BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. digunakan mikrospora sebagai sumber eksplan. Mikrospora adalah serbuk sari

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. digunakan mikrospora sebagai sumber eksplan. Mikrospora adalah serbuk sari"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kultur mikrospora adalah salah satu teknik kultur jaringan tanaman dimana digunakan mikrospora sebagai sumber eksplan. Mikrospora adalah serbuk sari yang masih muda, merupakan suatu prekursor dari gamet jantan (Silva, 2012). Mikrospora secara normal akan mengalami perkembangan gametogenesis untuk berkembang menjadi serbuk sari yang matang, perkembangan ini terjadi di dalam anter atau kepala sari yang membungkus mikrospora. Perkembangan mikrospora secara gametofit untuk menjadi gamet jantan dapat dibelokkan ke arah jalur perkembangan sporofitik melalui kultur mikrospora. Perkembangan sporofitik ini akan mengarahkan mikrospora untuk membentuk suatu mikrospora embriogenik, dan berkembang menjadi benih tanaman baru yang memiliki sifat haploid. Dalam kultur mikrospora, sel mikrospora diberi perlakuan stres untuk menginduksi terjadinya sel mikrospora embriogenik (Touraev dkk. 1997). Untuk beberapa kasus, stressor berupa suhu ekstrem atau pemberian media pelaparan ternyata dapat menginduksi terjadinya mikrospora embriogenik. Pada Nicotina tabacum, pemberian stres berupa media pelaparan (starvasi N dan P) dan suhu tinggi (33 C) dilaporkan mampu menginduksi terjadinya mikrospora embriogenik (Santosa, 2004). Pada Datura innoxia, pemberian perlakuan sentrifugasi selama 4 menit pada kultur yang telah diberi stresor suhu dingin (4 C selama 48 jam 1

2 mampu meningkatkan persentase mikrospora embriogenik (Sangwan-Noreel, 1977). Tanaman suku solanaceae, seperti Nicotina tabacum dan Datura innoxia, lebih banyak digunakan sebagai sumber eksplan untuk kultur mikrospora. Selain tembakau dan D. innoxia, tanaman suku solanaceae lain yang biasa digunakan sebagai sumber eksplan salah satunya adalah kecubung. Metabolit sekunder yang utama terkandung dalam tanaman kecubung adalah alkaloid golongan tropan seperti hiosiamin, atropin, dan skopolamin. Salah satu cara untuk mendeteksi keberadaan golongan senyawa alkaloid di dalam tanaman adalah dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) deteksi dengan pereaksi semprot Dragendorff. Metode ini telah banyak digunakan untuk analisis pada berbagai hasil kultur in vitro, baik berupa kultur sel, kultur kalus maupun kultur tunas. Belum banyak penelitian tentang aspek metabolit sekunder dalam kultur mikrospora, khususnya penelitian tentang kultur mikrospora kecubung. Metabolit sekunder sangat mungkin telah disintesis selama perkembangan awal embrioid hasil kultur mikrospora. Selain itu, metabolit sekunder umumnya disintesis ketika tanaman mengalami stres, termasuk berupa stres fisik ataupun akibat bahan-bahan kimia yang ditambahkan ke dalam media. Embrio hasil perkembangan mikrospora akan mempertahankan diri dari ancaman atau stressor dengan cara mensintesis metabolit sekunder. Pada kultur mikrospora, sel mikrospora harus diberi perlakuan stres untuk menginduksi embriogenesis, sehingga mikrospora juga harus mampu mempertahankan diri dari paparan stres tersebut dan salah satu caranya adalah dengan mensintesis metabolit sekunder. 2

3 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan: 1. Apakah mikrospora kecubung dapat diinduksi menjadi mikrospora embriogenik dengan perlakuan pelaparan pada suhu 4 C dan sentrifugasi? 2. Bagaimana pengaruh induksi embriogenesis terhadap kandungan metabolit sekunder golongan alkaloid mikrospora kecubung? C. Manfaat Penelitian 1. Mengetahui pengaruh perlakuan stres pelaparan pada suhu 4 o C dan sentrifugasi pada perkembangan embriogenesis mikrospora kecubung dan kandungan metabolit sekunder golongan alkaloid. 2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai model produksi metabolit sekunder golongan alkaloid tanaman kecubung dalam skala industri bioteknologi melalui kultur sel mikrospora. Penelitian ini bertujuan untuk: D. Tujuan Penelitian 1. Menginduksi mikrospora kecubung menjadi mikrospora embriogenik dengan perlakuan pelaparan pada suhu 4 o C dan sentrifugasi. 3

4 2. Mengetahui kandungan golongan senyawa alkaloid selama perkembangan awal embrioid dari mikrospora kecubung dengan analisis kromatografi lapis tipis. E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Uraian tentang kecubung Kecubung atau Datura metel L. adalah tumbuhan suku Solanaceae. Kecubung merupakan tumbuhan perdu yang memiliki pokok batang kayu tebal, bercabang banyak, dan tinggi kurang dari 2 meter. Daun kecbung berwarna hijau berbentuk bulat telur, tunggal, tipis, dan pada bagian tepi berlekuk-lekuk tajam dan letaknya berhadapan. Ujung dan pangkal daun meruncing dan pertulangannya menyirip (Tampubolon, 1995). Buah kecubung berbentuk hampir bulat dan salah satu ujungnya didukung oleh tangkai tandan yang pendek dan melekat kuat. Bagian luarnya dihiasi duri-duri, ukurannya bervariasi, dan di dalamnya berisi biji-biji kecil berwarna kuning kecokelatan. (Dalimartha 2000; Thomas, 2003). Bunga kecubung menyerupai terompet, berwarna putih, berwarna putih dengan tepian ungu, dan berwarna ungu (Heyne,1987). Kecubung berwarna putih sering dianggap paling beracun dibandingkan dengan jenis kecubung lain yang mengandung alkaloid (Tjitrosoepomo,1994). Di dalam sistematika tumbuhan, kategori taksa untuk kecubung menurut Tjitrosoetomo (1994) diklasifikasikan menjadi: Divisi : Spermatophyta Anak divisi : Angiospermae 4

