BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

Ukuran: px

Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh"

Doddy Rachman
6 tahun lalu
Tontonan:

1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum dapat berpengaruh terhadap pemberdayaan daerah. Kondisi demikian didukung beberapa kesimpulan khusus yang belum dipenuhi hal dimaksud : 1. Dalam pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung menunjukkan perkembangan pengaturan atau dasar hukum sebagai berikut: tahun di bawah UUD 1945 pengujian berdasarkan Pasal 26 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970, Pasal 11 ayat (4) Ketetapan MPR No. III/MPR/1978, dan Pasal 31 ayat (1), (2), dan ayat (3) Undang-Undang No. 14 Tahun Tahun pengujian berdasarkan Tap MPR No. III/MPR/2000, di samping Undang-Undang No. 14 Tahun 1970, Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985, dan perubahan ketiga UUD Negara RI Tahun 1945 pada tahun 2001 yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), Pasal 24A ayat (1) dan Pasal 24C ayat (1). Pada kurun waktu tahun secara teknis hukum acara pengujian diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun Sebelum terbitnya Perma No. 1 Tahun 1993 prosedur pengujian 438

2 melalui pemeriksaan pada tingkat kasasi saja, dan hal ini yang menyulitkan pelaksanaan pengujian peraturan di bawah undang-undang. Akan tetapi, melalui Perma No. 1 Tahun 1993, prosedur tersebut diubah yaitu, di samping melalui pemeriksaaan pada tingkat kasasi, juga dapat dilakukan melalui gugatan secara langsung disampaikan kepada Mahkamah Agung, tetapi tahun 1999 Perma No. 1 Tahun 1993 diubah dengan Perma No. 1 Tahun 1999 yang mengubah prosedur pengujian, yaitu di samping melalui gugatan juga melalui permohonan. Selanjutnya secara teknis diatur di dalam Perma No. 1 Tahun 2004 dan Perma No. 1 Tahun Implementasi putusan-putusan Mahkamah Agung dalam melakukan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang undang dalam hal ini Peraturan Daerah Kabupaten/Kota pengaruhnya terhadap pemberdayaan daerah, adalah sebagai berikut: a. Memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat, kelompok masyarakat, badan hukum dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mengajukan pengujian yuridis kepada Mahkamah Agung. b. Banyaknya Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang dibatalkan oleh Mendagri yang kemudian diajukan ke Mahkamah Agung menunjukkan bahwa masih banyak Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dan kepentingan umum, sekaligus masih kurang 439

3 memperhatikan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 3. Kendala normatif terdapat didalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya pasal-pasal yang inkonsisten yaitu Pasal 145 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dengan Pasal 24A ayat (1) UUD NRI 1945 jo Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 jo Undang-Undang No. 5 Tahun Pasal 185 jo Pasal 186 dengan Pasal 145 Undang-Undang No. 32 Tahun Kendala normatif ini menjadikan bias putusan pengujian yuridis Mahkamah Agung tentang Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang mengakibatkan pada pelemahan pemberdayaan daerah. Meskipun pasal-pasal yang inkonsisten dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 telah tidak ada lagi dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2014 namun kewenangan Gubernur atau Mendagri membatalkan Perda menjadi hambatan tersendiri untuk melakukan pengujian yuridis. Di samping itu putusan pengadilan pada pengujian yuridis Perda belum mengintegrasi pemberdayaan daerah dikarenakan masih menggunakan dua tolok ukur pengujian yaitu bertentangan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi. 4. Lembaga yang diberi wewenang oleh UUD 1945 untuk melakukan pengujian yuridis terjadi pasang surut. Jika kurun waktu tahun wewenang tersebut dilekatkan hanya pada satu lembaga negara, yakni Mahkamah Agung RI dengan objek hanya peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, maka pada tahun

