BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

I.1. PERMASALAHAN I.1.1.

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1986, h Afra Siauwarjaya, Membangun Gereja Indonesia 2: Katekese Umat dalam Pembangunan Gereja

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Oikumenikal dan Evangelikal.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dengan sengaja ditulis Calvinis, bukan Kalvinis, karena istilah ini berasal dari nama Johannes Calvin.

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasahan. 1. Latar Belakang Masalah

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dr. Harun, Iman Kristen (Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia), 2001, hlm

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dalam komunitas sebagai anggota gereja (Gereja sebagai Institusi). 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. 1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN

HIMNE GMIT : Yesus Kristus Tiang Induk Rumah Allah. Bagian I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

KISI-KISI PENULISAN SOAL ULANGAN SEMESTER GENAP (II) TAHUN PELAJARAN

BAB I Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Permasalahan. I.1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gereja di Papua yang dikenal sebagai Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP)

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latarbelakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

PEMAHAMAN MAKNA LITURGI (Studi Mengenai Makna Warna-warna Liturgis dalam Pemahaman Jemaat Gereja Kristen Protestan Bali/GKPB)

BAB I PENDAHULUAN. dengan keberadaannya. Dari ajaran resmi yang dituangkan di dalam Pokok-

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. dalam keluarga dengan orang tua beda agama dapat dipahami lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS)

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Keadaan Umum Gereja Saat Ini

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TERHADAP PENGHAYATAN ROH KUDUS JEMAAT KRISTEN INDONESIA INJIL KERAJAAN DI SEMARANG

BAB I. Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I. Pendahuluan Latar Belakang Kajian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.

UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW

UKDW BAB I. PENDAHULUAN

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

Bab I Pendahuluan UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Bab I Pendahuluan. A. Latar Belakang Permasalahan. Gereja Kristen Protestan di Bali, yang dalam penulisan ini selanjutnya disebut

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN UKDW

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN (BNKP) NOMOR 04/BPMS-BNKP/2008

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lih. Kis 18:1-8 2 The Interpreter s Dictionary of the Bible. (Nashville : Abingdon Press, 1962). Hal. 682

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Dr. Harun Hadiwijono, Inilah Sahadatku, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015), hlm. 12 2

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal sebagai suatu organisme yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Gereja sebagai persekutuan sekaligus sebagai suatu organisme pada saat ini merupakan wujud atau hasil perkembangan dari jemaat kristen mula-mula ( Kisah Para Rasul 2:41-47) yang lahir dari sebuah gerakan sosial keagamaan yang dipelopori oleh Yesus 1. Dimulai dari gerakan sosial keagamaan hingga kepada sebuah jemaat kristen perdana, yang kemudian melalui perjalanan panjang berabad-abad persekutuan orang-orang percaya ini mengalami perkembangan hingga berbentuk gereja seperti pada sekarang ini. Gereja sebagai organisme yang hidup merupakan karya Roh Kudus yang juga melibatkan peran serta orang-orang percaya. Keberadaan gereja juga dipahami sebagai bagian dari dunia, bagian dari zaman yang berkembang, bagian dari suatu tempat di mana ia berada, dan bagian dari masyarakat dunia, hal-hal ini disebut juga dengan konteks. Gereja sebagai organisme yang hidup tidak bisa terlepas dari konteks, artinya gereja akan dapat terus hidup apabila gereja terus merespon konteksnya. Gereja perlu berdialog dengan konteksnya, karena konteks senantiasa berubah. Dengan demikian gereja dituntut untuk selalu dinamis menyikapi perubahan-perubahan yang ada. Hal ini bertujuan agar gereja dapat menghadirkan damai sejahtera dari Allah kepada dunia. Perubahan zaman serta perkembangan pemikiran manusia turut menjadi bagian historis dari perjalanan panjang gereja. Berbagai pemikiran tentang gereja muncul dan berkembang pada masa lalu membentuk suatu sejarah yang mengandung nilai-nilai teologis yang berguna bagi keberadaan gereja pada masa sekarang. Oleh karena itu gereja tidak mungkin akan bertahan tanpa adanya perubahan, karena bila gereja tidak melakukan perubahan-perubahan, maka itu sama artinya bahwa gereja bersifat defensif yakni mempertahankan diri dalam bentuk lama dan terjebak pada sikap konservatif yang tertutup pada perubahan 2. Tanpa menyikapi perubahan maka timbul kesulitan 1 Gerd Theissen, Gerakan Yesus, Sebuah Pemahaman Sosiologis Tentang Jemaat Kristen Perdana, Ledalero, Maumere, 2005, hlm. 1-2 2 band. pendapat Pdt. Eka Darmaputera, Menuju Teologi Kontekstual di Indonesia, dalam Konteks Berteologi di Indonesia, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1988, hlm. 8-9 1