5 Kelas : anak Kelas : bangsa : suku : marga : Dicotyledoneae Sympetalae Solanales Solanaceae Datura jenis : Datura metel L. Gambar 1. Tanaman kecubung, daun, buah dan bunga kecubung Kecubung dikenal pula dengan nama thorn apple. Di Cina bunga kecubung yang telah dikeringkan digunakan sebagai anestesi dan pengobatan untuk asma, batuk, dan convulsion (Yang dkk., 2007). Di Vietnam bunga dan daun kecubung dihisap sebagai rokok untuk mengobati asma (Mandal & Shah, 2013). Menurut Chowdury, dkk. (1996), penduduk Bangladesh menggunakan daun kecubung 5

6 sebagai obat tradisional untuk mengobati kudis, alergi dan eksim. Kecubung mengandung alkaloid. Semua bagian tanaman Kecubung mengandung senyawa alkaloid. Daun Datura mengandung sekitarr 0,5% senyawa alkaloid dengan 0,2% adalah alkaloid skopolamin (Evans, 2002). Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom Nitrogen dan biasanya terdapat dalam gabungan sebagai suatu sistem siklik yang bentuknya bermacam-macam. Kandungan alkaloid yang jumlahnya paling besar kecubung umumnya adalah hoisin atau skopolamin, dan atropine dan hiosiamin yang jumlahnya lebih sedikit. 2. Gametogenesis Mikrospora Mikrospora adalah suatu serbuk sari yang masih muda, yang akan mengalami perkembangan gametogenesis untuk menjadi sel gamet yang siap membuahi sel telur. Perkembangan mikrospora menjadi serbuk sari matang terjadi di dalam suatu organ berupa kepala sari (anter). Kepala sari merupakan bagian dari stamen (benang sari). Pada kebanyakan golongan tumbuhan dikotil, terutama anggota suku solanaceae, jumlah anter ada lima helai. Selama perkembangan mikrospora menjadi sebuk sari matang dapat dirunut melalui pertumbuhan kuncup bunga. Pada kuncup bunga yang masih tertutup bagian kelopak seutuhnya, mikrospora berada pada tahap tetrat sampai uni-nukleat awal. Perkembangan selanjutnya, fase uni-nukleat akhir biasanya ditunjukkan dengan mulai terbukanya kelopak dan munculnya mahkota bunga. Apabila semakin mahkota bunga semakin membuka, maka perkembangan serbuk sari semakin ke arah dewasa atau pematangan (Maheshwari, 1997). 6

7 Gambar 2. Perkembangan serbuk sari (Heidstra, 2007).Maturasi mikrospora dimulai dari pembelahan mitosis mikrospora membentuk sel tetrat kemudian sel tetrat akan terdegradasi oleh dinding sel dan sitoplasma yang mengalami restrukturisasi membentuk suatu mikrospora uninukleat dengan sitoplasma membesar dan bagian inti yang terdesak ke pinggir. Dalam perkembangan secara gametogenesis mikrospra uni-nukleat membelah secara mitosis menghasilkan sel dengan dua inti haploid, fase ini disebut dengan fase bi-nukleat. Sel mengalami sitokinesis dan menghasilkan dua sel an-ekual, sel yang lebih besar disebut sel vegetatif dan yang lebih kecil disebut sel generatif. Inti generatif akan mengalami pembelahan secara mitosis membentuk dua inti identik yang dinamakan inti generatif I dan inti generatif II, sedangkan inti vegetative tidak mengalami pembelahan namun melalui polinasi membentuk pollen tube yang akan mengantarkan inti generatif ke pada embrio di sel ovum (Twell et al., 1998; McCormick, 2004). Mikrospora yang seperti demikian adalah mikrospora matang yang telah siap membuahi sel telur dari putik. 7

8 3. Androgenesis Androgenesis adalah istilah untuk menyebut perkembangan embrioid dari mikrospora. Mikrospora secara normal akan berdiferensisasi menjadi serbuk sari matang dan menghasilkan sel sperma. Pada kondisi khusus, perkembangan gametofit mikrospora dapat dibelokkan ke arah perkembangan sporofitik untuk menghasilkan suatu tanaman haploid. Jalur perkembangan ini disebut dengan androgenesis atau mikrospora embriogenesis (Raghavan, 1990). Androgenesis dapat dipicu dengan pemberian stres pada anter atau mikrospora, jika tidak ada stressor mikrospora akan berkembang menjadi serbuk sari normal yang masak (Heberle-Borss, 1999). Keterangan: Gambar 3. Fragmentasi sitoplasma mikrospora (Touraev, 1997) Tipe 1= mikrospora uni-nukleat Tipe 2= mikrospora terfragmen Tipe 3= mikrospora star-like Embriogenesis suatu mikrospora ditandai dengan perubahan letak inti dan proses fragmentasi sitoplasma. Mikrospora pada stadium uni-nukleat akhir, umumnya dipilih sebagai mikrospora untuk diberi stres hingga dihasilkan embrioid. Pada stadium ini vakuola yang berukuran besar akan dipecah oleh benang-benang sitoplasma menjadi vakuola-vakuola yang berukuran lebih kecil 8

9 dan memberi bentuk seperti bintang (star-like) pada sel mikrospora. Bentuk starlike merupakan salah satu tanda jika jalur perkembangan mikrospora telah berubah dari perkembangan gametogenesis menjadi jalur perkembangan embriogenesis (Touraev dkk., 1996). Gambar 4. Struktur mikrotubul (Becker, 2000) Fragmentasi vakuola oleh benang-benang sitoplasma tidak lepas dari peran mikrotubul. Mikrotubul adalah elemen terbesar dari sitoskeleton yang memegang peranan penting dalam pembentukan sitoplasma, pergerakan intraseluler makromolekul dan material lain di dalam sel. Mikrotubul juga berperan dalam struktur susunan sel, disposisi atau perpindahan spasial dari organel-organel, juga distribusi mikrofilamen dan intermediet filamen. Mikrotubul berbentuk silinder berlubang yang terdiri dari longitudinal arrays protofilamen sebagai penyusunnya. Protofilamen sendiri tersusun dari dua sub-unit protein tubulin, tubulin α dan tubulin β (Becker dkk., 2000). 9