4 dilekatkan pada lembaga MPR RI dan Mahkamah Agung RI dengan objak yang berbeda, yakni MPR RI menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar dan Ketetapan MPR, sedangkan Mahkamah Agung menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Sedangkan sejak tahun 2003 (setelah amandemen UUD 1945), maka lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan pengujian peraturan perundang-undangan hanya dilekatkan pada lembaga kekuasaan kehakiman, yakni Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi dengan objek yang berbeda. Objek yang diuji oleh Mahkamah Agung tetap seperti semula, dan Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar. Model pelembagaan pengujian atas keseluruhan peraturan perundang-undangan baik undang-undang terhadap UUD 1945 maupun semua peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang tak terkecuali Perda Kabupaten/Kota sebaiknya, disentralisasikan kedalam satu lembaga yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi. Hal ini setidaknya dimaksudkan agar fungsi pengujian atas tiap konflik norma hukum yang timbul dapat diatasi secara lebih efektif dan efisien oleh karena hanya dilekatkan pada satu organ kekuasaan kehakiman semata yakni lembaga Mahkamah Konstitusi. B. Saran 1. Sinkronisasi dan harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur pengujian yuridis mendesak untuk segera dilakukan, di 441

5 mulai dari amandemen UUD Negara RI 1945 khususnya pengaturan mengenai lembaga-lembaga penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia disentralisasikan kedalam satu lembaga yudikatif yakni Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya politik hukum perubahan Rancangan Undang-Undang Mahkamah Agung dapat diarahkan pada pengaturan hukum acara pengujian yuridis secara bersama-sama dengan hukum acara yang berlaku di Mahkamah Agung. Sedangkan Perma lebih difungsikan untuk mengisi kekosongan hukum atau mendinamisir ketentuan hukum yang belum ditetapkan di tingkat undang-undang. 2. Kewenangan pengujian yuridis peraturan perundang-undangan tak terkecuali Perda Kabupaten/Kota tidak lagi diberikan kewenangannya kepada pemerintah (executive review) sebagaimana yang lazim dipraktekkan selama ini. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan sikap konsistensi hukum kita atas dasar pengujian legalitas terhadap setiap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undangan seperti diisyaratkan dalam konstitusi kita (UUD Negara RI). Namun demikian Preview terhadap semua Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tetap perlu dilakukan oleh Mendagri atau Gubernur mengingat banyaknya pembatalan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota atau dapat mendelegasikannya kepada Gubernur. 3. Penempatan hukum sebagai dasar dalam penyelenggaraan kehidupan kemasyarakatan, dan kenegaraan yang diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan termasuk Perda Kabupaten/Kota sesuai 442

6 dengan tingkatan objek yang diaturnya merupakan konsekuensi dari dianutnya prinsip negara hukum yang demokratis. Oleh karena itu pembentukan norma hukum oleh lembaga pembuatnya baik oleh lembaga legislatif maupun oleh pejabat admnistrasi negara harus mampu mengadopsi nilai-nilai yang dianut dan berkembang dalam masyarakat dan prosesnya dilaksanakan secara demokratis dengan prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Segala peraturan perundangundangan pada hakikatnya adalah untuk menjabarkan norma hukum di atasnya yang bersifat lebih abstrak, agar lebih konkret dan rinci, sehingga keseluruhan norma dalam peraturan tersebut dapat dijalankan, ditaati, dan ditegakkan. Dalam perspektif ini pembentukan suatu peraturan perundang-undangan bukan diperuntukkan sebagai penguatan kekuasaan para penguasa, tetapi justru penguatan kepada tata kehidupan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Untuk menghindari pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi hanya untuk penguatan kekuasaan, dan memperkecil adanya konflik normatif secara vertikal, maka di masa mendatang diperlukan suatu lembaga yang befungsi sebagai penyelaras, penilai, dan pemutus terhadap produk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang diterbitkan. Hal ini dimaksudkan agar keseluruhan peraturan perundang-undangan tersebut baik dari segi materi muatannya memiliki nilai harmoni secara vertikal, dan prosedur pembentukannya dilakukan dengan cara-cara sebagaimana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. 443

dokumen-dokumen yang mirip

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online PENGHAPUSAN KEWENANGAN PEMERINTAH UNTUK MEMBATALKAN PERDA; MOMENTUM MENGEFEKTIFKAN PENGAWASAN PREVENTIF DAN PELAKSANAAN HAK UJI MATERIIL MA Oleh: M. Nur Sholikin * Naskah diterima: 24 pril 2017; disetujui: