BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Situ dan Perubahan Luas Situ di Kota Depok. Situ merupakan sumberdaya air permukaan yang penting bagi kehidupan

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

Bagi masyarakat yang belum menyadari peran dan fungsi Situ, maka ada kecenderungan untuk memperlakukan Situ sebagai daerah belakang

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian atau metodologi suatu studi adalah rancang-bangun

LOGO Potens i Guna Lahan

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

III. BAHAN DAN METODE

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

KARAKTERISTIK PEMEKARAN KOTA BOGOR DAN EVALUASINYA TERHADAP POLA RUANG SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana telah disepakati oleh para pakar mengenai wilayah perkotaan,

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB 2 LANDASAN TEORI. berkenaan dengan studi ketergantungan dari suatu varibel yaitu variabel tak bebas (dependent

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

Gambar 1. Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis regresi linier sederhana 2. Analisis regresi linier berganda. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB 2 LANDASAN TEORI

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB 2. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Deskripsi Pengelolaan Situ Rawa Badung. akibat pembangunan jalan dan pemukiman (lihat Gambar 3).

KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN LINDUNG MENJADI KAWASAN BUDIDAYA

Interpretasi dan Uji Ketelitian Interpretasi. Penggunaan Lahan vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat dan aktifitas penduduk di suatu daerah membawa perubahan yang

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

BAB 2 LANDASAN TEORI. Istilah regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galton. Menurut Galton,

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawah Tengah. DAS Garang terdiri dari tiga Sub DAS yaitu Kripik, Kreo

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

penamaan bagi danau yang memiliki ukuran yang kecil 1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumberdaya alam yang terdapat di suatu wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bulan November 2003 sampai dengan Bulan Mei 2004. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kota Depok (Gambar 4). 3.2. Penentuan Sampel dan Responden Teknik penetapan lokasi situ dilakukan secara non acak terpilih (purposive sampling) di daerah suburban (desakota) yaitu Kota Depok yang berbatasan langsung dengan Kota Jakarta dengan asumsi bahwa wilayah ini mengalami perubahan penggunaan lahan yang pesat akibat perembetan kenampakan perkotaan DKI Jakarta sehingga mempengaruhi luas situ. Pemilihan lokasi juga dilakukan pada daerah yang mengalami perubahan penggunaan lahan dengan luas situ lebih besar dari 5 hektar. Pembenaran ini dilakukan atas dasar pertimbangan dalam ketelitian pengukuran luas situ secara spasial dan ketersediaan data. Situ yang terpilih berjumlah 7 (tujuh) situ tersebar di Kecamatan Cimangggis 5 situ (Situ Cilangkap, Rawa Kalong, Pedongkelan, Tipar, dan Situ Jatijajar), Kecamatan Sukmajaya 1 situ (Situ Cilodong) serta Kecamatan Pancoran 1 situ (Situ Citayam). Distribusi ke tujuh situ tersebut terlihat pada Gambar 4. Adapun dalam pemilihan gambar terhadap seluruh situ tersebut diperoleh dari peta citra landsat tahun 1991. Sebaran situ terlihat jelas pada peta citra landsat tahun 1991 bila dibandingkan dengan peta citra landsat tahun 1997 dan 2001. Unit data yang dianalisis adalah desa/kelurahan yang berbatasan langsung dengan situ. Teknik pengambilan data dan informasi terhadap masyarakat 36

dilakukan secara non acak terpilih (purposive sampling). Responden adalah penduduk yang memiliki ketergantungan terhadap situ atau penduduk yang memanfaatkan situ yang berada di Daerah Tangkapan Air (DTA) situ. Pengambilan contoh dikumpulkan sebanyak 10% dari jumlah rumah tangga yang berada di wilayah cakupan situ yang mengalami konversi. Jumlah responden di masing-masing daerah tangkapan (DTA) wilayah situ dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Responden di Masing-masing DTA Wilayah Situ Jenis Situ Nama Situ Jumlah Penduduk di DTA situ (orang) Jumlah Sampel (10% dari Jumlah Penduduk) (orang) Total per Kelompok (orang) Situ yang relatif Cilodong 136 14 Alami Jatijajar 247 25 38 Situ yang Terpengaruh oleh Aktifitas Manusia Cilangkap 267 27 Citayam 241 24 Pedongkelan 256 26 Rawakalong 273 27 Tipar 252 25 129 Total Sampel (orang) 167 Sedangkan penetapan Daerah Tangkapan Air (DTA ) situ adalah wilayah yang memiliki keterkaitan langsung terhadap situ yang membentuk suatu ekosistem. Faktor-faktor yang memiliki keterkaitan tersebut meliputi hidrologi, kelerengan, tata guna lahan dan manusia. 3.3. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung (observasi), wawancara dan pengumpulan data sekunder seperti disajikan pada Tabel 4. 23

Tabel 4. Jenis data dan metode pengumpulannya No Sumber data Parameter A Data Sekunder 1. Data spasial 2. a. Peta topografi Kota Depok tahun 1990 dan 2000 skala 1:10.000 b. Citra Landsat tahun 1991 c. Citra Landsat tahun 1997 d. Citra Landsat tahun 2001 Luas dan jenis penggunaaan lahan Ketinggian lokasi situ 3. RTRW/RUTR Kota Depok Luas situ Karakteristik situ Jenis tanah 4. Data Statistik a. Potensi Desa tahun 1990, 1996, 2000 b. Kecamatan dalam angka tahun 1991,1993,1996,1998,2001 c. Kota Depok dalam angka tahun 1990 dan 2001 Jumlah penduduk desa Iklim Jarak desa ke kec. yang membawahi Jarak desa ke kab. yang membawahi Jarak desa ke kab terdekat 5. Laporan penelitian yang terkait dengan objek penelitian Data biofisik situ 6. Inventarisasi situ se Jabotabek Dinas Luas Situ Binamarga dan Pengairan PIPWCC dan Dinas PU Kab. Bogor B Data Primer 1 Kuesioner Karakteristik responden: umur, tingkat pendidikan dan pendapatan Persepsi terhadap eksistensi situ: fungsi situ Pemanfaatan situ untuk sumber air baku, perikanan, rekreasi, pembuangan limbah 2 Observasi Keanekaragaman hayati di areal situ: vegetasi di DTA dan di perairan situ Kondisi pintu air situ Jarak situ ke jalan aspal Keterangan: DS: data sekunder, O : observasi/pengamatan, W : Wawancara Jenis Data DS DS DS DS DS W W W,O W,O W,O 24

Situ Pedongkelan Situ Tipar Situ Rawa Kalong Lokasi Situ Situ Ctayam Situ Cilodong Situ Jatijajar Situ Cilangkap Gambar 2. Peta Distribusi Situ di Wilayah Penelitian 25

3.4. Analisis Data 3.4.1. Analisis Dinamika Perubahan Pemanfaatan Lahan di Kawasan Situ Analisis dinamika perubahan pemanfaatan lahan di sekitar kawasan situ (DTA situ) dan perubahan luas situ dilakukan secara deskriptif. Adapun daerah tangkapan air situ diukur dari titik terluar badan air situ sejauh 100 m ke arah luar. Pengumpulan data penggunaan lahan dan luas situ dilakukan pada tiga titik waktu yaitu tahun 1991,1997 dan tahun 2001 dilakukan melalui interpretasi citra penginderaan jauh. Pelaksanaan interpretasi citra dilakukan dalam tiga tahap: 1. Tahap persiapan Tahap ini meliputi tahap studi pustaka dan pengumpulan data penginderaan jauh (berupa citra landsat) tahun 1991, 1997 dan tahun 2001 dan data penunjang (Peta Rupa Bumi tahun 1990 & 2000 dan Peta Penggunaan Lahan Kota Depok). 2. Tahap interpretasi, uji lapang dan interpretasi ulang Kegiatan interpretasi meliputi interpretasi perubahan penggunaan lahan dan luas situ, penggambaran peta tematik hasil interpretasi, memplot data tematik ke peta kerja (hasil digitasi), pengeditan dan pelabelan peta tematik. Kegiatan uji lapang dengan melakukan pengecekan hasil interpretasi citra berupa tutupan lahan dengan pengamatan maupun pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan GPS untuk menentukan lokasi suatu titik. GPS adalah sistem pencarian posisi dengan akurasi tinggi berbasis satelit dan dapat diakses oleh siapapun dan dimanapun di seluruh permukaan bumi. Berikutnya interpretasi ulang bertujuan untuk menilai ulang dan memperbaiki data awal yang salah setelah pengecekan lapangan serta menambah 36

atribut yang kurang. Kegiatan ini meliputi tutupan lahan, perbaikan basis data dan perbaikan peta-peta tematik. Perbedaan penarikan batas satuan lereng, tutupan lahan hasil interpretasi dengan kenyataan di lapangan dikoreksi melalui interpretasi ulang. Dengan demikian kesalahan penarikan batas satuan lahan akan dapat diatasi. 3. Tahap penyajian hasil Penyajian hasil dan analisis peta tematik dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) melalui proses tumpang tindih terhadap peta tematik yaitu peta penggunaan lahan dan luas situ. Selanjutnya data olahan tersebut dianalisis untuk mengetahui: a. Kondisi dan penyebaran berbagai jenis penggunaan lahan di sekitar kawasan situ b. Identifikasi adanya alih fungsi lahan pada suatu periode waktu tertentu. c. Hubungan antara alihfungsi lahan dengan karakteristik situ, dengan mengkaji perubahan penggunaan lahan selama kurun waktu tertentu, perkembangan penduduk dan luasan kawasan situ. 3.4.2. Teknik Pendugaan Pertumbuhan Pendugaan pertumbuhan secara matematis dapat diduga dengan fungsi pertumbuhan atau peluruhan (growth/decay function) dari segala aspek. Model ini dapat digunakan untuk menduga perubahan seiring dengan waktu. Model pertumbuhan umum menggunakan persamaan sebagai berikut : Pertumbuhan = (t 1 -t 0 )/t 0 Dimana : t 0 = data pada tahun awal 27

t 1 = data pada tahun akhir Ada 2 (dua) model pertumbuhan yang sering dipakai yaitu (1) discrete time model dan (2) continuous time model. Model discrete time didasarkan pada asumsi bahwa pertumbuhan terjadi secara agregat dengan laju pertumbuhan yang relatif konstan, dengan persamaan sebagai berikut: Pt = Po (1+a) t Dimana: Pt = data pada tahun akhir Po = data pada tahun awal a = rata-rata penambahan/pengurangan Model ini digunakan untuk menduga laju perubahan luas situ dan perubahan penggunaan lahan periode tahun 1991 sampai dengan tahun 2001. Sedangkan continuous time model terdiri dari 3 (tiga) model yaitu : 1. Model Pertumbuhan Linier Model ini merupakan model pendugaan pertumbuhan dengan menggunakan asumsi bahwa perubahan laju pertumbuhan relatif konstan. Pt Pt = Po + át t 2. Model pertumbuhan eksponensial. Model ini merupakan model pertumbuhan yang didasarkan pada asumsi bahwa persentase laju pertumbuhan relatif berubah. 28

Pt Pt = Po exp ( át) t 3. Model Pertumbuhan Jenuh. Model ini merupakan model pertumbuhan dengan asumsi bahwa laju dan persentase pertumbuhan senantiasa berubah, dimana ada satu titik tertentu saat pertumbuhan akan berhenti/jenuh bahkan turun (leveling off). Pt Pt = (W exp (á + ât))/ (1+ exp (á + ât)) t Peubah yang diukur dengan menggunakan model ini adalah perubahan luas situ, perubahan penggunaan lahan dan pertumbuhan penduduk tahun 1991 hingga 2001. Model terbaik dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) terbesar. Umumnya model yang baik memiliki R 2 yang cukup tinggi, yaitu mendekati 1. 3.4.3. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Luas Situ. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua peubah yang diasumsikan berpengaruh terhadap perubahan luas situ, sebagai salah satu pertimbangan dalam melihat ada atau tidaknya hubungan sebab akibat antar peubah tersebut. Dalam analisis korelasi sederhana, keeratan hubungan antara dua peubah akan ditunjukkan apakah berkorelasi positif, negatif atau tidak 29

berkorelasi. Dua peubah dinyatakan berkorelasi positif bila memiliki kecenderungan yang searah. Sebaliknya, jika kedua peubah tersebut berkorelasi negatif dinyatakan memiliki kecenderungan tidak searah (berbanding terbalik). Dua peubah disebut tidak berkorelasi atau tidak memiliki hubungan sama sekali jika nilai koefisien korelasi mendekati nol. Hal ini berarti perubahan nilai pada salah satu peubah tidak diikuti oleh perubahan pada peubah lainnya. Koefisien korelasi yang menyatakan besarnya hubungan antara dua peubah dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : r xy xi yi [( xi )( yi )] 2 2 ( xi ) n yi 2 [ n xi ][ ( yi ) ] = 2 n dimana : n = ukuran populasi xi = nilai peubah x untuk anggota populasi ke-i yi = nilai peubah y untuk anggota populasi ke-i Selanjutnya dilakukan analisis regresi berganda (multiple regression) untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap luas situ. Persamaan model regresi berganda mencerminkan hubungan fungsional antara peubah tidak bebas (Y) dengan peubah bebas (X), dengan mengikuti model sebagai berikut: Y it = β + β X + β X +... + β X + ε 0 1 1it 2 2it p pit it Simbol, peubah dan unit analisis yang digunakan tertera pada Tabel 5. Pengujian hipotesis tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberadaan situ dilakukan dengan melihat besarnya koefisien regresi setiap faktor/peubah bebas dengan menggunakan uji F. 30

Nilai F hitung diperoleh dari persamaan: F hit = Jumlah kuadrat regresi / Derajat bebas regresi Jumlah kuadrat residu/ derajat bebas residu Kaidah pengujian:f hitung < F tabel terima Ho dan F hitung > F tabel tolak Ho Jika pengujian menolak Ho, maka model tepat untuk meramalkan pengaruh antara peubah bebas dengan peubah-peubah tidak bebas. Tabel 5. Peubah dan Unit Analisis Faktor yang Mempengaruhi Situ No Simbol Peubah Satuan Unit analisis 1. Y it Luas situ ke-i yang mengalami perubahan pada tahun t ha Luas genangan (badan air) 2. X1 it Jarak situ ke-i terhadap jalan aspal m DTA situ 3. X2 it Ketinggian situ ke-i mdpl DTA situ 4. X3 it Jarak desa pada lokasi situ ke-i ke kecamatan yang membawahi km Administrasi (Desa) 5. X4 it Jarak desa pada lokasi situ ke-i ke kabupaten yang membawahi km Administrasi (Desa) 6. X5 it Jarak desa pada lokasi situ ke-i ke kabupaten terdekat km Administrasi (Desa) 7. X6 it Kepadatan penduduk desa di sekitar situ ke-i pada tahun t jiwa/km Administrasi (Desa) 8. X7 it Luas pemukiman tahun t pada situ ke-i % DTA situ 9. X8 it Luas lahan kosong tahun t pada situ ke-i % DTA situ 10. X9 it Luas lahan pertanian tahun t pada situ ke-i % DTA situ 11. X10 it Luas tegalan tahun t pada situ ke-i % DTA situ 12. X11 it Luas vegetasi campuran tahun t pada situ ke-i % DTA situ 13. b 0,.., b 11 Koefisien regresi 14. E Galat 15. i Situ ke-i 16. t Waktu 3.4.4 Analisis Wawasan Masyarakat Sekitar Situ dan Pemanfaatan Situ Analisis ini berupa analisis deskriptif dengan menggunakan uji khi kuadrat dan uji beda nilai tengah pada dua karakteristik situ yang berbeda yaitu situ yang masih dikategorikan sebagai situ yang relatif alami dan situ yang terpengaruh oleh kegiatan manusia. Adapun parameter yang diuji adalah kondisi sosial ekonomi 31

masyarakat serta pendapat masyarakat terhadap eksistensi situ serta pemanfaatan situ. Simbol, peubah dan unit analisis yang digunakan tertera pada Tabel 6. Adapun penghitungan uji khi kuadrat mengikuti persamaan sebagai berikut: χ 2 k = Σ = i 1 ( Oi Ei) 2 Ei dimana: Oi = Jumlah responden yang diobservasi dikategorikan dalam baris ke-i Ei = Jumlah responden yang diharapkan di bawah Ho untuk dikategorikan baris ke-i k = banyaknya kategori db = (k-1) Selanjutnya penghitungan uji beda nilai rata-rata dilakukan uji t dengan menggunakan rumus: t = s x 1 1 n x 1 2 + 1 n 2 dimana: x 1 x 2 s n 1 n 2 = nilai rata-rata sampel pada situ alami = nilai rata-rata sampel pada situ yang terpengaruh oleh aktivitas manusia = simpangan baku = jumlah sampel pada situ alami = jumlah sampel pada situ yang terpengaruh oleh aktivitas manusia 32

Tabel 6. Peubah dan Unit Analisis Deskripsi Variabel Rumah Tangga Terkait dengan Pemanfaatan Situ. No Peubah Satuan Unit analisis 1. Umur kepala rumah tangga Kategorisasi Rumah tangga 2. Pendapatan rumah tangga yang bermukim di Kategorisasi Rumah tangga sekitar kawasan situ 3. Tingkat pendidikan formal anggota rumah Kategorisasi Rumah tangga tangga yang diteliti 4. Pemanfaatan situ untuk perikanan oleh rumah Kategorisasi Rumah tangga tangga 5. Pemanfaatan situ untuk rekreasi oleh rumah Kategorisasi Rumah tangga tangga 6. Penggunaan air situ oleh rumah tangga Kategorisasi Rumah tangga 7. Pemanfaatan situ sebagai tempat pembuangan Kategorisasi Rumah tangga limbah oleh rumah tangga 8. Situ sebagai tempat pembuangan limbah oleh Kategorisasi Rumah tangga industri/ pabrik 9. Partisipasi dalam pemeliharaan situ Kategorisasi Rumah tangga 10. Kondisi Situ Kategorisasi Rumah tangga 11. Penggunaan lahan dominan di sekitar situ Kategorisasi Rumah tangga 12. Fungsi situ Kategorisasi Rumah tangga 13. Pengurugan situ Kategorisasi Rumah tangga 1.7. Kerangka Berpikir Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan penduduk meningkat pula. Demikian juga dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat menyebabkan meningkatnya laju pembangunan. Akibatnya adalah semakin besarnya perubahan penggunaan lahan. Perubahan ini terjadi karena adanya faktor pendorong (driving force) diantaranya adalah faktor kelembagaan (kebijakan pemerintah), faktor fisik, sosial dan ekonomi. Secara spasial, penggunaan lahan di daerah perkotaaan dari waktu ke waktu akan mengalami perluasan wilayah ke arah pinggiran perkotaan. Umumnya pada wilayah pinggiran perkotaan ini penggunaan lahannya didominasi oleh lahan pertanian. Namun demikian, akibat terjadinya pergeseran arus urbanisasi telah menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan ke arah penggunaan perkotaan. Gejala ini ikut mempengaruhi nilai lahan. Peruntukan lahan yang 33

bernilai ekonomi rendah akan mengalami konversi ke peruntukan lahan yang bernilai ekonomi yang lebih tinggi. Terkait dengan perubahan penggunaan lahan, faktor lain yang ikut berperan penting adalah kedekatan dengan pusat pertumbuhan ekonomi dan pemerintahan. Juga ditambah dengan mudahnya wilayah tersebut dijangkau dengan sarana transportasi mempercepat pergeseran fungsi lahan menjadi kawasan pemukiman, industri dan kawasan terbangun lainnya. Aktifitas perkotaan memiliki dampak positif dan negatif terhadap kehidupan manusia dan lingkungan. Dampak negatif yang sangat penting dan memerlukan perhatian serius adalah kerusakan lingkungan. Kondisi ini bisa terjadi jika dalam kegiatan pembangunan tidak memperhatikan keberlanjutan sumberdaya alam. Kerusakan lingkungan yang sangat menonjol dan berpengaruh terhadap sistem penyangga kehidupan adalah kerusakan ekosistem situ. Ekosistem situ berfungsi sebagai sumber kehidupan seperti sumberdaya air, perikanan, rekreasi dan juga berperan dalam keseimbangan hidrologi diantaranya penampung air hujan dan pengendali banjir. Kerusakan ini banyak dipengaruhi oleh faktor biofisik dan sosial ekonomi seperti aksesibilitas, jenis penggunaan lahan, peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan ekonomi masyarakat. Situ yang berada pada wilayah yang mengalami urbanisasi akan mengalami pengurangan luas dan daerah tangkapan airnya karena perubahan penggunaan lahan terbangun sehingga memperkecil areal penyimpan air. Kondisi ini juga diperparah dengan perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi di sekitar situ yang berakibat buruk terhadap eksistensi situ. Pengurugan sebagian daerah 34

tangkapan situ dan badan air situ merupakan salah satu indikator penurunan luas situ. Disamping itu, pembuangan sampah domestik dan limbah industri mempercepat terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas badan air situ (water body). Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa semakin banyaknya lahan terbangun yang berada di sekitar kawasan situ mengakibatkan semakin besarnya air permukaan limpasan ketika musim hujan. Sebaliknya, areal resapan air berupa lahan bervegetasi (lahan hijau) yang berfungsi sebagai konservasi air dan tanah semakin mengecil sehingga terjadi erosi yang semakin besar, sehingga mempercepat terjadinya proses sedimentasi mengakibatkan kawasan situ tersebut mengalami pendangkalan. Demikian juga pembuangan limbah menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi suatu jenis hewan ataupun tumbuhan air yang tidak terkendali yang lebih dikenal dengan eutrofikasi seperti gulma dan eceng gondok. Akibat negatif yang ditimbulkan terhadap situ mengakibatkan pemanfaatan situ tidak optimal. Implikasi yang timbul adalah semakin sedikit jumlah dan jenis hewan atau pun tumbuhan yang bernilai ekonomi bagi masyarakat akibat semakin buruknya kualitas air situ. Selain itu, nilai estetika pemandangan di kawasan tersebut menurun sehingga tidak dapat lagi dimanfaatkan sebagai kawasan wisata. Demikian juga terjadi pengurangan kualitas dan kuantitas air tanah di sekitar situ yang pada gilirannya mempengaruhi ketersediaan air baku bagi kebutuhan masyarakat di sekitar situ. Secara rinci sistematika kerangka berpikir penelitian dan kerangka pendekatan operasional berturut-turut disajikan pada Gambar 1 dan 2. 35

Perubahan Penggunaan Lahan Pertumbuhan Penduduk Proses Urbanisasi Perubahan Lingkungan Penurunan Kualitas & Kuantitas Situ Sedimentasi Pendangkalan Pencemaran Air Situ Eutrofikasi Fisik Aksesibilitas Kelerengan Tata guna lahan Ketinggian desa dari permukaan laut Aspek Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Karakteristik masyarakat Wawasan masyarakat terhadap situ Pemanfaatan situ Pengurugan Situ Gambar 3. Kerangka Berpikir Penelitian 36

D a ta Landsat tahun 1991,1997& 2001 D a ta : Jum la h Penduduk tahun 1990,1992,1996& 2000 D a ta : Lua s Situ tahun 1988,1989& 1999 D a ta sekunder : 1. Data spasial seba ran situ 2. P eta Topografi K la sifika si A na lisis: M odel Linier, Eksponensial& Saturasi A na lisis D isc re te T im e Model R2 tertinggi Je nis Perubahan P e nggunaan La ha n D a ta Kepadatan P e nduduk tahun 1991,1997& 2001 D a ta Luas S itu tahun 1991,1997& 2001 D a ta : 1. Aksesibilitas 2. Ketinggian A na lisis Korelasi A na lisis R egresi Linier B e rga nda A na lisis D e skriptif D a ta Survey M asyarakat: 1. Kondisi S osial Ekonom i 2. P em anfaatan situ 3. Kontribusi A ktifitas M asyarakat te rha da p Eksistensi S itu A na lisis Deskriptif: U ji B eda R a ta -rata dan Khi kuadrat P e ruba ha n Lua s Situ D a ta Penunjang lainnya: 1. P engam atan di Lapangan 2. S tudi P ustaka Gambar 4. Kerangka Pendekatan Operasional Penelitian 37