10 Pemberian perlakuan stres dapat mempengaruhi orientasi dari mikrotubul dan merubah struktur dari sel. Seperti pada pemberian medium starvasi, yang dapat menyebabkan disagregasi protofilamen sehingga mikrotubul tidak terbentuk. Menurut Zarsky dkk. (1992), Taiz &Ziger (1998), dan Tim dkk. (2000) pemberian stres starvasi (N&P) dapat menaikkan jumlah Ca 2+ dalam sel. Ion Ca 2+ dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan disagregasi protofilamen sehingga mikrotubul tidak terbentuk (Fosket, 1994). Keberadaan mikrotubul penting untuk sel, sehingga sel akan berusaha untuk membentuk kembali mikrotubul dengan membentuk mikrotubul prephophase band (mikrotubul ppb). Mikrotubul ppb tidak terbentuk pada perkembangan sel gametofit, sehingga apabila terdapat mikrotubul ppb dapat dikatakan mikrospora sudah masuk ke jalur sporofitik. (Simmond dkk., 1991). Menurut Silva (2012), perlakuan stres suhu dingin dapat meningkatkan pelepasan asam amino bebas yang berperan dalam membantu persiapan induksi embriogenesis. Umumnya sel akan merespon suatu kondisi stres dengan mengekspresikan suatu gen yang disebut dengan stress-response gen, yang fungsinya belum banyak diketahui namun gen ini dapat memproduksi protein yang dapat meminimalisisr dampak dari kerusakan yang diakibatkan stres pada sel. Pada paparan stres suhu tinggi, gen ini disebut dengan heat shock protein, sedangkan pada paparan suhu tinggi gen ini disebut cold shock protein (Becker dkk., 2000). Peningkatan asam amino pada perlakuan stres suhu dingin juga diasumsikan dapat mengarahkan mikrospora untuk mempertahankan dirinya 10

11 dengan mensintesis suatu metabolit sekunder (Claparols dkk., 1993; Yang dkk., 1997) Induksi androgenesis dari mikrospora uni-nukleat diawali dengan pembelahan mitosis secara simetri yang menghasilkan dua sel berukuran sama. Proses mitosis menghasilkan sel-sel yang belum terdiferensiasi, dan secara cepat berproliferasi sehingga meningkatkan masa multi seluler. Struktur multi seluler ini akan berkembang menjadi sel embriogenik atau tetap meristematik tergantung dari kondisi kultur yang tersedia (Silva, 2012). Gambar 5. Jalur pembelahan embriogenesis mikrospora (Bohjwani & Razdan, 1997) Berdasarkan Gambar 5, perkembangan embriogenesis mikrospora dapat melalui 4 jalur, yaitu: 11

12 a. Jalur I, mikrospora membelah secara simetris menghasilkan dua sel anakan identik dan kedua sel identik tersebut masing-masing akan membelah hingga terbentuk embrio globular yang berkontribusi dalam perkembangan sporofitik. Pada jalur ini tidak dapat dibedakan sel vegetatif ataupun generatif. Jalur ini biasa ditemukan pada perkembanga embrioid mikrospora tanaman Brassica napus. b. Jalur II, mikrospora uni-nukleat akhir membelah secara asimetris. Sel vegetatif membelah terus menerus sehingga perkembangan sporofitnya muncul dari bagian sel vegetatif ini. Sel generatif akan mengalami degenatif. c. Pathway III, didominasi oleh mikrospora embriogenik yang terbentuk dari sel generatif. Pada beberapa kasus, sel vegetatif terbentuk sampai batas tertentu atau tidak terbentuk sama sekali. d. Pathway IV, pada mikrospora terbentuk sel generatif dan vegetatif, tetapi keduanya ikut membelah dan berkontribusi dalam perkembangan embrioid. Setelah terbentuk embrioid globular dari empat kemungkinan jalur tersebut, perkembangan embrioid selanjutnya akan dihasilkan bentuk embrioid jantung, kemudian bentuk embrioid torpedo dan pada tahap akhir akan terbentuk plantula (Bhojawni & Razdan, 1997). Mikrospora yang telah diinduksi dan berkembang menjadi embriogenik akan menunjukkan karakteristik yang berbeda dari mikrospora normal yang perkembangannya ke arah gametofit jantan. Karakteristik yang berbeda 12

13 diantaranya adalah perubahan dari morfologi sel dan perubahan proses biokimia yang mempengaruhi profil ekspresi gen (Silva, 2012). Untuk mengubah jalur perkembangan gametofit mikrospora menjadi perkembangan embriogenik, mikrospora harus diperlakukan dalam kondisi spesifik. Kondisi ini biasanya berbeda untuk masing-masing jenis tanaman, dan seringkali berbeda untuk jenis yang sama antar-genotip atau varitas. Keberhasilan kultur mikrospora ditentukan pula oleh kondisi fisiologi sumber tanaman asal, mikropora, pemberian perlakuan, dan kedaan selama kultur in vitro (Silva, 2012). Keberhasilan induksi embriogenesis mikrospora diperngaruhi oleh pemberian stres perlakuan. Pada tahap ini, Shariatpanahi dkk. (2006) menggolongkan pemberian stres kedalam 3 kelompok; widely use, neglected dan novel. Perlakuan widely use adalah pemberian stres berupa suhu dingin, suhu panas, pelaparan, dan pemberian kolkisin. Stress neglected berupa pemberian stres radiasi sinar γ, stres etanol, syok hipertonik, perlakuan sentrifugasi, dan penurunan tekanan atmosfer. Sedangkan yang termasuk ke dalam stress novel adalah media dengan ph tinggi, stres logam berat, induksi kimia, dan pra perlakuan 2,4-D. Perlakuan stres berupa suhu dingin, suhu panas dan starvasi telah banyak dilakukan penelitian. Perlakuan stres semacam ini ternyata menunjukkan hasil yang positif dalam menginduksi embriogenesis mikrospora. Menurut Santosa (2004) pemberian stres starvasi dan stres suhu panas mampu menginduksi mikrospora embriogenesis. Pechan (2001), melaporkan pemberian stres suhu 32 C selama 4 hari mampu menginduksi embriogenesis Brasica napus. 13

