EKSISTENSI KETETAPAN MPR RI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EKSISTENSI KETETAPAN MPR RI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 EKSISTENSI KETETAPAN MPR RI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA Ismail Marzuki Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Mataram Abstrak: Sejak tahun 1960, MPRS telah menerbitkan berbagai produk hukum yang berupa Ketetapan MPRS, Keputusan MPRS, Resolusi dan keputusan Pimpinan MPRS. Pilihan bentuk putusan hukum Ketatapan MPR sebagaimana dikemukakan oleh Bagir Manan, bahwa kehadiran Ketetapan MPR dapat didasarkan pada dua hal, yaitu pertama, ketetntuan-ketentuan yang tersirat dalam UUD Adanya ketentuan-ketentuan yang tersirat yang sekaligus mengandung kekuasaan tersirat (implied power) diakui oleh sistem UUD. MPR menurut UUD 1945 mempunyai berbagai wewenang untuk melakukan tindakan atau membuat keputusan hukum seperti menetapkan GBHN, memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, serta mengubah UUD Keputusankeputusan hukum tersebut harus diberi bentuk hukum tertentu. Keputusan hukum MPR antara lain diberi nama ketetapan. Hal ini didasarkan pada bunyi Pasal 3 UUD 1945 yang menyatakan Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan UUD dan Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara. Karena menetapkan maka bentuknya diberi nama Ketetapan. Kedua, dasar kedua bagi bentuk hukum Ketetapan MPR adalah praktik ketatanegaraan atau kebiasaan ketatanegaraan. Praktik atau kebiasaan ketatanegaraan merupakan salah satu sumber hukum tata negara yang terdapat pada setiap negara. Masuknya Tap MPR RI sebagai salah satu jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia memiliki dampak hukum (legal effec) dalam sistem ketatanegaraan Negara Indonesia. Sistem ketatanegaraan yang dimaksud terkait dengan kewenangan lembaga negara yang ada dalam melakukan pengujian (review) terhadap Tap MPR RI. Terjadi kekosongan hukum, sehingga tidak ada lembaga yang berwenang untuk melakukan pengujian terhadap Tap MPR RI. Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa Mahkamah Konstitusi hanya berwenang untuk melakukan judicial review undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945, sementara judicial review peraturan perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang terhadap undang-undang itu sendiri menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Namun apabila tetap berada dalam hierarki, maka akan terjadi lompatan dalam praktek pengujian undang-undang terhadap UUD NRI tahun Sehingga seolah-olah Tap MPR dianggap tidak ada, sementara dalam hierarki secara jelas berada di atas undang-undang. Hal ini berpotensi memunculkan ketidaktertiban hukum dan menjadi potensi laten bagi munculnya konflik kewenangan antar lembaga kenegaraan yang ada. Kata kunci: Eksistensi, Peraturan Perundang-undangan PENDAHULUAN Reformasi pada tahun 1998 telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia. Salah satunya adalah dengan adanya amandemen terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mempertegas Indonesia sebagai negara hukum. Selain itu amandemen juga mengakibatkan perubahan dalam sistem ketatanegaraan dan sistem hukum di Indonesia. 1 Salah satu perubahan yang terjadi adalah lahirnya sebuah lembaga peradilan bernama Mahkamah Konstitusi yang diberikan wewenang untuk melakukan pengujian undang undang terhadap Undang Undang Dasar sesuai Pasal 24C ayat (1) yang meny atakan 2 : Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang undang terhadap Undang Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Undang Dasar, memutus pembubaran 1 Iriyanto A. Baso Ence, Negara Hukum Dan Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi., PT. Alumni, Bandung, 2008, Hal Viii 2 Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, Sekretariat Jendral MPR RI, 2006 ISSN:

2 partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Hak uji konstitusionalitas merupakan salah satu upaya untuk membatasi kekuasaan negara dan bertujuan untuk melindungi hak asasi warga negara dengan cara menilai apakah suatu undang undang bertentangan dengan Undang Undang Dasar. Selanjutnya pengujian terhadap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang menjadi kewenangan Mahkamah Agung sesuai dengan Pasal 24A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan 3 : Mahkamah Agung mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Munculnya wewenang menguji (uji material) terhadap peraturan perundangundangan yang diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berkaitan dengan kemungkinan pertentangan materi suatu peraturan dengan peraturan lain yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan kekhususan yang dimiliki suatu aturan dibandingkan dengan aturan yang berlaku secara umum. 4 Oleh karena itu penataan peraturan perundang undangan harus dilakukan sehingga uji materi memilki tolok ukur yang jelas. Pembentukan peraturan perundang undangan adalah proses pembuatan peraturan perundang-undangan yang pada dasarnya dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan tegas mengatur wewenang dan lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan uji materi terhadap peraturan perundang-undangan. Pengujian undang-undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, dan pengujian peraturan perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Kewenangan pengujian undang-undang terhadap UUD Negara Republik Indonesia 3 Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, Sekretariat Jendral MPR RI, 2006 Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang terhadap undang-undang masing-masing menjadi wewenang Mahkamah Konstitusi RI dan Mahkamah Agung RI. Namun dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, muncul satu permasalahan ketatanegaraan yang terkait dengan keberadaan (eksist ensi) Ketetapan MPR RI (Tap MPR). Dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Pasal 7 ayat (1) bahwa Jenis dan hierarki peraturan perundang undangan terdiri : a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang d. Peraturan Pemerintah e. Peraturan Presiden f. Peraturan Daerah Provinsi, dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Pasal 7 ayat (1) tersebut secara je las memperlihatkan Ketetapan MPR (Tap MPR) RI berada di bawah UUD NRI Tahun 1945 dan di atas undang-undang. Permasalahan yang muncul adalah kenapa Ketetapan MPR RI masuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan serta lembaga apa yang memiliki kewenangan melakukan pengujian Ketetapan MPR RI terhadap UUD NRI Tahun 1945 atau kewenangan pengujian undangundang terhadap Ketetapan MPR RI. Munculnya permasalahan karena dalam UUD NRI Tahun 1945 maupun dalam peraturan perundang-undangan lainnya tidak ada yang mengatur kewenangan tersebut (blank of norm). METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian normatif yaitu melakukan pengkajian bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. 2. Pendekatan Pendekatan dalam sebuah penelitian mempunyai peranan yang sangat penting karena dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam mempermudah mempelajari, menganalisa dan memahami permasalahan yang sedang diteliti. Di dalam penelitian hukum, terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan 4 Dian Rositawati, Judicial Review, ELSAM, Jakarta, 2005, Makalah, Hal 2 ISSN:

3 tersebut peneliti akan mmendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai permasalahan yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Dalam penelitian ini agar memenuhi kriteria ilmiah dan dapat mendekati kebenaran, maka metode pendekatan yang digunakan adalah : a. Pendekatan Perundang undangan ( Statuta Approach) Merupakan pendekatan yang mengkaji tentang asas asas, norma norma hukum dan peraturan perundang undangan baik yang berasal dari Undang Undang Dasar, TAP MPR, undang undang, dokumen, buku buku, dan sumber sumber resmi yang berkaitan dengan penelitian ini. b. Pendekatan Sejarah (Historical Approach) Merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara mengetahui latar belakang sejarah lahirnya sebuah peraturan perundang-undangan. Menurut perspektif sejarah, ada dua macam penafsiran terhadap peraturan perundang-undangan yaitu penafsiran menurut sejarah hukum dan penafsiran menurut sejarah penetapan peraturan perundang-undangan. HASIL DAN PEMBAHASAN Sejak tahun 1960, MPRS telah menerbitkan berbagai produk hukum yang berupa Ketetapan MPRS, Keputusan MPRS, Resolusi dan keputusan Pimpinan MPRS. Pilihan bentuk putusan hukum Ketatapan MPR sebagaimana dikemukakan oleh Bagir Manan, bahwa kehadiran Ketetapan MPR dapat didasarkan pada dua hal, yaitu pertama, ketetntuan-ketentuan yang tersirat dalam UUD Adanya ketentuan-ketentuan yang tersirat yang sekaligus mengandung kekuasaan tersirat (implied power) diakui oleh sistem UUD. MPR menurut UUD 1945 mempunyai berbagai wewenang untuk melakukan tindakan atau membuat keputusan hukum seperti menetapkan GBHN, memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden, serta mengubah UUD Keputusan-keputusan hukum tersebut harus diberi bentuk hukum tertentu. Keputusan hukum MPR antara lain diberi nama ketetapan. Hal ini didasarkan pada bunyi Pasal 3 UUD 1945 yang menyatakan Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan UUD dan Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara. Karena menetapkan maka bentuknya diberi nama Ketetapan. Kedua, 5 Ibdi. Hal Ibid. Hal Sekterariat Jendral MPR RI, Materi Sosialisasi Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dasar kedua bagi bentuk hukum Ketetapan MPR adalah praktik ketatanegaraan atau kebiasaan ketatanegaraan. Praktik atau kebiasaan ketatanegaraan merupakan salah satu sumber hukum tata negara yang terdapat pada setiap negara. 5 Untuk melakukan tindakan atau membuat keputusan hukum terhadap wewenang yang dimilikinya tersebut, MPR membutuhkan wadah atau bentuk hukum tertentu. Bentuk hukum yang dikeluarkan oleh MPR adalah Ketetapan MPR (Tap MPR) dan Keputusan MPR. 6 Ketetapan MPR (Tap MPR) adalah Putusan majelis yang berisi hal-hal bersifat penetapan, mempunyai kekuatan hukum mengikat ke luar dan ke dalam majelis, sedangkan Keputusan MPR adalah Putusan Majelis yang berisi aturan/ketentuan intern dan mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam Majelis. 7 Produk Hukum dari putusan MPR bentuknya adalah Keputusan dan Ketetapan. Pada Tahun 1999 sampai dengan Tahun 2000 bentuk putusan MPR ditambah satu lagi yaitu perubahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun Dengan demikian, semua produk pengambilan keputusan melalui persidangan MPR, disebut sebagai putusan yang dapat berbentuk keputusan, ketetapan dan perubahan Undang-Undang Dasar. 8 Demikian pula dengan hakikat Ketetapan MPR di masa-masa setelah tahun 2004, harus dipahami berbeda pengertiannya dari Ketetapan MPR di masa lalu yang berisi norma hukum yang bersifat regeling (mengatur). Penyebabnya adalah karena MPR hasil Pemilu 2004 dan seterusnya merupakan lembaga (tinggi) negara yang mempunyai status kelembagaan yang berbeda kewenangan-kewenangan konstitusionalnya dibandingkan dengan MPR sebelumnya. Jika Ketetapan MPR/S sebelum hasil Pemilu 2004 berisi norma hukum yang bersifat mengatur ( regeling), maka Ketetapan MPR setelah Pemilu 2004 hanya berisi norma hukum yang bersifat administratif (beschikking). 9 Masuknya Tap MPR RI ke dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia disebabkan karena masih ada beberapa Tap MPR yang masih berlaku dan menjadi dasar pembentukan undang-undang di 8 Ibid. 9 Ibid. ISSN:

4 Indonesia. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Tap MPR RI No. 1/MPR/2003 Tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Tap MPRS dan Tap MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, Tanggal 7 Agustus 2003 sebagai berikut : Ketetapan MPR RI No. 1/MPR/2003 menyatakan : Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana dimaksud di bawah ini dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan masing-masing sebagai berikut : 1. Tap MPRS Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan seluruh Ketentuan dan Ketetapan MPRS Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 ini, kedepan diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. 2. Tap MPR RI Nomor XVI/MPR/1998 Tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan pemerintah berkewajiban mendorong keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dukungan dan pengembangan ekonomi, usaha kecil menengah, dan koperasi sebagai pilar ekonomi dalam membangkitkan terlaksananya pembangunan nasional dalam rangka demokrasi ekonomi sesuai hakikat Pasal 33 UUD Negara Republik Indonesia Tahun Tap MPR RI Nomor V/MPR/1999 Tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur tetap berlaku sampai dengan terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Tap MPR RI Nomor V/MPR/1999. Pasal 4 Tap MPRS dan Tap MPR RI sebagimana dimaksud di bawah ini tetap berlaku sampai dengan terbentuknya undang-undang. 1. Tap MPRS RI Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Penganngkatan Pahlawan Ampera tetap berlaku dengan menghargai Pahlawan Ampera yang telah ditetapkan dan sampai terbentuknya undang-undang tentang pemberian gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan. 2. Tap MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan tersebut. 3. Tap MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai dengan terbentuknya undang-undang tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 18, 18A, dan 18B UUD Negara Republik Indonesia Tahun Tap MPR RI Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan. 5. Tap MPR RI Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. 6. Tap MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sampai terbentuknya undangundang yang terkait. 7. Tap MPR RI Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Republik Indonesia sampai terbentuknya undang-undang yang terkait dengan penyempurnaan Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 10 ayat (2) dari Ketetapan tersebut yang disesuaikan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun Tap MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. 9. Tap MPR RI Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan. 10. Tap MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan tersebut. 11. Tap MPR RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam ketetapan tersebut. ISSN:

5 Ketetapan MPR RI No. 1/MPR/2003 Pasal 2 dan Pasal 4 tersebut memperlihatkan bahwa masih ada Tap MPR RI yang berlaku dan menjadi aturan penting dalam rangka menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat. Beberapa diantara Tap MPR RI yang masih berlaku menjadi dasar hukum untuk lahirnya sebuah undang-undang. Oleh karena itu, dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 UU Nomor 12 Tahun 2011, Tap MPR RI berkedudukan di atas undang-undang. Sementara dasar keberlakuan Tap MPR RI itu sendiri diatur dalam peraturan peralihan UUD NRI Tahun 1945, sehingga karena itu kedudukan Tap MPR RI berada di bawah UUD NRI tahun Masuknya Tap MPR RI sebagai salah satu jenis dan hierarki peraturan perundangundangan di Indonesia memiliki dampak hukum (legal effec) dalam sistem ketatanegaraan Negara Indonesia. Sistem ketatanegaraan yang dimaksud terkait dengan kewenangan lembaga negara yang ada dalam melakukan pengujian (review) terhadap Tap MPR RI. Terjadi kekosongan hukum, sehingga tidak ada lembaga yang berwenang untuk melakukan pengujian terhadap Tap MPR RI. Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa Mahkamah Konstitusi hanya berwenang untuk melakukan judicial review undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945, sementara judicial review peraturan perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang terhadap undang-undang itu sendiri menjadi kewenangan Mahkamah Agung. Keberadaan Tap MPR RI dalam UU Nomor 12 tahun 2011 perlu ditinjau kembali. Apakah harus tetap berada di dalam ataukan dikeluarkan dari hierarki, terlebih sejak tahun 2004, tidak ada lagi Tap MPR RI yang bersifat mengatur (regeling). Apabila Tap MPR RI dikeluarkan dari hierarki peraturan perundangundangan, maka akan berdampak kepada terciptanya tertib hukum dalam sistem hukum Indonesia dan tidak menimbulkan kerancauan dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Namun apabila tetap berada dalam hierarki, maka akan terjadi lompatan dalam praktek pengujian undang-undang terhadap UUD NRI tahun Sehingga seolah-olah Tap MPR dianggap tidak ada, sementara dalam hierarki secara jelas berada di atas undangundang. Hal ini berpotensi memunculkan ketidaktertiban hukum dan menjadi potensi laten bagi munculnya konflik kewenangan antar lembaga kenegaraan yang ada. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Keberadaan Ketetapan MPR dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai salah satu jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan menimbulkan ketidaktertiban dalam sistem hukum Indonesia, khususnya yang terkait dengan kewenangan pengujian Tap MPR tersebut terhadap UUD NRI Tahun 1945 dan undang-undang terhadap Tap MPR. Saran Untuk menghindari terjadinya ketidakteraturan dalam sistem hukum Indonesia khususnya yang berkaitan dengan kewenangan pengujian terhadap Ketetapan MPR, disarankan supaya semua Tap MPR RI dijadikan sebagai undangundang. Dengan demikian Tap MPR dapat dikeluarkan dari hierarki peraturan perundangundangan. Oleh karena itu, UU Nomor 12 tahun 2011 harus diganti dengan peraturan perundangundangan yang lainnya. DAFTAR PUSTAKA A. Buku dan Karya Tulis Ilmiah Ali, Achmad, 2002, Menguak Tabir Hukum; Suatu kajian Filosofis dan Sosiologis, PT. Toko Gunung Agung Tbk, Jakarta. A Baso Ence, Irianto, 2008, Negara Hukum Dan Hak Uji Konstitusionalitas Mahkamah Konstitusi., PT. Alumni, Bandung. Asshiddiqie,Jimly, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretariat dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta., 2010, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta., 2010, Negara Hukum Indonesia, Ceramah Umum dalam Rangka Pelantikan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Alumni Universitas Jayabaya, Jakarta., 2011, Perihal Undang Undang, Rajawali Pers, Jakarta., 2011, Keliru TAP MPRMasuk Peraturan Perundang undangan, DetikNews., 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekteratariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta. Daryanto, 1998, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Apollo, Surabaya, hlm ISSN:

6 Fatmawati, 2005, Hak Menguji (Toetsingsrecht) Yang Dimiliki hakim Dalam Sistem Hukum Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Handoyo, B. Hestu Cipto, 2008, Prinsipprinsip legal Drafting dan Desain Naskah Akademik, Penerbit Universitas Atma Jaya Yogjakarta, Jogjakarta. Ibrahim,Johnny, 2005,Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normative, Bayu Media Publishing,Surabaya. Lubis,Solly, 2009, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Mandar Maju,Bandung. Mahmud Marzuki, Peter, 2009, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. Mahfud MD, Moh, 2011, Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta. Ranggawidjaja, Rosjidi, 1998, Pengantar Ilmu Perundang Undangan Indonesia, Cv.,Mandar Maju, Bandung. Rositawati, Dian, 2005, Makalah Judicial Review, ELSAM, Jakarta. Soehino, 2000, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta. Syahrul, 2009, Kewenangan Mahkamah Dalam Menguji Peraturan Daerah Di Indonesia,Tesis Magister Ilmu Hukum Universitas Mataram, Mataram, hlm. 34 Syaukani, Imam dan A. Ahsin Thohari, 2010, Dasar-dasar Politik Hukum, PT. RajaGrafindo, Jakarta. Wirjono Prodjodikoro, Wirjono, 1977, Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia, Dian Rakjat, Jakarta. Yuliandri, 2010, Asas Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta B. Peraturan Perundang Undangan Indonesia, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Indonesia, Ketetapan MPR RI No. 1/MPR/2003 Tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum TAP MPRS dan TAP MPR Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun Indonesia, Ketetapan MPR RI No. III/MPR/2003 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Undang Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan. Indonesia, Undang Undang No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang undangan ISSN:

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014

R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014 R. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2014 Memahami kedudukan TAP MPR pasca pemberlakuan UU No. 12 Tahun 2011 Memahami implikasi pemberlakuan kembali

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at

KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at KEDUDUKAN KETETAPAN MPR DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Oleh: Muchamad Ali Safa at MPR DAN PERUBAHAN STRUKTUR KETATANEGARAAN Salah satu perubahan mendasar dalam UUD 1945 adalah perubahan

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRODUK HUKUM KETETAPAN MPR SETELAH PERUBAHAN UUD Drs Munif Rochmawanto, SH,MH,MM. Abstrak

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRODUK HUKUM KETETAPAN MPR SETELAH PERUBAHAN UUD Drs Munif Rochmawanto, SH,MH,MM. Abstrak ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRODUK HUKUM KETETAPAN MPR SETELAH PERUBAHAN UUD 1945 Drs Munif Rochmawanto, SH,MH,MM Abstrak Salah salah satu berkah reformasi adalah perubahan Undang Undang Dasar 1945 dimana

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, DAFTAR PUSTAKA Buku : Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2004. Armen Yasir, Hukum Perundang-Undangan, Cetakan Pertama, Lembaga Penelitian Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan...

Riki Yuniagara: Jenis dan Hirarki Peraturan... Buku Saku: Studi Perundang-Undangan, Edisi Ke-3 1 Buku Saku: Studi Perundang-undangan Edisi Ke-3 JENIS DAN HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA DALAM LINTAS SEJARAH (TAP MPR dari Masa ke Masa)

Lebih terperinci

Tata Urutan Peraturan Perundangan Indonesia / Hukum Undang-Undang Indonesia

Tata Urutan Peraturan Perundangan Indonesia / Hukum Undang-Undang Indonesia Tata Urutan Peraturan Perundangan Indonesia / Hukum Undang-Undang Indonesia Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis Di Negara kita (Indonesia) hukum tidak tertulis dan hukum tertulis berfungsi untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Hak konstitusional adalah

Lebih terperinci

DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 8 No. 2, April-Juni 2014 ISSN 1978-5186 DINAMIKA KEDUDUKAN TAP MPR DI DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Fakultas Hukum, Universitas Lampung Email: Martha.rianand@fh.unila.ac.id

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU: Asshiddiqe, Jimly, Bagir Manan (2006). Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata

Lebih terperinci

CONTOH SOAL-SOAL LOMBA CERDAS CERMAT UUD NRI 1945 DAN TAP MPR TINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2009

CONTOH SOAL-SOAL LOMBA CERDAS CERMAT UUD NRI 1945 DAN TAP MPR TINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2009 CONTOH SOAL-SOAL LOMBA CERDAS CERMAT UUD NRI 1945 DAN TAP MPR TINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2009 Posted on Maret 5, 2010 by nestiituagnes CONTOH SOAL-SOAL LOMBA CERDAS CERMAT UUD NRI 1945 DAN TAP MPR TINGKAT

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI HUKUM MASUKNYA TAP MPR RI KE DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG P3

BAB III KONSEKUENSI HUKUM MASUKNYA TAP MPR RI KE DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG P3 BAB III KONSEKUENSI HUKUM MASUKNYA TAP MPR RI KE DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG P3 PERATURAN PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. TAP MPR

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan Pejabat Presiden

Ketetapan MPRS No. XV/MPRS/1966 tentang Pemilihan/ penunjukan Wakil Presiden dan tata cara pengangkatan Pejabat Presiden D A F T A R I S I KATA SAMBUTAN...iii KATA PENGANTAR...v Ketetapan-ketetapan MPRS-RI Tahun 1960 Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang mendaulat diri sebagai negara hukum sebagaimana dituangkan secara eksplisit dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar NRI 1945 1. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Sebagaimana judul di atas, dalam Bab ini pula akan membahas dua point, yaitu hasil penelitian dan analisis. Dalam point pertama, yaitu hasil penelitian, terdapat dua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PENDAHULUAN 1 PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 2 Tuntutan Reformasi Sebelum Perubahan Latar Belakang Perubahan Tujuan Perubahan Antara lain: Amandemen UUD 1945 Penghapusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA EKSISTENSI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN UNDANGAN DI INDONESIA MATERI DISAMPAIKAN OLEH: HAKIM KONSTITUSI MARIA FARIDA

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA I. Buku Achmad Ali, 2012, Vol. 1 Pemahaman Awal: Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Lahir : Solo, 14 Juni 1949 Alamat Rumah : Jl. Margaguna I/1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Alamat Kantor : Mahkamah Konstitusi Jl. Medan Merdeka Barat No. 6

Lebih terperinci

PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 PENDAHULUAN 1 PENDAHULUAN PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 2 Tuntutan Reformasi Sebelum Perubahan Latar Belakang Perubahan Antara lain: Amandemen UUD 1945 Penghapusan doktrin Dwi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Amini, Aisyah, Pasang Surut Peran DPR-MPR , Yayasan Pancur Siwah, Jakarta: 2004, Hlm. 36

DAFTAR PUSTAKA. Amini, Aisyah, Pasang Surut Peran DPR-MPR , Yayasan Pancur Siwah, Jakarta: 2004, Hlm. 36 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Amini, Aisyah, Pasang Surut Peran DPR-MPR 1945-2004, Yayasan Pancur Siwah, Jakarta: 2004, Hlm. 36 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-Undangan Indonesia 1

Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-Undangan Indonesia 1 Kedudukan TAP MPR Dalam Sistem Perundang-Undangan Indonesia 1 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau yang disingkat TAP MPR 2, merupakan salah satu wujud peraturan perundang-undangan yang sah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara hukum yang diidealkan oleh para pendiri bangsa sebagaimana penegasannya dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tentang

Lebih terperinci

BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1

BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1 BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1 Yudi Widagdo Harimurti 2 Email : yudi.harimurti@trunojoyo.ac.id Abstrak Dasar hukum

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

a. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon b. Kewenangan Mahkamah Konstitusi perkara tersebut mengandung unsusr-unsur:

a. Kedudukan hukum (legal standing) Pemohon b. Kewenangan Mahkamah Konstitusi perkara tersebut mengandung unsusr-unsur: 1. Kriteria bagi Mahkamah Konstitusi untuk memutus perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 terkait dengan DPT adalah pada kriteria formal dan kriteria material

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK dikerjakan untuk memenuhi tugas tersruktur 2 mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Oleh: Harits Jamaludin 115010100111125 PENGANTAR Pada umumnya tujuan ketentuan

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA Oleh : DJOKO PURWANTO Abstrak Wewenang Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur

Lebih terperinci

BAHAN TAYANGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAHAN TAYANGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ------------ BAHAN TAYANGAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 SEKRETARIAT JENDERAL MPR RI TAHUN 2011 BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

PENERAPAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM KETATANEGARAN INDONESIA

PENERAPAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM KETATANEGARAN INDONESIA PENERAPAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DALAM KETATANEGARAN INDONESIA Bambang Antariksa Fakultas Hukum Universitas Sains Cut Nyak Dhien Email: bambangantariksa.sh.mh@gmail.com Abstract: Based

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan:

Peraturan Perundang-undangan: DAFTAR PUSTAKA Adams. Wahiduddin, 2012, Proses Penyusunan Peraturan Daerah, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, AR. Suharyono, 2012, Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan Peraturann Perundangundangan,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bagir manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Indo Hill, 1992

DAFTAR PUSTAKA. Bagir manan, Dasar-Dasar Perundang-Undangan Indonesia, Jakarta: Indo Hill, 1992 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abraham Amos, Katatstropi & Quo Vadis sistem politk peradilan indonesia, Jakarta, Grafindo persada, 2007 Acmad Ruslan, Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011 REPOSISI PERATURAN DESA DALAM KAJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2004 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 1 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum 2 Pendahuluan Ada hal yang menarik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA KEDUDUKAN TAP MPR DALAM UU NO. 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PROBLEMATIKA KEDUDUKAN TAP MPR DALAM UU NO. 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 121 PROBLEMATIKA KEDUDUKAN TAP MPR DALAM UU NO. 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Tyan Adi Kurniawan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah. Peraturan Perundang-undangan

Jurnal Ilmiah. Peraturan Perundang-undangan DAFTAR PUSTAKA Buku Asshiddiqiie, Jimly, 2010. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika., 2009. Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer., 2007. Pokok-pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Unsur penting dalam negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive power) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga tidak jarang apabila sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

KEDUDUKAN TAP MPR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HIERARKI PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA. Oleh : Irwandi,SH.MH. 1. Abstrak

KEDUDUKAN TAP MPR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HIERARKI PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA. Oleh : Irwandi,SH.MH. 1. Abstrak Kedududukan TAP MPR, Implikasi, Hirarki Peraturan Perundang-undangan. 90 KEDUDUKAN TAP MPR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HIERARKI PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN DI INDONESIA Oleh : Irwandi,SH.MH. 1 Abstrak Terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar 1954, MPR merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar 1954, MPR merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar 1954, MPR merupakan lembaga tertinggi Negara sebagai pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat Indonesia Pasal

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEDUDUKAN KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh : H. ENDANG SUPRIATNA, S.H., M.Si. dan EVI NOVIAWATI, S.H.,

Lebih terperinci

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945-77 - - 78 - MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN KETIGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pada masa ini hampir secara global dianut adalah asas demokrasi. Pada

BAB I PENDAHULUAN. yang pada masa ini hampir secara global dianut adalah asas demokrasi. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu asas fundamental sekaligus landasan utama kehidupan bernegara yang pada masa ini hampir secara global dianut adalah asas demokrasi. Pada dasarnya demokrasi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON Ny. Yanni, sebagai Pemohon KUASA HUKUM Syahrul Arubusman, S.H, dkk berdasarkan

Lebih terperinci

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review MAHKAMAH KONSTITUSI DAN HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dari permasalah yang penulis teliti, yaitu:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kesimpulan dari permasalah yang penulis teliti, yaitu: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dalam penulisan skripsi ini penulisan menyimpulkan tiga kesimpulan dari permasalah yang penulis teliti, yaitu: 1. Adapun yang menjadi landasan perubahan UU No.

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) HUKUM TATA NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) HUKUM TATA NEGARA Mata Kuliah : Hukum Tata Negara Kode/Bobot : 3 sks Waktu Pertemuan : 3 x 50 Menit Pertemuan : 1 (satu) A. Tujuan Instruksional Khusus Setelah mengikuti pertemuan pertama ini, mahasiswa dapat memahami kompetensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat secara bersama-sama pada tahun 1998 membawa perubahan yang sangat luar biasa dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. DAFTAR PUSTAKA Buku: Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. Armen Yasir, 2007. Hukum Perundang-Undangan. Bandar Lampung: Pusat Studi Universitas Lampung. Bagir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan

BAB I PENDAHULUAN. cita-cita, gagasan, konsep, bahkan ideologi. Cita-cita, gagasan, konsep bahkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara yang merdeka dan berdaulat bukan sekedar antithesis terhadap kolonialisme, melainkan membawa berbagai cita-cita, gagasan,

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. , 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Konstitusi Press,

Daftar Pustaka. , 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme, Konstitusi Press, 162 Daftar Pustaka Buku Abdul Latif, et al, 2009, Buku Ajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Total Media, Ali Maskur Musa, 2003, Sistem Pemilu : Proporsional Terbuka, Pustaka Indonesia Satu dan UNDP, Ahmad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada Tahun 2008, Presiden Republik Indonesia dengan kewenangannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada Tahun 2008, Presiden Republik Indonesia dengan kewenangannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Tahun 2008, Presiden Republik Indonesia dengan kewenangannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 UUD 1945, mengeluarkan Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Bagan Lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tugas dan Wewenang MPR Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA KETETAPAN MPR PASCA REFORMASI DAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011

PROBLEMATIKA KETETAPAN MPR PASCA REFORMASI DAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011 Jurnal Ilmu Hukum Rechtsidee Vol. 2 No. 1, Januari - Juni 2015, hlm. 1-77 tersedia daring di: PROBLEMATIKA KETETAPAN MPR PASCA REFORMASI DAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011 PROBLEMATIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya konstitusi menurut K.C. Wheare, adalah resultante atau kesepakan. sosial,ekononi, dan budaya ketika dibuat.

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya konstitusi menurut K.C. Wheare, adalah resultante atau kesepakan. sosial,ekononi, dan budaya ketika dibuat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasca reformasi 1998,amandemen terhadap UUD 1945 merupakan suatu keniscayaan dan kebutuhan bagi Negara Indonesia pada waktu itu karena pada dasarnya konstitusi menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem norma hukum di Indonesia, norma-norma hukum yang berlaku berada dalam sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok,

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM GARIS-GARIS BESAR POKOK PENGAJARAN (GBPP) HUKUM TATA NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM GARIS-GARIS BESAR POKOK PENGAJARAN (GBPP) HUKUM TATA NEGARA Mata Kuliah Dosen Deskripsi Singkat Tujuan Instruksional Umum NO TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1 Mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang mata kuliah Hukum Tata Negara 2 Mahasiswa dapat dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

BAB IV MATERI MUATAN PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DALAM KOTA BENGKULU

BAB IV MATERI MUATAN PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DALAM KOTA BENGKULU 61 BAB IV MATERI MUATAN PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DALAM KOTA BENGKULU A. Materi Muatan Peraturan Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu perubahan mendasar dari UUD 1945 pasca amandemen adalah kedudukan Presiden yang bukan lagi sebagai mandataris dari MPR. Sebelum amandemen, MPR merupakan

Lebih terperinci

Abstract. Monika Suhayati *

Abstract. Monika Suhayati * KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT DALAM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Monika Suhayati * Abstract

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci : Politik Hukum, TAP MPR, Hirarki Peraturan Perundangundangan.

Abstrak. Kata Kunci : Politik Hukum, TAP MPR, Hirarki Peraturan Perundangundangan. 0 Abstrak MUNAWIR IDRIS, NIM 271410050, POLITIK HUKUM KETETAPAN MPR DALAM HIRARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERHADAP MEKANISME PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA, Oleh Pembimbing :

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada

Lebih terperinci