BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, terdapat sekitar 31 jenis tanaman obat digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional (jamu), industri non jamu, dan bumbu, serta untuk kebutuhan ekspor, dengan volume permintaan lebih dari ton/tahun. Pasokan bahan baku tanaman obat tersebut berasal dari hasil budidaya (18 jenis) dan dari alam (13 jenis). Oleh karena itu, perlu usaha yang lebih intensif supaya pasokan bahan baku tanaman obat dapat terpenuhi, terutama tanaman obat yang berasal dari alam (Ekwasita, 2009). Pasokan benih obat bermutu dari daerah pusat penghasil seperti Aceh, Jawa, Papua dan Yogyakarta belum mampu mencukupi kebutuhan benih tanaman obat dalam negeri. Direktorat Jendral Hortikultura (2014) menyebutkan bahwa kebutuhan benih tanaman obat di Indonesia pada tahun 2014 sebesar kg, sedangkan potensi produksi dari pusat penghasil benih pada tahun 2013, masing masing menghasilkan Aceh sebanyak kg, Jawa sebanyak 350 kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang menyebabkan rendahnya ketersediaan benih tanaman obat yang berasal dari rimpang yaitu saat rimpang induk terserang penyakit maka tidak dapat digunakan lagi untuk benih. Kencur (Kaempferia galanga L) adalah tanaman obat aromatik yang tergolong ke dalam famili Zingiberaceae (temu-temuan). Air perasan kencur konsentrasi 100%, 90% dan 80% mempunyai daya hambat terhadap Candida 1

2 2 albicans dan Microsporum gypseum. Minyak atsiri kencur mempunyai daya hambat terhadap Staphylococcus uureus lebih kecil dibanding dengan eritromisin stearat, sedang kristal p-metoksietil sinamat hasil penguapan minyak atsiri tidak mempunyai daya anti bakteri. Namun, kandungan etil p-metoksietil sinamat diduga dapat digunakan sebagai pengeblok kimia anti UV B yang berguna sebagai tabir matahari. Ekstrak kencur secara kultur jaringan mempunyai khasiat antelmintik terhadap cacing Ascaris lumbricoide (Astuti, dkk, 1996). Dewasa ini bahan baku obat berupa simplisia kencur mengalami banyak kendala pada budidaya konvensional. Salah satunya, kandungan senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan memiliki kandungan senyawa beragam hal ini disebabkan karena faktor lingkungan pada masing masing daerah budidaya yang berbeda beda, antara lain : iklim, suhu, kondisi tanah. Dengan meningkatnya permintaan benih tanaman obat serta untuk antisipasi kebutuhan, diperlukan benih yang mencukupi. Untuk itu perlu didukung oleh metode penyediaan benih secara cepat dan massal, bebas dari penyakit dan stabil secara genetik. Perbanyakan massal dapat dilakukan melalui teknologi kultur jaringan menggunakan eksplan kalus yang berasal dari berbagai sumber eksplan. Sel-sel kalus secara fisiologis dan biokimia sangat berbeda dengan sel-sel eksplannya yang sudah terdiferensiasi. Sel-sel pada kalus bersifat meristematik dan merupakan salah satu wujud dari dediferensiasi. Kalus dapat diperbanyak secara tidak terbatas dengan cara memindahkan sebagian kecil kalus ke dalam medium baru (sub kultur). Kalus

3 3 dengan sel-selnya yang bersifat meristematik, dapat didispersikan didalam medium cair sehingga dapat diperoleh kultur suspensi sel. Hasil penelitian tentang teknologi kultur jaringan telah banyak didokumentasikan dengan berbagai aspek yang mempengaruhi tingkat keberhasilannya. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap perbanyakan kultur kalus diantaranya media kultur, varietas atau spesies, kondisi kalus, Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) serta lingkungan tumbuh. Di antara faktor tersebut, ZPT memegang peranan paling penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kalus. ZPT yang umum digunakan dalam pertumbuhan dan perkembangan kalus yaitu auksin dan sitokinin. Produk auksin yang biasa digunakan yaitu 2,4 D (2,4-Dichlorophenoxy acetic acid). Menurut Bhojwani dan Razdan (1996) dalam Shofyani dan Agus (2010) 2,4 D (2,4-Dichlorophenoxy acetic acid) merupakan auksin kuat yang sering digunakan secara tunggal untuk menginduksi terbentuknya kalus dari berbagai eksplan jaringan tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, dkk (2002), menunjukan bahwa penambahan 0,5 mg/l 2,4 D dapat memacu pertumbuhan kalus tanaman kucing kucingan dan penambahan 3 mg/l 2,4-D efektif untuk memacu pertumbuhan kalus kucing kucingan, ditandai dengan kenaikan berat basah sebanyak gram dan berat kering 280 gram. Air kelapa mengandung ZPT alami yang termasuk dalam golongan sitokinin ( Priyono dan Danimihardja, 1991). Air kelapa merupakan senyawa organik yang sering digunakan dalam aplikasi teknik kultur jaringan. Hal ini disebabkan air kelapa

4 4 mengandung 1,3 diphenilurea, zeatin, zeatin gluoksida dan zeatin ribosida (Armini, 1992), mengandung kadar K dan Cl tinggi, sukrosa, fruktosa, dan glukosa (Netty, 2002) dan harganya yang murah. Menurut Bey et al. (2006) dalam Kristina dan sitti (2012) perlakuan air kelapa secara tunggal pada konsentrasi 250 ml/l mampu menghasilkan pembentukan daun dan akar lebih cepat pada kultur kultur jaringan anggrek (Phalaenopsis amabilis BL.). Penelitian yang dilakukan oleh Eko (2015) pada kultur embrio tanaman mangga menunjukan kombinasi perlakuan terbaik adalah casein hydrolysat 50 mg/l dan air kelapa 15%. Perlakuan air kelapa dengan konsentrasi 20% adalah konsentrasi terbaik untuk polyembrio mangga pecah. Perlakuan casein hydrolysat dengan konsentrasi 50 mg/l menghasilkan jumlah embrio mangga terbanyak, perlakuan air kelapa dengan konsentrasi 15% menghasilkan jumlah embrio mangga terbanyak. Persentase embrio membentuk tunas dan akar terbaik diperoleh pada konsentrasi 50 mg/l casein hydrolysat dan 5% air kelapa. Berdasarkan penelitian tersebut diatas, terdapat pengaruh positif pemberian ZPT auksin 2,4-Dichlorophenoxy acetic acid dan pemberian sitokinin berupa senyawa organik air kelapa terhadap pertumbuhan eksplan kalus kucing kucingan dan pecahnya polyembrioni pada tanaman mangga. Mengingat pentingnya pemberian 2,4-Dichlorophenoxy acetic acid dan air kelapa dalam kultur kalus, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi yang tepat antara pemberian auksin 2,4-Dichlorophenoxy acetic acid dan sitokinin berupa senyawa organik air kelapa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kalus yang

5 5 baik dengan menggunakan media MS padat. Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kalus dari tanaman kencur. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi 2,4 D terhadap multiplikasi kalus tanaman kencur? 2. Bagaimana pengaruh konsentrasi air kelapa yang sesuai untuk multiplikasi kalus tanaman kencur? 3. Bagaimana pengaruh interaksi 2,4 D dan air kelapa terhadap multiplikasi kalus tanaman kencur? 1.3 Tujuan Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh 2,4 D terhadap multiplikasi kalus tanaman kencur. 2. Mengetahui konsentrasi air kelapa yang sesuai untuk multiplikasi kalus tanaman kencur. 3. Mengetahui pengaruh interaksi 2,4 D dan air kelapa terhadap multiplikasi kalus tanaman kencur 1.4 Manfaat

6 6 Dari penelitian dengan judul Pengaruh Perlakuan Zpt 2,4 D dan Air Kelapa Terhadap Multiplikasi Kalus Tanaman Kencur (Kaempferia galanga L.) diharapkan dapat memberikan informasi tentang penambahan ZPT 2,4 D dan air kelapa yang tepat terhadap multiplikasi kalus tanaman kencur.