tersendiri bagi gereja, yakni bagaimana gereja dapat berperan sebagai garam dan terang di tengahtengah dunia. Selain itu gereja juga akan mengalami kesulitan dalam perannya sebagai komunitas eskatologis yang menantikan kegenapan Kerajaan Allah, apabila gereja tidak melaksanakan panggilan dan pengutusannya. Lagu yang berjudul Gereja Bagai Bahtera 3 merefleksikan juga makna gereja sebagai sebuah bahtera di tengah perjalanannya. Namun apabila yang digunakan adalah bahtera kuno dan tua yang tidak laik berlayar di tengah gelombang besar, lalu bagaimana dengan nasib penumpang-penumpangnya. Sifat dinamis gereja juga diperlukan dalam menyatakan fungsi-fungsinya. Persekutuan, kesaksian dan pelayanan adalah fungsi-fungsi gereja dalam rangka menghadirkan Kerajaan Allah di dunia. Ketiga fungsi ini sebenarnya telah dilakukan oleh komunitas gereja perdana. Dan hal ini menjadi acuan bagi gereja di tengah kehadirannya pada masa kini. Tentu saja konteks zaman serta tempat gereja perdana pada waktu itu sangat berbeda dengan konteks gereja zaman ini khususnya di Indonesia. Hans Küng mengatakan tidak mungkin hanya mempertahankan gereja sepanjang masa dalam bentuk aslinya seperti gereja purba. Zaman yang berubah-ubah menuntut bentuk yang berubah-ubah. 4 Pernyataan Hans Kung ini merupakan sebuah dorongan bagi upaya kontekstualisasi dari kehadiran gereja. Artinya bagaimana kehadiran gereja dapat dirasakan oleh banyak orang, sehingga danai sejahtera dapat benar-benar dirasakan oleh banyak orang. Realitas yang menonjol di dalam konteks kehidupan bangsa Indonesia ialah kemajemukan serta kemiskinan yang mencerminkan sebagian realitas wajah kemiskinan di Asia 5. Gereja-gereja di Indonesia berada di tengah-tengah realitas seperti ini. Sebuah realitas di mana pluralitas agama, kebudayaan, situasi sosial-ekonomi serta kemiskinan menjadi isu-isu yang berkembang di tengah perjalanan gereja-gereja di Indonesia. Dan memang kita harus jujur bahwa realitas ini terutama kemiskinan dialami juga oleh jemaat gereja-gereja di Indonesia. Realitas kemiskinan tidak terlepas dari perkembangan zaman yaitu modernisasi, dan globalisasi. Arus modernisasi membawa banyak perubahan selain kemiskinan itu sendiri, di antaranya yaitu individualisasi, eksklusifisme, bahkan sekularisasi. Dan tidak disangkal bahwa pengaruh dari hal-hal ini dapat dirasakan juga oleh jemaat atau gereja. 3 Sinode Am GKI, Nyanyian Kidung Baru, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1997, No. 111 4 Hans Küng, The Church, (Search Press, 1968), hal. 263 5 band. R.S. Sugirtharajah, Wajah Yesus di Asia, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003, hal. 201 2

Dalam situasi seperti demikian jemaat juga pada akhirnya harus bergelut dengan pergumulan-pergumulan hidup yang semakin berat. Selain itu sebagai dampak dari arus globalisasi, pola pikir orang-orang semakin kritis dan berkembang tidak terkecuali jemaat. Ketika gereja tidak dapat menyikapi perubahan-perubahan yang ada terutama imbas modernisasi dan globalisasi, maka tidak tertutup kemungkinan jemaat tidak akan dapat melihat dan merasakan secara kongkrit kehadiran gereja yang selalu dikatakan membawa damai sejahtera. Sehingga damai sejahtera hanya cukup menjadi hal yang tidak mendarat pada realita kehidupan jemaat. Selain itu pemberitaan injil hanya terjalin satu arah saja, artinya berita injil tidak memiliki makana yang kongkrit di dalam kehidupan jemaat. Gereja Kristen Indonesia di mana penyusun menjadi anggota jemaatnya merupakan bagian dari gereja-gereja di Indonesia yang juga turut melaksanakan misi Allah melalui wujudnya sebagai jemaat-jemaat, klasis-klasis, sinode wilayah- sinode wilayah, serta sinode 6. Wujud ini tentunya juga dipahami sebagai satu kesatuan tubuh Kristus, sebagai gereja Kristus. Dengan sistem pemerintahan presbiterial-sinodal yang merupakan warisan tradisi reformatoris Calvinis 7, maka sebenarnya sangat terbuka suatu ruang bagi jemaat untuk mengembangkan pemikiran dan menjadi jemaat yang mandiri. Selain itu tradisi Calvinis tidak dapat dilepaskan dari bentuk organisasi gereja yang teratur. Sehingga ekklesiologi Calvin yang menekankan keteraturan ini banyak dianut gereja-gereja di dunia termasuk gereja-gereja di Indonesia. Namun jika melihat gereja hanya dalam bentuk organisasi saja maka secara tidak langsung menghilangkan makna teologis dari hakikat gereja itu sendiri. Sehingga gereja tidak menjadi sarana yang menjembatani hubungan manusia dengan Allah. 8 Tradisi Calvin mengenai bentuk organisasi gereja memang membawa pengaruh terhadap cara-cara pengelolaan gereja, baik dari aspek manajemen gereja, aspek kepemimpinan serta kebijakan-kebijakan. Pengelolaan gereja serta kepemimpinan gereja pada akhirnya menjadi sorotan, apakah keberadaannya menolong jemaat bertemu Tuhan ataukah sebaliknya. Selain itu GKI juga masih menghadapi tantangan lain. Banyaknya jumlah jemaat yang tersebar di berbagai tempat membawa tantangan tersendiri bagi GKI di dalam menjalani kehidupan bergereja, pengelolaan gereja, dan yang terpenting ialah dalam usahanya melaksanakan tugas-tugas 6 lih. Tata Gereja GKI, Jakarta, BPMS GKI, 2003, hal 15 pasal 1 butir 1 7 Chris de Jonge, Ekklesiologi, Penataan Gereja dan Jabatan Gerejawi Menurut Yohanes Calvin, dalam Penuntun Buletin Gereja dan teologi, Jakarta,GKI Sin.Wil. Jabar, 1995, hal 245-248 8 band. pendapat Calvin tentang gereja yang benar, dalam Yohanes Calvin, Institutio Pengajaran Agama Kristen (terj.), Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2005, hlm. 225 3

gereja. Kemudian keanekaragaman latar belakang jemaat seperti latar belakang pendidikan, profesi, ekonomi, sosial, budaya, bahkan pemahaman tentang iman kristen pada akhirnya mempengaruhi jemaat GKI di dalam menjalani kehidupan bergerejanya, pelayanannya serta pengelolaan gereja. Bicara tentang kehidupan bergereja, pelayanan, serta pengelolaan gereja, maka tidak lepas dari misi gereja. Misi gereja dipahami oleh GKI sebagai misi Allah yaitu karya penyelamatan Allah di dunia. 9 Kemudian misi gereja atau misi Allah ini tidak dapat pula dilepaskan dari ekklesiologi atau pemahaman teologis tentang gereja yang dihayati oleh GKI. GKI merumuskan ekklesiologinya yaitu bahwa gereja adalah persekutuan yang esa dari orang-orang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juruslamat dunia. 10 Melalui rumusan ekklesiologis ini hendak ditegaskan oleh GKI bahwa anggota-anggota gerejalah yang mempunyai kedudukan yang menentukan dalam keberadaan gereja, dan yang dengan demikian berperan utama dalam pelaksanaan misi gereja. 11 Berkaitan dengan peran utama jemaat di dalam melaksanakan misi gereja, tidak berarti bahwa peran dari jabatan gerejawi disingkirkan atau tidak ada sama sekali. Keberadaan jabatan-jabatan atau pejabatpejabat gerejawi tetap penting, namun tidak menempati posisi yang dominan atau bahkan menguasai kehidupan gereja. B. Permasalahan Permasalahan yang hendak penyusun singgung dalam tulisan ini ialah masalah kepemimpinan GKI yang tercermin di dalam rumusan-rumusan kepemimpinan di dalam Tata Gereja GKI. Rumusan-rumusan kepemimpinan dalam Tata Gereja GKI yang penyusun permasalahkan yaitu tentang persidangan-persidangan gerejawi. 12 Berdasarkan rumusan-rumusan kepemimpinan tersebut penyusun melihat bahwa ada pola kepemimpinan yang mengatur kebijakan-kebijakan Majelis Jemaat sehingga proses pembangunan jemaat tidak dapat berjalan semestinya. Dalam praksis kepemimpinan GKI, penyusun mengangkat masalah pemberlakuan Liturgi GKI sebagai contoh kasus yang di dalamnya termuat penyeragaman bacaan leksionari. Contoh kasus ini menurut penyusun juga merupakan suatu masalah serius dalam hal kepemimpinan di GKI. Pemberlakuan liturgi GKI baru yang mulai diberlakukan pada Minggu Adven I tahun 2006 13 ini 9 Tata Gereja GKI, 2003, op.cit. hal. 3 10 Ibid 11 Lih. Lazarus Purwanto, Mengenal Ekklesiologi GKI, dalam Selisip Buletin Sinode, Jakarta, BPMSW Sin.Wil. Jabar, Edisi Juli-Agustus 2003, hal. 15 12 Tata Gereja GKI, 2003, op.cit, hal. 21 point 5 13 BPMS GKI, Liturgi GKI, Jakarta, BPMS GKI, 2006, hal. vii 4

