BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang

BAB SATU PENDAHULUAN

Abstrak. Kata Kunci : Politik Hukum, TAP MPR, Hirarki Peraturan Perundangundangan.

DASAR PERTIMBANGAN MASUKNYA KETETAPAN MPR DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Oleh : Masriyani, S.H., M.H. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

Oleh: Totok Soeprijanto Widyaiswara Utama pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

EKSISTENSI KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

KEDUDUKAN TAP MPR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HIERARKI PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA. Oleh : Irwandi,SH.MH. 1. Abstrak

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

BAB I PENDAHULUAN. Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-Undangan Indonesia 1

DAFTAR PUSTAKA. - Arifin Hoesein, Zainal, Kekuasaaan Kehakiman Di Indonesia, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya konstitusi menurut K.C. Wheare, adalah resultante atau kesepakan. sosial,ekononi, dan budaya ketika dibuat.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

EKSISTENSI KETETAPAN MPR RI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Pengujian Peraturan Daerah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dari permasalah yang penulis teliti, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar 1954, MPR merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

SMP. 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara 2. Susunan ketatanegaraan suatu negara 3. Pembagian & pembatasan tugas ketatanegaraan

DAFTAR PUSTAKA. Bagir manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Indo Hill, 1992

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

EVALUASI HUKUM TERHADAP EKSISTENSI KETETAPAN MPR SECARA NORMATIF KONSTITUSIONAL DALAM RANGKA MENGAWAL TEGAKNYA KONSTITUSI NEGARA ABSTRACT

UNDANG-UNDANG TERSENDIRI MENGENAI MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT: PERLUKAH? 1

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA


UU JABATAN HAKIM; 70 TAHUN HUTANG KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

PERKEMBANGAN PENGATURAN SUMBER HUKUM DAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA Oleh: RETNO SARASWATI 1

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

Kajian Yuridis Eksistensi dan Materi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam Hirarki Perundang-Undangan di Indonesia

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur mengenai. tugas dan wewenang serta masing-masing lembaga yang harus

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan 1. Ada peluang yuridis perubahan non-formal konstitusi dalam hal bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada Tahun 2008, Presiden Republik Indonesia dengan kewenangannya

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid

PEMBANGUNAN YES GBHN No!

MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG

Kewenangan pembatalan peraturan daerah

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UU NOMOR 12 TAHUN 2011

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

RechtsVinding Online

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

MPR sebelum amandemen :

Pokok Bahasan. Sistem Norma Hukum Hierarki Peraturan dalam Sistem Norma Hukum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

OLEH: DR. WICIPTO SETIADI, S.H., M.H. PENDAHULUAN. law as a tool of social engineering

UUD Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Tajuk Entri Bahan Pustaka Karya Perundang-undangan. di Perpustakaan Nasional RI. oleh : Suwarsih, MSi.

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

PENERAPAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM KETATANEGARAN INDONESIA

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

Pokok Pokok Pikiran Universitas Andalas

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

SEJARAH PERKEMBANGAN UUD

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mendaulat diri sebagai negara hukum sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945 1. Hal itu mengandung konsekuensi bahwa setiap penyelenggaraan kehidupan bernegara haruslah didasarkan atas hukum yang berlaku. Hal ini menjadi sangat penting agar terwujudnya sebuah kehidupan bernegara yang berkepastian hukum. Oleh karenanya, keberadaan hirarki norma merupakan salah satu implementasi dari tatanan kehidupan bernegara berdasarkan hukum. Urgensinya tatanan hukum sebenarnya telah dikemukakan oleh Hans Kelsen yang kemudian dikembangkan oleh muridnya Hans Nawiasky, dimana dalam teori stufenbau des recht dijelaskan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hirarki tata susunan, suatu norma hukum yang lebih rendah, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya hingga norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut yang bersifat hipotesis dan fiktif. 2 Hal inilah yang kemudian menginspirasi lahirnya adagium hukum lex superiori derogat lege priori (hukum yang lebih tinggi mengabaikan hukum yang lebih rendah). Teori tentang stufenbau des recht tersebut kemudian diadopsi juga di Indonesia yang pertama kalinya diatur dalam Ketetapan MPRS Nomor 1 Selanjutnya akan disingkat dengan UUD 1945 2 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Syafa at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Cetakan pertama, (Jakarta: KONpress, 2006), hlm. 100. 1

XX/MPRS/1966. Pengaturan tentang hirarki atau tata urutan peraturan perundangundangan tersebut mengalami dinamika hukum sesuai dengan konstelasi politik hukum Indonesia. Dinamika terbaru adalah dengan diundangkannya undang-undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang juga mengatur mengenai tata urutan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011. Secara substansi, UU Nomor 12 Tahun 2011 memuat beberapa materi yang sebelumnya tidak diatur dalam UU Nomor 10 tahun 2004. UU baru ini juga memuat perihal teknik penyusunan Naskah Akademik dari Rancangan Undang-Undang. Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dari sekian banyak materi yang diubah, salah satu perubahan signifikan dari UU ini adalah terkait jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan, misalnya berbagai jenis peraturan perundang-undangan seperti Peraturan MPR, DPR, Mahkamah Agung, Komisi Yudisial dan Peraturan Lembaga negara lainnya, yang sebelumnya diletakkan pada bagian batang tubuh. Begitu juga dengan hirarki peraturan perundang-undangan, terjadi perubahan yang tidak kalah penting, yaitu terkait dimasukannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011. Sebelumnya dalam UU Nomor 10 Tahun 2004, Tap MPR tidak dimasukan dalam jenis dan hirarki peraturan perundang undangan. Munculnya kembali redaksi hukum Ketetapan MPR (Tap MPR) dalam hirarki peraturan perundang-undangan merupakan sebuah politik hukum yang tidak lazim 2

di tengah perbaikan sistem hukum Indonesia. terlebih Tap MPR diposisikan di atas UU yang sudah barang tentu merupakan sebuah posisi yang dilematis. Sebagai sebuah peninggalan masa lalu yang sudah tereduksi kuantitasnya melalui amanat amandemen konstitusi dalam Sidang Panitia Ad Hock MPR 3 menjadi janggal kemudian jika Tap MPR justru ditempatkan di atas UU. Ketentuan adanya Tap MPR sebagai salah satu peraturan perundangundangan itu semula ditafsirkan dari bunyi UUD 1945 yang asli yang pada Pasal 3 menyebutkan bahwa MPR menetapkan UUD dan Garis-Garis besar dari pada haluan negara. Pemaknaan menetapkan itu sebenarnya dapat hanya diartikan sebagai penetapan (beschikking) yang bersifat konkret, individual. 4 Meskipun rumusan baru UUD 1945 Pasal 3 masih juga tetap mempertahankan redaksi bahwa ; MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar. namun tafsiran bahwa kewenangan MPR untuk menetapkan tersebut tidak kemudian ditarik pada penafsiran bahwa MPR memiliki kewenangan membuat ketetapan lain selain menetapkan UUD, dengan kata lain, bahwa adanya redaksional menetapkan UUD hanya ditafsirkan dan dibatasi pada kewenangan menetapkan UUD, tidak untuk membuat ketetapan lain. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa semangat reformasi konstitusi itu ingin merubah dan meninggalkan produk hukum (Tap MPR) sebagai produk hukum masa lampau yang dijadikan sebagai alat politik masa lalu untuk menjaga kepentingan politik penguasa masa 3 Lihat dalam Tim Penyusun Revisi, Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Latar Belakang, Proses dan Hasil Pembahasan 1999-2002 Buku III Lembaga Permusyawaratan dan Perwakilan Jilid 1 dan 2 (Jakarta; Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2010) 4 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, cetakan kedua (Jakarta, Rajawali Pers, 2011), hlm. 32 3

lampau. Selain itu, jikalau dalam semangat reformasi UUD 1945 menganggap penting tentang keberadaan produk hukum Tap MPR dalam hirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, maka tentu pihak yang terlibat dalam perubahan UUD 1945 akan mengatur soal letak lembaga mana yang berwenang untuk menguji Tap MPR, sebagaimana diaturnya kewenangan menguji peraturan perundang-undangan lainnya. Misalnya kewenangan menguji UU terhadap UUD 1945 5 yang kewenangannya berada pada Mahkamah Konstitusi, sedangkan untuk kewenangan menguji produk hukum lain (peraturan perundang-undangan di bawah UU) merupakan kewenangan Mahkamah Agung. 6 Menurut Harun Alrasyid yang merupakan salah seorang pakar dalam bidang hukum tata negara mengatakan bahwa Tap MPR tidak bisa dijadikan peraturan perundang-undangan atau memuat hal-hal yang bersifat regeling (pengaturan). Hal itulah yang ditindaklanjuti dalam UU Nomor 10 tahun 2004 yang tidak lagi menempatkan Tap MPR dalam hirarki peraturan perundangundangan Indonesia. Namun hal tersebut mengalami perubahan setelah dibuatnya UU nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang menempatkan Tap MPR dalam hirarki peraturan perundang-undangan Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 7. Terlepas dari perdebatan yang muncul dari adanya redaksi hukum tentang ketetapan MPR dalam hirarki peraturan perundang-undangan, baik secara teori dan pemaknaan hukum tentang istilah ketetapan yaitu beschikking 7. Akan tetapi 5 Lihat Pasal 24C ayat 1 UUD 1945. 6 Lihat Pasal 24A ayat 1 UUD 1945. 7 Beschikking dimaknai sebagai keputusan atau ketetapan pejabat administrasi negara dalam lingkungan pengangkatan dan pemberhentian jabatan dan dalam lingkup rotasi jabatan. 4

ketetapan MPR dalam hirarki peraturan perundang-undangan telah menjadi salah satu norma hukum dalam UU No. 12 Tahun 2011. Dalam Pasal 7 tersebut menyatakan secara eksplisit bahwa hirarki norma di Indonesia sebagai berikut : 1. Undang Undang Dasar 1945 2. Ketetapan MPR 3. UU/Perpu 4. Peraturan Pemerintah 5. Peraturan Presiden 6. Peraturan Daerah Provinsi 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Tentang hirarki peraturan perundang-undangan tersebut di atas, sudah sangat jelas mekanisme pengujiannya, terkecuali adalah ketetapan MPR yang itu telah menjadi redaksi norma hukum dalam hirarki peraturan perundang-undangan, namun belum ada kejelasan tentang mekanisme pengujiannya. Padahal sebagaimana yang diketahui bahwa tidak ada norma hukum yang tidak dapat diuji. Jika produk hukum di bawah UU dapat diuji terhadap UU maka pengujiannya merupakan kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia, sedangkan pengujian UU dapat dilakukan terhadap UUD 1945, pengujiannya merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi, maka tidak demikian dengan ketetapan MPR. Belum ada peraturan yang mengatur tentang mekanisme pengujiannya dan lembaga manakah yang berwenang untuk mengujinya. Sedasar dengan hal tersebut, peneliti ingin mengungkap dan menunjukan politik hukumnya yakni dengan cara dan jalan apa yang digunakan dan kapan 5

waktunya untuk merubah norrma dalam tap MPR sekaligus ingin menunjukan dalam tulisan ini tentang kebijakan resmi/politik hukum keberadaan tap MPR tersebut dalam Undang-undang No 10 tahun 2004 dan Undang-undang No 12 tahun 2011. Dari uraian di atas, membuat calon peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut yakni Politik Hukum Ketetapan MPR dalam Hirarki Peraturan Perundang-undangan Terhadap Mekanisme pengujian peraturan perundangundangan di Indonesia. 1.2.Rumusan Masalah Untuk menjadikan penelitian ini lebih fokus, maka diperlukan pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapaun rumusan masalahnya adalah : 1. Bagaimana politik hukum kedudukan TAP MPR dalam Hirarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia? 2. Sejauh mana political riview ketetapan MPR dan Pengujian Peraturan peraturan perundang-undangan di Indonesia 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui bagaimana politik hukum kedudukan TAP MPR dalam Hirarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. b. Untuk mengetahui bagaimana politik hukum Ketetapan MPR dalam hirarki peraturan perundang-undangan terhadap mekanisme pengujian peraturan perundang-undangan di Indonesia. 2. Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah : 6

a. Secara teoritis Secara teoritis penelitian terhadap permasalahan ini, diharapkan mampu memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai politik hukum Ketetapan MPR dalam hirarki peraturan perundangundangan terhadap mekanisme pengujian peraturan perundangundangan di Indonesia. b. Secara praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca terutama bagi para pihak yang berwenang membuat undang-undang agar dapat menjadikan penelitiaan ini sebagai bahan untuk melakukan perbaikan ketatanegaraan khususnya dalam konteks mekanisme pengujian norma termasuk terhadap re-eksistensi Tap MPR dalam Hiirarki peraturan perundang-undangan di Indonesia sebagaimana yang di atur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011. 7