14 Perlakuan stres juga dapat diberikan secara kombinasi untuk meningkatkan efektivitas induksi embriogenesis. Pelakuan suhu dingin dan sentrifugasi pada Datura innoxia dan Cicer arietinum mampu meningkatkan jumlah mikrospora embriogenik (Grewal dkk., 2009.). Demikian pula, kombinasi perlakuan berupa suhu tinggi dan starvasi N,P dapat meningkatkan efektivitas pembentukan embriogenesis mikrospora (Touraev dkk., Santosa, 2004). 4. Kultur Mikrospora dan Kultur Anter Untuk menginduksi androgenesis pada tanaman, secara in vitro dapat dilakukan dengan teknik kultur anter dan kultur mikrospora. Kultur mikrospora berbeda dengan kultur anter. Pada kultur anter digunakan anter atau kepala sari sebagai eksplan dan ditanam di medium padat, sedangkan kultur mikrospora menggunakan sel sel mikrospora sebagai eksplannya sehingga anter harus dipecah terlebih dahulu untuk mengeluarkan mikrospora dan kemudian ditanam di medium cair (Ferrie & Keller, 1995; Ferrie & Caswell, 2010). Kultur anter lebih disukai untuk menginduksi androgenesis pada tanaman karena lebih mudah dan efisien. Meski demikian kultur anter memiliki kekurangan yakni kemungkinan kultur tumbuh dari jaringan somatik bukan dari sel mikrospora yang dimaksud. Selain itu pada kultur anter juga sulit untuk menganalisis terjadinya induksi embriogenesis dan sulit menetapkan stadium awal perkembangan mikrospora (Reynolds, 1997; Ferrie & Caswell, 2010). 14

15 Gambar 6. Perbedaan antara kultur mikrospora dan kultur anter (Reynolds, 1996) Untuk beberapa tanaman kultur mikrospora lebih sulit dan tidak efisien dibandingkan kultur anter. Pada kultur mikrospora, sel mikrospora dikulturkan setelah dipisahkan dari jaringan anther yang membungkusnya. Sel mikrospora dapat dipisahkan dari anter secara fisik dengan menghancurkan jaringan anther untuk mengeluarkan sel mikrospora di dalamnya. Meski lebih sulit dan tidak efisien, pada kultur mikrospora tidak ada kemungkinan terjadi perkembangan tanaman dari jaringan lain selain sel mikrospora seperti pada kultur anter. Selain itu kemungkinan terjadi kegagalan kultur kecil. Keuntungan lain dari kultur mikrospora dibandingkan dengan kultur anter diantaranya; 15

16 1. Pada kultur anter, adanya dinding anter dapat memberi pengaruh negatif pada perkembangan mikrospora, atau ada kemungkinan kultur akan menghasilkan sel diploid, kalus somatik, dan subsequently embryo 2. Pada kultur anter membutuhkan banyak waktu dalam pengerjaannya, dan membutuhkan kemampuan pembedahan-mikro 3. Pada kultur mikrospora memiliki ketersediaan nutrisi yang lebih baik untuk perkembangan mikrospora 4. Pada kultur mikrospora dapat digunakan untuk melacak dan mempelajari tahap tahap pematangan mikrospora atau perkembangan embriogenesisnya (Ferrie & Caswell, 2010) Dalam kultur mikrospora dapat digunakan satu macam media ataupun dua macam media. Biasanya pada dua macam media, salah satu media digunakan untuk menginduksi terbentuknya mikrospora embiroid sedangkan media yang lain digunakan untuk media pertumbuhan mikrospora embrioid. Komposisi dari media mempengaruhi keberhasilan dari kultur mikrospora, terutama pada media untuk menginduksi embriogenesis mikrospora. Keberhasilan dari kultur mikrospora bergantung pada nutrisi media yang mencukupi dan kondisi kultur yang sesuai. Kandungan nutrisi seperti makro dan mikronutrien, vitamin, dan sumber karbohidrat harus tersedia dalam jumlah yang cukup (Ferrie & Caswell, 2010). Sumber karbon, makronutrien, dan mikronutrien menentukan apakah induksi embriogenik mikrospora terjadi atau tidak. Sumber karbon penting untuk menyediakan sumber energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan eksplan. 16

17 Mikronutrien memegang peranan penting dan krusial dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Silva, 2012). Sumber karbon penting untuk menyediakan sumber energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kultur tanaman. Sumber karbon yang sering digunakan dalam kultur jaringan tanaman adalah sukrosa. Gula juga berperan penting dalam menjaga tekanan osmotik dalam media kultur (Silva, 2012). Makronutrien adalah salah satu nutrisi yang esensial bagi tanaman, selain unsur C,H, dan O. Senyawa-senyawa makroelemen termasuk ke dalam makronutrien, diantaranya adalah; Nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur yang berperan dalam pertumbuhan dan morfogenesis. Sumber nitrogen dalam media kultur dapat berupa senyawa organik atau an-organik. Nitrogen anorganik biasa berada dalam bentuk nitrat atau ion ammonium, sementara nitrogen organik berada dalam bentuk vitamin dan suplemen asam amino. Mikronutrien diketahui memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Namun, pada studi lebih lanjut diketahui jika campur tangan mikronutrien dalam kultur in vitro embriogenesis mikrospora sangatlah terbatas. Mikronutrien yang telah diketahui berperan dalam perkembangan kultur embriogenesis mikrospora adalah kuprum dan seng (Wojnarowiez dkk.,2002. Jacquard dkk., 2009). Pada kultur anther dan mikrospora umumnya digunakan media N6, Nitsch & Nitsch, MS, atau B5 (Gamborg dkk., 1998). Umumnya media kultur untuk Datura metel mengandung Glutamin, L-serine, dan myo-inositol yang merupakan 17

18 komponen yang penting (Nitsch, 1974), dan sukrosa yang merupakan komponen yang essensial untuk androgenesis (Nitsch, 1969). 5. Metabolit Sekunder Golongan Alkaloid Metabolit sekunder adalah senyawa hasil metabolism tanaman yang disintesis pada saat-saat tertentu, umumnya ketika tanaman merasa terancam. Tidak seperti metabolit primer yang keberadaannya esensial dan hampir ada di semua jenis tanaman, metabolit sekunder sifatnya spesifik pada tanaman tertentu dan fungsinya bagi tanaman belum banyak diketahui. Beberapa menganggap metabolit sekunder berfungsi sebagai alat pertahanan diri karena beberapa tanaman menghasilkan senyawa toksik atau senyawa berbau tajam yang dapat melindungi tanaman dari predatornya. Akan tetapi beberapa metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman ternyata merupakan sumber komponen aktif farmakologi untuk produk alam (Dewick, 2002). Alkaloid merupakan golongan metabolit sekunder yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom N dan biasanya berada sebagai bagian sistem heterosiklik yang bersifat fisiologis aktif (Wagner, 1984). Alkaloid tidak hanya ditemukan dalam tanaman tapi juga ditemukan di beberapa hewan dan mikroorganisme. Atom Nitrogen dalam alkaloid biasanya berada sebagai amina primer, sekunder atau tersier yang keberadaannya mempengaruhi sifat kebasaan dan memfasilitasi dalam proses isolasi atau purifikasi karena adanya asam mineral dapat membentuk garam alkaloid larut air. Sifat kebasaan alkaloid juga 18

19 dipengaruhi oleh struktur molekul dan letak gugus fungsi dalam struktur molekul (Dewick, 2002). Evans (2002) membagi alkaloid ke dalam 2 kelompok: a. Non-heterosiklik atau atipikal alkaloid, biasanya disebut protoalkaloid. b. Heterosiklik atau tipikal alkaloid yang dibagi lagi ke dalam 14 kelompok berdasarkan bentuk cincinnya. Alkaloid Tropan termasuk ke dalam kelompok alkaloid heterosiklik, dan yang termasuk ke dalam kelompok alkaloid tropan adalah; hiosiamin, atropine, hyoscine atau skopolamin. Alkaloid Tropan umumnya banyak ditemukan dalam tanaman Solanaceae, seperti Datura. Gambar 7. Struktur hiosiamin, atropine, dan skopolamin (Evans. 2002) Alkaloid heterosiklik lain, selain alkaloid tropan, di antaranya adalah: pirol, pirolidin, pirolisidin, piridin, piperidin, Quinoline, isoquinoline, aporphine, norlupinane, indole, indolizidine, imidazole, dan purine. Umumnya dalam tanaman alkaloid berada dalam bentuk bebasnya seperti dalam bentuk garam, amina atau dalam bentuk alkaloid N-oksida. Bentuk alkaloid dan garamnya memiliki kelarutan yang sangat berbeda, karena memiliki variasi struktur yang juga berbeda. Alkaloid bebas umumnya sedikit larut dalam air dan larut dalam pelarut organik sementara bentuk garamnya larut baik dalam air 19

20 namun sedikit larut dalam pelarut organik. Sedangkan alkaloid N-oksida memiliki sifat polaritas yang besar dan larut air. 6. Ekstraksi Golongan Alkaloid Ekstraksi adalah proses pemisahan atau pengambilan senyawa aktif dari jaringan tanaman menggunakan pelarut yang sesuai. Senyawa aktif dalam tanaman umumnya merupakan bagian dari gabungan senyawa lain yang kompleks dalam tanaman, proses ekstraksi dapat memisahkan senyawa aktif dari senyawa lain dan jaringan tanaman yang tidak dibutuhkan (Handa, 2008). Ada beberapa macam teknik ekstraksi, dan umumnya dibagi menjadi 2 macam yakni ekstraksi cara dingin dan ekstraksi cara panas. Ekstraksi cara dingin meliputi proses ekstraksi dengan maserasi dan perkolasi, sedangkan ekstraksi cara panas meliputi proses reflux, sokhlet, infundasi. Singh (2008) menyebutkan 6 faktor utama dalam memilih teknik ekstraksi yang akan digunakan, 6 faktor tersebut diantaranya adalah: a. Sifat dan karakteristik simplisia b. Stabilitas senyawa aktif dalam simplisia. Senyawa aktif yang bersifat termolabil sebaiknya tidak diekstraksi menggunakan ekstraksi panas berulang karena dapat merusak senyawa aktif. c. Biaya atau harga dari simplisia. Ada beberapa simplisia dengan harga mentah yang cukup tinggi, sehingga untuk menekan biaya produksi harus dipilih teknik ekstraksi yang seekonomis mungkin. 20

21 d. Solvent atau pelarut. Pemilihan pelarut sangat tergantung pada kelarutan senyawa yang diinginkan e. Konsentrasi senyawa dalam simplisia. Untuk senyawa dengan kadar yang cukup besar ekstraksi dapat menggunakan maserasi, sedangkan untuk senyawa dengan kadar yang sedikit ekstraksi dapat menggunakan perkolasi. f. Pemulihan dari solven Menurut Wagner (1996) ada dua metode untuk ekstraksi senyawa alkaloid dalam tanaman. a. General method, atau metode secara umum, untuk senyawa alkaloid yang konsentrasinya dalam tanaman >1%. Metode A: Satu gram serbuk simplisia dilarutkan dalam 1mL ammonia 10% atau larutan Na 2 CO 3 kemudian diekstraksi dengan 10 ml metanol dengan cara direflux. b. Enrichment method, atau metode diperkaya, untuk senyawa alkaloid yang konsentrasinya dalam tanaman <1%. i. Metode B: 2 gram serbuk simplisia digerus dalam mortar dengan 2 ml ammonia 10% dan dicampur dengan 7 gram alumunium oksida. Campuran kemudian dikemas dalam kolom dan ditambahkan 10mL CHCl 3. ii. Metode A: 0,4-2 gram serbuk simplisia dilarutkan dalam 15 ml asam sulfat 0,1N selama 15 menit, kemudian disaring. Residu filtrat dicuci dengan asam sulfat sampai volume total 20 ml. Ditambahkan 1 ml ammonia 10%, campuran kemudian diekstraksi dengan dietil 21

22 eter. Fase eter diambil dan ditambahkan sodium sulfat anhidrat, diuapkan sampai kering, dan dilarutkan kembali dengan 0,5 ml metanol. 5. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis merupakan salah satu metode pemisahan fisikakimia. Senyawa campuran yang akan dipisahkan, ditotolkan dalam bentuk totolan atau pita pada lapisan penjerap yang diletakkan di permukaan pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Senyawa yang telah ditotolkan pada lapisan penjerap kemudian dimasukkan ke dalam bejana yang telah dijenuhkan dengan fase gerak, dan dibiarkan sampai jarak elusi yang diinginkan (Stahl, 1985). Fase gerak akan bergerak di sepanjang lapisan penjerap (fase diam) karena adanya pengaruh gaya kapiler pada pengembangan secara menaik, atau karena gaya gravitasi pada pengembangan secara menurun. ( Gandjar & Rohman, 2007) Fase diam atau lapisan penjerap yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30µm. Semakin kecil ukuran partikel penjerap semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusi. Mekanisme sorpsi dari fase diam KLT utamanya adalah mekanisme partisi dan adsorbsi (Gandjar & Rohman, 2007) Pemilihan fase gerak bisa dipilih dari pustaka yang telah ada atau dengan cara mencoba-coba karena waktu yang dibutuhkan relatif singkat. Beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak diantaranya: a. fase gerak harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif 22

23 b. daya elusi harus diatur sehingga diperoleh harga Rf antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan c. untuk pemisahan menggunakan fase diam polar, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute dan menentukan nilai Rf. d. solut-solut ionik dan solut-solut polarlebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya (Gandjar & Rohman, 2007). Bejana kromatografi harus tertutup rapat, dan sedapat mungkin volume fase gerak yang dibutuhkan sesedikit mungkin namun tetap bisa mengelusi fase gerak sampai ketinggian yang ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan biasa digunakan kertas saring. Jika fase gerak telah mencapai ujung kertas saring bisa dikatakan bejana telah jenuh dengan fase gerak. (Gandjar & Rohman, 2007) Bercak pemisahan KLT umumnya merupakan bercak tidak berwarna. Untuk deteksinya bisa dilakukan secara kimia, fisika, ataupun biologi. Cara kimia yang biasa dilakukan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui penyemprotan sehingga bercak menjadi terlihat jelas. Cara fisika yang biasa dilakukan adalah dengan pencacahan radio aktif dan fluorosensi ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet digunakan untuk senyawa-senyawa yang dapat berfluorosensi dengan sinar ultraviolet sehingga membuat bercak terlihat. (Gandjar & Rohman, 2007). 23

24 F. Landasan Teori Mikrospora embrioid dapat diinduksi dengan pemberian pra perlakuan stres. Mikrospora kecubung diketahui dapat diinduksi menjadi mikrospora embrioid dengan pemberian stres dingin pada suhu 5 o C. Mikrospora yang diberi pra perlakuan berupa stres suhu dingin total asam amino bebas yang dilepaskan akan meningkat. Asam amino ini akan membantu mikrospora dalam persiapan induksi embriogenesis (Silva, 2012). Pemberian stres suhu dingin yang dikombinasikan dengan sentrifugasi diketahui mampu meningkatkan efektifitas induksi embriogenesis. Grewal dkk. (2009) melaporkan jika sentrifugasi memberikan pengaruh positif pada induksi embriogenesis Cicer arietinum. Induksi embriogenesis mikrospora dapat dilakukan melalui kultur anter atau kultur mikrospora. Kultur mikrospora memiliki beberapa kelebihan dibandingkan kultur anter, salah satunya adalah tidak adanya jaringan dinding anter yang dapat mengganggu induksi embriogenesis. Pada kultur mikrospora, eksplan berupa mikrospora yang telah diisolasi dari anter, sehingga tidak ada kemungkinan jaringan anter yang dapat berkembang sendiri dan mengalami totipotensi menjadi sel kalus. Dalam kultur mikrospora, keberhasilan induksi embriogenesis mikrospora dipengaruhi oleh beberapa hal. Pemilihan stadium perkembangan mikrospora, cara penanganan saat pra perlakuan, pemilihan media merupakan sebagian hal yang mempengaruhi keberhasilan induksi embriogenesis mikrospora. Pengaruh keberhasilan kultur mikrospora tergantung pada setiap jenis tanaman (Silva, 2012). 24

25 Metabolit sekunder disintesis oleh tanaman ketika merasa stres atau terancam dengan lingkungan sekitar. Pemberian suhu dingin, diasumsikan dapat menginduksi sintesis dari metabolit sekunder sebagai salah satu cara pertahanan diri (Silva, 2012). Dari penelitian Santosa (2004) kultur mikrospora tembakau dengan perlakuan starvasi pada suhu 34 C mampu mensintesis senyawa nikotin pada perkembangan embrioid awal. Kandungan metabolit sekunder dapat dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisiko-kimia dalam satu campuran senyawa (Gandjar & Rohman, 2007). Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan mengamati bercak pemisahan yang muncul pada sinar tampak, di bawah sinar UV, atau direaksikan dengan pereaksi penampak bercak. G. Hipotesis Pemberian perlakuan stres berupa kombinasi suhu dingin dan sentrifugasi dalam media pelaparan mampu menginduksi embriogenesis mikrospora Datura metel L. Kultur mikrospora mampu menghasilkan metabolit sekunder, karena pemberian stressor yang dilakukan untuk menginduksi mikrospora embrioid. 25

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Induksi Androgenesis 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kedelai Bunga tanaman kedelai termasuk bunga sempurna dengan tipe penyerbukan sendiri yang terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemungkinan kawin silang

Lebih terperinci

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini :

Beberapa keuntungan dari kromatografi planar ini : Kompetensi Dasar: Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan metode pemisahan dengan KLT dan dapat mengaplikasikannya untuk analisis suatu sampel Gambaran Umum KLT Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan hormon 2,4-D terhadap induksi pembelahan sporofitik mikrospora anggrek bulan Phalaenopsis amabilis L. (Bl.) dan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Tanaman Kecubung Kecubung termasuk tumbuhan perdu yang tersebar luas di daerah yang beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang tidak begitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengambilan sampel buah Debregeasia longifolia dilakukan di Gunung Lawu. Sedangkan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Biologi dan Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun

BAB I PENDAHULUAN. dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Budaya menggunakan tanaman hias dan bunga bagi tujuan kesenangan dan usaha komersil pada mulanya hanya dikenal di negara-negara maju, namun akhirnya meluas hingga

Lebih terperinci

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN LAPORAN TETAP KIMIA ANALITIK INSTRUMEN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS I Oleh : Kelompok III 1. Bella Anggraini (061330400291) 2. Deka Pitaloka (061330400293) 3. Eka Anggraini (061330400298) 4. Elvania Novianti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Schraiber pada tahun KLT merupakan bentuk kromatografi planar,

BAB I PENDAHULUAN. Schraiber pada tahun KLT merupakan bentuk kromatografi planar, BAB I PENDAHULUAN Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda

Lebih terperinci

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora

HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora 3 HASIL Hubungan ciri morfologi malai jantan dan stadia mikrospora Morfologi malai jantan kelapa sawit dalam penelitian ini dibedakan berdasarkan ukuran pembukaan spata, posisi spikelet pada malai, dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. November Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan November 2015. Pengambilan sampel Phaeoceros laevis (L.) Prosk. dilakukan di daerah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji 19 BAB III METODOLOGI Metodologi penelitian ini meliputi penyiapan dan pengolahan sampel, uji pendahuluan golongan senyawa kimia, pembuatan ekstrak, dan analisis kandungan golongan senyawa kimia secara

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari 2010. Daun gamal diperoleh dari Kebun Percobaan Natar, Lampung Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daun pohpohan merupakan bagian tanaman yang digunakan sebagai lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki aktivitas antioksidan yang besar,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kering, dengan hasil sebagai berikut: Table 2. Hasil Uji Pendahuluan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Uji Flavonoid Dari 100 g serbuk lamtoro diperoleh ekstrak metanol sebanyak 8,76 g. Untuk uji pendahuluan masih menggunakan serbuk lamtoro kering,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT. ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KANDUNGAN TUMBUHAN OBAT ANALISIS Etil p-metoksi sinamat DARI RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.) Disusun oleh: Nama : Eky Sulistyawati FA/08708 Putri Kharisma FA/08715 Gol./Kel.

Lebih terperinci

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik. Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Kultur Invitro untuk Tanaman Haploid Androgenik Yushi Mardiana, SP, Msi Retno Dwi Andayani, SP, MP Pendahuluan Tanaman haploid ialah tanaman yang mengandung jumlah kromosom yang sama dengan kromosom gametnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Kultur in vitro merupakan suatu budidaya dalam botol. Salah satu kegiatan dalam kultur in vitro adalah kultur jaringan yaitu budidaya in vitro yang menggunakan

Lebih terperinci

DESTILASI SECARA UMUM

DESTILASI SECARA UMUM DESTILASI SECARA UMUM Disusun oleh : NANDA RISKI JANESTIA (1011101020034) FARHAN RAMADHANI (1011101010035) PADLI SYAH PUTRA (1111101010020) JAMNUR SAHPUTRA FAHMI SUHANDA (1211101010050) IBRAHIM (1111101010017)

Lebih terperinci

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN

BAB IV PROSEDUR PENELITIAN BAB IV PROSEDUR PENELITIAN 4.1. Pengumpulan Bahan Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan penelitian ini adalah daun steril Stenochlaena palustris. Bahan penelitian dalam bentuk simplisia, diperoleh dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung.

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA BAB 1 TIJAUA PUSTAKA 1.1 Glibenklamid Glibenklamid adalah 1-[4-[2-(5-kloro-2-metoksobenzamido)etil]benzensulfonil]-3- sikloheksilurea. Glibenklamid juga dikenal sebagai 5-kloro--[2-[4{{{(sikloheksilamino)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 03 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH SERTA UJI ALKALOID

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 03 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH SERTA UJI ALKALOID LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051) PERCOBAAN 03 PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK: EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH SERTA UJI ALKALOID Nama : Anca Awal Sembada NIM : 11214003 ` Kelompok : 1 (Shift

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Tumbuhan Kenikir 1.1.1 Klasifikasi Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis Sinonim : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asterales : Asteraceae : Cosmos : Cosmos

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Ekstraksi Zat Warna Rhodamin B dalam Sampel Zat warna sebagai bahan tambahan dalam kosmetika dekoratif berada dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Paye dkk (2006) menyebutkan,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Tumbuhan labu dideterminasi untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tumbuhan yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang diteliti adalah Cucubita

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

Kelompok 2: Kromatografi Kolom

Kelompok 2: Kromatografi Kolom Kelompok 2: Kromatografi Kolom Arti Kata Kromatografi PENDAHULUAN chroma berarti warna dan graphien berarti menulis Sejarah Kromatografi Sejarah kromatografi dimulai sejak pertengahan abad ke 19 ketika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua yang digunakan sebagai obat antidiabetik oral yang berperan menurunkan konsentrasi glukosa darah. Glibenklamid merupakan salah satu senyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Perbanyakan tanaman secara generatif biasanya dilakukan melalui biji dan mengalami penyerbukan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat, mengisolasi dan mengkarakterisasi derivat akrilamida. Penelitian diawali dengan mereaksikan akrilamida dengan anilin sulfat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan 25 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Percobaan Sejumlah faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur adalah suhu, cahaya, karbondioksida, oksigen, etilen, dan kelembaban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pepaya Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko dan Amerika Selatan, kemudian menyebar ke berbagai negara tropis, termasuk Indonesia sekitar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya BAB I PENDAHULUAN Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di 30 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Gambut. memungkinkan terjadinya proses pelapukan bahan organik secara sempurna TINJAUAN PUSTAKA Tanah Gambut Tanah gambut terbentuk dari bahan organik sisa tanaman yang mati diatasnya, dan karena keadaan lingkungan yang selalu jenuh air atau rawa, tidak memungkinkan terjadinya proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik Kosmetik merupakan bahan atau komponen kimia yang digunakan untuk mempercantik wajah. Kosmetik yang berbahaya mengandung komposisi dari berbagai macam senyawa kimia

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan dari bulan Agustus 2006 sampai Juli 2007, bertempat di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan Departemen Teknologi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. - Beaker glass 1000 ml Pyrex. - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex. - Labu didih 1000 ml Buchi. - Labu rotap 1000 ml Buchi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat-alat - Beaker glass 1000 ml Pyrex - Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Maserator - Labu didih 1000 ml Buchi - Labu rotap 1000 ml Buchi - Rotaryevaporator Buchi R 210 - Kain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang diyakni merupakan anggrek terbesar yang pernah ada. Anggrek ini tersebar

Lebih terperinci

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE

PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE PROPAGASI TUMBUHAN OBAT DENGAN KULTUR MIKROSPORA MEDICINAL PLANT PROPAGATION BY MICROSPORES CULTURE Djoko Santosa Fakultas Farmasi UGM ABSTRAK Mikrospora adalah serbuk sari yang masih muda di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat 3.3 Penyiapan Serbuk Simplisia Pengumpulan Bahan Determinasi Tanaman BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Rambut jagung (Zea mays L.), n-heksana, etil asetat, etanol, metanol, gliserin, larutan kloral hidrat 70%, air, aqua destilata, asam hidroklorida, toluena, kloroform, amonia,

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari sekian banyak tumbuhan berbunga

Lebih terperinci

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT DI SUSUN OLEH : NAMA : IMENG NIM : ACC 109 011 KELOMPOK : 2 ( DUA ) HARI / TANGGAL : SABTU, 28 MEI 2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keragaman hayati. Letak Indonesia yang dilewati oleh garis katulistiwa berpengaruh langsung terhadap kekayaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia dikenal sebagai negara dengan tingkat keanekaragaman sumber daya hayati yang tinggi, khususnya tumbuhan. Keanekaragaman genetik tumbuhan di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen. Menurut Nasution (2009) desain eksperimen yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons pertumbuuhan tertinggi diperoleh pada eksplan biji panili yang ditanam dalam medium tomat. Pada perlakuan tersebut persentase rata-rata

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Ekstasi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ekstrasi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol diikuti dengan penguapan menghasilkan ekstrak kental berwarna coklat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Klasifikasi Tanaman Buncis Menurut Heyne (1987: 1054) dan Takhtajan (2009: 353) klasifikasi tanaman buncis adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggrek Vanda tricolor merupakan jenis tanaman endemik di kawasan lereng Gunung Merapi. Bunga Anggrek dengan warna bunga putih dan totol-totol merah keunguan ini banyak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisan merupakan salah satu tanaman hias berupa perdu dengan sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari dataran Cina. Bunga yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II KLOROKUIN FOSFAT

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI ANALISIS II KLOROKUIN FOSFAT LAPORA PRAKTIKUM KIMIA FARMASI AALISIS II KLOROKUI FOSFAT Oleh : Kelompok 6 Lisma Rahmawati ( 31112090) FARMASI 3B PRODI S1 FARMASI SEKOLAH TIGGI ILMU KESEHATA BAKTI TUAS HUSADA TASIKMALAYA 2015 A. Tujuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA. Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan pakchoy di Indonesia Pakchoy (Brasicca chinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang berasal dari Tiongkok (Cina) dan Asia Timur, dan masuk ke Indonesia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Caisin Caisin (Brassica chinensis L.) merupakan tanaman asli Asia. Caisin dibudidayakan di Cina Selatan dan Tengah, di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia,

Lebih terperinci

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan

METODE EKSTRAKSI Ekstrak Ekstraksi 1. Maserasi Keunggulan METODE EKSTRAKSI Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan menstrum yang cocok, uapkan semua

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang- Cihideung. Sampel yang diambil adalah CAF. Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2015 Juli 2015, bertempat di Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Piroksikam 2.1.1 Sifat Fisikokimia Gambar 2.1.1 : Struktur Kimia Piroksikam Piroksikam merupakan salah satu obat analgesik yang mempunyai waktu paruh yang panjang. Piroksikam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA Botani TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman apel berasal dari Asia Barat Daya. Dewasa ini tanaman apel telah menyebar di seluruh dunia. Negara penghasil utama adalah Eropa Barat, negaranegara bekas Uni Soviet, Cina,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan.

Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. Lampiran 1. Identifikasi tumbuhan. 43 Lampiran 2. Gambar tumbuhan eceng gondok, daun, dan serbuk simplisia Eichhornia crassipes (Mart.) Solms. Gambar tumbuhan eceng gondok segar Daun eceng gondok 44 Lampiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apabila kita lihat pengertian aslinya, sebenarnya apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti penyimpanan. Dalam bahasa Belanda, apotek disebut

Lebih terperinci

Kromatografi tambahan. Imam S

Kromatografi tambahan. Imam S Kromatografi tambahan Imam S Kromatografi serapan Bentuk alat : mirip buret, didalamnya berisi, glass wool/kapas untuk penyangga, penyaring dari gelas yang dilapisi kertas saring, bahan isian kolom yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan bulan Maret 2013 di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. 3.2 Alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B pada pemerah pipi (blush on) yang beredar di Surakarta dan untuk mengetahui berapa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah tanaman dengan kode AGF yang diperoleh dari daerah Cihideng-Bandung. Penelitian berlangsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO

PHARMACY, Vol.06 No. 02 Agustus 2009 ISSN ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO Muhammad Irfan Firdaus*, Pri Iswati Utami * Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Jl. Raya

Lebih terperinci