BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program pembangunan yang direncanakan. Oleh karena itu, kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget deficit, yakni kondisi dimana jumlah anggaran belanja lebih besar daripada pendapatannya. Adapun besarnya defisit anggaran yang dialami Indonesia selama kurun waktu 13 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 1.1. Sumber: Bank Indonesia, 2011 diolah Gambar 1.1. Besarnya Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara Periode 1998 hingga 2009 (dalam miliar rupiah) Gambar 1.1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 1998 hingga 2011, besarnya defisit anggaran yang terjadi menunjukkan trend yang terus meningkat. Pada periode tahun 1999, besarnya defisit anggaran sempat mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 1998, kemudian terus mengalami kenaikan

2 2 hingga mencapai angka defisit anggaran sebesar miliar rupiah pada tahun Defisit anggaran yang begitu besar di tahun 2001 tersebut merupakan dampak akibat krisis moneter yang terjadi di tahun Pada periode tahun 2002 hingga 2008, besarnya defisit anggaran berfluktuasi hingga mencapai angka tertinggi di tahun Defisit anggaran pada tahun tersebut mencapai angka miliar rupiah. Besarnya defisit anggaran yang terjadi ditutupi baik dari pembiayaan dalam negeri maupun luar negeri dengan proporsi tertentu. Adapun besarnya porsi pembiayaan dalam maupun luar negeri untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut. Sumber : Bank Indonesia Indonesia, 2011, diolah Gambar 1.2 Proporsi Sumber Pembiayaan Defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara Periode Tahun 2011 Gambar 1.2 menunjukkan bahwa untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi selama periode tahun 2005 hingga 2010, pemerintah mengandalkan sumber pembiayaan yang berasal dari perbankan dalam negeri, privatisasi, penjualan aset

3 3 program restrukturisasi, dana penerbitan obligasi negara, dan pinjaman luar negeri. Dari beberapa sumber pembiayaan yang ada, porsi terbesar untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi berasal dari obligasi negara yakni sebesar 74 persen. Dana penerbitan obligasi baru digunakan secara efektif dan menjadi instrumen utama pembiayaan APBN sejak tahun Hal ini menunjukan betapa pentingnya dana penerbitan obligasi pemerintah sebagai andalan demi terlaksananya kebijakan ekspansi fiskal dengan pola deficit budget yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia selama ini. Proporsi pembiayaan defisit anggaran yang sebagian besar berasal dari dana penerbitan obligasi pada akhirnya menyebabkan pemerintah memutuskan untuk meningkatkan penawaran obligasi di pasar sekuritas secara terus menerus. Dana dari penerbitan obligasi ini kemudian digunakan untuk beberapa hal, di antaranya adalah refinancing utang lama yang jatuh tempo dan refinancing dilakukan dengan utang baru yang mempunyai term dan condition yang lebih baik. Ditinjau dari kepemilikannya, obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah dapat dibedakan menjadi tiga, yakni obligasi yang dimiliki oleh pihak bank, non-bank, dan asing. Adapun data mengenai posisi kepemilikan asing atas obligasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.3.

4 4 Sumber : Bank Indonesia, 2011, diolah Gambar 1.3 Posisi Surat Berharga Negara (SBN) Domestik yang Dimiliki Bukan Penduduk (Asing) Periode Tahun 2006 Hingga 2011 (dalam Juta Dollar) Gambar 1.3 menunjukkan bahwa kepemilikan asing terhadap SBN menunjukkan trend yang terus meningkat selama periode Agustus 2004 hingga Agustus Hal ini mengindikasikan bahwa ketergantungan pemerintah semakin kuat terhadap pihak asing dalam hal memperoleh pendanaan yang dibutuhkan untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Porsi kepemilikan asing terhadap SBN yang terus meningkat perlu diwaspadai sebab hal tersebut berdampak pada jumlah utang luar negeri pemerintah yang semakin besar. Apabila penerbitan SBN dan kepemilikan asing terhadap SBN tersebut tidak dibatasi, maka kondisi ini akan memicu semakin besarnya jumlah utang luar negeri pemerintah sehingga tidak menutup kemungkinan, di masa mendatang, pemerintah akan terjerat krisis utang yang akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Defisit APBN yang terjadi menuntut adanya sumber pembiayaan untuk menutupinya, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pembiayaan yang

5 5 berasal dari luar negeri dapat berupa pinjaman bilateral atau multilateral maupun SBN yang dimiliki oleh asing. Pembiayaan dari luar negeri yang semakin meningkat berdampak pula semakin besarnya posisi utang luar negeri pemerintah. Secara keseluruhan, posisi utang luar negeri pemerintah juga mengindikasikan adanya potensi krisis utang yang mungkin melanda Indonesia di waktu mendatang. Hal ini diilustrasikan pada Gambar 1.4. Sumber : Bank Indonesia, 2011, diolah Gambar 1.4 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Pemerintah Per Triwulan Keempat Periode 1999 Hingga 2010 (dalam juta USD) Gambar 1.4 menunjukkan bahwa selama periode tahun 1999 hingga 2010, posisi utang luar negeri pemerintah menunjukkan trend yang terus meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi keuangan pemerintah semakin menunjukkan ketergantungan yang semakin besar terhadap pembiayaan dari pihak asing, berupa pinjaman bilateral atau multilateral maupun dari dana hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang kemudian dimiliki oleh pihak asing. Kondisi ketergantungan tersebut dikhawatirkan dapat berdampak buruk pada kesehatan

6 6 keuangan pemerintah apabila terjadi guncangan (shock) sebagai dampak ketidakpastian lingkungan perekonomian global yang terjadi saat ini. Jika ketergantungan yang semakin kuat tersebut terus terjadi dalam periode waktu yang lama, maka tidak menutup kemungkinan bila di masa yang akan datang pemerintah akan terjerat krisis utang seperti yang dialami negara-negara Uni Eropa saat ini. Utang luar negeri Indonesia selain dimiliki oleh sektor publik, juga dimiliki oleh sektor swasta. Sektor swasta yang memiliki utang luar negeri ini mencakup sektor lembaga keuangan (bank dan nonbank) serta sektor bukan lembaga keuangan. Adapun posisi utang luar sektor swasta dapat dilihat pada Gambar 1.5. Sumber : Bank Indonesia, 2011,diolah Gambar 1.5 Posisi Utang Luar Negeri Indonesia Sektor Swasta Per Kuartal Keempat Periode 1999 hingga 2010 (dalam juta USD) Gambar 1.5 menunjukkan bahwa posisi utang luar negeri pihak swasta menunjukkan trend yang terus meningkat selama periode tahun 1999 hingga Posisi utang luar negeri sektor swasta mencapai nilai tertinggi pada periode tahun 2011 yakni mencapai juta USD. Utang luar negeri tersebut

7 7 mencakup pinjaman, utang dagang, serta surat utang yang diterbitkan luar negeri dan dalam negeri yang dimiliki bukan oleh penduduk. Apabila jumlah utang luar negeri sektor swasta terus meningkat dari waktu ke waktu tanpa diiringi peningkatan produktivitas sektor riil dalam negeri, maka pada jangka panjang sektor swasta akan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran kembali utangutang tersebut yang akan berdampak pada terjadinya guncangan perekonomian. Secara substansi, utang luar negeri merupakan sumber pembiayaan uang digunakan untuk menutupi kebutuhan investasi di suatu negara. Kegiatan investasi sangat penting untuk dilakukan di suatu negara demi menggiatkan perekonomian sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi. Kegiatan tersebut membutuhkan dana dalam jumlah yang cukup besar, sehingga di beberapa negara tertentu sumber pembiayaan dalam negeri yang tersedia, misalnya dari tabungan domestik, tidak mampu mencukupi kebutuhan dana investasi yang akan dilakukan. Untuk mencukupi kebutuhan pembiayaan tersebut, maka utang luar negeri dilakukan. Adanya utang luar negeri ini menimbulkan kewajiban bagi negara debitur untuk mengembalikan utang tersebut beserta bunganya di masa mendatang. Oleh karena itu, pembiayaan yang bersumber dari utang luar negeri ini harus dikelola dengan baik dan dialokasikan untuk kegiatan investasi sektor riil yang produktif sehingga dapat memberikan rate of return yang tinggi di kemudian hari. Hal ini penting untuk mendukung kemampuan likuiditas negara debitur dalam melakukan pembayaran kembali atas jumlah pokok dan bunga dari utang luar negeri tersebut, sehingga negara debitur akan terhindar dari jeratan krisis utang seperti yang melanda Uni Eropa saat ini.

8 8 Penggunaaan utang luar negeri yang dialokasikan untuk kegiatan yang tidak produktif tanpa pengawasan yang baik dapat menyebabkan terjadinya krisis utang seperti yang saat ini melanda negara-negara di kawasan Uni Eropa (European Union/EU). Krisis utang yang berdampak sistemik tersebut diawali dengan kondisi gagal bayar yang dialami negara Yunani. Hal ini disebabkan karena ketiadaan pengawasan yang ketat dalam alokasi penggunaan utang luar negeri di negara tersebut. Defisit APBN Yunani mencapai 13,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Nilai ini melebihi batas ketentuan yang tercantum dalam Maastricht Treaty (Undang-Undang Dasar anggota Uni Eropa), yang menyatakan bahwa negara-negara anggota Uni Eropa harus memiliki defisit APBN maksimum 3 persen dari PDB nya. Defisit APBN yang dialami Yunani tersebut selanjutnya dibiayai dari dari dana yang bersumber dari penerbitan obligasi oleh pemerintah sehingga menyebabkan utang luar negeri Yunani terus terakumulasi mencapai 172 persen dari PDB per Juni Nilai ini melebihi batas ketentuan yang tercantum dalam Maastricht Treaty yang menyatakan bahwa negara-negara anggota Uni Eropa harus memiliki total utang luar negeri maksimum 60 persen dari PDB nya (Quéré, Bénassy dan Boone, 2010). Dana yang bersumber dari penerbitan obligasi pemerintah sebagian besar digunakan untuk berbagai program yang sifatnya konsumtif dan pembiayaan sosial bagi masyarakat Yunani. Dana tersebut tidak digunakan untuk membiayai kegiatan investasi produktif, sehingga tidak memberikan dampak multiplier effect yang besar bagi pertumbuhan ekonomi Yunani sehingga tidak memberikan rate of return bagi pemerintah. Akibatnya, pada saat sebagian besar obligasi pemerintah

9 9 mengalami jatuh tempo pada periode bulan Mei tahun 2010, pemerintah Yunani mengalami kesulitan likuiditas sehingga terjadi kondisi gagal bayar yang dialami negara tersebut. Kondisi krisis utang yang dialami Yunani tersebut memicu terjadinya krisis perbankan di kawasan Uni Eropa. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pemegang obligasi Yunani adalah bank-bank di negara-negara Uni Eropa. Dengan demikian, krisis utang Yunani berdampak luas dan sistemik terhadap perekonomian negara-negara lain di kawasan Uni Eropa. Oleh karena itu, negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa memutuskan melakukan bail out dengan menggelontorkan dana sebesar 14.5 miliar Euro dalam rangka melakukan pembayaran atas obligasi-obligasi pemerintah Yunani yang jatuh tempo tersebut. Jumlah itu masih akan ditambah dengan komitmen dari IMF dan tambahan dana talangan dari Uni Eropa untuk membayar utang-utang jatuh tempo lainnya (Arghyrou dan Tsoukalas, 2010). Selain Yunani, bank-bank di negara kawasan Uni Eropa juga banyak yang memegang obligasi-obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah negara Irlandia, Italia, Portugal, dan Spanyol. Meskipun hanya Yunani yang mengalami gagal bayar dan membutuhkan restrukturisasi untuk pembayaran obligasi-obligasi yang telah jatuh tempo tersebut, namun kondisi gagal bayar dan restrukturisasi meluas terjadi pada beberapa negara lainnya. Hal ini memicu terjadinya krisis perbankan dengan dampak lebih besar. Kondisi ini berakibat buruk pada perekonomian negara-negara Uni Eropa sehingga secara keseluruhan, kawasan tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2009 hingga saat ini.

10 10 Berdasarkan pengalaman yang dialami oleh negara-negara di kawasan Uni Eropa, maka sumber pembiayaan yang berasal dari utang luar negeri dalam jumlah yang besar perlu diantisipasi sedini mungkin. Suatu sistem deteksi dini perlu untuk dibangun agar pemerintah dapat memperkirakan periode waktu kemungkinan terjadinya krisis utang secara tepat. Hal ini penting bagi pemerintah sehingga dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang bersifat antisipatif. Dengan adanya impelementasi kebijakan-kebijakan ekonomi secara tepat, maka diharapkan krisis utang dapat diantisipasi dengan baik sehingga mengurangi kemungkinan dampak sistemik yang terjadi secara meluas akibat krisis utang tersebut. Berdasarkan data yang telah ditunjukkan sebelumnya, terlihat bahwa komposisi utang luar negeri pemerintah dan swasta menunjukkan trend yang terus meningkat pada tiap periodenya. Hal ini mengakibatkan akumulasi utang luar negeri Indonesia dalam jumlah yang besar. Kondisi tersebut dapat meningkatkan eksposur bagi perekonomi Indonesia apabila terjadi guncangan ekonomi yang dipengaruhi oleh lingkungan eksternal perekonomian global. Guncangan tersebut dapat mengarahkan perekonomian Indonesia pada kondisi krisis utang luar negeri. Hal ini disebabkan karena adanya guncangan eksternal dapat meningkatkan eksposur utang luar negeri. Eksposur utang luar negeri yang berlebihan dapat memberikan tekanan depresiatif terutama karena faktor sentimen negatif. Utang luar negeri yang tidak terkendali dan bermasalah secara berkepanjangan (misalnya harus melalui proses rescheduling berulang-ulang) akan meningkatkan premi risiko dan biaya pinjaman yang pada akhirnya akan menurunkan credit rating dan

11 11 memberi tekanan pada nilai tukar. Depresiasi rupiah akan memberikan tekanan terhadap inflasi melalui pass through effect, sehingga akan mengurangi dampak positif depresiasi rupiah terhadap transaksi berjalan (current account). Padahal, peningkatan surplus transaksi berjalan sangat diperlukan untuk menutupi kewajiban pembayaran utang luar negeri. Dengan demikian, jelas bahwa risiko yang ditimbulkan akibat ketidakmampuan pembayaran utang luar negeri akan berimplikasi negatif pada aspek moneter berupa tekanan terhadap nilai tukar dan mengancam stabilitas makroekonomi secara keseluruhan yang bahkan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Dengan mempertimbangkan berbagai dampak yang dapat terjadi akibat krisis utang luar negeri, maka perlu adanya suatu sistem deteksi dini yang dapat menandai kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Terdapat dua fungsi utama dalam suatu sistem deteksi dini. Pertama adalah mengantisipasi terjadinya krisis utang luar negeri dan yang kedua adalah mengantisipasi dampak akibat krisis utang luar negeri. Fungsi pertama berperan sebagai pertimbangan pemerintah untuk melakukan kebijakan-kebijakan antisipatif agar krisis yang diprediksi akan terjadi, dapat dihindari. Fungsi kedua adalah jika kemudian krisis utang luar negeri tidak terhindarkan, maka sistem deteksi dini ini berperan sebagai dasar pertimbangan merumuskan dan melaksanakan kebijakan penanggulangan serta antisipasi penyebaran dampak krisis. Dengan demikian, pembangunan sistem deteksi dini ini menjadi sangat penting sebagai peringatan kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia.

12 Permasalahan Kondisi APBN Indonesia selalu mengalami defisit sehingga membutuhkan pembiayaan untuk menutupi defisit tersebut. Sejak tahun 2005, sumber utama pembiayaan untuk menutupi defisit tersebut berasal dari penerbitan obligasi. Dari waktu ke waktu, porsi kepemilikan obligasi semakin besar dikuasai oleh pihak asing. Hal ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa salah satu sumber pembiayaan APBN utama adalah utang luar negeri. Bila kondisi ini terus berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, maka utang luar negeri pemerintah akan terakumulasi dalam jumlah yang besar. Utang luar negeri pihak swasta juga menunjukkan trend yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan eksposur juga terjadi seiring dengan semakin kurangnya pengawasan terhadap alokasi penggunaan utang luar negeri sektor swasta tersebut. Berbagai kegiatan perekonomian yang digerakkan sektor swasta sebagian besar didanai dari pembiayaan utang luar negeri. Kondisi tersebut semakin menguatkan indikasi adanya ketergantungan Indonesia terhadap sumber pembiayaan dari pihak asing dalam bentuk utang luar negeri. Hal ini akan menyebabkan perekonomian Indonesia semakin rentan terhadap perubahan eksternal yang terjadi. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan bila di masa mendatang Indonesia bisa mengalami krisis utang luar negeri. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengembangkan suatu mekanisme deteksi kemungkinan terjadinya krisis utang di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar langkah-langkah preventif dan antisipatif dapat segera diimplementasikan untuk membenahi perekonomian secara keseluruhan supaya terhindar dari krisis utang yang mungkin melanda Indonesia.

