlah utang. Berdasarkan penelitian, rumah tangga Indonesia cenderung mengatasi kenaikan harga pangan dengan merubah perilaku konsumsinya daripada berhutang. Mereka akan lebih mengutamakan pemenuhan 15

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal kebutuhan-kebutuhan dasar (termasuk pangan) dan mengurangi kebutuhan-kebutuhan non dasarnya. Dengan demikian, selama Semester I-2011 rasio total hutang terhadap total aset rumah tangga masih tetap berada pada level rendah < 5%. Rendahnya rasio ini menunjukkan bahwa nilai utang rumah tangga masih sangat kecil dibandingkan dengan total aset rumah tangga. Di sisi lain, kondisi ini juga menunjukkan bahwa kontribusi risiko rumah tangga kepada sektor keuangan relatif kecil karena sektor rumah tangga mempunyai nilai aset yang cukup besar yang dapat digunakan untuk menutupi kewajiban utangnya apabila pendapatan rumah tangga tidak mampu menutupi utang-utangnya. Kredit kepada sektor rumah tangga selama Semester I-2011 menunjukkan tren yang meningkat namun dengan tingkat risiko yang relatif rendah. Posisi Juni 2011 kredit sektor rumah tangga adalah sebesar Rp362,3 triliun atau tumbuh 27,02% yoy sementara rasio NPL nya relatif stabil pada level 2,00% (Grafik 1.17). Kredit kepada sektor rumah tangga mayoritas bertujuan untuk kredit perumahan, diikuti oleh kredit kendaraan, kredit multiguna, peralatan rumah tangga dan lainnya (Grafik 1.18). Dibandingkan kredit rumah tangga lainnya, kredit perumahan, kendaraan dan multiguna cenderung mengalami peningkatan sementara kredit untuk pembelian peralatan rumah tangga tahan lama dan kredit lainnya cenderung stabil pada level rendah. Meskipun kredit perumahan tumbuh tinggi namun rasio NPL nya masih rendah < 5%. % 3.50 Grafik 1.17 Perkembangan Kredit dan NPL Sektor Rumah Tangga Rp T 350 Rp T 160 140 Grafik 1.19 Beberapa Jenis Kredit Rumah Tangga 3.00 300 120 2.50 250 100 2.00 200 80 1.50 150 60 1.00 0.50 100 50 40 20 Perumahan Kendaraan Peralatan RT Multiguna 0.00 Jun - 10 Juli - 10 0 Sep - 10 Okt- 10 Nov - 10 Des - 10 Jan - 11 Feb - 11 Mar - 11 Apr - 11 Mei- 11 Jun- 11 0 0 Jun - 10 Juli - 10 0 Sep - 10 Okt- 10 Nov - 10 Des - 10 Jan - 11 Feb - 11 Mar - 11 Apr - 11 Mei- 11 Jun- 11 NPL (skala kiri) Sumber: Bloomberg: diolah Kredit (skala kanan) Grafik 1.18 NPL Kredit rumah Tangga RT Lainnya 3% Sumber: LBU 3.0% Grafik 1.20 Komposisi Kredit Sektor Rumah Tangga Posisi Juni 2011 Multiguna 25% 2.5% 2.0% Perumahan 45% 1.5% Peralatan RT 1% Kendaraan 26% 1.0% 0.5% 0 Jun - 10 Juli - 10 0 Sep - 10 Okt- 10 Nov - 10 Des - 10 Perumahan Kendaraan Jan - 11 Feb - 11 Mar - 11 Peralatan RT Multiguna Apr - 11 Mei- 11 Jun- 11 Sumber: LBU Sumber: LBU 16

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Boks 1.1 Pengaruh Kenaikan Suku Bunga terhadap Perusahaan- Perusahaan LQ 45 Non Lembaga Keuangan Latar Belakang Kenaikan BI-rate diperkirakan akan menyebabkan kenaikan suku bunga pinjaman secara umum, sehingga diperkirakan akan berdampak pada keuangan korporasi karena meningkatnya jumlah biaya bunga. Untuk melihat dampak ini, dilakukan stress test kenaikan suku bunga dan dampaknya terhadap laba/ rugi korporasi. Gambaran Umum Kondisi Keuangan Korporasi Indonesia Secara umum sampai dengan akhir tahun 2010, korporasi yang termasuk dalam LQ45 non financial mencatatkan laba positif dengan laba rata-rata sebesar Rp2,6 triliun, terkecuali 1 perusahaan yang mencatat rugi sebesar Rp167,2 miliar. Komposisi hutang korporasi-korporasi tersebut umumnya didominasi hutang bank dan obligasi, dengan porsi masing-masing sebesar 55% dan 24%, diikuti hutang usaha 15%, Kerangka Analisis Dampak Kenaikan Suku Bunga Hutang bank Hutang obligasi Luar negeri Dalam negeri Luar negeri Dalam negeri Fixed rate Fload rate Fload rate Fixed rate Suku bunga pinjaman Biaya bunga Biaya lainnya*) Biaya sebelum pajak Laba Pendapatan*) /Rugi BI Rate *) diasumsikan tetap 17

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal hutang sewa 3% dan hutang lain-lain 3%. Hutang bank dan obligasi tersebut umumnya didominasi oleh hutang luar negeri (56,92%). Secara rata-rata, jumlah biaya bunga pada korporasi LQ45 non financial sector cukup rendah yaitu hanya sebesar 3,92% dari total biaya, meski terdapat 10 korporasi yang mempunyai biaya bunga cukup tinggi (> 10% dari total biaya). Total LQ-45 Komposisi Hutang Dalam Negeri dan Luar Negeri Korporasi LQ-45 Total AB T R H G A Q U F V N O S W X J C D Y AH E M AF Z L AG AE AD AC AA K B P I 3% 24% 15% Hutang bank Hutang obligasi 3% Hutang sewa Hutang usaha 55% Hutang lain lain 0% 25% 50% 75% 100% HASIL STRESS TEST Berdasarkan stress test diketahui bahwa: Kenaikan suku bunga pinjaman sampai dengan 75 bps, belum berdampak signifikan terhadap penurunan laba korporasi. Secara rata-rata, laba korporasi hanya turun 0,9%, meski terdapat 2 korporasi yang cukup sensitif terhadap kenaikan suku bunga yang meski masih mencatat laba positif namun laba kedua perusahaan sudah relatif rendah (<Rp300 miliar) dibandingkan yang lainnya. Sebagai dampak kenaikan suku bunga pinjaman (diasumsikan naik 25 bps, 50 bps, dan 75 bps) maka biaya bunga korporasi juga mengalami peningkatan. Namun tingkat kenaikan biaya bunga tersebut, ternyata lebih rendah dibandingkan kenaikan suku bunga, yaitu hanya meningkat sebesar 7 bps, 13 bps dan 20 bps atau kurang 50% dari kenaikan suku bunga. Terdapat 3 korporasi yang berada pada posisi outlier dimana korporasi tersebut mengalami kenaikan biaya bunga lebih besar daripada kenaikan suku bunga. Hal ini disebabkan karena ketiga korporasi tersebut mempunyai jumlah hutang dalam negeri yang cukup besar dan dengan suku bunga yang tinggi. Hutang dalam negeri Hutang luar negeri 18

Bab 1. Kondisi Eksternal dan Internal Boks 1.2 Asesmen Ketahanan Korporasi 1. Risiko Kredit: Perhitungan Expected Probability of Default Untuk menilai ketahanan korporasi dari risiko kredit default, dilakukan perhitungan expected probability of default (in one year) dari 342 perusahaan non-financial go public yang ada di Indonesia. Dengan metode ini, diketahui bahwa pada posisi Triwulan II- 2011, dalam jangka waktu 1 tahun kedepan Expected Probability of Default korporasi adalah sebesar 1,93% atau membaik dibanding posisi Triwulan I-2011 sebesar 2,48% (Tabel). Hal ini sejalan dengan membaiknya rasio-rasio keuangan korporasi selama posisi laporan. Akan tetapi, meski secara aggregate kondisi keuangan korporasi relatif cukup baik, namun terdapat beberapa korporasi dengan kondisi keuangan marginal yang memiliki potensi risiko lebih besar dari yang lainnya. Diantaranya adalah sepuluh korporasi yang memiliki PD lebih dari 10%, bahkan 3 di antaranya memiliki PD lebih besar dari 20%. Hal ini umumnya disebabkan oleh volatilitas nilai equity korporasi tersebut. 2. Risiko Pasar: Stress Test Dampak Sudden Reversal dari Pinjaman Luar Negeri Beberapa pengalaman krisis terutama yang terjadi tahun 1997/98 lalu mengajarkan kita bahwa capital outflow yang terjadi dalam waktu cepat dan jumlah besar dapat berdampak sangat serius bagi korporasi dan perekonomian Indonesia. Pada sisi permodalan, peningkatan kurs dan mengeringnya likuiditas dapat menyebabkan korporasi tidak mampu memenuhi kewajiban pinjaman luar negerinya. Pada saat yang bersamaan dengan menurunnya rating dan merebaknya sikap risk averse menyebabkan perbankan domestik akan menahan likuiditas (credit crunch). Pada sisi perdagangan, kenaikan kurs mengakibatkan naiknya bahan baku impor serta turunnya angka penjualan karena melemahnya konsumsi domestik dan internasional. Hal ini akan berdampak pada penurunan laba dan memperburuk kemampuan modal korporasi dalam mengembalikan pinjaman. Banyak hal memang menunjukkan bahwa kondisi korporasi dan manajemen devisa Indonesia saat ini tidak dapat disamakan dengan kondisi prakrisis tersebut. Dengan sistem pemantauan lalu lintas devisa, Bank Indonesia lebih mampu mengukur potensi risiko dari arus lalu lintas devisa tersebut. Dan hal yang paling penting adalah bahwa kondisi internal korporasi juga relatif lebih solid. Hal ini yang ditunjukkan dengan leverage ratio yang cenderung turun, sumber dana korporasi yang lebih didominasi sumber dana dalam negeri (kredit dan surat berharga), kapasitas pembayaran utang meningkat yang tercermin dari tingginya interest coverage ratio, likuiditas baik (current ratio pada angka 1,4 sd 1,6) dan fakta bahwa eksposur Perhitungan Average Probability of Default Perusahaan Non-Financial Go Public Sektor 2009 2010 2011 Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV Tw-I Tw-II PD 5,28% 5,87% 5,25% 3,70% 2,52% 2,48% 2,31% 2,24% 2,38% 1,93% 19