hendak penyusun singgung dari sudut pandang kebijakan yang dalam hal ini ditetapkan oleh pimpinan pada lingkup sinode. Jadi dalam hal ini penyusun tidak akan secara khusus membahas tentang makna atau esensi dari liturgi itu sendiri dalam peribadahan. Pemberlakuan Liturgi GKI dan leksionarinya ini telah disahkan oleh Majelis Sinode GKI dalam persidangannya yang ke-14 pada bulan November 2005 di Bali. 14 Penyusun melihat bahwa kebijakan pemberlakuan penyeragaman liturgi baru ini bersifat top-down. Sehingga kebijakan ini hanya menjadi kebijakan dari pimpinan di lingkup sinode GKI yang tidak memuat peranan jemaatjemaat lokal. Oleh karena itu ketika penyeragaman liturgi baru ini diberlakukan terjadi banyak pro kontra khususnya di jemaat lokal, pemberlakuan liturgi baru ini begitu mengejutkan di banyak jemaat GKI. Menurut penyusun kebijakan yang bersifat top-down ini tidak sesuai dengan ekklesiologi GKI yang terkandung di dalam Mukadimah Tata Gereja GKI karena kebijakan model ini tidak mengarah pada pemberdayaan jemaat setempat atau lokal. Padahal ekklesiologi yang dirumuskan oleh GKI di dalam Mukadimah memberi peran utama kepada keberadaan anggotaanggotanya sebagai satu persekutuan. Selain masalah pemberlakuan liturgi GKI (penyeragaman leksionari) ini, penyusun juga menyertakan contoh kasus yang lain yaitu masalah penggembalaan khusus bagi lembaga kemajelisan jemaat. Masalah penggembalaan khusus bagi lembaga kemajelisan jemaat ini tercantum di dalam konsep amandemen Tata Gereja GKI. Mengenai penggembalaan khusus ini penyusun mempersoalkan kebijakan Majelis Sinode yang seolah-olah menyatakan bersalah bagi lembaga kemajelisan jemaat apabila majelis jemaat tidak mengindahkan keputusan-keputusan Majelis Sinode. Di sini sangat terlihat peran Majelis Sinode yang membawahi Majelis Jemaat bahkan terkesan mengendalikan kebijakan Majelis Jemaat. Oleh karena itu menurut penyusun ada suatu permasalahan serius di GKI ini, yaitu masalah kepemimpinan atau dengan kata lain masalah struktur. Permasalahan inilah yang akan penyusun telusuri dan bahas karena kepemimpinan merupakan salah satu unsur penting dalam keberadaan gereja sebagai organisasi sekaligus suatu persekutuan iman. C. Rumusan Masalah Berdasarkan masalah yang penyusun utarakan di atas, maka penyusun hendak merumuskan masalah tersebut sebagai berikut: 14 Liturgi GKI, op.cit., hal. vii 5

Penyusun melihat bahwa dengan pola kepemimpinan yang top-down secara tidak langsung mengubur peran serta jemaat-jemaat lokal. Pemberdayaan jemaat tidak berjalan maksimal karena harus mengikuti keputusan pimpinan sinode yang tidak mempertimbangkan konteks jemaat setempat yang berbeda-beda. Pola kepemimpinan atau struktur yang sentralistik (top-down) tidak sejalan dengan ekklesiologi yang termuat di dalam Mukadimah Tata Gereja GKI. Hal ini menjadi suatu masalah karena dengan demikian praksis kepemimpinan tidak mendukung ekklesiologi yang dihayati. D. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang serta permasalahan kepemimpinan atau struktur yang telah penyusun uraikan, penyusun membatasi permasalahan kepemimpinan atau struktur tersebut di dalam ruang lingkup Gereja Kristen Indonesia (GKI). Hal-hal mengenai kepemimpinan atau struktur ini akan dilihat juga di dalam Tata Dasar, dan Tata Laksana yang terdapat dalam Tata Gereja GKI. E. Judul dan Alasan Pemilihan Judul 1. Judul Dari latar belakang masalah dan permasalahan di atas maka penyusun mengajukan judul sebagai berikut : Kepemimpinan di Dalam Tata Gereja GKI ; Ditinjau Dari Sudut Pandang Teori Pembangunan Jemaat 2. Alasan Pemilihan Judul Penyusun memilih judul tersebut berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas. Penyusun juga berpandangan bahwa judul yang diangkat tersebut cukup mewakili rumusan permasalahan yang ada. Kata kepemimpinan diambil sebagai judul dengan alasan bahwa kepemimpinan mempunyai posisi yang strategis dalam menjalankan misi gereja, dalam hal ini gereja sebagai persekutuan memerlukan kepemimpinan dalam mengatur gerak langkah dari gereja itu sendiri. Sedangkan Tata Gereja GKI merupakan suatu rumusan penghayatan ekklesiologi yang juga memuat penjabaran ekklesiologi dalam bentuk aturan-aturan. 6

Pembangunan Jemaat dalam hal ini merupakan salah satu bidang ilmu yang penyusun gunakan untuk melihat dan menganalisa kepemimpinan yang terdapat di dalam Tata Gereja GKI. Sehingga ilmu atau teori Pembangunan Jemaat ini juga sekaligus merupakan sebuah sudut pandang, yang berarti sebagai kacamata atau alat dalam menganalisa masalah kepemimpinan ini. F. Tujuan Penulisan 1. Melihat penjabaran-penjabaran dari ekklesiologi GKI di dalam Tata Gereja GKI terutama mengenai kepemimpinan atau struktur, sejauh mana penjabaran-penjabaran tersebut mendukung rumusan ekklesiologi yang dihayati. 2. Melihat penjabaran-penjabaran yang ada tersebut dengan bantuan ilmu Pembangunan Jemaat. Dengan demikian penyusun menggunakan pendekatan Pembangunan Jemaat ini sebagai alat untuk menganalisa serta memperoleh suatu gambaran mengenai pola kepemimpinan yang efektif. G. Metode Penulisan Metode penulisan yang akan digunakan oleh penyusun yaitu metode penulisan deskriptifanalitis. Penyusun akan melihat dan menganalisa sumber-sumber literatur yang ada. Selain itu juga melihat fakta-fakta yang terjadi di GKI dari data-data yang ada, dan juga dari pengalamanpengalaman bergereja yang penyusun temui. H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan akan memuat hal-hal sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan Pada bab ini akan menjelaskan latar belakang masalah, permasalahan, rumusan masalah, judul serta alasan pemilihan judul, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Ekklesiologi dan Kepemimpinan di GKI Dalam bab ini penyusun akan melihat gambaran kehidupan bergereja di GKI terutama yang berhubungan dengan masalah kepemimpinan atau struktur. Ajaran atau pemahaman Calvin juga 7

akan penyusun sertakan untuk melihat pemahaman Calvin mengenai kepemimpinan di dalam kehidupan bergereja, disamping alasan bahwa GKI mewarisi tradisi Reformasi Calvin. Penyusun juga akan melihat Tata Gereja GKI sebagai sumber utama dalam melihat gambaran kepemimpinan di GKI. Bab III : Teori Pembangunan Jemaat Dalam bab ini penyusun akan memaparkan teori-teori Pembangunan Jemaat sebagai landasan dalam melaksanakan Pembangunan Jemaat. Kemudian secara khusus penyusun akan membahas Teori Pembangunan Jemaat dengan menggunakan metode lima faktor dari Jan Hendriks. Teori Pembangunan Jemaat ini akan penyusun pakai untuk menganalisa masalah-masalah kepemimpinan yang ada. Bab IV : Analisis Bab ini penyusun akan menganalisa masalah-masalah mengenai kepemimpinan atau struktur yang ada berdasarkan Tata Gereja GKI di mana tercantum ekklesiologi yang dihayati GKI. Kemudian penyusun akan menganalisa masalah-masalah yang ada. Kemudian menganalisa masalah-masalah yang ada dengan bantuan teori-teori Pembangunan Jemaat. Bab V : Kesimpulan Pada bab terakhir ini penyusun akan memberikan kesimpulan berdasarkan uraian dari bab I, II III, dan IV. Kemudian penyusun juga akan memberikan saran-saran berkaitan dengan pokok bahasan di dalam tulisan ini. 8