PENGARUH MEDIA TANAM DAN PANJANG STEK DAUN TERHADAP INISIASI TUNAS MUDA LIDAH MERTUA

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sansevieria

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT KACANG HIJAU DAN AIR KELAPA TERHADAP PERTUMBUHAN Sansevieria trifasciata SKRIPSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. karbohidrat sehingga dapat dijadikan alternatif makanan pokok. Selain

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

Pertumbuhan Tunas Sansevieria trifaciata Prain Laurentii pada Beberapa Komposisi Media Tanam dan Konsentrasi GA3

PENGARUH PANJANG STEK PUCUK DAUN DAN KONSENTRASI KINGTONE-F TERHADAP INDUKSI BIBIT TANAMAN SANSIVEIRA (Sansiveira trifasciata, L) SKRIPSI.

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata)

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan tanaman gladiol dalam taksonomi tumbuhan sebagai berikut :

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

PENGARUH BAHAN STEK DAN KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH HORMONIK TERHADAP KEBERHASILAN STEK Sansevieria trifasciata Tiger Stripe

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BAHAN STEK DAN KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH HORMONIK TERHADAP KEBERHASILAN STEK Sansevieria trifasciata Tiger Stripe

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

AKLIMATISASI PLANLET TEBU PS 864 PASCA ENKAPSULASI ABSTRAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Sirih Merah. (Duryatmo 2005). Oleh karena itu, menurut Candra (2010) dalam Sudewo (2005),

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sawi termasuk ke dalam famili Crucifera (Brassicaceae) dengan nama

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Sistem perakaran tanaman bawang merah adalah akar serabut dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Bunga Gladiol (Gladiolus hybridus L) merupakan bunga potong yang menarik

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

EFEKTIVITAS PENYIRAMAN EKSTRAK KULIT KACANG HIJAU DAN AIR CUCIAN BERAS (LERI) TERHADAP PERTUMBUHAN Sanseviera trifasciata SKRIPSI

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

Repositori FMIPA UNISMA

PENGARUH KONSENTRASI BAWANG MERAH (Alium cepa L.) TERHADAP PERTUMBUHAN SETEK GAHARU (Aquilaria malaccencis OKEN)

BAHAN METODE PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PANJANG STEK DAUN TERHADAP INISIASI TUNAS MUDA LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata Lorentii ) AHMAD SOBARI A24060427 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTT PERTANIAN BOGOR 20122

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PANJANG STEK DAUN TERHADAP INISIASI TUNAS MUDA LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata Lorentii ) AHMAD SOBARI A24060427 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUTT PERTANIAN BOGOR 20122

RINGKASAN AHMAD SOBARI. Pengaruh Media Tanam dan Panjang Stek Daun terhadap Inisiasi Tunas Muda Lidah Mertua (Sansevieria trifasciata Lorentii ). Dibimbing oleh TATIEK KARTIKA SUHARSI. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh media tanam dan panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua (Sansevieria trifasciata Lorentii ) yang dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Dramaga pada bulan November 2010 sampai Februari 2011. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah media tanam terdiri atas campuran tanah dan pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk kayu. Faktor kedua adalah panjang stek daun lidah mertua yang terdiri atas 5 cm, 10 cm, dan 15 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase stek hidup, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, panjang akar, jumlah tunas, bobot basah dan bobot kering tunas tertinggi ditunjukkan oleh stek dengan panjang 15 cm yang ditanam di media campuran tanah dan pupuk kandang kambing. Media terbaik untuk memicu inisiasi tunas muda Sansevieria adalah media campuran tanah dan pupuk kandang kambing. Panjang stek Sansevieria terbaik untuk perakaran adalah 10 dan 15 cm, sedangkan panjang stek terbaik untuk inisiasi tunas muda Sansevieria adalah panjang stek 15 cm. Stek Sansevieria dengan panjang 15 cm yang ditanam pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing merupakan perlakuan terbaik untuk inisiasi tunas muda Sansevieria.

PENGARUH MEDIA TANAM DAN PANJANG STEK DAUN TERHADAP INISIASI TUNAS MUDA LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata Lorentii ) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor AHMAD SOBARI A24060427 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Judul Nama NIM : PENGARUH MEDIA TANAM DAN PANJANG STEK DAUN TERHADAP INISIASI TUNAS MUDA LIDAH MERTUA (Sansevieria trifasciata Lorentii ) : AHMAD SOBARI : A24060427 Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Dra. Tatiek Kartika Suharsi, MS. NIP. 19550324 98203 2 001 Mengetahui Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : 19611101 198703 1 003 Tanggal lulus:

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Mei 1987 dari bapak Hanapiah (alm.) dan ibu Enah. Penulis merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program mayor minor. Penulis memilih Mayor Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2008-2010, serta pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Hortikultura dan mata kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan pada tahun ajaran 2009/2010. Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan maupun non-kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan yang pernah diikuti penulis yaitu menjadi Kepala Departemen Minat dan Bakat Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (BEM TPB) pada tahun 2006/2007, menjadi staf dan Wakil Ketua BEM Fakultas Pertanian pada tahun 2007-2009, dan menjadi Ketua Islamic Student Center (ISC) LDK Al Hurriyyah IPB pada tahun 2009/2010. Organisasi non-kemahasiswaan yang penulis ikuti yaitu Forum Untuk Semua (For US), BNC, KSPM, dan Syakaa EO. Selama mengikuti perkuliahan penulis juga pernah mendapatkan dana Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) dari DIKTI pada tahun 2010 dan Beasiswa prestasi maupun non-prestasi diantaranya Beasiswa SPP++, BBM, PPA, Karya Salemba Empat (KSE), dan PPSDMS-NF. Pada periode bulan Juli sampai Agustus tahun 2009 penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di desa Kedaung, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia-nya, sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan orang-orang yang berjuang menegakkan ajaran agama-nya. Penelitian yang dilakukan berjudul pengaruh media tanam dan panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua (Sansevieria trifasciata Lorentii ). Laporan karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Dramaga, Bogor pada bulan November 2010 sampai dengan Februari 2011. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. H. Hanafiah (alm.) dan Hj. Enah yaitu orang tua yang telah mendidik saya. 2. Dr. Dra. Tatiek Kartika Suharsi, MS. selaku pembimbing skripsi. 3. Ir. Megayani Sri Rahayu, MS sebagai pembimbing akademik. 4. Dr. Ani Kurniawati dan Dr. Ketty Suketi sebagai penguji skripsi. 5. Istriku tercinta (Sri Asih, S.Si) yang selalu memotivasi dan memberikan semangat kepada saya. 6. Kepada teman-temanku; Noni Husnayati, Dhiauzikrillah, Nur Izzatil Hasanah, Oyok Sopian, Kustiana, Silvia Herawati, Febby Ariawiyana, dan teman-teman di AGH43, ISC Al-Hurriyyah, PPSDMS-NF atas motivasi dan dukungannya. 7. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmah ini. Semoga karya tulis ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun semua pihak yang membutuhkannya demi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bogor, Oktober 2012 Penulis

