BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRACT. Key word: hormone 2,4-D, microspore, P. amabilis, sporofitik cleavage.

RINGKASAN. Induksi Pembelahan Sporofitik Mikrospora Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.) dengan Perlakuan Hormon 2,4-D

HASIL. Rasio Panjang Panjang. Varietas

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Untuk analisis sitologi

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

PENGARUH STRES PELAPARAN DAN SUHU TINGGI TERHADAP INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA TEMBAKAU

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

INDUKSI EMBRIOGENESIS MIKROSPORA Nicotiana tabacum L. cv. Vorstenlanden DENGAN STRES PANAS DAN PELAPARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. adalah sebagai berikut:

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Pembentukan Kalus Pada Media MS Kombinasi ZPT BAP dan 2,4-D.

Isi Materi Kuliah. Pengertian Kalus. Aplikasi Kultur Kalus. Kultur Kalus 6/30/2011

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI ANDROGENESIS SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang sesuai untuk perkecambahan pada biji Phalaenopsis amabilis (L.) Bl.

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

I. PENDAHULUAN. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L.) Blume) merupakan jenis. pesona, bahkan menjadi penyumbang devisa bagi negara.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Brokoli (Brassica oleracea L. var. italica Plenck) Struktur morfologi brokoli berupa akar, tangkai, daun dan bunga (Gambar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. digunakan mikrospora sebagai sumber eksplan. Mikrospora adalah serbuk sari

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK DAN INISIASI EMBRIO SOMATIK ANGGREK BULAN

KAJIAN KARAKTER MORFOLOGI MIKROSPORA TEMBAKAU VIRGINIA YANG MENGALAMI CEKAMAN PELAPARAN DAN SUHU TINGGI SECARA IN VITRO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Umum Kultur Pada Kultivar Jerapah dan Sima

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Masalah mengenai tebu yang hingga kini sering dihadapi adalah rendahnya

REGENERASI EKSPLAN MELALUI ORGANOGENESIS DAN EMBRIOGENESIS SOMATIK

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. hidup, terkontaminasi dan eksplan Browning. Gejala kontaminasi yang timbul

I. PENDAHULUAN. yang unik adalah hibrida Phalaenopsis Sogo Vivien yang merupakan hasil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

REPRODUKSI SEL REPRODUKSI SEL AMITOSIS. Profase I. Pembelahan I. Metafase I. Anafase I MEIOSIS. Telofase I. Interfase. Profase II.

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

Kultur Jaringan Tanaman Kopi. Rina Arimarsetiowati 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

KULTUR JARINGAN TANAMAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara umum, eksplan yang diberi perlakuan 1 mgl -1 TDZ atau

Kombinasi Embriogenesis Langsung dan Tak Langsung pada Perbanyakan Kopi Robusta. Reny Fauziah Oetami 1)

Proliferasi Kalus Awal, Induksi Mutasi dan Regenerasi

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. dataran tinggi, termasuk puncak gunung yang bersalju (Sugeng, 1985)

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara-negara berkembang dan yang sedang berkembang baik di

Teknik Kultur In Vitro Tanaman. Bab I : Pendahuluan 9/16/2012

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Fosfor Terhadap Pertumbuhan Pseudbulb. tanaman anggrek Dendrobium antennatum selama 10 minggu setelah

EMBRIOGENESIS IN VIVO PADA BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) DAN PENGARUH ASAM ABSISAT TERHADAP PERKEMBANGAN IN VITRO BAKAL EMBRIO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Sukrosa Terhadap Jumlah dan Ukuran Pseudobulb Dendrobium antennatum

DAFTAR PUSTAKA. Abidin.,Z Dasar-dasar pengetahuan zat pengatur tumbuh. Penerbit Angkasa. Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV. adalah 81% daun. (5) (6) dari eksplan. hitam/coklat. daun dari 12. stagnan putih 6% 44% 37%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Variabel pertumbuhan yang diamati pada eksplan anggrek Vanda tricolor

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

merangsang skutelum menghasilkan GA. GA dikirim ke sel-sel protein untuk membentuk enzim baru sebagai pelarut cadangan makanan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengembangan Kultur Mikrospora pada Varietas Padi Ladang Lokal Asal Kendari

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak nabati utama di

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. zat pengatur tumbuh memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Hal tersebut sesuai

POKOK BAHASAN XIV. POLIEMBRIONI, APOMIKSIS DAN EMBRIOLOGI EKSPERIMENTAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Analisis Data Y= a+bx HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Melon (Cucumis melo L.)

STUDI TAHAP PERKEMBANGAN KUNCUP BUNGA, MIKROSPORA DAN OVUL Dianthus chinensis L.

MITOSIS DAN MEIOSIS. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed. BIOLOGI KEPERAWATAN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tentang Kultur Jaringan

DIFERENSIASI KALUS SAGU (METROXYLON SAGU ROTTB.) MEMBENTUK EMBRIO SOMATIK MENGGUNAKAN TIGA METODE KULTUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Seperti yang

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAB I PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias, termasuk famili Orchidaceae dan

3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH. Oleh : Nur Fatimah, S.TP PBT Pertama BBP2TP Surabaya

SET 5 REPRODUKSI SEL 2 (GAMETOGENESIS) Gametogenesis adalah pembentukan gamet pada tubuh makhluk hidup. a. GametOGenesis pada manusia dan hewan

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA IN VITRO UNTUK MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID. Jenis Kegiatan PKM Artikel Ilmiah

Topik VI. METODE BIOTEKNOLOGI TANAMAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq.)

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan kacang tanah dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

I. PENDAHULUAN. Anggrek merupakan tanaman hias yang termasuk ke dalam famili Orchidaceae,

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis L. (Bl.) dan mengetahui struktur perkembangan mikrospora setelah mendapatkan perlakuan hormon 2,4-D. Hasil pengamatan ditunjukkan dengan perubahan struktur dan perkembangan mikrospora pada masing-masing perlakuan hormon 2,4-D, khususnya difokuskan pada tahap perkembangan mikrospora uninukleat, mikrospora binukleat simetri, mikrospora binukleat asimetri, dan mikrospora multinukleat. 4.1 Pengaruh hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan induksi embriogenesis mikrospora. Hasil induksi pembelahan sporofitik mikrospora dengan perlakuan 2,4-D dipaparkan pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Dalam hal ini keberhasilan induksi pembelahan sporofitik ditunjukkan dengan parameter pengamatan yang dilakukan pada induksi pembelahan sporofitik mikrospora dengan perlakuan 2,4-D ini adalah adalah jumlah mikrospora uninukleat, jumlah mikrospora binukleat yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu jumlah mikrospora binukleat asimetri dan jumlah mikrospora binukleat simetri, serta jumlah mikrospora multinukleat diberi perlakuan zat pengaruh tumbuh 2,4-D dengan berbagai konsentrasi (0ppm, 2ppm, dan 4ppm)

(Tabel 4.1). Kemudian diamati pula struktur dan perkembangan mikrospora selama masa kultur yang ditentukan. Tabel 4.1 Mikrospora dengan perlakuan 2,4-D selama 2 minggu masa kultur. Perlakuan Jumlah mikrospora *) 2,4-D Uninukleat Binukleat Multinukleat Simetri Asimetri 0ppm 51±2 179±5 75 ±3 3 ±3 2ppm 73±3 129±2 85 ±5 23 ±2 4ppm 69±2 169±4 65 ±4 7 ±1 *) dihitung dari 300 mikrospora Setelah mikrospora disubkultur dalam medium New Phalaenopsis yang mengandung hormon 2,4-D dengan konsentrasi yang berbeda-beda, mikrospora melanjutkan perkembangannya. Mikrospora yang telah terinduksi menjadi embriogenik selama perlakuan stres berlangsung akan mengakumulasi pembelahan sporofitik. Kultur mikrospora dengan perlakuan 2,4-D selama 2 minggu, terlihat adanya pengaruh perlakuan hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa inkubasi, mikrospora mengalami pembelahan sel sehingga jumlah inti sel mikrospora bertambah banyak, selain itu sel mikrospora dimungkinkan mengalami plasmolisis yang mengakibatkan jumlah sel mikrospora menurun. Jumlah mikrospora uninukleat tertinggi terjadi pada perlakuan zat pengatur tumbuh 2,4-D dengan konsentrasi 2ppm. Dan jumlah mikrospora uninukleat terendah terdapat pada perlakuan zat

pengatur tumbuh 2,4-D dengan konsentrasi 0ppm (Tabel 4.1). Penurunan jumlah mikrospora uninukleat dikarenakan waktu inkubasi yang terlalu lama. Jumlah mikrospora binukleat terbagi atas dua kelompok yaitu jumlah mikrospora binukleat simetri dan jumlah mikrospora binukleat asimetri. Dalam pengamatan kali ini, jumlah mikrospora binukleat simetri lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mikrospora binukleat asimetri, hal ini telah ditunjukkan hasil kultur mikrospora dengan perlakuan zat pengatur tumbuh 2,4-D tertinggi pada konsentrasi 0ppm untuk jumlah mikrospora binukleat simetri dan konsentrasi 2ppm untuk prosentase jumlah mikrospora binukleat asimetri (Tabel 4.1). Secara normal polen akan membelah secara asimetri yang terlihat jelas secara morfologi memiliki inti vegetatif dan inti generatif. Sedangkan prosentase terendah yang memungkinkan terjadi penurunan jumlah sel mikrospora ditunjukkan pada perlakuan 2,4-D dengan konsentrasi 4ppm pada binukleat asimetri begitu juga dengan binukleat simetri yang mengalami penurunan ketika diberi perlakuan 2,4-D dengan konsentrasi 2ppm. Jumlah mikrospora multinukleat tertinggi yang terlihat dari perkembangan kultur mikrospora dengan perlakuan 2,4-D pada konsentrasi 2ppm dan 0ppm 2,4-D jumlah terendah mikrospora multinukleat (Tabel 4.1). Pada hasil pengamatan gambar menunjukkan perkembangan mikrospora terjadi pada minggu kedua pengamatan (Gambar 4.1).

A A B C bn2 D E bn1 un F G H I Gambar 4.1 Perkembangan mikrospora selama 2 minggu masa kultur perlakuan 2,4-D (A-E dengan pengecatan DAPI), (A&E) mikrospora binukleat simetri membentuk 2 inti yang tampak jelas; (B,C, dan D) mikrospora multinukleat membentuk lebih dari 2 inti; (F-I tanpa pengecatan DAPI): F mikrospora uniseluler; G-I mikrospora multinukleat atau multiseluler dengan tampak terbentuk struktur menyerupai kalus yang bergerombol; un: uninukleat; bn1: binukleat asimetri; bn2: binukleat simetri. (A dan F-G Bar = 15 µm, B-D Bar = 20 µm, A,E dan H-I Bar = 30µm). Berdasarkan hasil yang diperoleh, mikrospora yang diberi perlakuan hormon 2,4-D tersebut telah mengalami serangkaian perubahan dalam perkembangan sel mikrospora secara morfologi maupun sitologi. Dari Gambar 4.1 dapat diketahui perubahan dan tahap perkembangan mikrospora. Pada penampakan eksplan yang diberi pengecatan DAPI, mikrospora binukleat ditunjukkan dengan terbentuknya dua inti. Dua inti yang terbentuk adalah inti

vegetatif yang berukuran besar dan inti generatif yang berukuran kecil. Mikrospora binukleat terlihat memiliki dua inti dengan intensitas warna yang berbeda. Inti generatif memancarkan warna lebih terang daripada inti vegetatif (Gambar A&E). Sedangkan pada pengamatan eksplan mikrospora tanpa pengecatan DAPI, mikrospora multinukleat tampak seperti kalus yang sedang tumbuh bergerombol yang menunjukkan bahwa mikrospora mengalami pembelahan terus menerus dan inti tidak teramati secara jelas (Gambar 4.1 G-I). Perbedaan pengamatan dengan pengecatan DAPI dibandingkan tanpa pengecatan DAPI tersebut adalah terlihat jelas dari inti sel mikrospora. 4.2 Struktur perkembangan mikrospora Phalaenopsis amabilis L. (Bl.) setelah mendapatkan perlakuan 2,4-D. Stadium perkembangan mikrospora merupakan faktor penting dalam kultur mikrospora. Melalui perlakuan hormon 2,4-D yang sebelumnya telah diberi praperlakuan stres suhu panas dan medium starvasi terhadap kultur mikrospora anggrek bulan (P. amabilis) dimaksudkan untuk menginduksi mikrospora embriogenik. Mikrospora embriogenik adalah mikrospora yang berpotensi berkembang menjadi embrio dengan ciri-ciri inti di tengah, vakuola terfragmentasi, dan mengalami pembelahan simetri. Perlakuan hormon 2,4-D diberikan pada mikrospora yang terisolasi. Isolat mikrospora yang diberi perlakuan hormon telah mengalami serangkain perubahan struktur dan perkembangan mikrospora. Dari Gambar 4.2 secara morfologi struktur dan perkembangan mikrospora mengalami perubahan. Perubahan

stadium uninukleat terbentuk inti di tengah, tampak dinding sel, sekat antar sel terlihat jelas (Gambar 4.2 A). A B ig un iv bn1 C D bn2 Gambar 4.2. Stadium perkembangan mikrospora, A-F menggunakan pengecatan DAPI, (A) mikrospora uninukleat, (B) mikrospora binukleat asimetri, (C) mikrospora binukleat simetri, (D) mikrospora multinukleat, (un) stadium uninukleat; (bn1) stadium binukleat asimetri; (bn2) stadium binukleat simetri; (iv) inti vegetatif, (ig) inti generatif (A, Bar = 25 µm, B Bar = 15 µm, C Bar = 30 µm, D Bar = 35 µm). Stadium binukleat asimetri ditunjukkan dengan dinding selnya sudah tidak terlihat secara jelas, terbentuk 2 inti yang masih berdekatan yang terletak ditepi (Gambar 4.2 C) sedangkan stadium binukleat simetri tampak dengan 2 inti yaitu inti vegetatif dan inti generatif bergerak berlawanan dan dinding sel sudah tidak terlihat secara jelas (Gambar 4.2 D). Stadium mikrospora multinukleat dengan

inti lebih dari 2 inti, dinding sel tidak tampak jelas, dan terbentuk granula (Gambar 4.2 E dan F). Np0 Np01 Np1 Np1.1 Np1.2 Np1.3 Np1.4 Np1.5 Np2. Np2.1 Np2.2 Np2.3 Np2.4 Gambar 4.3. Struktur dan perkembangan mikrospora anggrek bulan Palaenopsis amabilis (L.) Bl. masa praperlakuan (Np0) Mikrospora uninukleat setelah subkultur hari ke 0, (Np01) Mikrospora mati, (Np1-Np1.3 dan Np1.5) Mikrospora usia 1 minggu setelah subkultur mengalami pembelahan (binukleat simetri), (Np1.4) mikrospora usia 1 minggu setelah subkultur (multinukleat). (Np2, dan Np2.2) Mikrospora setelah subkultur usia 2 minggu struktur sekat antar sel terlihat jelas (binukleat simetri), (Np2.1 dan Np2.3) Mikrospora setelah subkultur usia 2 minggu terjadi pembelahan sel dan bertambahnya jumlah inti sel, struktur ukuran selnya membesar (multinukleat),(np2.4) dalam satu sel mikrospora tidak semua selnya viabel. (Np 1.2, Np 1.4 dan Np 2.4 Bar = 30 µm; Np 2.1, Np 2.3 Bar = 40 µm; Np0 Bar = 15 µm; Np01, Np 1. Np 1.1, No 1.3, Np 1,5 dan Np 2 Bar = 5; Np 2.2 Bar = 20 µm).

Pada kultur mikrospora perlu dilakukan praperlakuan untuk menghasilkan dediferensiasi, yaitu memungkinkan sel-sel mikrospora mempunyai sifat meristematis kembali (Soeryowinoto, 1990). Menurut Sangwan-Norrel dalam Ferrie et al., (1995), praperlakuan suhu rendah, suhu tinggi dan starvasi mempunyai pengaruh menunda mitosis haploid pertama, menunda perkembangan mikrospora, menginduksi pembelahan simetri dan memodifikasi dinding mikrospora. Dalam penelitian ini juga diamati pola-pola perubahan selama masa praperlakuan dari hasil pengamatan tampak perkembangan inti mikrospora selama praperlakuan suhu dingin, suhu tinggi dan medium starvasi terkait dengan siklus sel. Pada penelitian sebelumnya perkembangan polen secara in vitro atau secara normal dicirikan dengan proses siklus sel. Mikrospora tembakau diisolasi pada fase G1 mengalami replikasi DNA selama induksi starvasi dan peralakuan suhu tinggi, kemudian tertahan pada fase G2. Mikrospora yang diisolasi pada fase G2, akan terjadi proses mitosis selama perlakuan suhu tinggi dan medium starvasi selanjutnya sel generatif tertahan pada fase G2 dan sel vegetatif tidak mengalami sintesis DNA (Zarsky et al., 1992; Ferrie et al., 1996; Raghavan, 1997). Jadi selama perlakuan suhu tinggi dan medium starvasi siklus selnya tertahan. Mikrospora yang diberi praperlakuan tersebut akan mengalami serangkaian perubahan secara morfologi maupun sitologi. Secara morfologi perubahan mikrospora segar dengan mikrospora yang diberi prapelakuan stres adalah mikrospora mengalami perubahan ukuran pada awal praperlakuan stres

yaitu mikrospora membesar dan beberapa mikrospora mengalami plasmolisis (Gambar 4.3). Berdasarkan gambar 4.3 menunjukkan bahwa ada perubahan dalam perkembangan mikrospora selama praperlakuan. Perubahan dalam perkembangan mikrospora ini dimungkinkan karena lama waktu inkubasi kultur mikrospora pada praperlakuan suhu dingin, suhu tinggi dan medium starvasi pada tahap persiapan bahan memberikan hasil perubahan perkembangan mikrospora uninukleat, binukleat simetri, binukleat asimetri dan multinukleat. Pengamatan segar sel yang diduga embriogenik, dilakukan pengamatan kenampakkan mikrospora yang diduga embriogenik. Mikrospora embriogenik pada wheat lebih besar dari mikrospora non embriogenik ( Tourraev et al., 1996). 4.3 Pembahasan Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa hormon 2,4-D berpengaruh tehadap induksi pembelahan sporofitik dan struktur perkembangan mikrspora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis (L.) Bl. (Gambar 4.,1 dan 4.2). Mikrospora adalah serbuk sari yang masih muda dengan struktur satu inti (Wullems dan Schrauwen, 1999 dalam Ariyani, 2002). Pada perkembangan normal, mikrospora diprogram untuk berdiferensiasi menjadi polen dengan menghasilkan 2 inti sperma. Pada keadaan tertentu hal ini dapat dibelokkan ke arah perkembangan sporofitik untuk menghasilkan embrio atau planlet yang bersifat haploid (Hause et al., 1993).

Perlakuan hormon 2,4-D diberikan pada mikrospora yang terisolasi. Isolat mikrospora yang diberi perlakuan hormon telah mengalami serangkaian perubahan. Perubahan ini meliputi kenampakan morfologi mikrospora, dan perkembangan intinya. Perubahan yang terjadi selama perlakuan hormon 2,4-D secara morfologi yaitu pembelahan inti sel mikrospora terjadi dengan cepat, mikrospora membengkak dan sitoplasma mengalami reorganisasi struktural (Indrianto et al., 2001), membengkaknya mikrospora, adanya fragmentasi vakuola sentral dan sitoplasma menjadi tampak bersih. Fragmentasi vakuola terjadi karena adanya perubahan distribusi mikrotubul sebagai awal pembelahan simetri mikrspora (Hause et al., 1993). Adapun hasil pengamatan mikrospora yang merupakan respon dari perlakuan hormon 2,4-D dapat ditunjukkan melalui struktur perkembangan mikrospora binukeat simetri (Gambar 4.1 A), dan mikrospora multinukleat (Gambar 4.1 B). Proses pembelokan atau penyimpangan pembelahan pada mikrospora menjadi pembelahan simetri ini dikarenakan adanya suatu praperlakuan suhu dingin, suhu tinggi dan medium starvasi pada tahap persiapan bahan. Pada saat diinduksi dengan praperlakuan suhu tinggi dan medium starvasi telah terjadi penyusunan ulang dari mikrotubul sehingga inti sel berpindah ke arah tengah dan menghasilkan pembelahan simetri. Pengaturan mikrotubul dan sitoskeleton terlihat berperan pada pembelahan simetri dan proses perkembangan embrio selanjutnya (Zaki & Dickinson, 1991; Simmonds et al., 1991; Pauls et al., 2006 dalam Wahyuni et al 2010).

Pembelahan simetri adalah peralihan perkembangan mikrospora dari jalur gametofitik ke jalur sporofitik (Raghavan, 1997). Mikrospora yang membelah simetri adalah mikrospora embriogenik (Pauls et al., 2006; Malik at al., 2007). Jalur perkembangan gametofitik selalu diawali dengan pembelahan asimetri yang menghasilkan 2 sel berukuran tidak sama besar yang disebut dengan sel vegetatif dan sel generatif. Sedangkan jalur perkembangan sporofitik ditandai dengan adanya pembelahan simetri yang menghasilkan sel berukuran sama besar. Hasil pengamatan menunjukkan pembelahan simetri terjadi pada minggu kedua pengamatan. Pembelahan mitosis terus berlangsung selama mikrospora diinkubasi pada medium embriogenesis. Selain pembelahan simetri ternyata pada medium embriogenesis ini juga ditemukan sel yang membelah asimetri (Gambar 4.2 C). Peran hormon 2,4-D dalam induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan diduga berkaitan dengan kemampuan dalam meningkatkan pembelahan inti sel eksplan. Menurut Murch dan Saxena (2001) hormon 2,4-D berfungsi menginduksi pembentukan organ, melalui kemampuannya menjaga dan meningkatkan akumulasi auksin dalam sel eksplan.