BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti ini yang terjadi di negara negara berkembang ternyata lebih diwarnai oleh peningkatan jumlah penduduk yang tinggi. Kemudian secara tidak langsung telah menimbulkan suatu permasalahan permasalahan dalam pemanfaatan lahan. Jumlah penduduk yang semakin bertambah mengakibatkan meningkatnya berbagai aktifitas pembangunan diberbagai bidang dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Aktifitas pembangunan tersebut berupa pembangunan industri, permukiman, infrastruktur kota, fasilitas sosial, dan fasilitas ekonomi. Peningkatan aktivitas pembangunan terutama upaya pemenuhan hunian sebagai kebutuhan dasar manusia berdampak pada kebutuhan lahan yang semakin meningkat sebagai wadah aktivitas pembangunan tersebut (Yunus, 2005). Tingkat pertumbuhan penduduk kota yang tinggi serta tingginya aktivitas sosial ekonomi kota menimbulkan tuntutan kebutuhan tempat tinggal yang semakin memadai. Hal ini menyebabkan kebutuhan lahan untuk pembangunan perumahan, prasarana maupun kebutuhan lainnya semakin besar pula sejalan dengan kebutuhan perumahan. Namun, hal tersebut tidak didukung dengan ketersediaan lahan yang memadai. Ketersediaan lahan yang semakin sedikit membuat nilai lahan semakin tinggi sementara kebutuhan untuk hunian semakin tinggi, mengakibatkan lokasi hunian semakin berkembang di pinggiran kota (Neuman dalam Ismail, 2003). Ada beberapa faktor yang diduga menjadi pertimbangan oleh pengembang dalam pembangunan perumahan sehingga mengakibatkan adanya pemanfaatan lahan di pinggiran kota menjadi 1

2 2 lebih besar. Menurut Jayadinata (1999) perkembangan perumahan perkotaan cenderung berkembang secara horizontal yang mengarah keluar dan sering terjadi di pinggiran kota yang masih berupa lahan pertanian, dimana lahan masih murah dan dekat dengan akses jalan yang mengarah ke kota. Hal ini yang menyebabkan sering terjadinya pengembangan lahan untuk perumahan yang berbanding terbalik dengan semakin menurunnya ketersediaan lahan pertanian. Beberapa kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi konversi lahan untuk kebutuhan perumahan, maka dalam waktu yang cepat disekitarnya juga terkonversi secara progresif (Irawan, 2005). Hal ini jika tidak ditanggulangi dengan perencanaan yang matang, maka berpengaruh pada perubahan fungsi lahan yang juga mempengaruhi iklim mikro dan resapan air, sehingga mengakibatkan masalah antara lain kurangnya area resapan air, kurangnya keberlangsungan ruang terbuka hijau kota, perubahan iklim mikro, banjir, serta sosial ekonomi masyarakat petani yang kehilangan mata pencaharian sebagai petani. Kota Surabaya sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur memiliki kecenderungan perkembangan kota yang sangat cepat melebihi kota-kota lain yang berada dalam sub-ordinasinya. Pertumbuhan penduduk di Kota Surabaya yang besar menunjukkan indikasi akibat meningkatnya urbanisasi maupun pertumbuhan alami penduduk. Jumlah penduduk Kota Surabaya pada tahun 2010 sebesar jiwa, angka ini meningkat sebesar 0,63% dari tahun 2000 (Hasil Sensus Penduduk, 2010). Perkembangan fisik kota cenderung lebih pesat begitu pula perkembangan perumahannya. Surabaya Dalam Angka tahun 1998 menyebutkan bahwa pada tahun 1993 luas sawah di Kota Surabaya adalah lebih dari 3000 hektar (Ha), namun dalam kurun waktu lima tahun luas sawah telah menyusut lebih dari setengahnya. Sebagian besar diakibatkan oleh semakin berkembangnya pembangunan perumahan terutama oleh para pengembang. Sampai tahun 2000 tercatat terdapat 27 perumahan yang telah terbangun (Kwanda, 2000). Hal ini juga sama terjadi di wilayah Surabaya Barat, khususnya kecamatan-kecamatan yang memiliki lahan pertanian,

3 3 yaitu Kecamatan Lakarsantri, Kecamatan Sambikerep, dan Kecamatan Pakal. Hal ini penting mengingat lahan pertanian Surabaya sebagian besar terletak di Surabaya Barat mencapai lebih dari 70% dari luas pertanian total di Surabaya yang banyak dikelola oleh petani setempat (Survei Pertanian, 2013). Luas lahan pertanian di Kecamatan Lakarsantri menurut Surabaya Dalam Angka pada tahun 2000 adalah seluas 785 Ha dan luas lahan perumahan seluas 751 Ha. Tahun 2010, luas lahan pertanian di kecamatan Lakarsantri berkurang menjadi 507 Ha dengan luas lahan perumahan meningkat menjadi 881 Ha dalam kurun waktu 10 tahun. Luas lahan pertanian pada tahun 2000 di Kecamatan Pakal adalah 506 Ha dengan luas lahan perumahan 93 Ha, namun pada tahun 2010 luas lahan pertanian tersebut berkurang menjadi 410 Ha yang diikuti dengan peningkatan luas lahan perumahan menjadi 157,5 Ha. Hal serupa terjadi pada Kecamatan Sambikerep, dimana pada tahun 2000 luas lahan pertanian tercatat seluas 747 Ha dengan lahan perumahan seluas 562 Ha. Sebagaimana yang terjadi pada dua kecamatan sebelumnya, Kecamatan Sambikerep juga mengalami penurunan luas lahan pertanian pada tahun 2010 menjadi 587 Ha dan untuk lahan perumahan meningkat menjadi seluas 577 Ha. Terkait dengan semakin meluasnya konversi lahan pertanian untuk perumahan di Surabaya, hal ini sangat memprihatinkan mengingat saat ini setiap tahun lahan pertanian berkurang sekitar 100 Ha dan lahan pertanian diperkirakan habis 15 tahun lagi. Ini sangat disayangkan karena pertanian di Kota Surabaya masih dikelola dengan baik oleh petani setempat, seperti lahan pertanian di Kelurahan Made Kecamatan Sambikerep yang dijadikan pusat penghasil sayur dan buah yang berkualitas baik (Survei Pertanian, 2013). Akibat lahan yang makin berkurang, banyak petani yang kehilangan pekerjaan dan terpaksa mencari lahan pertanian di luar Kota Surabaya seperti di Gresik, Sidoarjo, dan Jombang. Hilangnya lahan pertanian juga menyebabkan lahan pertanian yang lain terdampak banjir dan terpaksa juga mengalami konversi. Sekarang hilangnya lahan pertanian di Surabaya sangat nyata terjadi tanpa terkendali. Padahal dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

4 4 Kota Surabaya tahun 2007 sudah dijelaskan bahwa lahan wilayah konservasi yang terdiri dari lahan pertanian wajib dipertahankan sebagai ruang terbuka hijau kota. Terlebih pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) yang didasarkan pada kekhawatiran pemerintah terhadap krisis makanan dan krisis lingkungan. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa lahan pertanian di wilayah kota harus dilindungi. Namun kenyataannya penegakan hukum untuk melindungi lahan pertanian yang tersisa di Surabaya Barat tidak berjalan dengan baik karena lahan pertanian kebanyakan sudah dikuasai pengembang dan siap untuk dialihfungsikan menjadi perumahan (hasil wawancara Dinas Pertanian Kota Surabaya, 2013). Berdasarkan uraian diatas, perubahan lahan pertanian ke non-pertanian berupa perumahan yang terjadi begitu cepat tanpa diimbangi dengan rencana pengendalian yang tepat yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif di Surabaya Barat menjadi perhatian dalam penelitian ini. Belum diketahuinya keterkaitan antara perkembangan perumahan dengan penurunan drastis lahan pertanian secara progresif sangat penting untuk dijelaskan lebih lanjut karena perkembangan permukiman dan perumahan diperkirakan terus mempengaruhi keberadaan lahan pertanian di Surabaya Barat. Berdasarkan permasalahan diatas, studi ini bertujuan untuk lebih mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian menjadi perumahan di Surabaya Barat. 1.2 Rumusan Permasalahan Persoalan utama berdasarkan latar belakang penelitian diatas adalah belum teridentifikasinya faktor-faktor yang mempengaruhi pesatnya perubahan lahan pertanian menjadi perumahan di Surabaya Barat. Persoalan utama tersebut dijabarkan dalam pertanyaan penelitian: Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian menjadi perumahan di Surabaya Barat?

5 5 1.3 Tujuan dan Sasaran Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan lahan pertanian menjadi perumahan di Surabaya Barat. Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran studi yang perlu dilakukan adalah : a. Menganalisis karakteristik perubahan pemanfaatan lahan pertanian di Surabaya Barat b. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan pemanfaatan lahan pertanian menjadi perumahan di Surabaya Barat 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup studi ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu ruang lingkup wilayah, ruang lingkup pembahasan, dan ruang lingkup substansi Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini difokuskan pada wilayah kecamatan yang merupakan bagian dari Surabaya Barat, yaitu Kecamatan Sambikerep, Kecamatan Pakal, Kecamatan Lakarsantri. Kecamatan Benowo dan kecamatan lainnya tidak masuk dalam kajian penelitian dikarenakan penggunaan lahannya didominasi oleh tambak dan lainnya selain pertanian (Surabaya Dalam Angka, 2011). Adapun batas administrasi yang menjadi wilayah penelitian sebagai berikut disajikan pada Peta Ruang Lingkup Pembahasan Penelitian ini membahas perubahan fungsi lahan pertanian ke non-pertanian di Surabaya Barat meliputi Kecamatan Lakarsantri, Sambikerep, dan Kecamatan Pakal yang dilakukan dengan menganalisis faktor faktor penyebab perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada lahan pertanian di Surabaya Barat.

6 Ruang Lingkup Substansi Penelitian ini membahas mengenai perubahan pemanfaatan lahan pertanian menjadi perumahan. Pengembangan perumahan difokuskan dalam pengembangan perumahan oleh pengembang. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini dapat dikategorikan ke dalam dua hal, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis Manfaat Teoritis Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan terkait teori tata guna lahan terutama faktor-faktor yang berpengaruh dalam perubahan lahan dan implementasinya dalam pengembangan perumahan oleh pengembang dan pengaruhnya terhadap lahan pertanian Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah hasil penelitian nantinya dapat menjadi masukan bagi pemerintah Kota Surabaya dalam perencanaan pembangunan kawasan penelitian. 1.6 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penilitian ini adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Berisi latar belakang dilakukan studi, rumusan masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan dan sasaran, ruang lingkup wilayah studi, pembahasan dan substansi, manfaat penelitian serta sistematika pembahasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

7 7 Merupakan hasil studi literatur teoritis dan normatif yang berupa dasar-dasar teori dan referensi-referensi yang berkaitan dengan pengembangan perumahan oleh pengembang dan konversi lahan pertanian. BAB III METODE PENELITIAN Membahas tentang pendekatan dan jenis penelitian, metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, metode analisis, dan tahapan penelitian. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini berisi tentang gambaran umum dan analisis. Pada bab ini membahas data yang didapatkan serta proses analisis dalam penelitian, sehingga tercapai tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk menjelaskan faktor peubah lahan pertanian menjadi perumahan di Surabaya Barat yang meliputi Kecamatan Sambikerep, Kecamatan Pakal, dan Kecamatan Lakarsantri. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini merupakan hasil akhir dari analisis penelitian, dimana berisi tentang kesimpulan serta rekomendasi untuk perencanaan dan penelitian selanjutnya.

8 8 (halaman ini sengaja dikosongkan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kota megapolitan yang memiliki peran sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanah sebagai salah satu sumber daya yang akan mendorong manusia dalam kehidupannya untuk berperilaku secara unik terhadap tanah atau bidang tanah tersebut. Tanah

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR

KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR Oleh : M. HELWIN SETIAWAN L2D 099 434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN MENJADI KELAPA SAWIT DI BENGKULU : KASUS PETANI DI DESA KUNGKAI BARU 189 Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar belakang I.I Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat di wilayah perkotaan berdampak pada bertambahnya fungsi-fungsi yang harus diemban oleh kota tersebut. Hal ini terjadi seiring

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036 EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO

DAMPAK PERTUMBUHAN INDUSTRI TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA DI KABUPATEN SIDOARJO Judul : Dampak Pertumbuhan Industri Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kabupaten Sidoarjo SKPD : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo Kerjasama Dengan : - Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

MEKANISME SUBSIDI ANGKUTAN UMUM PADA TRAYEK UTAMA SEBAGAI AKIBAT KENAIKAN HARGA BBM DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MEKANISME SUBSIDI ANGKUTAN UMUM PADA TRAYEK UTAMA SEBAGAI AKIBAT KENAIKAN HARGA BBM DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MEKANISME SUBSIDI ANGKUTAN UMUM PADA TRAYEK UTAMA SEBAGAI AKIBAT KENAIKAN HARGA BBM DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arief Munandar L2D 005 346 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka konservasi sungai, pengembangan

Lebih terperinci

Executive Summary BAB I PENDAHULUAN

Executive Summary BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempat tinggal atau hunian merupakan kebutuhan yang mendasar bagi setiap warga kota. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal tersebut, diperlukan suatu

Lebih terperinci

Renstra Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat 2011-2015 BAB I. PENDAHULUAN

Renstra Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat 2011-2015 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan pertanian secara umum dan pembangunan sub sektor Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan daerah Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Kondisi Ekonomi dan Kebijakan Sektor Pertanian. menjadi krisis multi dimensi yang dialami bangsa Indonesia ternyata sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1. Kondisi Ekonomi dan Kebijakan Sektor Pertanian. menjadi krisis multi dimensi yang dialami bangsa Indonesia ternyata sangat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kondisi Ekonomi dan Kebijakan Sektor Pertanian Sejak terjadinya krisis ekonomi pada bulan Juli 1977 yang berlanjut menjadi krisis multi dimensi yang dialami bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat, sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat, sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalan merupakan fasilitas transportasi yang paling sering digunakan oleh sebagian besar masyarakat, sehingga mempengaruhi aktifitas sehari-hari masyarakat. Jalan sebagai

Lebih terperinci

Iklim Usaha di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU): Kajian Kondisi Perekonomian dan Regulasi Usaha

Iklim Usaha di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU): Kajian Kondisi Perekonomian dan Regulasi Usaha Menuju Kebijakan Promasyarakat Miskin melalui Penelitian Iklim Usaha di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU): Kajian Kondisi Perekonomian dan Regulasi Usaha Deswanto Marbun, Palmira Permata Bachtiar, & Sulton

Lebih terperinci

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 10/PRT/M/2015 TANGGAL : 6 APRIL 2015 TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BAB I TATA CARA PENYUSUNAN POLA PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH Dalam Bab ini diuraikan secara mendetail mengenai gambaran umum kondisi Kabupaten Banyuwangi. Secarasistematis bahasan diurutkan berdasarkan sub bab aspek geografi dan

Lebih terperinci

KEPEDULIAN NELAYAN DALAM IKUT SERTA MELESTARIKAN LINGKUNGAN PESISIR

KEPEDULIAN NELAYAN DALAM IKUT SERTA MELESTARIKAN LINGKUNGAN PESISIR KEPEDULIAN NELAYAN DALAM IKUT SERTA MELESTARIKAN LINGKUNGAN PESISIR (Studi Kasus: Di Desa Purworejo, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak) SKRIPSI Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Sosiologi dan Antropologi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1 P a g e 2 P a g e Daftar Isi DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1.1. Latar Belakang...14 1.2. Perumusan Masalah...16

Lebih terperinci

upaya mewujudkan tujuan Nasional. Selanjutnya pendidikan luar sekolah

upaya mewujudkan tujuan Nasional. Selanjutnya pendidikan luar sekolah BAB I PNDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Pendidikan Luar Sekolah dalam Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan Luar Sekolah sebagai sub sistem dari pendidikan nasional menurut Undang-undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengembangan Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) kini tengah digencarkan oleh pemerintah tepatnya Kementerian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengembangan Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) kini tengah digencarkan oleh pemerintah tepatnya Kementerian BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengembangan Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) kini tengah digencarkan oleh pemerintah tepatnya Kementerian Perumahan Rakyat. Pembangunan Rusunawa termasuk Rusunawa

Lebih terperinci

PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLP-BK) DESA SIRNAJAYA KEC.TAROGONG KALERKABUPATEN GARUT, PROPINSI JAWA BARAT TAHUN

PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLP-BK) DESA SIRNAJAYA KEC.TAROGONG KALERKABUPATEN GARUT, PROPINSI JAWA BARAT TAHUN PROGRAM PENATAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN BERBASIS KOMUNITAS (PLP-BK) DESA SIRNAJAYA KEC.TAROGONG KALERKABUPATEN GARUT, PROPINSI JAWA BARAT TAHUN 2013-2018 Halaman Pengesahan (RTPLP) Program Penataan Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI

IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI IDENTIFIKASI BENTUK-BENTUK INVESTASI PENGELOLAAN LINGKUNGAN OLEH SEKTOR INDUSTRI (Studi Kasus: PT Coca Cola Bottling Indonesia Divisi Jawa Tengah, PT. Leo Agung Raya, PT Djarum Kudus, dan Sentra Industri

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT 1 TINGKAT PARTISIPASI WARGA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT (Kasus: Kampung Hijau Rawajati, RW 03, Kelurahan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Kotamadya Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH 2030 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

FUNGSI TAMBAHAN (ACCESSORIES USE) TERHADAP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERUMAHAN: TESIS

FUNGSI TAMBAHAN (ACCESSORIES USE) TERHADAP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERUMAHAN: TESIS FUNGSI TAMBAHAN (ACCESSORIES USE) TERHADAP PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERUMAHAN: STUDI KASUS KAWASAN JALAN RAYA UTAMA BINTARO KOTA TANGERANG SELATAN TESIS Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Program

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012-2016

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012-2016 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2012-2016 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2012

Lebih terperinci