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Sansevieria... 3 Media Tanam untuk Stek... 6 Zat Pengatur Tumbuh... 8 BAHAN DAN METODE... 10 Waktu dan Tempat Percobaan... 10 Bahan dan Alat... 10 Rancangan Percobaan... 10 Pelaksanaan Percobaan... 11 HASIL DAN PEMBAHASAN... 15 Kondisi Umum... 15 Pengaruh Media Tanam dan Panjang Stek Daun terhadap Inisiasi Tunas Muda Sansevieria... 18 Pengaruh Interaksi antara Media Tanam dan Panjang Stek terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tunas... 20 Pertumbuhan Akar... 21 Persentase Stek Berakar... 22 Panjang Akar... 23 Pertumbuhan Tunas... 24 Persentase Stek Bertunas... 25 Jumlah Tunas... 26 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 28 Saran... 28 DAFTAR PUSTAKA... 29 LAMPIRAN... 31

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh media tanam dan panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda mertua... 18 2. Pengaruh interaksi antara media tanam dan panjang stek terhadap bobot basah dan bobot kering tunas... 20 3. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap persentase stek berakar... 22 4. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap panjang akar.. 23 5. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap persentase stek bertunas... 25 6. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap jumlah tunas.. 26

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Morfologi Sansevieria; (a) akar dan batang, (b) daun dan (c) bunga... 3 2. Bahan tanam; (a) daun Sansevieria utuh, (b) stek daun dengan panjang 5, 10 dan 15 cm... 11 3. Media tanam; (a) tanah dan pupuk kandang kambing, (b) arang sekam dan (c) serbuk kayu... 12 4. Cara aplikasi ZPT pada stek daun Sansevieria... 12 5. Tahapan penanaman... 13 6. (a) Kerusakan stek akibat kekurangan air (b) Kerusakan stek akibat kelebihan air... 15 7. Rayap yang menyerang tanaman dengan media serbuk kayu... 16 8. Stek yang mengalami kebusukan akibat serangan cendawan... 17 9. Tahapan perkembangan tunas muda Sansevieria... 25

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Tata letak penelitian... 32 2. Lokasi penelitian... 33 3. Stek bertunas dengan kombinasi perlakuan media tanam dan panjang stek umur 12 MST... 34 4. Sidik ragam stek hidup... 35 5. Sidik ragam stek berakar... 35 6. Sidik ragam stek bertunas... 35 7. Sidik ragam panjang akar... 35 8. Sidik ragam jumlah tunas... 36 9. Sidik ragam bobot basah tunas... 36 10. Sidik ragam bobot kering tunas... 36

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Lidah mertua (Sansevieria trifasciata Lorentii ) adalah tanaman sukulen berserat yang seluruh bagian tanaman mampu menyimpan air dalam jumlah banyak. Habitat asli Sansevieria adalah daerah tropis yang kering dan mempunyai iklim gurun yang panas. Sansevieria juga tumbuh di pegunungan yang tandus dan gurun pasir yang gersang. Keadaan ini menunjukkan Sansevieria dapat bertahan di lingkungan yang sangat ekstrim kering selama beberapa tahun, seperti di beberapa kepulauan Afrika yang memiliki curah hujan sangat rendah dan bulan hujan sangat pendek. Selain itu, Sansevieria tahan terhadap suhu dan pencahayaan rendah. Sansevieria dikenali dengan melihat karakter daunnya yang tebal, sukulen dan tumbuh tegak. Sansevieria di Indonesia mendapat julukan lidah mertua (Mother in Lauws Tongue). Beberapa kultivar Sansevieria memiliki daun bercorak seperti ular, sehingga orang mudah mengenal dan menamakannya tanaman ularularan (Snake Plant) (Purwanto, 2006). Daun Sansevieria mempunyai bentuk, ukuran, warna dan tekstur yang bervariasi antar spesiesnya. Warna daun Sansevieria beragam, yaitu hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak dan warna kombinasi putih kuning atau hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang terdapat pada helai daun juga bervariasi, yaitu mengikuti serat daun, tidak beraturan dan zig-zag. Keunikan berbagai sub spesies dan kultivar Sansevieria ini menjadikannya banyak dimanfaatkan sebagai tanaman hias. Sansevieria memiliki keunggulan yang jarang ditemui pada tanaman lain, diantaranya sangat resisten terhadap polutan dan bahkan mampu menyerap polutan tersebut. Hal itu karena Sansevieria mengandung bahan aktif pregnane glikosid yang mampu mereduksi polutan menjadi asam organik, gula dan beberapa senyawa asam amino (Purwanto, 2006). Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyatakan bahwa tanaman Sansevieria mampu menyerap beragam unsur polutan berbahaya di udara, termasuk karbon monoksida (CO), timbal (Pb), asap nikotin, gas asam sulfida (H 2 S) dan menyerap senyawa kimia berbahaya seperti kloroform, formaldehid, trikloroetilen, benzena dan xilen

2 (Redaksi PS, 2007). Sulianta dan Yonathan (2009) menyatakan bahwa Sansevieria trifasciata Lorentii mampu mendekomposisi formaldehid, benzena hingga 53% dan trikloroetilen hingga 13% dalam waktu 24 jam. Oleh karena itu, Sansevieria sangat baik diletakkan di dalam ruangan, maupun digunakan sebagai tanaman hias di jalan-jalan yang lalu lintasnya padat sebagai antipolutan. Menurut Sulianta dan Yonathan (2009) beberapa jenis Sansevieria dimanfaatkan untuk diambil seratnya sebagai bahan baku tekstil, terutama di negara Cina dan New Zealand. Sementara di Afrika, Sansevieria dimanfaatkan getahnya sebagai anti racun ular dan serangga. Lidah mertua merupakan tanaman hias popular, namun penyediaan tanaman Sansevieria memiliki kendala dalam budidaya. Kendala utamanya adalah penyediaan bibit dalam jumlah banyak dengan waktu singkat sulit dilakukan, karena pertumbuhannya yang lambat. Salah satu cara penyediaan bibit adalah dengan perkembangbiakan vegetatif yaitu stek daun dengan bantuan pemberian zat pengatur tumbuh (ZPT) (Ramadiana, 2008). Selain itu, faktor lain yang diduga mempengaruhi inisiasi tunas baru pada stek adalah penggunaan media tanam dan panjang stek yang tepat, sehingga dapat diperoleh bibit baru dalam waktu singkat dan biaya yang relatif lebih murah. Banyaknya manfaat Sansevieria dan diperlukannya metode yang tepat untuk budidaya Sansevieria mendasari peneliti melakukan penelitian ini. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh media tanam dan panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua. Hipotesis 1. Terdapat satu jenis media tanam yang paling tepat untuk inisiasi tunas muda Sansevieria. 2. Diperoleh panjang stek yang paling efektif untuk inisiasi tunas muda Sansevieria. 3. Terdapat interaksi antara media tanam dan panjang stek yang paling tepat untuk inisiasi tunas muda Sansevieria.

3 TINJAUAN PUSTAKA Sansevieria Morfologi Sansevieria berakar serabut, berwarna putih dan menampilkan perakaran yang banyak pada Sansevieria yang sehat. Akar tumbuh pada rhizome atau rimpang yang merupakan modifikasi dari batang (Triharyanto dan Sutrisno, 2007) Batang Sansevieria berada di bawah permukaan tanah, pendek dan beruas disebut dengan rhizome atau rimpang. Terdapat beberapa macam rimpang pada Sansevieria, yaitu rimpang tebal menyerupai batang atau akar tunjang tanaman berkayu, rimpang yang tebal berserat, liat dan pendek, rimpang yang merayap di permukaan tanah dan dangkal. Daun Sansevieria mempunyai bentuk, ukuran, warna dan tekstur yang bervariasi antar varietasnya. Daun Sansevieria tersusun roset. Warna daun Sansevieria beragam, yaitu hijau tua, hijau muda, hijau abu-abu, perak dan warna kombinasi putih kuning atau hijau kuning. Motif alur atau garis-garis yang terdapat pada helai daun juga bervariasi, diantaranya mengikuti arah serat daun, tidak beraturan dan ada juga yang zig-zag. Lingga (2005) menyatakan bahwa mahkota bunga jantan dan betina Sansevieria berwarna putih kekuningan. Bunga Sansevieria adalah bunga majemuk bertipe malai, dalam satu malai terdapat puluhan bunga yang berkedudukan simetris mengelilingi tangkai bunga. Purwanto (2006) mengemukakan bahwa bunga Sansevieria termasuk bunga uniseksual, yaitu memiliki bunga betina dan jantan dalam satu pohon. Morfologi akar, batang, daun dan bunga Sansevieria dapat dilihat pada Gambar 1. (a) (b) (c) Gambar 1. Morfologi Sansevieria; (a) akar dan batang, (b) daun dan (c) bunga.

4 Faktor Tumbuh Sansevieria pada prinsipnya dapat hidup pada kondisi marginal, meskipun pada tempat yang mengandung polusi udara maupun tempat yang miskin cahaya dan air. Tanaman Sansevieria membutuhkan air minimal sebanyak 26 ml/tanaman/minggu. Suhu optimal untuk pertumbuhan Sansevieria yaitu pada malam hari 15 21 o C dan pada siang hari 21 27 o C (Saraswati, 2006). Namun menurut Triharyanto dan Sutrisno (2007), suhu optimal untuk pertumbuhan Sansevieria pada malam hari 18-21 o C dan siang hari 24-29 o C. Perbedaan suhu antara siang dan malam hari yang mencolok justru memberi dampak pertumbuhan yang baik. Tanaman Sansevieria akan tumbuh ideal dengan pencahayaan penuh atau pada ruang terbuka. Namun, Sansevieria tetap dapat tumbuh pada pencahayaan kurang atau pada ruang ternaungi. Ruang penanaman dengan intensitas cahaya rendah dapat menyebabkan warna daun Sansevieria terlihat pudar. Perkembangbiakan Menurut Purwanto (2006) Sansevieria dapat dibiakkan secara generatif maupun vegetatif. Pembiakan Sansevieria secara generatif menggunakan biji hasil fertilisasi. Fertilisasi terjadi bila serbuk sari jatuh di atas kepala putik Sansevieria, maka akan terbentuk biji. Biji Sansevieria akan masak setelah berumur 2 5 bulan, tergantung varietasnya. Biji Sansevieria mengandung dua embrio, sehingga terdapat kemungkinan dihasilkan dua jenis tanaman baru yang berbeda. Setiap jenis Sansevieria mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda dalam membentuk biji. Ukuran biji Sansevieria bervariasi, yaitu antara 300 biji/g sampai dengan 25 biji/g. Triharyanto dan Sutrisno (2007) menyatakan bahwa setiap jenis Sansevieria memerlukan waktu yang berbeda beda untuk kemasakan bijinya. Sansevieria berdaun tebal memerlukan waktu hingga empat bulan sejak penyerbukan, sedangkan Sansevieria berdaun tipis memerlukan waktu kurang lebih dua bulan. Oleh karena lamanya waktu yang diperlukan untuk melakukan perkembangbiakan secara generatif ini, maka masyarakat menggunakan metode perkembangbiakan lain yang relatif lebih cepat, yaitu dengan perkembangbiakan vegetatif.

5 Metode pembiakan secara vegetatif yang mudah dan paling sesuai untuk Sansevieria adalah dengan stek daun. Syarat tanaman induk untuk pembiakan Sansevieria secara stek daun adalah tanaman yang sudah cukup dewasa, minimal berumur 12 bulan, sehat dan tumbuh subur. Jenis Sansevieria berdaun panjang, yaitu berukuran 40 50 cm, dapat dipotong menjadi beberapa bahan stek. Stek daun Sansevieria berukuran pendek, yaitu 5 10 cm, hanya dapat dijadikan satu bahan stek. Stek daun yang terlalu panjang merupakan pemborosan dan dapat menyebabkan stek peka terhadap penyakit (Lingga, 2005). Bahkan daun Sansevieria tipe birdnest atau tipe sarang burung juga bisa digunakan sebagai bahan stek (Purwanto, 2006). Faktor penting dalam perbanyakan melalui stek daun adalah pembentukan akar dan tunas. Pembentukan akar terjadi karena adanya translokasi auksin dan karbohidrat ke bagian dasar stek untuk menstimulir pembentukan kalus yang kemudian akan membentuk akar adventif (Rochiman dan Harjadi, 1973). Pada pembiakan vegetatif, terutama stek, pembentukan akar merupakan hal terpenting. Akar yang terbentuk pada stek mampu menyerap hara dan air dari media sehingga tidak hanya tergantung pada cadangan makanan dan air yang ada dalam stek. Stek yang telah membentuk akar akan segera membentuk tunas. Umumnya perbanyakan tanaman dengan metode stek dapat menghasilkan keturunan yang identik dengan induknya, akan tetapi hasil anakan Sansevieria trifasciata melalui stek tidak demikian. Keturunan yang diperoleh dari stek daun Sansevieria trifasciata menghasilkan keturunan yang berbeda dengan induknya. Sansevieria trifasciata mengalami perubahan sifat yang disebut mutasi. Purwanto (2006) menyatakan bahwa mutasi yang terjadi pada bagian tertentu dari sel dan berlangsung dalam waktu singkat disebut kimera. Kimera menyebabkan banyak sekali variasi pada warna, guratan, dan bentuk daun Sansevieria. Menurut Purwanto (2006) contoh Sansevieria yang mengalami mutasi yaitu Sansevieria trifasciata Futura yang memiliki warna kuning di pinggir daun lebih tegas berubah menjadi Sansevieria trifasciata Robusta warna kuning di pinggir daun hilang dan seluruh daun berwana hijau. Sansevieria trifasciata Golden Hahnii pinggir daun berwarna kuning dengan kombinasi abu abu di bagian tengah, pinggir daun berubah menjadi warna hijau tua yang diberi

6 nama Sansevieria trifasciata Hahnii. Hasil penelitian Lestari (2007) membuktikan bahwa stek Sansevieria trifasciata Lilian True yang sebelumnya memiliki pinggir daun berwarna kuning berubah menjadi hijau seluruhnya. Media Tanam untuk Stek Media tanam merupakan syarat tumbuh yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Karakteristik media tanam yang baik memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang baik sehingga mampu menopang fisik tanaman dan mampu menyuplai kebutuhan hara tanaman. Menurut Hartman dan Kester (1990) media tumbuh yang ideal untuk tanaman secara umum adalah memiliki struktur yang gembur, aerasi dan drainase yang baik, kelembaban cukup, bebas organism pengganngu, cukup hara mineral dan bobotnya ringan. Syarat media perbanyakan untuk stek adalah media yang mampu memberikan kelembaban pada stek dan memungkinkan penetrasi udara ke dasar media. Media tanam harus steril dari hama, penyakit, dan benih gulma. Media tanam yang digunakan untuk pembiakan Sansevieria pada penelitian ini adalah tanah, pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk kayu. Tanah Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, seperti mineral anorganik, mineral organik, organisme tanah, udara dan air. Tekstur tanah adalah perbandingan relatif fraksi-fraksi penyusun tanah yang terdiri dari pasir, debu dan liat. Struktur tanah sangat penting dalam pertanian karena menentukan aerasi tanah, pergerakan air tanah dan penetrasi akar tanaman (Ashari, 2006). Tanah adalah media yang lazim digunakan untuk tanaman hias. Tanah yang digunakan sebagai media taman untuk Sansevieria, sebaiknya bukan jenis tanah liat, karena porositasnya kecil. Tanah yang baik untuk media tanam Sansevieria adalah tanah yang berporositas tinggi seperti tanah merah (latosol). Keuntungan lain dari penggunaan tanah sebagai media tanam Sansevieria adalah dapat menyediakan beberapa unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman (Duniaflora, 2010). Namun, penggunaan media tanah dapat menyebabkan

kegagalan stek akibat serangan penyakit karena media tanah biasanya mengandung propagul penyakit. 7 Pupuk kandang kambing Pupuk kandang digunakan sebagai sumber hara tanaman, baik hara makro maupun hara mikro yang berasal dari bahan organik. Pupuk kandang yang digunakan harus sudah terdekomposisi dengan sempurna. Pupuk kandang yang belum terdekomposisi dengan sempurna dapat menghambat proses perakaran tanaman. Hal ini karena media tanam menjadi panas akibat proses fermentasi pupuk kandang yang masih berlangsung. Beberapa kandungan hara penting pada pupuk kandang kambing adalah N 4%; P 2 O 5 61% dan K 2 O 2,8 % (Purwanto, 2006). Selain sebagai penyedia unsur hara makro maupun mikro pada tanaman, bahan organik yang dimiliki pupuk kandang kambing juga berfungsi sebagai perbaikan struktur media tanah. Arang Sekam Menurut Harjadi (1996) penggunaan limbah pertanian seperti sisa jerami, arang sekam, tongkol jagung dan kulit biji kapas dapat digunakan untuk media tanam. Wuryaningsih dan Darliah (1994) menyatakan bahwa arang sekam dapat digunakan sebagai medi karena memiliki sifat ringan (berat jenis = 0.2 kg/l), kasar (banyak pori) sehingga sirkulasi udara tinggi, berwarna hitam sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif serta dapat mengurangi pengaruh penyakit khususnya bakteri. Sekam padi berasal dari kulit biji padi yang digiling. Media tanam ini dikenal sebagai media yang mampu menyimpan kelembaban dengan baik dan dapat mengalirkan air dengan baik. Sekam padi yang biasa digunakan berupa sekam mentah (belum dibakar) maupun arang sekam. Arang sekam adalah media tanam inert (tidak mengandung unsur hara) yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi yang tidak sempurna. Pembakaran sekam dihentikan sebelum menjadi abu dengan cara disiram air. Arang sekam dapat digunakan tanpa melalui tahap sterilisasi karena mikroba patogen telah mati selama proses pembakaran. Sekam bakar memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi.

8 Menurut Purwanto (2006) arang sekam mudah mengikat air, tidak mudah lapuk, tidak cepat menggumpal, tidak mudah ditumbuhi fungi dan bakteri, serta dapat menyerap senyawa toksik (racun) dan mampu melepaskannya kembali pada saat penyiraman. Arang sekam juga berperan sebagai sumber kalium bagi tanaman. Pada media sekam padi akar terjamin kebersihannya dan bebas jasad renik yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Serbuk Kayu Serbuk kayu merupakan materi yang berasal dari hasil samping tanaman yang telah dipanen atau biasa disebut wood residue. Materi ini digunakan sebagai pengganti komponen organik seperti kokopit (serbuk sabut kelapa), bila harga kokopit terlalu mahal (Ashari, 2006). Serbuk kayu adalah media taman yang memiliki bobot yang ringan. Penggunaan media serbuk kayu harus memperhatikan kematangannya. Selain memiliki porositas yang tinggi, serbuk kayu juga memilki rasio C/N yang cukup tinggi (Redaksi PS, 2007). Media serbuk kayu dapat menyerap air lebih banyak daripada media arang sekam. Hal tersebut baik untuk pertumbahan tanaman yang membutuhkan kadar air tinggi. Namun pada tanaman xerofit, seperti Sansevieria, kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan fungi sehingga dapat menyebabkan kematian stek. Zat Pengatur Tumbuh Zat pengatur tumbuh (ZPT) adalah senyawa alami maupun sintetik yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur, merangsang atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel tanaman. ZPT yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon sedangkan yang berasal dari luar tanaman secara buatan disebut ZPT sintetik (Wattimena, 1988). ZPT dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologi. Auksin adalah senyawa yang dicirikan oleh kemampuan dalam mendukung terjadinya perpanjangan sel pada pucuk. Sedangkan yang dimaksud dengan giberelin adalah senyawa yang mengandung Gibban skeleton,

9 untuk menstimulasi pembelahan sel, perpanjangan sel atau keduanya. ZPT sitokonin adalah senyawa yang mempunyai bentuk dasar adenin (6-amino purin) yang mendukung terjadinya pembelahan sel. Senyawa Etilen terdiri dari 2 atom karbon dan 4 atom hidrogen, dalam keadaan normal ZPT ini akan berbentuk gas. Etilen mempunyai peranan dalam proses pematangan buah dalam fase klimakterik. ZPT terakhir adalah inhibitor yang berperan menghambat proses biokimia dan proses fisiologi bagi aktivitas keempat ZPT tersebut (Maspary, 2011). Abidin (1982) menyatakan bahwa perkembangan sel tanpa pemberian auksin memperlihatkan pertumbuhan yang sangat kecil dibandingkan dengan pemberian auksin. Penggunaan ZPT untuk merangsang pertumbuhan akar dan tunas pada berbagai stek (batang, daun dan pucuk) dan berbagai jenis tanaman konsentrasinya sangat bervariasi. Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, kondisi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.

10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan Februari 2011 di Kebun Percobaan Leuwikopo, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB Dramaga, Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan stek dari daun Sansevieria trifasciata Lorentii, ZPT, fungisida dan media tanaman yang terdiri atas campuran tanah dengan pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk kayu. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau kater, mistar, polibag berukuran 25 x 30 cm, paranet 65%, handsprayer, timbangan digital dan alat penunjang lainnya. Rancangan Percobaan Percobaan ini merupakan percobaan faktorial yang menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah media tanam yang terdiri atas tiga taraf, yaitu campuran tanah dengan pupuk kandang kambing, arang sekam dan serbuk kayu. Faktor kedua yaitu panjang stek daun Sansevieria yang terdiri atas tiga taraf, yaitu 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Percobaan terdiri atas 9 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri dari 9 polibag dan setiap polibag terdapat 2 stek, sehingga diperlukan 486 stek daun Sansevieria trifasciata Lorentii. Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut: Y ijk = µ + σi + αj + βk + (αβ)jk + ε ijk Keterangan: Y ijk = nilai pengamatan dari ulangan ke-i kombinasi media ke-j dan panjang stek ke-k µ = nilai tengah umum

11 σi = pengaruh ulangan ke-i αj = pengaruh media ke-j βk = pengaruh panjang stek ke-k (αβ)jk = pengaruh interaksi kombinasi media ke-j dan panjang stek ke-k ε ijk = pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-i, kombinasi media ke-j, panjang stek ke-k i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4 Analisis ragam dilakukan menggunakan Uji F, yaitu untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan terhadap peubah yang diamati. Apabila menunjukkan adanya pengaruh dari faktor yang diberikan terhadap peubah maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995). Pelaksanaan Percobaan Persiapan Bahan Tanaman Bahan tanam yang digunakan adalah tanaman induk Sansevieria trifasciata Lorentii yang berasal dari toko tanaman di Bogor. Bahan stek yang digunakan memiliki kriteria dengan tinggi daun sekitar 40 50 cm, sehat dan tumbuh subur. Panjang stek yang digunakan yaitu 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Bahan taman stek daun Sansevieria ditunjukan pada Gambar 2. a b Gambar 2. Bahan tanam; (a) daun Sansevieria utuh, (b) stek daun dengan panjang 5, 10 dan 15 cm. Persiapan Media Media tanam yang digunakan yaitu tanah, pupuk kandang kambing, sebuk kayu dan arang sekam. Media tanah dan pupuk kandang kambing dicampur dengan perbandingan volume 1:1, arang sekam dan serbuk kayu. Kemudian media

12 dimasukkan dalam polibag dengan ukuran 25 x 30 cm, setiap polibag diisi media hingga ¾ bagian. Polibag yang berisi media disiram air hingga jenuh. Jenis media yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3. a b c Gambar 3. Media tanam; (a) tanah dan pupuk kandang kambing, (b) arang sekam dan (c) serbuk kayu Zat Pengatur Tumbuh yang Digunakan dan Cara Aplikasinya Daun dari tanaman induk Sansevieria trifasciata Lorentii yang sudah dipotong sesuai ukuran, selanjutnya diberikan ZPT sebanyak 1 g/stek dalam bentuk pasta. ZPT diberikan dengan cara dioleskan pada bagian bawah potongan bahan stek yang akan ditanam. Adapun komposisi ZPT yang digunakan yaitu Naphtalene acetic acid (NAA) 0,067%, metil 1 Naphthalene acetamida (m-nad) 0.013 %. Metil 1 Napthalene Acetic Acid (MNAA) 0.003%, Indol Butyric Acid (IBA) 0,057% dan thyram 4 %. Cara aplikasi ZPT dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Cara aplikasi ZPT pada stek daun Sansevieria Penanaman Stek Bahan stek yang telah diberi ZPT ditanam dalam polibag yang berisi media tanam dengan kedalaman sekitar 2 3 cm. Media tidak ditekan untuk memadatkan. Pemadatan media dilakukan oleh siraman air agar kandungan

13 oksigen di dalam media lebih banyak. Tahapan penanaman stek daun Sansevieria dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Tahapan penanaman Stek yang sudah ditanam dalam polibag lalu disusun sesuai tata letak pada rancangann percobaan yang sudah ditentukan, lalu diletakkan di atas permukaan tanah di bawah naungan paranet dengan intensitas cahaya 65%. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan dengan melakukan penyiraman setiap dua hari sekali, bila tidak terjadi hujan. Hal itu bertujuan untuk menjaga kelembaban media agar media tidak terlalu lembab dan tidak terlalu kering. Gulma yang berada dalam polibag dikendalikan secaraa manual, yaitu dengan mencabutnya. Pengendalian penyakit yang disebabkan fungi dikendalikann dengan cara menyemprotkan fungisida bermerek dagang dithane M-45. Pengamatan Peubah yang diamati pada penelitiann meliputi: a. Persentase stek hidup Persentase stek hidup dilihat dari penampakan n stek daun yang sehat atau ada bagian stek yang masih hijau dan memungkink kan terbentuknya perakaran. Pengamatan stek hidup diamati pada minggu ke-12. Persentasee stek hidup = Jumlah stek hidup x 100% Seluruh stek yang ditanam b. Persentase stek berakar Persentase stek berakarr ditandai dengan munculnya akar yang memiliki panjang 0.3 cm. Pengamatan stek berakar dilakukan pada minggu ke-12.

Persentase stek berakar = Jumlah stek berakar x 100% Seluruh stek yang ditanam c. Persentase stek bertunas Persentase stek bertunas ditandai dengan munculnya tunas yang memiliki panjang 0.5 cm. Pengamatan stek bertunas dilakukan pada minggu ke-12. d. Panjang akar Persentase stek bertunas = Jumlah stek bertunas x 100% Seluruh stek yang ditanam Panjang akar diukur dari pangkal hingga ujung akar pada akar yang terpanjang. Pengamatan panjang akar dilakukan pada minggu ke-12. e. Jumlah tunas Tunas yang diamati adalah tunas yang memiliki panjang 0.5 cm. Pengamatan jumlah tunas dilakukan pada minggu ke-12. f. Bobot basah tunas Tunas yang sudah dipotong dari stek daun kemudian dibersihkan dari media tanam kemudian ditimbang dengan timbangan analitik empat digit pada minggu ke-12. g. Bobot kering tunas Tunas yang telah diukur bobot basahnya kemudian dioven dengan suhu 60 o C selama 3 x 24 jam, lalu berat kering ditimbang dengan timbangan analitik empat digit. 14

15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek. Curah hujan saat percobaan berkisar antara 100-500 mm/bulan. Pada kondisi curah hujan seperti ini, perkembangan stek menunjukkan kondisi yang cukup baik. Menurut Febriana (2009) suplai air sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan stek. Abidin (1982) menyatakan bahwa kekurangan air dapat menyebabkan kematian sel dan jaringan akibat penurunan difusi CO 2 serta penurunan aktifitas fotosintesis. Namun, kelebihan air juga dapat menyebabkan bahan stek mengalami cekaman aerasi sehingga rentan terhadap serangan penyakit dan dapat menyebabkan kebusukan akibat kondisi anerobik. Kondisi stek akibat kekurangan dan kelebihan air dapat dilihat pada Gambar 6. (a) (b) Gambar 6. (a) Kerusakan stek akibat kekurangan air (b) Kerusakan stek akibat kelebihan air Suhu rata-rata selama percobaan sekitar 26 C. Menurut Saraswati (2006) suhu optimum untuk pertumbuhan Sansevieria yaitu 21 27 o C, sedangkan Triharyanto dan Sutrisno (2007) menyatakan suhu optimum pertumbuhan Sansevieria adalah 24-29 o C. Suhu dan pencahayaan yang tinggi dapat meningkatkan transpirasi pada stek, apabila tingkat transpirasi terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian pada stek. Menurut Agrios (1996) umumnya tumbuhan lebih cepat rusak dan lebih cepat meluas kerusakannya apabila suhu lebih tinggi

16 dari suhu maksimum untuk pertumbuhannya dibandingkan apabila suhu lebih rendah dari suhu minimum. Percobaan ini menggunakan naungan paranet dengan intensitas cahaya yang masuk sebesar 65% dan hormon eksogen utama yang diberikan adalah NAA (Naphtalene Acetic Acid). Cahaya merupakan salah satu unsur iklim yang memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya juga berperan sebagai sumber energi primer bagi tumbuhan dalam proses fotosintesis. Namun, cahaya juga mempengaruhi kerja hormon pertumbuhan, khususnya hormon yang menstimulasi pembentukan sistem perakaran. Rochiman dan Harjadi (1973) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya degradasi hormon, baik hormon eksogen maupun hormon endogen, yaitu hormon pembentuk perakaran, seperti auksin endogen yang terdapat pada stek. Menurut Smith dan Yasman (1987), intensitas cahaya yang baik bagi stek adalah 50-70%. Stek yang diberi naungan akan berakar lebih banyak dibandingkan stek yang menerima cahaya matahari langsung. Perkembangan tanaman pada awal penanaman stek menunjukan kondisi yang cukup baik. Hal ini dikarenakan kondisi lahan yang mendukung, meskipun pada 6 MST terdapat serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang pada saat penyetekan adalah rayap tanah (Macrotermus gulvus). Rayap tanah hanya menyerang media serbuk kayu. Rayap menyerang pada bagian bawah media serbuk kayu (Gambar 7), sehingga media menjadi menyusut. Serangan rayap disebabkan oleh tingkat curah hujan yang tinggi, yang membuat rayap tanah naik ke permukaan. Serangan tersebut terjadi pada bulan pertama penanaman. Gambar 7. Rayap yang menyerang tanaman dengan media serbuk kayu

17 Serangan rayap ditanggulangi dengan memberikan lapisan plastik pada bagian bawah polibag yang berfungsi agar media dalam polibag tidak bersentuhan langsung dengan tanah. Penggunaan lapisan plastik sebagai alas agar polibag tidak bersentuhan langsung dengan tanah memberikan dampak positif dan cukup efektif. Hal tersebut terbukti dengan tidak ada lagi serangan rayap pada media sebuk kayu. Penyakit yang menyerang pada saat penyetekan yaitu cendawan dari family Moniliales (Gambar 8). Gejala serangan cendawan dapat dilihat pada stek yang terserang, yaitu banyak terdapat spora dan tubuh buah berwarna putih. Serangan cendawan kemungkinan disebabkan oleh banyaknya propagul yang terbawa bahan stek, kelembaban yang tinggi dan aerasi yang kurang pada media tanam. Serangan cendawan meliputi area di sekitar pangkal stek dan ujung stek yang menyebabkan kematian jaringan pada bagian yang diserang. Gambar 8. Stek yang mengalami kebusukan akibat serangan cendawan Serangan cendawan ini ditanggulangi dengan menyemprotkan fungisida dengan konsentrasi 10 g/l air. Penyemprotan dilakukan sekali pada area penanaman. Pengendalian penyakit selanjutnya dilakukan dengan mengontrol kelembaban dan aerasi media tanam. Upaya tersebut cukup efektif, hal itu dibuktikan dengan tidak muncul dan menyebarnya cendawan pada stek yang lainnya.

Pengaruh Media Tanam dan Panjang Stek Daun terhadap Inisiasi Tunas Muda Lidah Mertua Setelah dilakukan analisis ragam pada hasil pengamatan 12 MST (minggu setelah tanam) pada pengaruh media dan panjang stek terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua, diperoleh bahwa tidak semua peubah yang diamati dipengaruhi oleh perlakuan. Hasil analisis ragam pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap peubah yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 4 sampai 10. Rekapitulasi hasil analisis ragam dicantumkan pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh media tanam dan panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua Tolak Ukur Uji F Media Panjang Stek Media # Panjang Stek KK (%) Persentase stek hidup tn tn tn 2.13 Persentase stek berakar tn * tn 13.21 Persentase stek bertunas ** ** tn 9.56^ Panjang akar (cm) ** ** tn 20.04 Jumlah tunas ** ** tn 15.56^ Bobot basah tunas (g) ** ** * 28.87^ Bobot kering tunas (g) ** ** * 11.46^ Ket : tn=tidak nyata, *=nyata pada taraf 5 %, **=nyata pada taraf 1 %, KK = koefisien keragaman, ^ = hasil transformasi Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 1, diketahui bahwa tolak ukur bobot basah tunas dan bobot kering tunas dipengaruhi oleh interaksi media tanam dan panjang stek. Panjang stek mempengaruhi persentase stek berakar, persentase stek bertunas, panjang akar, jumlah tunas, bobot basah tunas, dan bobot kering tunas. Media tanam berpengaruh terhadap persentase stek bertunas, panjang akar, jumlah tunas, bobot basah tunas, dan bobot kering tunas. Perlakuan media tanam dan panjang stek tidak berpengaruh terhadap persentase stek hidup karena Sansevieria mampu bertahan dalam kondisi ekstrim hingga beberapa tahun (Purwanto, 2006). Oleh karena itu, meskipun Sansevieria berada pada kondisi yang tidak cocok dengan habitat idealnya, Sansevieria mampu bertahan dan menunjukkan ciri-ciri hidup sampai akhir pengamatan. Tolak ukur stek hidup dilihat dari penampakan stek daun yang sehat atau ada bagian stek yang masih hijau dan memungkinkan terbentuknya perakaran. 18

19 Kondisi ini menunjukkan adanya proses metabolisme sel yang tetap berlangsung selama masa pengamatan. Hasil pengamatan pada 12 MST menunjukkan bahwa persentase stek hidup berkisar antara 96% sampai 100%. Persentase stek hidup terendah, yaitu 96% terdapat pada stek dengan panjang 5 cm yang ditanam pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing. Kematian stek tersebut terjadi karena kering, busuk akibat terlalu banyak air dan busuk karena serangan cendawan. Sedangkan perlakuan lainnya memiliki persentase stek hidup sebesar 100%. Nilai tengah persentase stek hidup pada perlakuan media campuran tanah dan pupuk kandang kambing lebih rendah dibandingkan media lain, yaitu sebesar 99%. Pada dasarnya, Sansevieria mampu bertahan pada kondisi ekstrim selama beberapa tahun (Purwanto 2006), sehingga kematian stek karena kekurangan nutrisi yang terkandung dalam media relatif tidak terjadi. Kematian stek yang terjadi pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing karena kebusukan stek yang diakibatkan oleh cendawan. Hal tersebut diduga karena media campuran tanah dan pupuk kandang kambing banyak membawa propagul penyakit tanaman. Selain itu, media campuran tanah dan pupuk kandang kambing memiliki porositas yang rendah dibandingkan media arang sekam dan media serbuk kayu, sehingga terjadi kondisi anaerobik akibat kelembaban tinggi yang memicu pertumbuhan cendawan dan menyebabkan kebusukan stek. Persentase stek hidup juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan panjang stek. Namun, terjadi kematian pada stek dengan panjang 5 cm dengan persentase stek hidup sebesar 99%. Stek dengan panjang 5 cm memiliki persentase stek hidup lebih kecil dibandingkan panjang stek lainnya. Hal tersebut diduga karena cadangan makanan pada stek dengan panjang 5 cm lebih sedikit untuk menunjang keberlangsungan proses metabolisme stek dibandingkan cadangan makanan pada stek dengan panjang 10 cm maupun 15 cm, sehingga ancaman kematian stek dengan panjang 5 cm lebih besar. Perlakuan media tanam juga tidak berpengaruh terhadap stek berakar. Hal ini diduga karena seluruh media memenuhi syarat minimal untuk memicu perakaran, sehingga pertumbuhan akar pada semua perlakuan media tidak berbeda nyata.

Pengaruh Interaksi antara Media Tanam dan Panjang Stek terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tunas Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi media tanam dan panjang stek nyata berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot kering tunas (Tabel 1). Oleh karena itu dilakukan uji lanjut pada kedua peubah tersebut. Nilai tengah bobot basah dan kering tunas semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh interaksi antara media tanam dan panjang stek terhadap bobot basah dan bobot kering tunas Media Panjang Stek 5 cm 10 cm 15 cm -------------- bobot basah tunas (g) ------------- Tanah dan pupuk kandang kambing 0.91c 13.01b 36.08a Arang sekam 0.00c 0.00c 1.02c Serbuk kayu 0.00c 0.45c 6.09b -------------- bobot kering tunas (g) ------------- Ttanah dan pupuk kandang kambing 0.08c 1.06b 2.47a Arang sekam 0.00c 0.00c 0.14c Serbuk kayu 0.00c 0.05c 0.63bc Ket : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %. Interaksi perlakuan media tanam dan panjang stek nyata terhadap tolak ukur bobot basah dan bobot kering tunas. Perlakuan stek dengan panjang 15 cm yang ditanam pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing menghasilkan bobot basah dan kering tunas nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu bobot basah tunas sebesar 36.08 g dan bobot kering tunas sebesar 2.47 g. Perlakuan media arang sekam dengan tiga macam panjang stek menghasilkan bobot basah dan kering tunas terendah dan tidak berbeda nyata diantara perlakuan tersebut. Bobot basah dan kering tunas dari stek dengan panjang 10 cm pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing dan stek dengan panjang 15 cm pada media serbuk kayu cukup tinggi dan tidak berbeda nyata antara kedua perlakuan tersebut. Media tanah dan pupuk kandang kambing merupakan media yang paling bagus diantara ketiga media yang digunakan, karena media tanah dan pupuk kandang kambing mengandung unsur nitrogen, fosfat dan kalium yang diperlukan 20

21 dalam proses pembentukan tunas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sulianti (1999) yang menunjukkan bahwa tanaman daun dewa yang dipupuk dengan pupuk kandang kambing memiliki ukuran daun terbesar, produktivitas tunas tertinggi dan jumlah daun terbanyak. Menurut Kusumawardana (2008) penggunaan media campuran tanah dan pupuk kandang kambing pada stek panili menghasilkan nilai yang tinggi pada panjang tunas, jumlah daun dan berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman. Panjang stek terbaik untuk menstimulasi pertumbuhan tunas muda Sansevieria adalah 15 cm dan 10 cm. Hal ini diduga berkaitan dengan ketersediaan cadangan makanan, air dan hormon dalam stek untuk memicu pertumbuhan tunas muda. Perlakuan yang baik untuk stimulasi tunas muda adalah media tanah dan pupuk kandang kambing dengan panjang stek 15 cm, media tanah dan pupuk kandang kambing dengan panjang stek 10 cm dan media serbuk kayu dengan panjang stek 15 cm. Media arang sekam pada tiga panjang stek yang berbeda memiliki bobot basah dan kering tunas terendah. Hal ini diduga karena sedikitnya kandungan hara serta tingkat drainase yang tinggi dalam media arang sekam, sehingga tidak mampu menginisiasi pembentukan tunas dengan optimal. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Husniati (2010) bahwa media arang sekam pada stek daun mahkota tanaman nenas memberikan nilai rataan terendah pada tolak ukur persentase stek hidup, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, panjang akar, tinggi tunas, lebar daun, jumlan daun dan panjang akar. Pertumbuhan Akar Munculnya akar pada stek merupakan penentu tingkat keberhasilan pada proses penyetekan. Hal ini karena akar merupakan suatu organ tanaman yang memiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup tanaman. Akar berfungsi sebagai penyerap air dan mineral terlarut, pengokoh batang, konduksi (penghubung jaringan dengan tanah) dan penyimpan cadangan makanan. Berdasarkan fisiologinya, pertumbuhan akar dipengaruhi oleh keseimbangan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam tanaman, yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan zat penghambat. Faktor lain yang

22 berpengaruh pada pertumbuhan akar adalah kofaktor perakaran yang berasal dari daun dan tunas (Hartman dan Kester, 1983). Akar yang tumbuh pada proses penyetekan adalah akar yang terbentuk akibat aktivitas kalus yang terinduksi dari adanya hormon tanaman, baik hormon endogen yang terdapat pada bahan stek maupun hormon eksogen yang diberikan. Hormon eksogen yang mempengaruhi perakaran adalah hormon auksin. Menurut Gunawan (1992) auksin digunakan dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ. Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dichloro Fenoxyacetic (2,4-D), Indol Acetic Acid (IAA) dan Naphtalene Acetic Acid (NAA), atau Indol Butyric Acid (IBA). Hormon yang digunakan pada penelitian ini adalah ZPT yang mengandung Naphtalene acetic acid (NAA) 0,067%, metil 1 Naphthalene acetamida (m-nad) 0.013 %. Metil 1 Napthalene Acetic Acid (MNAA) 0.003%, Indol Butyric Acid (IBA) 0,057% dan thyram 4 %. Persentase Stek Berakar Akar merupakan syarat awal pertumbuhan stek sebagai tanaman baru. Menurut Meilawati (2008) Sansevieria dapat membentuk akar tanpa tergantung kepada tunas, perakaran pada stek Sansevieria akan tumbuh terlebih dahulu dibanding tunas. Persentase stek berakar diamati berdasarkan panjang akar yang tumbuh minimal 0.3 cm. Persentase perakaran dari semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap persentase stek berakar Media Panjang Stek Rata-rata 5 cm 10 cm 15 cm ---------------- persentase stek berakar (%)---------- Tanah dan pupuk kandang kambing 77 98 87 87 Arang sekam 74 68 91 78 Serbuk kayu 75 83 98 85 Rata-rata 75b 83ab 92a Ket: angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

23 Media tanam tidak berpengaruh pada persentase stek berakar. Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase stek berakar pada ketiga media tanam tidak berbeda nyata, namun persentase stek berakar terbanyak cenderung terjadi pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing. Hal ini diduga karena seluruh media memenuhi syarat minimal untuk memicu perakaran. Namun, pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing memenuhi syarat optimum untuk memicu perakaran. Berdasarkan data Tabel 3, diketahui bahwa panjang stek memberikan pengaruh nyata terhadap persentase stek berakar pada taraf 5%. Persentase stek berakar pada stek 15 cm berbeda nyata terhadap panjang stek 5 cm, namun tidak berbeda nyata terhadap panjang stek 10 cm. Berdasarkan variasi panjang stek, panjang stek 15 cm memiliki persentase stek berakar paling besar, yaitu sebesar 92% dan panjang stek 5 cm memiliki persentase stek berakar paling rendah, yaitu sebesar 75%. Hal ini menunjukkan bahwa panjang stek 10 cm dan 15 cm merupakan panjang stek yang efektif dalam proses inisiasi akar. Panjang Akar Pertumbuhan akar diawali dengan pembentukan kalus yang terdiferesiasi. Akar memanjang bila kondisi tanaman membutuhkan air untuk metabolismenya. Pemanjangan akar dipengaruhi oleh kondisi media tanam, yaitu tingkat porositas dan tersedianya unsur hara dalam media tersebut. Nilai tengah panjang akar dari semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap panjang akar Media Panjang Stek Rata-rata 5 cm 10 cm 15 cm --------------------- (cm) ------------------------ Ttanah dan pupuk kandang kambing 3.81 8.39 7.84 6.68a Arang sekam 3.33 4.35 6.67 4.78b Serbuk kayu 4.79 8.24 9.73 7.59a Rata-rata 3.98b 6.99a 8.08a Ket : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %. Berdasarkan Tabel 4, ditunjukkan bahwa panjang akar dari media arang sekam berbeda nyata lebih pendek dibandingkan dengan panjang akar media

24 campuran tanah dan pupuk kandang kambing dan media serbuk kayu. Akar terpanjang dihasilkan media serbuk kayu dengan panjang akar rata-rata adalah 7.59 cm dan tidak berbeda nyata dengan panjang akar dari media campuran tanah dan pupuk kandang kambing, yaitu 6.68 cm. Hal ini diduga karena kandungan hara dalam media campuran tanah dan pupuk kandang kambing dan media serbuk kayu memicu akar untuk terus tumbuh dan menyerap hara. Berbeda dengan persentase stek berakar, pertumbuhan atau pemanjangan akar tidak hanya dipengaruhi oleh hara, namun juga dipengaruhi oleh porositas media, air dan oksigen. Hartman dan Kester (1983) menyatakan bahwa aerasi air dan udara atau oksigen yang cukup dapat menghasilkan perakaran yang sangat baik. Serbuk kayu memiliki akar yang lebih panjang karena porositasnya yang lebih baik dibandingkan tanah, sehingga memudahkan akar baru untuk menembus media dan mendapatkan aerasi yang cukup. Akar terpendek dihasilkan oleh media arang sekam, yaitu 4.78 cm akibat sedikitnya kandungan hara dalam media tersebut. Tabel 4 menunjukkan bahwa stek dengan panjang 15 cm memiliki panjang akar dengan rataan terpanjang, yaitu sebesar 8.08 cm dan berbeda nyata terhadap stek dengan panjang 5 cm, namun tidak berbeda nyata dengan panjang stek 10 cm. Kecukupan cadangan makanan dalam stek diduga tidak hanya berpengaruh pada proses awal pembentukan akar saja, namun juga pada proses pemanjangan akar sebagai upaya tumbuhan untuk menyerap hara dari media tanam. Selain itu, pertumbuhan akar dipengaruhi oleh keseimbangan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam tanaman, yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan zat penghambat. Faktor lain yang berpengaruh pada pertumbuhan akar adalah kofaktor perakaran yang berasal dari daun dan tunas (Hartman dan Kester, 1983). Hal ini menunjukkan bahwa stek dengan panjang 10 cm dan 15 cm merupakan panjang stek yang efektif dalam proses inisiasi akar, berkaitan dengan kecukupan cadangan makanan dan air yang mendukung untuk pembentukan sel-sel baru serta keseimbangan hormon dalam stek. Pertumbuhan Tunas Tunas terbentuk akibat adanya proses morfogenesis yang menyangkut interaksi pertumbuhan dan diferensiasi oleh beberapa sel yang memacu