A. KONDISI UMUM. Kenaikan rata-rata (%) Jumlah (Ton) ,30 1. Laut ,04

dokumen-dokumen yang mirip
L A K I P D J P B T r i w u l a n I TAHUN 2014 KATA PENGANTAR

L A K I P D J P B T r i w u l a n I I I TAHUN 2014 KATA PENGANTAR

BAB II PERENCANAAN KINERJA

LAKIP SEKRETARIAT DJPB TRIWULAN I 2014 KATA PENGANTAR

LAKIP SEKRETARIAT DJPB TRIWULAN III 2014 KATA PENGANTAR

1. Jumlah pegawai berdasarkan Jabatan : Jabatan Eselon II sebanyak 1 orang, Jabatan

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna sebagai informasi akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

KATA PENGANTAR. L a k i p T r i w u l a n I I I D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n , D J P B TAHUN 2014

DIREKTORAT USAHA BUDIDAYA

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2015 Direktur Produksi, Ir. Coco Kokarkin Soetrisno,M.Sc

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2014 Direktur Pengolahan Hasil. Dr. Ir. Santoso, M.Phil

LAPORAN KINERJA TRIWULAN II TAHUN 2015 BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA

KATA PENGANTAR. L a k i p T r i w u l a n 1 D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n , D J P B TAHUN 2014

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PORTOFOLIO DIREKTORAT KESEHATAN IKAN DAN LINGKUNGAN

KATA PENGANTAR. L a k i p T r i w u l a n I I D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n , D J P B TAHUN 2014

KATA PENGANTAR. Jakarta, 22 Januari 2015 Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Ir. Saut P. Hutagalung, M.Sc

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DALAM KONSEP MINAPOLITAN

KATA PENGANTAR. Semoga laporan ini bermanfaat dan berguna sebagai informasi akuntabilitas kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

2.1 Rencana Strategis

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KERJA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

L a k i p D i r e k t o r a t P r o d u k s i T a h u n , D i r e k t o r a t J e n d e r a l P e r i k a n a n B u d i d a y a, K K P

Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat Perikanan Budidaya Melalui PUMP Perikanan Budidaya Sebagai Implementasi PNPM Mandiri Kelautan Dan Perikanan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RUMUSAN RAPAT KERJA TEKNIS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. (PUMP) Perikanan Budidaya sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi

BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RENCANA KINERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

LAPORAN KINERJA (LAKIP) TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI TERPADU PERIKANAN BUDIDAYA 2017 Banten, 7-10 Mei 2017

KATA PENGANTAR. permasalahan yang dihadapi.

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

RANCANGAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

Jakarta, 10 Maret 2011

L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) T r i w u l a n I II TAHUN 2015 KATA PENGANTAR

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Rencana Strategis (RENSTRA)

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) T r i w u l a n I TAHUN 2015 KATA PENGANTAR

4 PEMBANGUNAN PERIKANAN DI WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

B. VISI : Indonesia Menjadi Negara Industri yang Berdaya Saing dengan Struktur Industri yang Kuat Berbasiskan Sumber Daya Alam dan Berkeadilan

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

PENGANTAR. Ir. Suprapti

PEDOMAN UMUM MONITORING, EVALUASI, DAN PELAPORAN MINAPOLITAN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

RENCANA STRATEGIS BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

Pengarahan KISI-KISI PROGRAM PEMBANGUNAN KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

BAB II PERENCANAAN KINERJA

LAPORAN KINERJA TRIWULAN III TAHUN 2015 BALAI BESAR PERIKANAN BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

L a p o r a n K i n e r j a ( L K j ) T r i w u l a n I II TAHUN 2016

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

BAB III Visi dan Misi

I. PENDAHULUAN. A. Maksud dan Tujuan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Lomba Penulisan Artikel HUT KORPRI Ke 43 Kabupaten Cilacap Mengangkat HARKAT, MINAPOLITAN Cilacap*

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

Bab II Perencanaan Kinerja

MEMUPUK SEMANGAT ENTERPRENEUR KEBAHARIAN GENERASI MUDA MENUJU GENERASI YANG MANDIRI DAN CINTA BAHARI

RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010

Transkripsi:

LAMPIRAN I. KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA NOMOR 21/KEP-DJPB/2014 TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA 2010-2014 BAB I. PENDAHULUAN A. KONDISI UMUM Perikanan budidaya diyakini memiliki kemampuan untuk menciptakan peluang usaha guna mengurangi kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) serta sekaligus mampu sebagai tumpuan pijakan bagi pertumbuhan ekonomi nasional (pro-growth). Hal ini mengingat sumberdaya lahan perikanan budidaya masih besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan serta memiliki beberapa krakteristik keunggulan lain yang mampu dijadikan sebagai landasan penumbuhan ekonomi nasional. Disamping itu, perikanan budidaya mempunyai kemampuan mengurangi tekanan terhadap lingkungan dari kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan dari perairan umum melalui perekayasaan ekosistem perairan untuk memproduksi ikan (pro-sustainability). Dalam kurun waktu 2010-2011, hasil pencapaian kinerja pembangunan perikanan budidaya yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010 2014 menunjukan hasil yang memuaskan. Uraian capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) dan beberapa Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) dalam kurun waktu 2010 2011 adalah sebagimana berikut: a. Pencapaian Indikator Kinerja Utama (IKU) Indikator Kinerja Utama (IKU) pembangunan perikanan budidaya dalam RPJM 2010 2014 adalah jumlah produksi perikanan budidaya. Produksi perikanan budidaya pada tahun 2010 (6,28 juta ton) meningkat sebesar 26,3% pada tahun 2011 yaitu menjadi 7,93 juta ton. Produksi perikanan budidaya tahun 2011 memberikan kontribusi sebesar 59,4% dari total produksi perikanan nasional yaitu sebesar 13,31 juta ton pada tahun 2011. Tabel 1. Produksi perikanan budidaya menurut jenis budidaya, 2010 2011. No. Jenis Budidaya Tahun 2010 Tahun 2011 Kenaikan rata-rata (%) Jumlah (Ton) 6.277.923 7.928.962 26,30 1. Laut 3.514.702 4.605.827 31,04 1

No. Jenis Budidaya Tahun 2010 Tahun 2011 Kenaikan rata-rata (%) 2. Air Payau 1.416.038 1.602.748 13,19 3. Air Tawar 1.347.184 1.720.388 27,70 - Kolam 819.809 1.127.127 37,49 - Karamba 121.271 131.383 8,34 - Jaring Apung 309.499 375.430 21,30 - Sawah 96.605 86.448-10,51 Sumber: Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2011 Komoditas rumput laut, nila, bandeng dan udang memberikan kontribusi produksi yang besar pada total produksi perikanan budidaya di tahun 2010 dan 2011. Pada tahun 2011 produksi rumput laut mencapai 5,17 juta ton atau 65,21% dari total produksi perikanan budidaya. Tingginya produksi rumput laut dikarenakan masa pemeliharaan yang cukup singkat, modal kerja yang relatif kecil dan penggunaan teknologi pembudidayaan yang relatif sederhana dibanding komoditas perikanan lainnya. Produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama sebagaimana pada. Tabel 2. Produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama, 2010-2011 No Komoditas Tahun 2010 Tahun 2011 Kenaikan rata-rata (%) Jumlah (ton) 6.277.923 7.928.962 26,30 1 Rumput Laut 3.915.017 5.170.201 32,06 2 Patin 147.888 229.267 55,03 3 Lele 242.811 337.577 39,03 4 Nila 464.191 567.078 22,16 5 Bandeng 412.757 467.449 13,25 6 Udang 380.972 400.385 5,10 7 Mas 282.695 332.206 17,51 8 Gurame 56.889 64.252 12,94 9 Kakap 5.738 5.236-8,75 10 Kerapu 10.398 10.580 1,75 11 Lainnya 349.568 344.731-1,38 Sumber: Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2011 b. Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Pelaksanaan Program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya diimplementasikan melalui 7 kegiatan yaitu: (1) pengembangan sistem prasarana dan sarana; (2) pengembangan sistem perbenihan; (3) pengembangan sistem produksi pembudidayaan ikan; (4) pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan; (5) pengembangan sistem usaha; (6) pengawalan dan penerapan teknologi adaptif perikanan budidaya; serta (7) dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya. 2

Beberapa capaian IKK dalam program peningkatan produksi perikanan budidaya tahun 2010 2011 diantaranya adalah: 1. Capaian Produksi Induk Unggul Ketersediaan induk unggul sangat terkait dengan capaian produksi perikanan budidaya. Induk yang unggul akan dapat menghasilkan benih ikan yang bermutu yang nantinya dapat dibudidayakan dengan hasil produksi yang optimal. Capaian produksi induk yang dihasilkan oleh unit pembenihan pemerintah dan masyarakat pada tahun 2011 adalah sebesar 12,72 juta induk atau meningkat 269,5 % dari produksi induk tahun 2010 sebesar 3,44 juta induk. Pencapaian produksi induk merupakan hasil kinerja dari jejaring perbenihan dan produksi induk unggul yang melibatkan berbagai pihak seperti Ditjen Perikanan Budidaya, lembaga riset (Balitbang KP, Perguruan Tinggi, BPPT, LIPI), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi dan perusahaan swasta bidang perbenihan. Tabel 3. Produksi induk menurut komoditas utama, 2010-2011 No Komoditas 2010 2011 Kenaikan Rata-rata (%) Jumlah (ekor) 3.440.523 12.713.882 269,53 1. Patin 23.073 89.989 290,02 2. Lele 414.053 5.443.055 1.214,58 3. Nila 907.077 1.522.735 67,87 4. Bandeng 13.406 13.331-0,56 5. Udang 1.616.870 5.075.223 213,89 6. Mas 58.421 116.735 99,82 7. Gurame 171.058 82.637-51,69 8. Kakap 7.025 1.515-78,43 9. Kerapu 13.371 27.058 102,36 10. Lainnya 216.169 341.604 58,03 Sumber: Laporan Tahunan 2011 Ditjen Perikanan Budidaya. 2. Produksi Benih Ikan/Udang dan Bibit Rumput Laut Pada tahun 2010 produksi benih ikan mencapai 43,30 miliar ekor benih. Sedangkan pada tahun 2011 produksi benih ikan mencapai 83,17 miliar ekor benih atau mencapai kenaikan sebesar 92,06% dibanding tahun 2010. Sebagaimana produksi benih ikan/udang, produksi bibit rumput laut juga mengalami peningkatan. Tahun 2010 produksi bibit rumput laut mencapai 153.880 ton. Sedangkan pada tahun 2011 produksi bibit rumput laut mencapai 316.969 ton, atau meningkat rata-rata sebesar 105,98%. Jumlah produksi benih ikan/udang dan bibit rumput laut masing-masing komoditas. Tabel 4. Produksi benih ikan/udang dan bibit rumput laut Tahun 2010-2011 3

No Komoditas 2010 2011 Kenaikan Rata-rata (%) Jumlah (ribu ekor)* 43.301.242 83.165.394 92,06 1. Rumput Laut (ton) 153.880 316.969 105,98 2. Patin 529.511 721.890 36,33 3. Lele 7.084.880 10.195.491 43,90 4. Nila 7.165.166 7.775.811 8,52 5. Bandeng 2.425.696 2.615.985 7,84 6. Udang 13.935.733 39.677.909 184,72 7. Mas 7.863.685 17.071.401 117,09 8. Gurame 791.785 639.448-19,24 9. Kakap 6.731 3.545-47,33 10. Kerapu 7.268 166.850 2.195,68 11. Lainnya 3.490.787 4.297.063 23,10 *Keterangan: jumlah tidak termasuk bibit rumput laut. Sumber: Laporan Tahunan 2011 Ditjen Perikanan Budidaya. 3. Sertifikasi Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) Seiring dengan tantangan dan persaingan global, pelaksanaan standardisasi, sertifikasi dan akreditasi memegang peranan penting dalam menjamin mutu produk. Produk yang dihasilkan harus aman untuk dikonsumsi serta ramah lingkungan. Terkait dengan hal tersebut, sistem perbenihan ikan berupaya untuk meningkatkan mutu benih dengan melakukan penerapan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB). Pada tahun 2010 jumlah unit perbenihan yang telah dilakukan sertifikasi CPIB sebanyak 58 unit. Sedangkan pada tahun 2011 bertambah menjadi 133 unit atau meningkat sebesar 129,3%. Peningkatan jumlah unit perbenihan bersertifikasi CPIB tersebut diharapkan menjadi jaminan ketersediaan benih bermutu yang akan menopang keberhasilan program peningkatan produksi perikanan budidaya. 4. Sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) Tuntutan pasar global terhadap produk perikanan budidaya adalah keamanan pangan (food safety) yaitu bahwa hasil perikanan budidaya harus aman untuk dikonsumsi sesuai persyaratan pasar. Sebagai konsekuensi meningkatnya perdagangan global, produk perikanan budidaya Indonesia harus mempunyai daya saing, baik dalam mutu produk maupun efisiensi dalam produksi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan gizi pangan, para pembudidaya ikan perlu menerapkan sertifikasi Cara Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB). Sertifikasi CBIB adalah penilaian kesesuaian persyaratan CBIB pada unit usaha budidaya, untuk menentukan tingkat penerapan kaidah-kaidah keamanan pangan dalam proses produksi. 4

Kegiatan penilaian sertifikasi CBIB sudah mulai dilaksanakan sejak tahun 2004 dengan obyek penilaian pada unit pembudidaya ikan meliputi pembudidayaan ikan perorangan, pokdakan, dan perusahaan. Jumlah kegiatan penilaian dan jumlah unit pembudidayaan yang lulus CBIB tiap tahun terus meningkat. Pada tahun 2010 kegiatan penilaian sertifikasi CBIB dilakukan pada 370 unit pembudidayaan ikan. Dari hasil penilaian, dinyatakan lulus sertifikasi CBIB sebanyak 315 unit. Sedangkan pada tahun 2011, kegiatan penilaian sertifikasi dilakukan pada 1.304 unit pembudidayaan ikan. Dari hasil penilaian, unit pembudidayaan ikan yang dinyatakan lulus sertifikasi CBIB tahun 2011 sebanyak 1.241 unit. Secara kumulatif sejak tahun 2004 sampai tahun 2011, kegiatan penilaian sertifikasi CBIB telah dilakukan pada 2.018 unit pembudidayaan ikan. Dari hasil penilaian, unit pembudidayaan ikan yang dinyatakan lulus CBIB sebanyak 1.852 unit atau tingkat kelulusan sebesar 92,93% sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 5. Tabel 5. Kegiatan Penilaian Sertifikasi dan Jumlah Unit Pembudidayaan yang Lulus Sertifikasi CBIB, 2010-2011 No Unit Pembudidaya Tahun 2010 Tahun 2011 Kumulatif Kegiatan Penilaian (unit) Lulus sertifikasi (unit) Kegiatan Penilaian (unit) Lulus sertifikasi (unit) Kegiatan Penilaian 2004-2011 Kumulatif Lulus Sertifikasi 2004-2011 Jumlah 370 315 1.304 1.241 2.018 1.852 1 Perorangan 190 164 1.053 1.010 1.372 1.275 2 Pokdakan 120 94 197 180 357 304 3 Perusahaan 60 57 54 51 289 273 Sumber: Laporan Tahunan 2011 Ditjen Perikanan Budidaya. 5. Luas Lahan Budidaya Luas lahan budidaya pada tahun 2010 adalah 1,08 juta hektar dan bertambah pada tahun 2011 menjadi 1,20 juta hektar atau naik sebesar 10,89% (Tabel 6). Meskipun kenaikan rata-rata total luas lahan tidak terlalu banyak, namun capaian produksi perikanan budidaya naik secara drastis yakni 26,30%. Hal ini mengindikasikan terjadinya kenaikan produksi per satuan luas lahan (produktivitas) akibat peningkatan penggunaan teknologi dalam usaha pembudidayaan ikan. 5

Tabel 6. Luas lahan budidaya menurut jenis budidaya, 2010-2011 No. Jenis Budidaya Tahun 2010 Tahun 2011 Kenaikan rata-rata (%) Jumlah (Hektar) 1.080.966 1.198.379 10,89 1. Laut 117.650 169.292 43,89 2. Air Payau 674.942 749.220 11,01 3. Air Tawar 288.374 279.867-2,95 - Kolam 148.278 126.382-14,77 - Karamba 637 561-11,93 - Jaring Apung 744 1.294 73,92 - Sawah 138.715 151.630 9,31 Sumber: Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2011 Salah satu pendorong bertambahnya luas lahan budidaya adalah stimulus sarana dan prasarana dari pemerintah yakni pendistribusian keramba jaring apung (KJA) dan alat berat eskavator (backhoe). Pada tahun 2011 Ditjen Perikanan Budidaya mendistribusikan 175 unit KJA dan 65 unit eskavator untuk perluasan dan rehabilitasi lahan budidaya. 6. Pembudidaya Ikan Sampai pada tahun 2011 terdapat lebih dari 3,34 juta orang bekerja sebagai pembudidaya ikan. Jumlah pembudidaya tersebut naik 5,75% dibanding tahun 2010 yakni sebanyak 3,16 juta orang (Tabel 7). Budidaya kolam merupakan kegiatan budidaya yang paling banyak pembudidayanya yakni 1,62 juta orang atau 48,56% dari total pembudidaya di Indonesia pada tahun 2011. Jumlah pembudidaya ikan tersebut diprediksi akan terus bertambah seiring dengan peningkatan implementasi program/kegiatan pembangunan perikanan budidaya yang pro-job sebagai jawaban terhadap peningkatan jumlah penduduk yang akan diiringi dengan peningkatan jumlah angkatan kerja. Tabel 7. Pembudidaya ikan menurut jenis budidaya, 2010-2011 No. Jenis Budidaya Tahun 2010 Tahun 2011 Kenaikan rata-rata (%) Jumlah (orang) 3.162.247 3.343.934 5,75 1. Budidaya Laut 498.001 517.340 3,88 2. Budidaya Tambak 553.325 586.495 5,99 3. Budidaya Kolam 1.536.082 1.623.700 5,70 4. Budidaya Karamba 104.917 119.719 14,11 5. Budidaya Jaring Apung 62.692 79.310 26,51 6. Budidaya Sawah 407.230 417.370 2,49 Sumber: Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2011 6

7. Pemberdayaan Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) melalui Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP) yang terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), Ditjen Perikanan Budidaya melaksanakan program pemberdayaan kelompok pembudidaya ikan dengan menyalurkan bantuan sosial Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya (PUMP-PB). Pada tahun 2010, dilakukan pemberdayaan melalui bantuan usaha pembudidayaan ikan untuk wirausaha pemula dengan penerima manfaat sebanyak 1.820 pokdakan dari 273 kabupaten/kota di 33 provinsi. Pada tahun 2011, penerima manfaat bantuan sosial sebanyak 2.000 pokdakan dari 300 kabupaten/kota di 33 provinsi. Jumlah pokdakan dan lokasi penerima manfaat tersebut naik 9,89% dibanding tahun 2010 (Tabel 8). Pemberdayaan pokdakan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan atau meningkatkan kemampuan masyarakat pembudidaya ikan baik secara individu maupun kelompok dalam upaya peningkatan kapasitas dan kemandirian usaha sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Tabel 8. Pemberdayaan pokdakan melalui bantuan sarana produksi pada kelompok pembudidaya ikan, 2010-2011 No. Uraian Penerima Kenaikan Tahun 2010 Tahun 2011 Manfaat rata-rata (%) 1. Jumlah Pokdakan 1.820 2.000 9,89 2. Jumlah Kabupaten/ Kota 273 300 9,89 3. Jumlah Provinsi 33 33 0,00 Sumber: Laporan Tahunan 2011 Ditjen Perikanan Budidaya. 8. Laboratorium Uji yang Memenuhi Standar Teknis Standardisasi laboratorium diperlukan agar laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada seluruh stakeholder perikanan budidaya khususnya dalam memberikan pelayanan pengujian kualitas air, uji hama penyakit ikan dan laboratorium uji residu. Pada tahun 2010 terdapat 25 unit laboratorium uji yang memenuhi standar teknis (bangunan, peralatan, SDM dan Metoda Uji). Sedangkan pada tahun 2011 terdapat 31 unit laboratorium uji yang memenuhi standar teknis atau meningkat 24 % dibanding tahun 2010. Penyedia layanan laboratorium uji tersebut adalah UPT Ditjen Perikanan Budidaya, UPTD DKP Provinsi dan UPTD DKP Kabupaten/Kota. 7

9. Penyakit Ikan Penting yang dapat Dikendalikan Keberhasilan pengendalian dan penanganan penyakit ikan merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian produksi, karena sebagian besar kasus kegagalan panen pada umumnya disebabkan oleh serangan penyakit ikan. Penyakit ikan penting dinyatakan dapat dikendalikan apabila dapat dicegah untuk tidak mewabah dan atau disembuhkan. Salah satu upaya pencegahan adalah dengan membentuk imunitas (kekebalan) pada ikan sehingga serangan penyakit tidak menyebabkan kematian. Pembentukan imunitas antara lain dapat dilakukan melalui vaksinasi agar komoditas yang dibudidayakan dapat membentuk sistem kekebalan tubuh yang lebih baik dalam menghadapi serangan penyakit. Pada tahun 2010 jenis penyakit ikan penting yang dapat dikendalikan adalah sebanyak 3 jenis penyakit. Sedangkan pada tahun 2011 pencapaian pengendalian jenis penyakit ikan penting adalah sejumlah 8 jenis penyakit, yang terdiri dari: Streptococciasis (Streptococcus agalactiae dan Streptococcus iniae), penyakit vibriosis pada ikan, penyakit Koi Herpes Virus (KHV), penyakit merah (Motile Aeromonas Septicemia), penyakit Viral Nervous Necrosis (VNN), penyakit iridovirus, dan penyakit columnaris disease pada ikan laut. Upaya pencegahan dan pengendalian terus dilakukan khususnya pada penyakit penting lainnya melalui gerakan vaksinasi ikan yang digalakkan di sentra-sentra perikanan budidaya. B. POTENSI DAN PERMASALAHAN a. Ketersediaan Lahan dan Air Perikanan Budidaya Ketersediaan lahan pengembangan perikanan budidaya meliputi: (a) budidaya laut, (b) budidaya air payau, (c) budidaya air tawar. Luas lahan potensial untuk budidaya ikan tercatat sekitar 12 juta hektar dengan rincian: 8,4 juta hektar untuk budidaya laut; 1,2 juta hektar untuk budidaya air payau, dan 2,2 juta hektar untuk budidaya air tawar. Berdasarkan hasil kajian Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun 2004, Indonesia diperkirakan memiliki potensi indikatif sebesar 8,4 juta ha perairan laut, dimana 3,8 juta ha merupakan potensi efektif yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kawasan perikanan budidaya laut. Terdiri dari 775 ribu ha untuk pengembangan KJA ikan/lobster/abalone, 37,2 ribu ha untuk pengembangan karamba tancap ikan, 769,5 ribu ha untuk pengembangan budidaya rumput laut, 4,7 juta ha untuk pengembangan budidaya kekerangan, 174,6 ribu ha untuk pengembangan budidaya teripang dan 1,9 juta ha untuk pengembangan budidaya tiram mutiara. Potensi lahan kawasan perikanan budidaya air payau dihitung berdasarkan kriteria kelayakan teknis dan lahan yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan 8

budidaya air payau. Berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun 2003, terdapat 1,2 juta ha, dengan rincian 450.000 ha telah dimanfaatkan dan 774.000 ha tersedia untuk pengembangan. Potensi lahan budidaya air tawar terdiri dari lahan budidaya kolam, sawah (mina padi) dan di perairan umum yang terdiri dari danau, rawa dan sungai. Untuk potensi lahan budidaya di kolam, dihitung berdasarkan asumsi luas lahan yang mendapat pasokan air irigasi teknis sebagai sumber airnya. Dengan memanfaatkan potensi sekitar 20% pasok air irigasi tersebut, diperkirakan luas potensi lahan untuk budidaya di kolam adalah sebesar 528.700 ha. Berdasarkan kajian Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Tahun 2003, potensi lahan untuk pengembangan budidaya di kolam yang terluas adalah di pulau Jawa, yaitu propinsi Jawa Timur 92.400 ha, diikuti Jawa Barat 86.700 ha dan Jawa Tengah 83.200 ha. Di wilayah Sumatera, potensi lahan budidaya tawar yang terluas adalah NAD 29.000 ha, Sumatera Utara 31.800 ha dan Sumatera Barat 24.300 ha. Di Indonesia bagian Timur, potensi lahan untuk kolam yang terbesar adalah Sulawesi Selatan 34.800 ha. Potensi lahan budidaya ikan di perairan umum, meliputi budidaya di danau, rawa dan sungai. Budidaya perikanan di perairan umum harus dilakukan secara ramah lingkungan, produktif, serta sesuai dengan penggunaan perairan umum untuk keperluan lainnya. Sedangkan potensi lahan budidaya di sawah atau lebih dikenal dengan sebutan budidaya mina padi, masih sangat besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Diperkirakan di seluruh Indonesia terdapat potensi sawah untuk pengembangan budidaya minapadi sekitar 1,5 juta ha. Peluang pemanfaatan potensi lahan dan air dihadapkan pada permasalahan diantaranya adalah kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana alam seperti banjir, erosi dan tsunami yang sering mengakibatkan kerusakan lahan perikanan dan jaringan irigasi. Selain itu, lahan perikanan budidaya juga dihadapkan pada permasalahan tata ruang yang dimungkinkan terjadinya konflik kepentingan antar berbagai sektor. Terlebih lagi dari sisi status penguasaan lahan oleh sebagian pembudidaya ikan belum memiliki legalitas yang kuat dalam bentuk sertifikat. Sub sektor perikanan budidaya merupakan suatu kegiatan yang sangat rentan terhadap adanya eksternalitas dari sektor lain, terutama terkait dengan pemanfaatan sumberdaya air. Pengurangan kualitas dan kuantitas air untuk kegiatan usaha perikanan budidaya adalah permasalahan yang sering muncul dari adanya konflik kepentingan pemanfaatan lahan. Pengurangan kualitas air berupa pencemaran perlu diwaspadai sebagai potensi berkurangnya jaminan keamanan pangan, dan lebih jauh lagi bahwa pencemaran dapat menyebabkan kematian pada komoditas yang dibudidayakan yang dapat berakibat terjadinya kegagalan panen. 9

Tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan lahan dan air perikanan budidaya ke depan adalah bagaimana meningkatkan koordinasi lintas sektor dan meningkatkan posisi tawar sektor perikanan budidaya. Selain itu, diperlukan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan jaringan irigasi. b. Tenaga Kerja Perikanan Budidaya Jumlah penduduk yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan merupakan potensi tenaga kerja perikanan budidaya, terlebih lagi penduduk yang tinggal di daerah pesisir. Sampai pada tahun 2011 terdapat lebih dari 3,38 juta orang menggantungkan hidup pada kegiatan perikanan budidaya. Jumlah tenaga kerja tersebut diprediksi akan terus bertambah seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan angkatan kerja. Apabila jumlah penduduk yang besar dapat ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya mengenai perikanan budidaya, maka ini dapat secara langsung menunjang peningkatan produksi perikanan budidaya. Selain itu, peningkatan jumlah lulusan perguruan tinggi perikanan menunjukkan bahwa potensi tenaga kerja terdidik di bidang perikanan budidaya akan semakin tinggi. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah menjadi kendala serius dalam pembangunan perikanan budidaya karena kegiatan perikanan budidaya berbasis di wilayah pedesaan yang rentan akan keterbatas akses pendidikan tinggi. Di sisi lain, anggota masyarakat pedesaan yang telah mengenyam pendidikan tinggi sering kali lebih tertarik bekerja dan berusaha di luar sektor perikanan karena belenggu kemiskinan di daerah pedesaan. Kondisi tersebut akan semakin parah bila tidak ada kegiatan penyuluhan, bimbingan teknis dan pendampingan di lapang. Tantangan ke depan sub sektor perikanan budidaya harus mampu memberikan jawaban terhadap kebutuhan peningkatan lapangan kerja melalui penguatan program dan kegiatan yang bersifat pro job. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan lebih aktif memperkenalkan usaha perikanan budidaya dan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk pembudidaya pemula dan kaum wanita melalui stimulus bantuan sarana produksi. Selain itu, kegiatan penyuluhan, pendampingan dan bimbingan teknis untuk pembudidaya perlu terus ditingkatkan untuk menjamin keberhasilan dan meningkatkan keuntungan usaha budidaya. c. Teknologi Perikanan Budidaya Banyak paket teknologi penelitian dan perekayasaan di bidang perikanan budidaya yang dapat dimanfaatkan oleh pembudidaya ikan untuk meningkatkan kuantitas, kualitas, dan produktivitas perikanan budidaya secara efisien. Berbagai spesies ikan komersial sudah berhasil di 10

budidayakan seperti kerapu, kakap, ikan hias. Program broodstock center perikanan budidaya telah menghasilkan induk varietas unggul berbagai spesies dan benih berkualitas tinggi. Keberhasilan dalam produksi vaksin, probiotik dan immunostimulan untuk ikan/udang, diterbitkannnya Standar Nasional Indonesia bidang perikanan budidaya, serta tersebarnya laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan utamanya untuk deteksi dini penyakit ikan yang dimiliki oleh pemerintah, swasta, maupun perguruan tinggi menambah optimis usaha di bidang perikanan budidaya akan terus tumbuh. Permasalahan teknologi dalam pengembangan produksi perikanan budidaya diantaranya adalah belum optimalnya pengembangan formulasi pakan ikan yang berkualitas dengan harga murah. Padahal sebagian besar biaya produksi adalah untuk penggunaan pakan. Akibatnya sering kali marjin keuntungan pembudidaya relatif kecil, utamanya pada kegiatan budidaya air tawar. Tantangan ke depan yang adalah bagaimana mengembangkan teknologi produksi pakan ikan berkalitas dengan harga murah dan menjamin ketersedian pakan untuk pembudidaya utamanya di pelosok desa. Ketersediaan teknologi yang tepat guna perlu disertai dengan upaya penyebaran teknologi tersebut kepada pelaku usaha perikanan budidaya. Peran serta Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan institusi penyuluh sangatlah penting dalam penyebaran informasi tersebut. Kegiatan diseminasi teknologi dan percontohan menjadi kegiatan penting sehingga perlu dikuatkan di masa yang akan datang. d. Potensi Pertumbuhan Penduduk, Daya Beli dan Permintaan Pasar Menurut publikasi Badan Pusat Statistik pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil sensus adalah sebanyak 237,56 juta orang, dengan laju pertumbuhan penduduk sebanyak 1,49 persen per tahun. Jumlah penduduk yang sangat besar merupakan pasar dalam negeri yang potensial bagi produk perikanan khususnya perikanan budidaya. Pencapaian keberhasilan pembangunan ekonomi akan berdampak pada peningkatan pendapatan per kapita masyarakat yang akan berimplikasi pada peningkatan daya beli dan konsumsi masyarakat, termasuk komoditas perikanan. Permasalahan yang dihadapi adalah dalam pengembangan pasar domestik untuk komoditas perikanan adalah masih rendahnya konsumsi ikan oleh masyarakat Indonesia. Data yang dirilis Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, menunjukkan bahwa tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 30,48 Kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi tersebut masih rendah 11

dibanding negara lain seperti Malaysia (55,4 kg/kapita/tahun) dan Singapura (37,9 kg/kapita/pertahun). Masih rendahnya konsumsi masyarakat akan produk perikanan membuka peluang bagi peningkatan volume produksi dan diversifikasi produk perikanan di Indonesia. Namun hal tersebut harus diikuti dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya makan ikan serta menjamin kualitas produk perikanan yang aman dikonsumsi sesuai dengan permintaan pasar. Produk perikanan Indonesia juga berpeluang untuk dipasarkan ke pasar internasional seiring dengan pemberlakuan pasar bebas di era gloalisasi. Terbukanya pasar luar negeri harus disertai dengan upaya pemenuhan persyaratan negara pengimpor terutama terkait dengan keamanan pangan. Perikanan Budidaya terus dibangun dan dikembangkan dengan pola pikir industrialisasi, guna meningkatkan daya saing serta nilai tambah dalam menghadapi era pasar global, serta tuntutan pengelolaan sumberdaya perikanan yang lebih bertanggung jawab. e. Akses Pembiayaan Permodalan Usaha Perikanan Permodalan merupakan faktor penting kegiatan usaha perikanan budidaya. Modal usaha perikanan budidaya dapat bersumber dari masyarakat pembudidaya sendiri maupun pinjaman dari lembaga permodalan. Salah satu potensi sumber permodalan yang belum optimal penggunaannya adalah kredit program yang dikeluarkan oleh pemerintah, dintaranya adalah Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E). Pada tahun 2011, realisasi penyaluran KKP-E bidang perikanan hanya sebesar Rp. 73,25 Miliar atau 7,76% dari alokasi yang tersedia sebesar Rp. 943,58 Miliar. Hal ini merupakan peluang akses permodalan untuk mengembangkan skala usaha perikanan budidaya. Namun akses kredit program tersebut masih dihadapkan pada kendala yakni sebagian besar pembudidaya belum memiliki kemampuan untuk mengakses sumber permodalan/lembaga keuangan formal, diantaranya akibatkan oleh tidak mudahnya prosedur pengajuan kredit dan ketiadaan agunan yang dipersyaratkan, khususnya yang terjadi pada pembudidaya ikan berskala kecil. Lahan budidaya juga sebagian besar belum memiliki sertifikat kepemilikan resmi sehingga tidak dapat dijadikan agunan. Di sisi lain, kelembagaan kelompok pembudidaya ikan yang belum solid serta tingkat pendidikan yang rendah juga merupakan faktor pembatas dalam menyusun proposal/rencana usaha dan mengelola administrasi keuangan yang merupakan pra syarat dalam pengajuan pinjaman ke perbankan. Tantangan ke depan untuk mendorong keberpihakan pemerintah dan perbankan untuk memberikan kemudahan akses kredit program dan kredit komersial berbunga rendah yang disertai dengan upaya memperluas 12

jaringan pelayanannya hingga ke pelosok pedesaan. Di samping itu, diperlukan upaya pendampingan dan penguatan kelembagaan usaha kelompok, peningkatan kemampuan dalam menyusun rencana usaha dan manajemen pengelolaan keuangan serta penumbuhan, pengembangan kelembagaan keuangan mikro dan pengembangan koperasi pembudidaya di perdesaan. 13

A. VISI Program peningkatan produksi perikanan budidaya yang telah dilaksanakan selama ini telah menunjukkan hasil yang nyata. Namun demikian, pembangunan perikanan budidaya masih dihadapkan pada sejumlah tantangan global dan permasalahan yang menuntut perubahan paradigma dan desain percepatan pembangunan perikanan budidaya. Sejalan dengan tantangan dan permasalahan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengembangkan kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang akan dimulai sejak tahun 2012 dengan tujuan untuk meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Melalui industrialisasi, para pelaku usaha perikanan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing, sekaligus membangun sistem produksi yang modern dan terintegrasi dari hulu sampai hilir. Dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2010-2014 yang telah disesuaikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan visi Pembangunan Kelautan dan Perikanan yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat. Sebagai upaya mengintegrasikan dengan pembangunan kelautan dan perikanan serta berlandaskan pemahaman dan penelaahan terhadap peluang dan potensi, serta permasalahan pengembangan perikanan budidaya di masa yang akan datang, maka Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melakukan penyesuaian visi sebagaimana berikut: Pembangunan Perikanan Budidaya yang Berdaya Saing dan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Masyarakat Dengan visi tersebut, ingin diwujudkan pengelolaan sumberdaya perikanan budidaya yang memberikan nilai tambah pada produk perikanan budidaya sehingga memiliki daya saing tinggi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan agar berkelanjutan. Dengan demikian, peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan. Melalui pembangunan perikanan budidaya yang berdaya saing, ingin diwujudkan usaha perikanan budidaya dalam bentuk sistem yang terpadu, dimana masingmasing sub sistem didalamnya secara konsisten mampu menghasilkan produk 14

perikanan budidaya yang berkualitas, efisien, serta memiliki daya saing baik di pasar domestik maupun internasional. Sistem usaha perikanan budidaya yang efisien akan mampu menghasilkan produk yang berdaya saing mampu menembus pasar yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan pendapatan, kesejahteraan masyarakat pembudidaya ikan dan sekaligus pengurangi kemiskinan (pro-poor), peningkatan penyerapan tenaga kerja (pro-job), peningkatan pertumbuhan ekonomi (pro-growth). Melalui pembangunan perikanan budidaya yang berkelanjutan, ingin diwujudkan sistem usaha perikanan budidaya yang memiliki komitmen kuat untuk memperhatikan daya dukung lahan serta memperhatikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan hidup (pro-environment), sehingga usaha perikanan budidaya yang dikembangkan dapat dilaksanakan secara berkesinambungan dan bertanggungjawab. B. MISI Dalam rangka mewujudkan visi di atas, maka ditetapkan misi pembangunan perikanan budidaya yaitu: Mengelola Sumberdaya Perikanan Budidaya secara Optimal dan Berwawasan Lingkungan C. TUJUAN Sesuai dengan visi dan misi di atas, Ditjen Perikanan Budidaya menetapkan tujuan dalam pembangunan perikanan budidaya yaitu: Meningkatnya Produksi Perikanan Budidaya yang Berkelanjutan Indikator tujuan pembangunan perikanan budidaya adalah meningkatnya produksi perikanan budidaya dengan volume produksi perikanan budidaya tahun 2013-2014 sebagaimana tabel berikut: No. Jenis Budidaya Tahun 2013 Tahun 2014 Jumlah (ton) 11.632.122 13.978.946 1. Budidaya Air Tawar 3.354.668 3.881.602 2. Budidaya Air Payau 1.440.781 3.370.656 3. Budidaya Laut 6.836.673 6.726.688 15

D. SASARAN STRATEGIS Sasaran strategis pembangunan perikanan budidaya berdasarkan tujuan yang akan dicapai dijabarkan dalam empat perspektif dengan masing-masing IKU sebagai berikut: Stakeholder Perspektive 1. meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: a. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi); dan b. pertumbuhan PDB perikanan. Customer Perspective 2. meningkatnya ketersediaan produk kelautan dan perikanan yang bernilai tambah. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: a. jumlah produksi perikanan budidaya; dan b. nilai produksi perikanan budidaya. 3. meluasnya kesiapan masyarakat dan kesempatan kerja di bidang kelautan dan perikanan. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: a. jumlah tenaga kerja baru bidang perikanan budidaya; dan b. jumlah kelompok usaha perikanan budidaya yang memenuhi standar kelembagaan. 4. meningkatnya usaha dan investasi di bidang perikanan budidaya. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: a. jumlah unit usaha pembenihan ikan yang operasional; b. jumlah rumah tangga pembudidaya ikan (RTP); dan c. jumlah investasi yang mendukung kegiatan usaha perikanan budidaya. Internal Process Perspective 5. tersedianya kebutuhan inovasi teknologi hasil litbang dan rekayasa untuk modernisasi sistem produksi budidaya perikanan. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: jumlah teknologi inovatif budidaya hasil perekayasaan. 6. tersedianya kebijakan Perikanan Budidaya sesuai kebutuhan. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: 16

a. jumlah RSNI 3 yang disusun; b. jumlah kebijakan publik perikanan budidaya yang diselesaikan; dan c. jumlah draft peraturan perundang-undangan perikanan budidaya. 7. terselenggaranya modernisasi sistem produksi KP, pengolahan, dan pemasaran produk KP yang optimal dan bermutu. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: a. jumlah unit perbenihan yang bersertifikat; b. jumlah unit pembudidayaan ikan yang disertifikasi; c. rasio kawasan perikanan budidaya yang terfasilitasi sarana dan prasarana sesuai dengan perencanaan tahunan; d. jumlah kelompok yang menerapkan teknologi anjuran perikanan budidaya; dan e. jumlah laboratorium Uji yang Memenuhi Standar Teknis (Laboratorium Kualitas Air, Laboratorium HPI dan Laboratorium Residu). 8. terselenggaranya pengendalian usaha perikanan budidaya. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: a. tingkat kepuasan publik terhadap prosedur layanan perizinan (skala likert A - D); dan b. tingkat ketaatan pemangku kepentingan dalam penyampaian data perikanan budidaya. 9. terwujudnya sistem kesehatan ikan dan lingkungan perikanan budidaya yang memadai. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: c. prosentase produk perikanan budidaya yang bebas residu atau dibawah ambang batas residu yang diperbolehkan sesuai dengan perminataan pasar; d. jumlah penyakit ikan penting yang dapat dikendalikan; dan e. jumlah kawasan budidaya yg mendapatkan pengawasan /pengendalian kualitas lingkungan. Learning and Growth Perspective 10. tersedianya SDM Ditjen PB yang kompeten dan profesional. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: a. indeks kesenjangan kompetensi pejabat eselon III,IV dan V lingkup Ditjen PB; dan b. indeks kesenjangan kompetensi pejabat fungsional. 11. tersedianya informasi yang valid, handal dan mudah diakses di bidang PB. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: 17

a. service level agreement di Ditjen PB; dan b. persepsi user terhadap kemudahan akses informasi dan data terkini di Ditjen PB. 12. terwujudnya good governance & clean government di Ditjen PB. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: a. jumlah rekomendasi Aparat Pengawas Internal dan Eksternal Pemerintah (APIEP) yang ditindaklanjuti dibanding total rekomendasi di Ditjen PB; b. nilai AKIP Ditjen PB; c. nilai integritas Ditjen PB; d. nilai Inisiatif anti korupsi Ditjen PB; dan e. nilai penerapan reformasi birokrasi Ditjen PB. 13. terkelolanya anggaran secara optimal di Ditjen PB. Indikator Kinerja Utama (IKU) pencapaian sasaran strategis ini adalah: prosentase penyerapan Anggaran Ditjen PB. IKU pembangunan perikanan budidaya dari masing-masing sasaran strategis beserta target yang akan dicapai pada tahun 2013-2014 sebagaimana dirinci dalam tabel berikut: SASARAN STRATEGIS URAIAN INDIKATOR KINERJA STAKEHOLDER PERSPECTIVE 1 Meningkatnya kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan 1 2 Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) Pertumbuhan PDB Perikanan CUSTOMER PERSPECTIVE 2 Meningkatnya ketersediaan produk kelautan dan perikanan yang bernilai tambah 3 Meluasnya kesiapan masyarakat untuk usaha dan kesempatannkerja di bidang PB 4 Meningkatnya usaha dan investasi di bidang perikanan budidaya 3 Jumlah produksi perikanan budidaya (Juta Ton) 4 Nilai produksi perikanan budidaya (miliar rupiah) 5 Jumlah tenaga kerja baru bidang perikanan budidaya (orang) 6 Jumlah kelompok usaha perikanan budidaya yang memenuhi standar kelembagaan (kelompok) 7 Jumlah unit usaha pembenihan ikan yang operasional (unit) 8 Jumlah rumah tangga pembudidaya ikan (RTP)(unit) 2013 2014 104 105 7 7,25 11,63 13,97 96.778 124.300 132.865 146.282 1.957 3.388 33.303 40.250 1.751.000 1.842.000 18

SASARAN STRATEGIS URAIAN INDIKATOR KINERJA 9 Jumlah investasi yang mendukung kegiatan usaha perikanan budidaya (Miliar Rupiah) INTERNAL PROCESS PERSPECTIVE 5 Tersedianya kebutuhan inovasi teknologi hasil litbang dan rekayasa untuk modernisasi sistem produksi budidaya perikanan 6 Tersedianya kebijakan Perikanan Budidaya sesuai kebutuhan 7 Tersedianya modernisasi sisem produksi KP, pengolahan dan pemasaran produk KP yang optimal dan bermutu 8 Terselenggaranya pengendalian usaha perikanan budidaya 10 Jumlah teknologi inovatif budidaya hasilperekayasaan (paket) 2013 2014 21.799 23.200 14 14 11 Jumlah RSNI 3 yang disusun 64 109 12 Jumlah kebijakan publik perikanan budidaya yang diselesaikan 13 Jumlah draft peraturan perundang-undangan perikanan budidaya 14 Jumlah unit perbenihan yang bersertifikat (unit) 15 Jumlah unit pembudidayaan ikan yang disertifikasi (unit) 16 Rasio kawasan perikanan budidaya yang terfasilitasi sarana dan prasarana sesuai denganperencanaan tahunan 17 Jumlah kelompok yang menerapkan teknologi anjuran perikanan budidaya (kelompok) 18 Jumlah laboratorium Uji yang Memenuhi Standar Teknis (Laboratorium Kualitas Air, Laboratorium HPI dan Lab. Residu) 19 Tingkat kepuasan publik terhadap prosedur layanan perizinan (skala likert A - D) 20 Tingkat ketaatan pemangku kepentingan dalam penyampaian data perikanan budidaya 30 35 3 3 225 320 7.000 8.000 20 30 132 132 43 45 A A 100 100 19

SASARAN STRATEGIS 9 Terwujudnya sistem kesehatan ikan dan lingkungan perikanan budidaya yang memadai URAIAN INDIKATOR KINERJA 21 Prosentase produk perikanan budidaya yang bebas residu atau dibawah ambang batas residu yang diperbolehkan sesuai dengan perminataan pasar 22 Jumlah penyakit ikan penting yang dapat dikendalikan 23 Jumlah kawasan budidaya yg mendapatkan pengawasan /pengendalian kualitas lingkungan (kawasan) LEARN & GROWTH PERSPECTIVE 10 Tersedianya SDM Ditjen PB yang kompeten dan profesional 24 Indeks Kesenjangan Kompetensi pejabat eselon III,IV dan V lingkup Ditjen PB 25 Indeks Kesenjangan Kompetensi pejabat 11 Tersedianya informasi yang valid, handal dan mudah diakses di bidang PB 12 Terwujudnya good governance & clean government di Ditjen PB fungsional 26 Service Level Agreement di Ditjen PB 27 Persepsi user terhadap kemudahan akses informasi dan data terkini di Ditjen PB (skala likert 1-5) 28 Jumlah rekomendasi Aparat Pengawas Internal dan Eksternal Pemerintah (APIEP) yang ditindaklanjuti dibanding total rekomendasi di Ditjen PB 2013 2014 96 96 15 17 99 111 60 50 60 50 70 75 4 4,25 100 100 13 Terkelolanya anggaran secara optimal di Ditjen Perikanan Budidaya 29 Nilai AKIP Ditjen PB Nilai AKIP A Nilai AKIP A 30 Nilai integritas Ditjen PB 6,5 6,75 31 Nilai Inisiatif anti korupsi Ditjen PB 32 Nilai Penerapan Reformasi Birokrasi Ditjen PB 33 Persentase penyerapan Anggaran Ditjen PB 7,5 7,75 75 (setara 80 (setara level 4) level 4) > 95 > 95 20

A. Arah Kebijakan dan Strategi Ditjen Perikanan Budidaya Arah kebijakan dan strategi Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya diimplementasikan dalam keterkaitan dengan 4 prioritas pembangunan kelautan dan perikanan nasional sebagaimana berikut: 1. Prioritas ke-1: Reformasi birokrasi dan Tata Kelola Pemerintah, yang akan dilaksanakan antara lain melalui peningkatan kinerja dalam pelayanan publik, pengelolaan keuangan negara menuju opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), penataan organiasi, dan peningkatan akuntabilitas kinerja aparatur dan instansi pemerintah; 2. Prioritas ke-4: Penanggulangan kemiskinan, yang dalam implemetasinya akan dilaksanakan untuk memberikan kontribusi dalam menurunkan tingkat kemiskinan nasional, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat yang berpendapatan rendah, khususnya pembudidaya ikan skala kecil melalui perluasan jangkauan program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Kelautan dan Perikanan, Program Peningkatan Kehidupan Nelayan (klaster 4) dan peningkatan kapasitas skala usaha dan kewirausahaan; 3. Prioritas ke-5: Ketahanan pangan, yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan melanjutkan revitalisasi perikanan dalam mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan produksi, peningkatan daya saing dan nilai tambah produk perikanan melalui pengembangan industrialisasi perikanan budidaya dan pengembangan kawasan minapolitan. 4. Prioritas ke-9: Lingkungan Hidup, perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk mendukung pengembangan perikanan budidaya yang berkelanjutan, dan disertai dengan penguasaan dan pengelolaan resiko bencana pada kawasan perikanan budidaya untuk mengantisipasi perubahan iklim. 21

Disamping itu, dalam rangka mendukung pelaksanaan strategi pembangunan nasional pro-poor, pro-job, pro-growth, dan pro-environment, akan dilakukan melalui: 1. Pro-poor Pendekatan pro-poor dilakukan melalui pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat pelaku usaha perikanan budidaya 2. Pro-job Pendekatan pro-job dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan potensi perikanan budidaya yang belum tergarap dan penumbuhan wirausaha baru untuk menurunkan tingkat pengangguran nasional. Usaha membuka lapangan kerja diiringi dengan dukungan pengembangan akses terhadap modal dan kapastian usaha 3. Pro-growth Pendekatan pro-growth dilakukan melalui peningkatan peran perikanan budidaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi sektor kelautan dan perikanan sebagai pilar ketahanan ekonomi nasional melalui tranformasi pelaku ekonomi kelautan dan perikanan, dari pelaku ekonomi subsisten menjadi pelaku usaha modern, melalui berbagai dukungan pengembangan infrastruktur, industrialisasi dan moderenisasi 4. Pro-Environment Pendekatan pro-environment dilakukan melalui upaya pemulihan dan pemanfaatan sumberdya alam untuk keberlanjutan pengembangan perikanan budidaya. Menjabarkan arah kebijakan dan strategi pembangunan kelautan dan perikanan yang terkait dengan pembangunan perikanan budidaya, maka arah kebijakan Ditjen Perikanan Budidaya tahun 2013 2014 adalah sebagai berikut: 1. Terpenuhinya penerapan teknologi anjuran pembudidayaan ikan serta tersedianya data statistik PB yang akurat dan mutahir. 2. Terpenuhinya kebutuhan induk unggul dan benih bermutu. 3. Terjaganya kondisi lingkungan yang optimal untuk menghasilkan produk perikanan budidaya yang aman dikonsumsi 4. Meningkatnya aksesbilitas permodalan, fasilitasi investasi dan penguatan kelembagaan usaha perikanan budidaya. 5. Tersedianya prasarana dan sarana yang memadai di kawasan/sentra produksi perikanan budidaya. 6. Pengawalan dan pendampingan teknologi dalam rangka pengembangan kawasan perikanan budidaya 22

7. Pengelolaan keuangan dan aset Satker lingkup DJPB menuju KKP dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian dan penataan organisasi Selanjutnya, strategi yang akan dilakukan untuk melaksanakan arah kebijakan sebagaimana tersebut di atas adalah melalui: a. Pengembangan Kawasan Minapolitan Minapolitan merupakan suatu konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan yang berdasarkan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan (akselerasi). Pengembangan kawasan minapolitan perikanan budidaya merupakan upaya percepatan pembangunan perikanan budidaya di sentra-sentra produksi perikanan budidaya yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Pengembangan kawasan minapolitan perikanan budidaya bertujuan untuk: (i) meningkatkan volume produksi, produktivitas usaha, dan meningkatkan kualitas produk perikanan budidaya, (ii) meningkatkan pendapatan pembudidaya dan masyarakat terkait lainnya, dan (iii) mengembangkan kawasan minapolitan perikanan budidaya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah. Adapun sasaran strategi pengembangan kawasan minapolitan perikanan budidaya adalah menjadikan lahan-lahan budidaya potensial sebagai sentra produksi perikanan dengan tingkat produksi, produktivitas, dan kualitas tinggi melalui sistem intensifikasi dan ekstensifikasi. Pendekatan dalam pengembangan kawasan minapolitan perikanan budidaya dilakukan melalui: a) penetapan sentra produksi perikanan budidaya dengan komoditas unggulan yang dikembangkan; b) meningkatkan aksesibilitas pembudidaya terhadap sumberdaya alam, sarana produksi dan prasarana pendukung produksi; c) revitalisasi sarana dan prasarana produksi seperti tambak/kolam, saluran irigasi, jalan produksi, listrik; d) fasilitasi penyediaan sarana pembuatan pakan murah berkualitas; e) pengembangan teknologi budidaya, seperti bio teknologi dan mekanik; bantuan teknis dan fasilitasi penyediaan modal dan investasi; dan f) mengembangkan paket-paket kegiatan produktif untuk komoditas unggulan, skema pembiayaan dan teknologinya. Lima dasar pertimbangan dalam pengembangan kawasan minapolitan perikanan budidaya, yaitu: Pertama, orientasi permintaan pasar (market driven oriented), dengan pemahaman bahwa dalam pemilihan komoditas hendaknya berpijak pada keunggulan komparatif dari potensi sumberdaya masing-masing daerah, serta berorientasi pada permintaan pasar dan memperhatikan aspek-aspek pemasaran lainnya. Kedua, dapat dikelola secara ekonomis (managable), dengan pengertian bahwa besarnya skala usaha kawasan perikanan budidaya diarahkan untuk secara ekonomis mampu mengintegrasikan pemenuhan kebutuhan sarana produksi, 23

pelaksanaan proses produksi, pengolahan, pemasaran hasil dan pengelolaan lingkungan dalam suatu sistem yang mapan, sehingga menghasilkan sistem usaha yang berdaya saing dan berkelanjutan. Ketiga, partisipasi masyarakat pembudidaya (participatory), dengan pemahaman bahwa kawasan perikanan budidaya dibangun atas dasar kebersamaan ekonomi/kerjasama antar pembudidaya dalam kelompok/koperasi yang dikelola secara transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan adil, sehingga menghasilkan sistem usaha budidaya yang berkeadilan. Keempat, keterpaduan sistem usaha budidaya (integrated system) dengan pemahaman bahwa pengembangan kawasan perikanan budidaya pada dasarnya dibangun melalui pendekatan akuabisnis secara utuh, terpadu dan berkelanjutan, baik pada intra maupun inter subsistem dalam sistem usaha budidaya. Kelima, kelengkapan sarana dan prasarana (infrastructure capacity), dengan pengertian bahwa ketersediaan sarana prasarana pendukung seperti jalan penghubung, saluran irigasi tambak, pelabuhan ekspor/pasar, listrik, telepon, dan fasilitas air bersih sangat mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas kawasan usaha budidaya yang dibangun. b. Pengembangan Komoditas Unggulan Pengembangan komoditas unggulan ditetapkan untuk lebih memacu kegiatan perikanan budidaya untuk sepuluh komoditas yang telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan yang memiliki kriteria: (i) bernilai ekonomis tinggi; (ii) teknologi budidaya yang dapat diterapkan dan telah tersedia; (iii) permintaan pasar yang tinggi baik lokal maupun luar negeri; dan (iv) dapat dibudidayakan dan dikembangkan secara massal. Sepuluh komoditas budidaya unggulan tersebut adalah: (1) udang; (2) rumput laut; (3) nila; (4) lele; (5) patin; (6) gurame; (7) kerapu; (8) kakap; (9) bandeng; dan (10) ikan lainnya. Disamping sepuluh komoditas unggulan tersebut, pengembangan komoditas lainnya yang potensial dan spesifik daerah tetap dikembangkan baik dalam rangka meningkatkan penerimaan devisa negara, pemenuhan konsumsi di dalam negeri, peningkatan pendapatan masyarakat, maupun untuk pelestarian jenis-jenis ikan lokal yang cenderung akan mengalami kepunahan. c. Pemberdayaan dan Wirausaha Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan atau meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. 24

Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melaksanakan program pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Kelautan dan Perikanan (PNPM Mandiri KP) yang terintegrasi dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat. PNPM Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. PNPM Mandiri KP untuk bidang perikanan budidaya dilaksanakan melalui kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya yakni pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan melalui fasilitasi bantuan pengembangan usaha yang diperuntukan bagi pembudidaya ikan yang tergabung dalam kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan). Tujuan PUMP Perikanan Budidaya adalah meningkatkan kemampuan usaha produksi perikanan budidaya, penyerapan tenaga kerja, pendapatan dan kesejahteraan, menumbuhkan wirausaha dan memperkuat kelembagaan pokdakan serta meningkatkan kualitas lingkungan pembudidayaan. Pelaksanaan PUMP Perikanan Budidaya juga diintegrasikan dengan program dan kebijakan lintas sektor seperti: penerapan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) yang salahsatu program penting yang terkait dengan KKP adalah Peningkatan Kehidupan Nelayan (PKN), dimana Menteri Kelautan dan Perikanan telah ditunjuk sebagai Ketua Kelompok Kerja Program PKN yang mengoordinasikan 12 Kementerian/Lembaga terkait. Pengembangan kewirausahaan dan peningkatan skala usaha perikanan budidaya, pelaksanaannya dilakukan melalui upaya membangun model pengembangan wirausaha dan penumbuhan kepercayaan bagi para pelaku usaha, utamanya pembudidaya ikan dengan modal usaha yang diperoleh melalui kredit maupun yang diperoleh melalui program-program pembinaan dan bantuan input produksi yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan pengembangan wirausaha dan peningkatan skala usaha perikanan budidaya diharapkan dapat menciptakan lapangan usaha baru dan memperkokoh usaha yang telah ada serta menciptakan dampak ekonomi masyarakat yang lebih luas (multiplier efek) sehingga memberi kontribusi terhadap perkembangan perekonomian nasional. 25

d. Industrialisasi Perikanan Budidaya Berbasis Blue Economy Kementerian Kelautan dan Perikanan mencanangkan industrialisasi kelautan dan perikanan sebagai salah satu strategi pembangunan kelautan dan perikanan yang dimulai pada tahun 2012. Industrialisasi kelautan dan perikanan adalah integrasi sistem produksi hulu dan hilir untuk meningkatkan skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah sumberdaya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Tujuan industrialisasi kelautan dan perikanan terwujudnya percepatan pendapatan pelaku usaha kelautan dan perikanan. Sasaran yang ingin dicapai melalui industrialisasi kelautan dan perikanan adalah meningkatnya skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah sumberdaya kelautan dan perikanan. Pengembangan industrialisasi perikanan budidaya dilakukan dengan pendekatan Blue Economy yang dilandasi dengan prinsip-prinsip: a) terintegrasi, yakni integrasi ekonomi dan lingkungan, jenis investasi dan sistem produksi; b) berbasis kawasan, yakni berbasis pengembangan kawasan ekonomi potensial; c) sistem produksi bersih, yakni sistem produksi efisien, hemat bahan baku, bebas pencemaran dan tidak merusak lingkungan; d) investasi kreatif dan inovatif, yakni penanaman modal dan bisnis dengan model blue economy; e) berkelanjutan, yakni keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan. Pada tahap awal yang dimulai tahun 2012, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya mengembangkan industrialisasi perikanan budidaya untuk komoditas udang, bandeng, patin dan rumput laut. Pengembangan empat komoditas tersebut pada tahap awal difokuskan di daerah Jawa, Sumatera, Sulawesi. Pelaksanaana industrialisasi tahap awal yang akan dikembangkan diantaranya melalui percontohan skala besar (demfarm) dan perbaikan prasarana/infrastruktur seperti saluran irigasi dan perbaikan kolam atau tambak. Pada tahun-tahun berikutnya, cakupan komoditas dan lokasi pengembangan industrialisasi perikanan budidaya akan diperluas. Komoditas yang dikembangkan tidak hanya empat komoditas penting, tetapi juga komoditas ikan lainnya dan cakupan lokasi dikembangkan pada pulau atau daerah potensial lainnya. Pelaksanaan strategi industrialisasi perikanan budidaya memerlukan banyak dukungan dari berbagai pihak, terutama dukungan penyediaan dan rehabilitasi prasarana/infrastruktur produksi. Untuk itu diperlukan upaya dukungan dan sinergisitas lintas sektor, pemerintah daerah, lembaga keuangan/perbankan, pelaku usaha dan masyarakat. 26

B. PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN PERIKANAN BUDIDAYA Arah kebijakan dan strategi pembangunan kebijakan perikanan budidaya akan diimplementasikan melalui program dan kegiatan yang sesuai dengan tugas dan fungsi sebagaimana strktur organisasi sebagaimana gambar berikut. Arah dan kebijakan pembangunan perikanan budidaya Tahun 2010-2014 diimplementasikan ke dalam program Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya. Untuk mencapai program dan sasaran tersebut, kegiatan yang akan dilaksanakan adalah: a. Pengembangan Sistem Produksi Pembudidayaan Ikan Tujuan kegiatan pengembangan sistem produksi adalah terpenuhinya kebutuhan pakan dengan pakan yang teregistrasi, unit usaha budidaya yang tersertifikasi dan tersedianya data statistik perikanan budidaya yang akurat dan mutakhir. Unit kerja penanggungjawab kegiatan adalah Direktorat Produksi. Sasaran yang ingin dicapai hingga akhir tahun 2014 dari pelaksanaan kegiatan ini adalah terpenuhinya penerapan teknologi anjuran pembudidayaan ikan serta tersedianya data statistik PB yang akurat dan mutahir. Komponen kegiatan yang dilaksanakan dalam upaya pengembangan sistem produksi antara lain: 1) pelaksanaan sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB), dengan rincian komponen kegiatan antara lain: pengembangan sistem mutu CBIB; harmonisasi sertifikasi CBIB dengan standar 27