13 13 Berdasarkan uraian di atas, maka penting artinya bagi Indonesia untuk memiliki suatu sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia. Oleh karena itu, permasalahan yang akan diteliti adalah : 1. Apa saja indikator-indikator yang dapat menjadi Coincident, Leading dan Lagging Indicators terjadinya krisis utang luar negeri di Indonesia? 2. Bagaimana rancang bangun dan mekanisme bekerjanya early warning system krisis utang di Indonesia? 3. Apa saja kebijakan yang diperlukan dalam rangka menghindari dan menanggulangi terjadinya krisis utang di Indonesia? 1.3 Tujuan Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam skripsi ini adalah : 1. Untuk menentukan indikator-indikator yang dapat menjadi Coincident, Leading dan Lagging Indicators terjadinya krisis utang luar negeri di Indonesia 2. Untuk menentukan rancang bangun dan mekanisme bekerjanya early warning system krisis utang di Indonesia 3. Untuk mengidentifikasi kebijakan-kebijakan yang diperlukan dalam rangka menghindari dan menanggulangi terjadinya krisis utang di Indonesia

14 Manfaat Secara khusus, manfaat yang dapat diperoleh melalui skripsi yang membahas penyusunan sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Manfaat bagi penulis, yakni dapat mengembangkan pemahaman dan kemampuan dalam menganalisis fenomena ekonomi, khususnya dalam hal ini krisis utang yang mungkin melanda Indonesia pada periode waktu mendatang. 2. Manfaat bagi pengambil kebijakan, yakni dapat dengan segera merancang dan mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang tepat dalam rangka memperkuat perekonomian dari sisi fiskal. Pemerintah diharapkan secara tepat dapat menggunakan sistem deteksi dini ini untuk memprediksi kemungkinan terjadinya krisis utang di masa mendatang. Langkah kebijakan pemerintah yang tepat waktu dan sasaran sangat penting untuk dilakukan untuk mengantisipasi krisis utang di Indonesia. 1.5 Ruang Lingkup Dalam penelitian ini, dilakukan proses seleksi terhadap berbagai macam variabel ekonomi dalam rangka penyusunan sistem deteksi dini krisis utang di Indonesia. Variabel ekonomi yang diseleksi mencakup variabel makroekonomi domestik dan variabel makroekonomi global selama periode bulan Januari 1990 hingga Desember 2011.

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis

BAB I PENDAHULUAN. yang tinggi pada arus modal eksternal, prospek pertumbuhan yang tidak pasti. Krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, banyak negara di dunia ini mengalami krisis yang didorong oleh sistem keuangan mereka yang kurang dikembangkan, votalitas kebijakan

Lebih terperinci

EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H

EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H EARLY WARNING SYSTEM KRISIS UTANG DI INDONESIA : PENDEKATAN BUSINESS CYCLE THEORY OLEH: ILLINIA AYUDHIA RIYADI H14080003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi tahun 1997 di Indonesia telah mengakibatkan perekonomian mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ekonomi tersebut membuat pemerintah Indonesia terbelit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara masih menjadi acuan dalam pengambilan keputusan bisnis. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator kondisi perekonomian negara dimana pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Salah satu strategi pembangunan nasional indonesia yaitu melakukan pemerataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA

IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 49 IV. FLUKTUASI MAKROEKONOMI INDONESIA 4.1 Produk Domestik Bruto (PDB) PDB atas dasar harga konstan merupakan salah satu indikator makroekonomi yang menunjukkan aktivitas perekonomian agregat suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada

BAB I PENDAHULUAN. konsisten, perekonomian dibangun atas dasar prinsip lebih besar pasak dari pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Utang luar negeri yang selama ini menjadi beban utang yang menumpuk yang dalam waktu relatif singkat selama 2 tahun terakhir sejak terjadinya krisis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Risiko gagal bayar dari sebuah negara dapat diukur melalui premi risiko dari surat utangnya yang dapat dilihat dari sovereign bond spread 1. Sovereign bond spread

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediately institution) sendiri mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian. Sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai perekonomian terbuka kecil, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan pesat pasar keuangan global di masa sekarang semakin cepat dan terintegrasi dengan adanya teknologi canggih. Perkembangan teknologi direspon oleh pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar keuangan global yang sangat cepat dan semakin terintegrasi telah mengakibatkan pasar obligasi memainkan peranan penting sebagai alternatif sumber

Lebih terperinci

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN Detik.com Hingga akhir Mei 2016, total utang pemerintah i pusat tercatat Rp3.323,36 triliun. Naik Rp44,08 triliun dibandingkan akhir April 2016,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses kenaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 245 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2010 Tim Penulis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penduduk yang sejahtera merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam proses pembangunan suatu negara. Knowles (1993) menyatakan bahwa kepuasan dengan tercapainya kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (KOJA Container Terminal :2008) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yg melanda Amerika Serikat telah memberikan dampaknya ke hampir seluruh dunia dan hampir di seluruh sektor. Krisis keuangan global menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya fundasi

BAB I PENDAHULUAN. yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya fundasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara membangun yang perekonomiannya masih bersifat terbuka, yang artinya masih rentan terhadap pengaruh dari luar. Oleh karena itu perlu adanya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sebagai negara small open economy yang menganut sistem devisa bebas dan nilai tukar mengambang, tentu saja Indonesia menjadi sangat rentan terhadap serangan krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perekonomian Indonesia di tengah perekonomian global semakin lama semakin tak terkendali. Setelah krisis moneter 1998, perekonomian Indonesia mengalami peningkatan

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran,Triwulan III - 2005 135 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2005 Tim Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang.

BAB I PENDAHULUAN. Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutang luar negeri Indonesia memiliki sejarah yang sangat panjang. Selama 30 tahun dimulai dari pemerintahan orde lama, Selama masa orde baru saja jumlah hutang luar

Lebih terperinci

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0) Pembiayaan Defisit pada APBN-P 2010 Sebagai konsekuensi dari Penerimaan Negara yang lebih kecil daripada Belanja Negara maka postur APBN akan mengalami defisit. Defisit anggaran dalam batasan-batasan tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. tabungan paksa dan tabungan pemerintah (Sukirno dalam Wibowo, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu negara dalam mencapai pertumbuhan ekonomi membutuhkan dana yang relatif besar. Namun usaha pengerahan dana tersebut banyak mengalami kendala yaitu kesulitan mengumpulkan

Lebih terperinci

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Pendahuluan Dalam penyusunan APBN, pemerintah menjalankan tiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi,

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita. sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian uang merupakan bagian yang integral dari kehidupan kita sehari-hari. Ada yang berpendapat bahwa uang merupakan darahnya perekonomian, karena dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Masalah pendanaan menjadi tombak dalam dunia usaha dan perekonomian. Bahkan untuk keluar dari krisis ekonomi ini, sektor riil harus selalu digerakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan

BAB I PENDAHULUAN. sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja ekonomi Indonesia yang mengesankan dalam 30 tahun terakhir sebelum krisis bukan tanpa hambatan. Indonesia mengalami beberapa kelemahan dan kerentanan

Lebih terperinci

Monthly Market Update

Monthly Market Update Monthly Market Update RESEARCH TEAM RINGKASAN Ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% yoy pada kuartal keempat 2016. Angka ini lebih rendah dibandingkan PDB pada kuartal sebelumnya yaitu sebesar 5,02% (yoy). Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan pinjaman luar negeri merupakan sesuatu yang wajar untuk negaranegara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Keterbukaan Indonesia terhadap modal asing baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan

BAB I PENDAHULUAN. strategi dalam rangka mengefisienkan dana dari masyarakat seperti dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam perekonomian di setiap negara, merupakan sebuah alat yang dapat mempengaruhi suatu pergerakan pertumbuhan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan

I.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA Siaran Pers No. 16/104 International Monetary Fund UNTUK SEGERA 700 19 th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C. 20431 USA Dewan Eksekutif IMF Menyimpulkan Konsultasi Pasal IV 2015 dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran aktif lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal

BAB I PENDAHULUAN. kali lelang SBI tidak lagi diinterpretasikan oleh stakeholders sebagai sinyal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Respon (stance) kebijakan moneter ditetapkan untuk menjamin agar pergerakan inflasi dan ekonomi ke depan tetap berada pada jalur pencapaian sasaran inflasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beragam isu membayangi, indeks Pasar Modal Indonesia sukses melewati semua ujian. Sepanjang 2012, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencerminkan kondisi

Lebih terperinci

PRUlink Quarterly Newsletter

PRUlink Quarterly Newsletter PRUlink Quarterly Newsletter Publikasi dari PT Prudential Life Assurance Kuartal Kedua 2012 Sekilas Ekonomi dan Pasar Modal Indonesia Informasi dan analisis yang tertera merupakan hasil pemikiran internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan bagian dari suatu pasar finansial karena berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka panjang. Hal ini berarti pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral,

I. PENDAHULUAN. Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan Bank Sentral, kebijakan moneter yang dijalankan di Indonesia adalah dengan cara menetapkan kisaran BI Rate yaitu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang-

BAB I. Surat Utang Negara (SUN) atau Obligasi Negara. Sesuai dengan Pasal 1 Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 2004 2009, pembiayaan defisit APBN melalui utang menunjukkan adanya pergeseran dominasi dari pinjaman luar negeri menjadi Surat Utang Negara (SUN) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat. Hal ini sangat mempengaruhi negara-negara lain karena 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Pada tahun 2008 terjadi krisis global dan berlanjut pada krisis nilai tukar. Krisis ekonomi 2008 disebabkan karena adanya resesi ekonomi yang melanda Amerika

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute

ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute ARTIKEL PASAR MODAL MEMBANTU PEREKONOMIAN Purbaya Yudhi Sadewa Senior Economist Danareksa Research Institute Kinerja dunia perbankan dalam menyalurkan dana ke masyarakat dirasakan masih kurang optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Orde Baru, pemerintah menerapkan kebijakan Anggaran Berimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah yang tidak sedikit. Sumber dari luar tidak mungkin selamanya diandalkan untuk pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar kontribusi perdagangan internasional yang telah dilakukan bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian global yang terjadi saat ini sebenarnya merupakan perkembangan dari proses perdagangan internasional. Indonesia yang ikut serta dalam Perdagangan internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakteristik perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Karakteristik perekonomian tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Amerika pada beberapa tahun terakhir telah membawa dampak runtuhnya

BAB I PENDAHULUAN. dan Amerika pada beberapa tahun terakhir telah membawa dampak runtuhnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis keuangan yang melanda sebagian besar negara di kawasan Eropa dan Amerika pada beberapa tahun terakhir telah membawa dampak runtuhnya sendi-sendi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi

I. PENDAHULUAN. memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. menjadi financial nerve-centre (saraf finansial dunia) dalam dunia ekonomi I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim yaitu sebesar 85 persen dari penduduk Indonesia, merupakan pasar yang sangat besar untuk pengembangan industri

Lebih terperinci

Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013

Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013 Referensi : Struktur Utang Indonesia 2013 Problem Overview : Untuk ukuran negara berkembang, jumlah utang luar negeri pemerintah Indonesia tergolong tinggi. Bila dilihat dari berbagai indikator, hingga

Lebih terperinci

Ikhtisar Perekonomian Mingguan

Ikhtisar Perekonomian Mingguan 18 May 2010 Ikhtisar Perekonomian Mingguan Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis; Rupiah Konsolidasi Neraca Pembayaran 1Q-2010 Fantastis, Namun Tetap Waspada Anton Hendranata Ekonom/Ekonometrisi anton.hendranata@danamon.co.id

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

I. PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang. dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

Lebih terperinci

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA

MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA MEMINIMALISIR DEPRESIASI NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLAR AMERIKA ABSTRAKS Ketidakpastian perekonomian global mempengaruhi makro ekonomi Indonesia. Kondisi global ini ikut mempengaruhi depresiasi nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya memiliki dua kegiatan utama,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak

I. PENDAHULUAN. Hal ini dilakukan karena penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah dalam menggunakan pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri merupakan salah satu cara untuk menutupi defisit anggaran yang terjadi. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset yang dimilikinya. Investor dapat melakukan investasi pada beragam aset finansial, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkembangan dalam dunia bisnis semakin mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkembangan dalam dunia bisnis semakin mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia perkembangan dalam dunia bisnis semakin mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Perkembangan dalam dunia bisnis ini juga menyebabkan adanya tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh negaranegara Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus

Lebih terperinci

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran

ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran 1 ANALISA TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran Tim Penulis Laporan Triwulanan, Bank Indonesia I.1

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci