BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi secara utuh dan menyuluruh, yang kemudian dirumuskan dalam sila keempat Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Dalam perkembangan sistem ketatanegaraan Indonesia telah melewati masa-masa pemerintahan yang memiliki corak kepemimpinan berbeda berawal dari masa orde lama (identik dengan kepemimpinan Presiden Soekarno), masa orde baru (identik dengan kepemimpinan Presiden Soeharto), dan masuk ke dalam satu masa yang dilatarbelakangi oleh satu pergerakan yang disebut reformarsi (kemudian disebut era reformasi). Pergerakan reformasi memberikan satu dampak yang luar biasa bagi sistem ketatanegaraan Indonesia, tahun 1998 pergerakan yang diusung oleh ribuan rakyat Indonesia mampu menggulingkan pemerintahan Presiden Soeharto yang dianggap mengarah kepada otoritarian penguasa dan mendorong adanya suatu perbaikan sistem ketatanegaraan melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Munculnya era reformasi inilah lalu dianggap sebagai pencapaian luar biasa

2 dalam mewujudkan pemerintahan yang bersifat demokratis di masa-masa yang berikutnya. Pergerakan reformasi telah berhasil mendorong perubahan sistem ketatanegaran melalui amandemen UUD Pascaamandemen UUD 1945, sistem ketatanegaraan di Indonesia mengalami perubahan yang sangat signifikan, tujuan utama dari perubahan ini adalah menempatkan rakyat sebagai poros utama pemerintahan sebagai representasi penguatan demokrasi. Amandemen ketiga yang dilakukan pada tahun 2001, memunculkan Pasal 6A yang mengatur bahwa pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan melalui pemilihan umum dengan dipilih langsung oleh rakyat. Perubahan sistem pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden dalam rumusan pasal ini tentunya memiliki arti yang sangat dalam bagi implementasi nilai-nilai demokrasi yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Pemilihan umum (pemilu) tahun 2004 merupakan satu momentum besar bagi perwujudan cita-cita bangsa dalam menciptakan pemerintahan yang demokratis. Pada periode ini amanat Pasal 6A UUD 1945 dilaksanakan dengan untuk pertama kalinya dalam sejarah pemilu di Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu 2004 dianggap sebagai keberhasilan bangsa menguatkan demokrasi di Indonesia dan menciptakan pemerintahan yang langsung berasal dari aspirasi rakyat. Pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden secara umum memang dapat dikatakan lebih bersifat demokratis jika dibandingkan dengan pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden oleh Majelis Permusyawaratan 2

3 Rakyat (MPR) karena mekanisme pelaksanaannya yang melibatkan rakyat secara langsung, Presiden dan Wakil Presiden dalam hal ini mendapatkan mandat langsung serta dukungan yang nyata sebagai satu bentuk interaksi langsung antara pemilih dan yang dipilih. Di sisi lain untuk menguatkan pandangan tersebut setidaknya terdapat 2 (dua) alasan mengapa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden perlu untuk dilaksanakan. Pertama, pemilihan langsung lebih membuka pintu bagi tampilnya Presiden dan Wakil Presiden yang sesuai dengan kehendak mayoritas rakyat. Kedua, untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak mudah dijatuhkan di tengah jalan sesuai dengan yang berlaku di dalam sistem presidensial. Berdasarkan pada pandangan dan alasan ini, menjadi satu hal yang logis jika kemudian muncul ekspektasi dari publik bahwa Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden diharapkan mampu menciptakan pemerintahan negara yang demokratis dan lepas dari otoritarian penguasa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta dapat membangun kedaulatan rakyat yang seutuhnya. 5 Mekanisme pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat sebenarnya telah memberikan gambaran bahwa terjadi kontrak sosial antara pemilih dan yang dipilih di dalamnya, Presiden dan Wakil Presiden Presiden yang dipilih melalui pemilihan langsung akan mendapat mandat dan dukungan yang lebih nyata dari rakyat dan kemauan pemilih (volonte generale) 5 Moh. Mahfud MD, 2011, Perdebatan Hukum Tata Negara Pascaamandemen Konstitusi, Ctk. II, Rajawali Press, Jakarta, hlm

4 akan menjadi pegangan Presiden dan Wakil Presiden dalam melaksanakan kekuasaannya dalam mengelola negara. 6 Hubungan antara rakyat dan sistem pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden memiliki hubungan yang bersifat interdependensi, artinya kedua memiliki kedudukan yang saling berkaitan dan mempengaruhi kekuatan legitimasi pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Sistem Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia pascaamandemen UUD 1945 sejatinya memberikan ruang yang sangat luas untuk setiap warga negara terhadap hak untuk memilih dan dipilih, di samping itu pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dapat dinyatakan sebagai pemenang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden jika mendapat dukungan lebih dari 50% (lima puluh persen) secara nasional dan harus mencapai 20% (dua puluh persen) di separuh keseluruhan provinsi yang ada di Indonesia. 7 Legitimasi keterpilihan pemenang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden ini dirumuskan di dalam Pasal 6A ayat (3) UUD 1945, sehingga pemenang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih) mendapatkan legitimasi untuk menjalankan kekuasaannya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang dijamin oleh konstitusi. Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Rumusan ini 6 Dahlan Thaib, 2009, Ketatanegaraan Indonesia : Perspektif Konstitusional, Total Media, Yogyakarta, hlm Moh. Mahfud MD, op. cit., hlm

5 mengisyaratkan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dapat menjadi peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden jika diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik, namun konstitusi tidak memberikan ketentuan partai politik atau gabungan partai politik yang mana yang dapat mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden memberikan ketentuan bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi presidential threshold. Ketentuan mengenai presidential threshold dirumuskan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Ketentuan presidential threshold pada mulanya adalah ketentuan yang sederhana dalam penerapannya di pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, pada periode tahun 2004, 2009, dan 2014 penetapan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) menjadi satu hal yang mudah untuk diketahui karena pada periode ini pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan setelah pemilihan umum legislatif, 5

6 artinya untuk melihat terpenuhi atau tidaknya presidential threshold hanya tinggal dilihat saja perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik di pemilihan umum legislatif apakah telah memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR. Angka ini pun nantinya akan mempengaruhi pengambilan sikap partai politik peserta pemilu apakah akan mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tanpa koalisi atau harus menjalin koalisi dengan partai politik lain supaya terpenuhinya presidential threshold. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 memutuskan bahwa pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan secara serentak bersamaan dengan pemilihan umum legislatif, pemilu serentak baru akan dilaksanakan pada periode tahun 2019, dengan kata lain tidak ada pemisahan waktu dalam pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dan pemilihan umum legislatif pada tahun Mahkamah Konstitusi memutus berdasarkan pada permohonan yang diajukan oleh Effendy Ghazali, dalam permohonannya Effendy Ghazali memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan uji materiil terhadap pasal Pasal 3 ayat (5), Pasal 9, Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 42 Tahun Berdasarkan pada permohonan tersebut Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan Effendy Ghazali dan menyatakan Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 Undang- 6

7 Undang Nomor 42 Tahun 2008 tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, dengan catatan putusan a quo berlaku untuk pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Mahkamah Konstitusi pun memberikan simulasi bagaimana pemilu serentak akan dilaksanakan, dalam pemilu serentak nantinya akan terdapat 5 (lima) kotak yaitu kotak I untuk DPR, kotak II untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kotak III untuk Presiden dan Wakil Presiden, kotak IV untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi (DPRD Provinsi), dan kotak V untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (DPRD Kabupaten/Kota). Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 masih tetap berlaku dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat artinya bagi Mahkamah Konstitusi penerapan presidential threshold di dalam pemilu serentak masih dianggap sebagai ketentuan yang relevan. Sebenarnya Effendy Ghazali dalam permohonannya menyatakan bahwa dengan diberlakukannya pemilu secara serentak, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 yang mengatur mengenai presidential threshold secara otomatis harus dinyatakan tidak berlaku, karena penerapan presidential threshold dalam pemilu serentak adalah sesuatu yang tidak relevan. Dalam permohonannya Effendy Ghazali menegaskan bahwa pengajuan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden seharusnya menggunakan ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, tidak menggunakan ketentuan presidential threshold. Beberapa waktu kemudian, setelah putusan permohonan uji materiil yang diajukan Effendy Ghazali dibacakan, Mahkamah Konstitusi membacakan 7

8 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 108/PUU-XI/2013 yang dimohonkan oleh Yusril Ihza Mahendra. Dalam permohonannya Yusril memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan penafsiran konstitusional terhadap pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Yang menjadi pokok permohonan Yusril adalah mengenai penghapusan ketentuan presidential threshold sebagai syarat partai politik atau gabungan partai politik dapat mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Yusril berpandangan bahwa presidential threshold adalah satu ketentuan yang melanggar hak konstitusional seseorang untuk mencalonkan diri sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden di samping itu UUD 1945 tidak mengatur mengenai hal tersebut, bagi Yusril ketentuan presidential threshold bertentangan dengan konstitusi. Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 108/PUU-XI/2013 tetap konsisten dengan putusan sebelumnya (Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013) dimana tetap mempertahankan ketentuan presidential threshold dalam pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Terdapat satu hal yang positif jika melihat 2 (dua) Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut yaitu Mahkamah Konstitusi secara konsisten dengan pandangan dan pertimbangannya dalam mempertahankan presidential threshold, namun nyatanyakonsistensi putusan Mahkamah Konstitusi terkait dengan presidential threshold sebenarnya menimbulkan polemik baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, khususnya dalam sistem pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia. Pemilihan umum Presiden dan Wakil 8

9 Presiden yang dilaksanakan serentak dengan pemilihan umum legislatif berimplikasi pada komplektisitas penerapan presidential threshold, jika melihat simulasi pemilu serentak yang disertakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 antitesis yang muncul dari mekanisme ini adalah, presidential threshold yang mana yang akan ditetapkan sebagai ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden dalam pemilu serentak, padahal antara pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dan pemilihan umum legislatif dilaksanakan pada 1 (satu) tanggal/waktu. Berdasarkan pada latar belakang masalah inilah kemudian penulis mengangkat judul PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PASCAPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada subbab latar belakang, rumusan masalah yang akan dikaji dan dianalisis oleh penulis adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana dasar argumentasi hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013? 2. Bagaimana implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU- XI/2013 terhadap ketentuan presidential threshold pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden 2019? 9

10 C. Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dihasilkan dari penulisan ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengkaji dan menganalisis apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 14/PUU-XI/2013 sehingga penulis dapat mendapatkan jawaban dari pertanyaan mengapa hakim Mahkamah Konstitusi tetap mempertahankan penerapan presidential threshold dalam pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Untuk mengetahui dan menemukan jawaban mengenai bagaimana implikasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 terhadap penerapan presidential threshold dalam pengaturannya di dalam peraturan perundang-undangan dan penerapannya di dalam pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden D. Manfaat Penulisan Penulisan yang dilakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat baik bagi dunia pendidikan di bidang ilmu hukum secara umum, secara khusus penulis mengharapkan bahwa penulisan ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis, yaitu untuk kalangan akademisi, dosen, penulis, dan mahasiswa dapat mengetahui dan memahami ketentuan presidential threshold dalam pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil 10

11 Presiden di Indonesia yang pada tahun 2019 nanti akan dilaksanakan secara serentak dengan pemilihan umum legislatif, sehingga penulisan ini dapat digunakan sebagai referensi penulisan karya ilmiah di kemudian hari dan referensi dalam kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini. 2. Manfaat secara praktis dari penulisan ini, yaitu : i. Untuk aparat penegak hukum, penulisan ini dapat digunakan sebagai petunjuk dan bahan pertimbangan dalam mengkonstruksikan aturan (dalam hal ini undang-undang) yang berkaitan dengan Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden sehingga dapat menempatkan kedudukan secara yuridis terkait dengan presidential threshold. ii. Untuk masyarakat, penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan informasi aktual untuk membentuk masyarakat yang cerdas hukum. E. Keaslian Penulisan Penulis dalam hal ini telah melakukan penelusuran terhadap penulisan hukum di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan tidak menemukan penulisan hukum yang berjudul PRESIDENTIAL THRESHOLD DALAM PELAKSANAAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PASCAPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 14/PUU-XI/2013. Penulisan ini merupakan penulisan yang 11

12 membahas mengenai implikasi yang muncul terkait dengan ketentuan presidential threshold pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU- XI/2013 yang memutuskan pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden dilangsungkan serentak dengan pemilihan umum legislatif, sehingga dapat dilihat dengan jelas bahwa objek penulisan dalam penulisan ini adalah presidential threshold. Penulisan ini berbeda dengan penulisan skripsi yang dilakukan oleh Syarif Fatahillah yang berjudul URGENSI PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN DPR, DPD, DPRD (LEGESLATIF) SECARA SERENTAK DALAM PRAKTIK KETATANEGARAAN DI INDONESIA (2013). Penulisan skripsi yang ditulis Syarif Fatahillah ini memiliki objek penulisan adalah urgensi dari pelaksanaan pemilu Presiden dan legislatif secara serentak. Penulis mengangkat mengenai persoalan urgensi pelaksanaan pemilihan umum Presiden dan pemilihan umum legeslatif secara serentak dan bagaimana kemungkinan keduanya dapat dilaksanakan secara serentak dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Penulis kemudian membahasnya secara umum dengan metode analisis tinjauan peraturan perundang-undangan dan menitikberatkan pada kajian konstitusi, dalam hal ini penulis mencoba melihat, jika pemilu Presiden dan legislatif dilakukan secara serentak bagaimana keabsahan pelaksanaan pemilu itu menurut UUD 1945, konstitusional atau tidak. Perbedaan lain yang menunjukkan bahwa penulisan ini berbeda dengan penulisan skripsi tersbut bahwa penulisan ini merupakan penulisan yang dilakukan pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2014, sehingga dalam membahas dan menganalisis penulis menggunakan putusan 12

13 tersebut, sedangkan penulisan skripsi dilaksanakan sebelum adanya putusan sehingga dalam penulisan skrispsi itu membahas mengenai kemungkinan pemilu serentak dilakukan di Indonesia, jika pemilu serentak dilakukan bagaimana keabsahan pemilu serentak menurut UUD

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN IMPLIKASI PEMILIHAN UMUM ANGGOTA LEGISLATIF DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA SERENTAK TERHADAP AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pemilu (RUU Kitab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa peralihan Indonesia menuju suatu cita demokrasi merupakan salah satu proses yang menjadi tahapan penting perkembangan Indonesia. Salah satu aspek yang menjadi bagian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden I. PEMOHON Partai Islam Damai Aman (Partai IDAMAN) Ramdansyah diwakili

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 Persentase Presidential Threshold Pada Pemilihan Umum I. PEMOHON Habiburokhman, SH., MH. Kuasa Hukum: Kris Ibnu T Wahyudi, SH., Hisar Tambunan, SH., MH.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XVI/2018 Masa Jabatan Pimpinan MPR dan Kewajiban Badan Anggaran DPR Untuk Mengonsultasikan dan Melaporkan Hasil Pembahasan Rancangan UU APBN Kepada Pimpinan DPR

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar,

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut. BATAS PENCALONAN PRESIDEN DALAM UU NO. 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah Diterima: 2 Oktober 2017, Disetujui: 24 Oktober 2017 RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu yang disetujui

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Yuda Kusumaningsih (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota I. PEMOHON 1. Sutrisno, anggota DPRD Kabupaten Pati, sebagai Pemohon I; 2. H. Boyamin, sebagai Pemohon II. KUASA

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 35/PUU-XII/2014 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD I. PARA PEMOHON 1. H. Subhan Saputera; 2. Muhammad Fansyuri; 3. Drs. Tajuddin

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menguraikan tiga permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi kesinambungan dibandingkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 51/PUU-X/2012 Tentang Ambang Batas Perolehan Suara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 51/PUU-X/2012 Tentang Ambang Batas Perolehan Suara RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 51/PUU-X/2012 Tentang Ambang Batas Perolehan Suara I. PEMOHON 1. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), diwakili oleh Titi Anggraini

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL SUMONO, SH Abstrak Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden merupakan perwujudan demokrasi dalam sistem presidensiil. Namun sistem presidensiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu ciri negara demokrasi adalah diselenggarakannya pemilihan umum (pemilu) yang terjadwal dan berkala. Amandemen UUD 1945 yakni Pasal 1 ayat (2), menyatakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang menganut paham demokrasi. Dalam paham ini, rakyat memiliki kedudukan yang sangat penting, sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota I. PEMOHON 1. Joncik Muhammad, S.Si., S.H., M.M., sebagai Pemohon I; 2. Toyeb Rakembang, S.Ag., sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-X/2012 Tentang Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON 1. H. Patrice Rio Capella, S.H., Pemohon I; 2. Ahmad Rofiq, S.T., Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD I. PEMOHON Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK), dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu I. PEMOHON Partai Serikat Rakyat Independen (Partai SRI), dalam hal ini

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110,111,112,113/PUU-VII/2009 tanggal 7 Agustus 2009 atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem

BAB I PENDAHULUAN. perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakanng Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menjadi perbincangan yang hangat, sebab dalam Undang-Undang ini mengatur sistem Pemilihan Umum Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya I. PEMOHON 1. Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo, selaku Ketua Umum Partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XII/2014 Pengisian Pimpinan DPRD I. PEMOHON 1. Jimmy Willbaldus Sianto, 2. Ir.Yucundianus Lepa.M.Si, 3. Jefri Unbanunaek Kuasa Hukum Muhammad Syukur Mandar, SH.

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 108/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 383) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945 Oleh: Jamal Wiwoho Disampaikan dalam Acara Lokakarya dengan tema Penyelenggaraan Sidang Tahunan MPR : Evaluasi Terhadap Akuntablitas Publik Kinerja Lembaga-Lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 20/PUU-XVI/2018 Parliamentary Threshold I. PEMOHON Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda) dalam hal ini diwakili oleh Ahmad Ridha Sabana sebagai Ketua Umum

Lebih terperinci

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 114/PUU-XII/2014 Syarat Peserta Pemilu I. PEMOHON 1. Song Sip, S.H., S.Pd., M.H., sebagai Pemohon I; 2. Sukarwanto, S.H., M.H., sebagai Pemohon II; 3. Mega Chandra Sera,

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap I. PEMOHON Julkifli, SH. Kuasa Hukum Ahmad Irawan, SH., Dading Kalbuadi, SH., M.Kn.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat I. PEMOHON 1. Rahadi Puguh Raharjo, SE. (Pemohon I); 2. Ma mun Murod, SH. (Pemohon II); 3. Mutaqin (Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. DR. Busyro Muqoddas 2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia 3. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati, PANDANGAN FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR RI TERHADAP PENJELASAN PEMERINTAH ATAS RUU TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN RUU TENTANG PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Disampaikan Oleh : Pastor

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PERADILAN PEMILU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

POLITIK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PERADILAN PEMILU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA POLITIK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PERADILAN PEMILU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Anna Triningsih 1 Email: mkri_annatriningsih@yahoo.com Abstrak Politik hukum adalah legal policy atau garis

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON Ny. Yanni, sebagai Pemohon KUASA HUKUM Syahrul Arubusman, S.H, dkk berdasarkan

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XI/2013

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XI/2013 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

Lebih terperinci

Jakarta, 12 Juli 2007

Jakarta, 12 Juli 2007 PENDAPAT FRAKSI PARTAI DEMOKRAT TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RANCANGAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DPRD, DAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN Juru Bicara : drh. Jhony

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji: Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall I. PEMOHON Liliy Chadidjah Wahid, selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Unsur penting dalam negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive power) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN 1 PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN NUR MOH. KASIM JURUSAN ILMU HUKUM ABSTRAK Fitri Lameo.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014 I. PEMOHON 1. dr. Naomi Patioran, Sp. M (selanjutnya sebagai Pemohon I);

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro 1 ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Oleh: Husendro Kandidat Doktor Ilmu Hukum, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 89/PUU-XIV/2016 Bilangan Pembagi Pemilihan I. PEMOHON 1. Syamsul Bachri Marasabessy 2. Yoyo Effendi II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PEMILU SERENTAK TERHADAP PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019

IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PEMILU SERENTAK TERHADAP PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PEMILU SERENTAK TERHADAP PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PADA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2019 Ellydar Chaidir dan Suparto Fakultas Hukum Universitas Islam

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji I. PEMOHON 1. M. Farhat Abbas, S.H., M.H.; 2. Windu Wijaya, selanjutnya

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi Kuasa Hukum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XIV/2016 Dualisme Penentuan Unsur Pimpinan DPR Provinsi Papua dan Papua Barat I. PEMOHON 1. Apolos Paulus Sroyer, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Paulus

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada 1. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 Mahkamah

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (3) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (3) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Sebelumnya telah dikemukakan Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) untuk Pemilu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

URGENSI PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA LANGSUNG DI ERA REFORMASI

URGENSI PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA LANGSUNG DI ERA REFORMASI URGENSI PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN SECARA LANGSUNG DI ERA REFORMASI Abu Tamrin Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Jl. Ir. H. Juanda 95 Ciputat Tangsel E-mail: Abutamrin_36@gmail.com Abstract:

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA F PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON Drs. Fatahillah, S.H.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad Sholeh,

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 131/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Ketidakpastian hukum norma-norma UU Pemilu Legislatif I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan

I. PENDAHULUAN. ini merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. DPR dan DPRD dipilih oleh rakyat serta utusan daerah dan golongan BAB I I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Lebih terperinci

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1)

Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan. Penetapan Caleg Terpilih (1) Cara Menghitung Perolehan Kursi Parpol dan Penetapan Caleg Terpilih (1) Oleh MIFTAKHUL HUDA* Lebih mudah cara menghitung perolehan kursi bagi partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 dan penetapan calon

Lebih terperinci

Presidential Threshold dan Implikasi Putusan Judicial Review UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden

Presidential Threshold dan Implikasi Putusan Judicial Review UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Presidential Threshold dan Implikasi Putusan Judicial Review UU 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Nela Nayilah dan Tamtowi Jauhari Abstrak Paper ini mendiskusikan implikasi hasil

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA BAHAN HUKUM. A. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA BAHAN HUKUM. A. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 BAB III PENYAJIAN DAN ANALISA BAHAN HUKUM A. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 ini merupakan jawaban dari duduk perkara uji materi Pasal

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci