BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis
|
|
- Teguh Darmali
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan pembatasan terhadap kekuasaan dalam suatu negara. Upaya untuk melakukan pembatasan kekuasaan dalam negara, dilakukan melalui pemisahaan kekuasaan dalam negara. Menurut Montesquieu, dalam bukunya berjudul L Esprit des Lois (1748), Kekuasaan negara dibagi dalam tiga cabang kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif sebagai pembuat Undang- Undang, kekuasaan eksekutif sebagai pelaksana Undang-Undang, serta kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif. 1 Cabang-cabang kekuasaan negara harus memiliki independensi masingmasing dalam menjalankan kewenangan dan kekuasaannya. Dalam perkembangannya, John Adler berpandangan bahwa, The Principle of separation of powers is particularly important for the judiciary. 2 Apabila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia memiliki makna bahwa, prinsip pemisahan kekuasaan terutama sangat penting bagi kekuasaan kehakiman. Prinsip pemisahan kekuasaan mengharuskan kekuasaan kehakiman yang bebas dan terlepas dari campur tangan kekuasaan lain agar dapat efektif dalam menjalankan fungsi dan kewenangannya. 1 2 O. Hood Phillips, et al., 2001, Constitutional and Administrative Law, Sweet & Maxwell, London, hlm Seperti dikutip oleh Jimly Asshiddiqie, 2012, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cetakan Keempat, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm John Alder, 1989, Constitutional and Administrative Law, Macmillan, London, hlm Seperti dikutip oleh Jimly Asshiddiqie, 2012, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cetakan Keempat, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 310.
2 2 Menurut Jimly Asshiddiqie, Prinsip pemisahan kekuasaan sangat terkait erat dengan independensi penyelenggaraan peradilan, dimana hakim dapat bekerja secara independen dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan legislatif. 3 Setiap hakim harus bersikap adil dan seimbang dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, agar dapat memberikan rasa keadilan serta menjadi penjaga sistem hukum dalam suatu Negara Hukum. Oleh sebab itu juga, salah satu ciri yang dianggap penting dalam setiap negara hukum yang demokratis (demokratische rechstaat) ataupun negara demokrasi yang berdasar atas hukum (constitusional democracy) adalah adanya kekuasaan kehakiman yang independen dan tidak berpihak (independent and impartial). 4 Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), Negara Republik Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum. 5 Negara Republik Indonesia sebagai salah satu negara hukum yang juga menjunjung tinggi demokrasi, sudah seharusnya memberikan jaminan bagi independensi penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengatur bahwa, Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. 6 UUD NRI Tahun 1945 sebagai konstitusi di Negara Republik Indonesia, pada dasarnya memberikan jaminan kemerdekaan kepada penyelenggara kekuasaan kehakiman Jimly Asshiddiqie, 2012, Op.Cit., hlm Ibid., hlm Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lihat Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3 3 untuk menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman secara independen serta bebas dari intervensi. Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandemen (UUD NRI Tahun 1945 sebelum amandemen), Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. 7 Setelah amandemen UUD NRI Tahun 1945, terjadi pergeseran dalam ranah kekuasaan kehakiman dengan lahirnya Mahkamah Konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. Kekuasaan kehakiman di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya serta oleh Mahkamah Konstitusi. 8 Pemikiran tentang pembentukan Mahkamah Konstitusi didorong oleh pemikiran untuk melindungi hak asasi manusia serta menegakkan konstitusi yang menjadi salah satu tuntutan dalam reformasi nasional di Indonesia. Pembentukan Mahkamah Konstitusi juga didorong oleh gagasan pembentukan lembaga yang memiliki kewenangan judicial review, yang berkembang dan menyebar ke seluruh Eropa, setelah perang dunia kedua berakhir. 9 Selain itu, permasalahan teknis mengenai banyaknya perkara yang belum diselesaikan oleh Mahkamah Agung, menjadikan salah satu bahan pertimbangan untuk membentuk lembaga yang terpisah dari Mahkamah Agung, Lihat Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandemen. Lihat Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Abdul Latif, et al., 2009, Buku Ajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Cetakan Pertama, Total Media, Yogyakarta, hlm. 3.
4 4 dalam menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. 10 Berdasarkan catatan Mahkamah Agung pada tanggal 1 November 2000, jumlah perkara yang tersisa dan belum diputus oleh Mahkamah Agung mencapai perkara, baik perkara perdata, pidana, militer, agama, niaga maupun tata usaha negara. 11 Mahkamah Konstitusi dikonstruksikan sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat. 12 Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK 2003) dikatakan bahwa: 13 Salah satu substansi penting perubahan UUD NRI Tahun 1945 adalah keberadaaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggungjawab sesuai dengan cita-cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan tafsir ganda terhadap konstitusi. Pembentuk Undang-Undang menyadari bahwa pembentukan Mahkamah Konstitusi tidak terlepas dari pengaruh kehidupan ketatanegaraan sebelumnya, yang kurang konsisten dalam menafsirkan hukum dalam konstitusi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat menjaga konstitusi sesuai dengan cita-cita demokrasi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2010, Naskah Komprehensif Perubahan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Buku IV Kekuasaan Kehakiman), Sekretariat Jenderal MK-RI, Jakarta, hlm Henry P. Pangabean, 2001, Fungsi Mahkamah Agung dalam Praktik Sehari-hari, Rev.Ed., Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hlm. xxix. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2004, Cetak Biru Membangun Mahkamah Konstitusi, sebagai Insitutsi Peradilan Konstitusi yang Modern dan Terpercaya, Sekretariat Jenderal MK-RI, Jakarta, hlm. iv. Lihat Bagian Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316).
5 5 Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, yang putusannya bersifat final dan mengikat untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, serta memutus perselisihan hasil pemilihan umum. 14 Selain kewenangan tersebut, Mahkamah Konstitusi juga wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden atau Wakil Presiden. 15 Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat umum dan mengikat terhadap seluruh aspek kehidupan bernegara, terutama dalam perkara pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Salah satunya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimohonkan oleh Antasari Azhar sebagai terpidana dalam Perkara Nomor 1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel dan telah memiliki kekuataan hukum tetap dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1429K/Pid/2009 yang telah dimohonkan oleh Ida Laksmiwaty dan Ajeng Oktarifka Antasari Putri selaku keluarga dari terpidana Antasari Azhar. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat menimbulkan potensi konflik antara Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung selaku pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia Lihat Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Lihat Pasal 24C ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6 6 Pemohon mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menguji Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang mengatur bahwa, Permintaan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu kali 16 bertentangan terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1) serta Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun Alasan Pemohon mengajukan permohonan karena merasa hak konstitusionalnya telah dilanggar dengan berlakunya Pasal 268 ayat (3) KUHAP. Pelanggaran hak konstitusional yang dimaksud oleh Pemohon adalah ketika Mahkamah Agung memutuskan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 117PK/Pid/2011 yang menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Pemohon. Berdasarkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP, Pemohon tidak memiliki upaya hukum lain jika suatu saat terdapat bukti baru yang yang berbeda dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel., yang mana telah memiliki kekuataan hukum tetap dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1429K/Pid/2009, sehingga Pemohon tidak dapat memperjuangkan hak keadilan di depan hukum sebagai Warga Negara Indonesia. 18 Pemohon memohon petitum agar Mahkamah Konstitusi menyatakan, Pasal 268 ayat (3) KUHAP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar, apabila tidak Lihat Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209). Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hlm. 13. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hlm. 6.
7 7 dimaknai dikecualikan terhadap adanya novum. 19 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 mengabulkan permohonan Pemohon dengan membatalkan secara keseluruhan berlakunya Pasal 268 ayat (3) KUHAP, bahwa PK yang merupakan salah satu kewenangan Mahkamah Agung dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali dengan persyaratan tertentu. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dianggap telah mengabaikan asas hukum yang berlaku secara universal, yaitu asas nemo judex in causa sua, yang menentang hakim memutuskan perkara yang berkaitan dengan dirinya sendiri dan/atau yang berkaitan dengan lembaga peradilan. 20 Berdasarkan Latar Belakang tersebut di atas, Peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman pada Mahkamah Agung sehingga terjadi keselarasan dalam rangka penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di Indonesia. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah ruang lingkup kemerdekaan kekuasaan kehakiman pada Mahkamah Agung? 2. Bagaimanakah implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU- XI/2013 terhadap kemerdekaan Mahkamah Agung selaku pemegang kekuasaan kehakiman? Ibid. Moh. Mahfud MD., 2007, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, LP3ES, Jakarta, hlm Seperti dikutip oleh Feri Amsari, 2013, Perubahan UUD 1945 (Perubahan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia Melalui Putusan Mahkamah Konstitusi), Rev. Ed., Cetakan Kedua, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm
8 8 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam melakukan penelitian ini terbagi ke dalam tujuan subjektif dan tujuan objektif, yaitu: 1. Tujuan Subjektif Penelitian dilakukan sebagai salah satu persyaratan akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan Objektif Tujuan objektif dari penelitian mengenai implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman pada Mahkamah Agung adalah: a. Untuk mengetahui, memahami, menelaah, dan menganalisis ruang lingkup kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang melekat pada Mahkamah Agung, sebagai salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia. b. Untuk mengetahui, memahami, menelaah, dan menganalisis implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap kemerdekaan Mahkamah Agung, sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia.
9 9 D. Keaslian Penelitian Sejauh pengamatan dan pengetahuan Peneliti, berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada serta melalui internet, belum ada penulisan hukum yang meneliti atau mengkaji mengenai implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU- XI/2013 terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman pada Mahkamah Agung. Namun, ada penulisan yang memiliki kajian yang berkaitan dengan objek kajian yang akan diteliti, yaitu: 1. Karya Akhyaroni Fuadah dengan judul Implikasi Asas Nemo Judex In Causa Sua dalam Pengujian Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi terhadap Konsepsi Negara Hukum di Indonesia, yang berasal dari Skripsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun Perumusan masalah dalam tulisan tersebut terdiri dari: Pertama, Bagaimanakah penerapan asas nemo judex in causa sua dalam pengujian Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi? Kedua, Bagaimanakah Implikasi penerapan asas nemo judex in causa sua terhadap konsepsi negara hukum di Indonesia? 21 Dalam penulisan karya Akhyaroni Fuadah, objek kajian terfokus pada penerapan dan implikasi asas nemo judex in causa sua dalam hukum acara pengujian peraturan perundang-undangan oleh Mahkamah Konstitusi secara umum sejak pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Selain itu, pada saat penulisan karya Akhyaroni Fuadah dilakukan, Mahkamah Konstitusi belum memutuskan perkara Nomor 34/PUU-XI/2013 perihal Pengujian KUHAP. 21 Akhyaroni Fuadah, 2014, Implikasi Asas Nemo Judex In Causa Sua dalam Pengujian Undang-Undang oleh Mahkamah Konstitusi terhadap Konsepsi Negara Hukum di Indonesia, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 8.
10 10 Penulisan Peneliti lebih terfokus pada Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman pada Mahkamah Agung, dengan menganalisa prinsip-prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang melekat pada Mahkamah Agung, sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman. 2. Karya Muhamad Rudi dengan judul Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 terhadap Sistem Pengangkatan Hakim Agung yang berasal dari Skripsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun Perumusan masalah dalam tulisan tersebut terdiri dari: Pertama, Bagaimanakah sistem pengangkatan hakim agung sebelum dan sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013? Kedua, Bagaimanakah implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU- XI/2013 terhadap sistem pengangkatan hakim agung? 22 Dalam penulisan karya Muhamad Rudi, objek kajian terfokus pada implikasi atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 berkaitan dengan yang mengubah kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) menjadi hanya memberikan persetujuan terhadap calon hakim agung yang diajukan oleh Komisi Yudisial. Penulisan Peneliti lebih terfokus pada implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman pada Mahkamah Agung, dengan menganalisis prinsip-prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman 22 Muhamad Rudi, 2014, Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 terhadap Sistem Pengangkatan Hakim Agung, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm 9.
11 11 yang melekat pada Mahkamah Agung, sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman. 3. Karya Rifian Ernando Lukmantara dengan judul Tinjauan Yuridis Kewenangan Mahkamah Agung dalam Judicial Review terhadap Peraturan Menteri yang berasal dari Skripsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tahun Perumusan masalah dalam tulisan tersebut terdiri dari: Pertama, Bagaimanakah kedudukan hukum Peraturan Menteri dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia? Kedua, Apakah Mahkamah Agung berwenang melakukan pengujian peraturan Menteri baik secara formil maupun materiil? Ketiga, Apakah Mahkamah Agung berwenang menguji Peraturan Menteri terhadap peraturan perundangundangan selain Undang-Undang yang secdaara hierarkis lebih tinggi kedudukannya? 23 Dalam penulisan karya Rifian Ernando Lukmantara, objek kajian terfokus pada kewenangan Mahkamah Agung dalam pengujian Peraturan Menteri, baik secara formil maupun materiil, terutama mengenai Peraturan Menteri Penerangan Nomor 01 Tahun 1998 serta implikasinya terhadap kebebasan pers pada saat itu. Penulisan Peneliti lebih terfokus pada implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman pada Mahkamah Agung, dengan menganalisis prinsip-prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman yang melekat pada Mahkamah Agung, sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman. 23 Rifian Ernando Lukmantara, 2012, Tinjauan Yuridis Kewenangan dalam Judicial Review terhadap Peraturan Menteri, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 13.
12 12 E. Kegunaan Penelitian 1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan Hukum, khususnya dalam bidang ketatanegaraan, terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman pada Mahkamah Agung. Selain itu, temuan-temuan dalam penulisan ini, diharapkan dapat berguna sebagai dasar terciptanya penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan. 2. Bagi Praktik Ketatanegaraan Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat untuk dapat mewujudkan sistem penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di Indonesia, baik pada Mahkamah Agung maupun pada Mahkamah Konstitusi, yang merdeka dan bebas dari intervensi pihak manapun sejalan dengan UUD NRI Tahun 1945 sehingga akan melahirkan putusan-putusan yang dapat memberikan rasa keadilan kepada masyarakat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008
MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciI. UMUM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Lebih terperinciBAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN
BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
Lebih terperinciAnalisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003
M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang salah satu kewenangannya dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 5 disebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan
Lebih terperinciINTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016
INTERVENSI POLITIK DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 01 Juni 2016; disetujui: 23 Juni 2016 Mahkamah Konstitusi (yang selanjunya disebut MK) sebagai lembaga peradilan
Lebih terperinciDR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015
DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah panjang mengenai pengujian produk legislasi oleh sebuah lembaga peradilan (judicial review) akan terus berkembang. Bermula dari Amerika (1803) dalam perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu kemajuan besar bagi perkembangan demokrasi di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Mahkamah Konstitusi dalam struktur ketatanegaraan Indonesia merupakan suatu kemajuan besar bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, serta menjadi
Lebih terperinciMengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam
TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca-Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, Gubernur, Bupati, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut termaktub dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "negara Indonesia
Lebih terperinciSIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang
Lebih terperinciPENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Lebih terperinciBAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945
33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah
Lebih terperinciPERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review
MAHKAMAH KONSTITUSI DAN HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial
Lebih terperinciSILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI
SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI Nama Lembaga Program Mata Diklat Bobot Widyaiswara/Narasumber Deskripsi
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY
SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciTINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA
TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.
Lebih terperinciInfo Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14
1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada
Lebih terperinciI. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 72/PUU-XII/2014 Pembatasan Kewenangan Hakim, Jaksa Penuntut Umum dan Penyidik dalam hal Pengambilan Fotokopi Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris I. PEMOHON Tomson Situmeang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain selain Mahkamah Agung (MA), yaitu Mahkmah Konstitusi (MK). Pengaturan tentang MK termaktub
Lebih terperinciA. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,
49 BAB III WEWENANG MAHKAMAH KOSTITUSI (MK) DAN PROSES UJIMATERI SERTA DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMPERBOLEHKAN PENINJAUAN KEMBALI DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI. A. Kronologi pengajuan uji materi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 55 TAHUN 2014 TENTANG HAK KEUANGAN DAN FASILITAS HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung, tertuang dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciKEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945
KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinci-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN Negara. Hak Keuangan. Fasilitas. Hakim Agung. Hakim Konstitusi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 259). PENJELASAN ATAS
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan
Lebih terperinciREKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.
1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 1 menyatakan bahwa Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh
Lebih terperinciBAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA
BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah
Lebih terperinciPROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.
PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Pendahuluan Ada dua sejarah besar dalam judicial review di dunia. Pertama adalah sejarah judicial
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan
BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUUXIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka I. PEMOHON 1. Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) (Pemohon I)
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) I. PEMOHON 1. Whisnu Sakti Buana, S.T. -------------------------------------- sebagai Pemohon
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan
Lebih terperinciJurnal Ilmiah. Peraturan Perundang-undangan
DAFTAR PUSTAKA Buku Asshiddiqiie, Jimly, 2010. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika., 2009. Menuju Negara Hukum yang Demokratis, Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer., 2007. Pokok-pokok
Lebih terperinciKuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih I. PEMOHON Taufiq Hasan II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan UmumPresiden
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XI/2013 Tentang Nota Kesepakatan Bersama Tentang Pengurangan Masa Tahanan Bagi Tindak Pidana Umum, Pemeriksaan Cepat dan Restorative Justice I. PEMOHON Fahmi Ardiansyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah
Lebih terperinciOBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut
Lebih terperinciKUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 22/PUU-XIII/2015 Pertimbangan DPR Dalam Rangka Pengangkatan Kapolri dan Panglima TNI Berkaitan Dengan Hak Prerogatif Presiden I. PEMOHON 1. Prof. Denny Indrayana,
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali I. PEMOHON 1. Su ud Rusli, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. H. Boyamin, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon
Lebih terperinciHubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI
Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai
105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan
Lebih terperincikeberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara
Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan
1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (macthstaat) yang berdasar atas kekuasaan belaka, sebagaimana telah diamanatkan di
Lebih terperinciPERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan
PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang menjadi tiang perekonomian bangsa yang belum memiliki peran sebaik badan usaha lainnya seperti Perseroan Terbatas.
Lebih terperinciREFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016
REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016 Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi bermula dari kasus
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon
I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan
Lebih terperinciKEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI
KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI 07940077 PROGRAM KEKHUSUSAN: HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS
Lebih terperinciUU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O
UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O Politik Nasional Indonesia Indonesia merupakan negara republik presidensil yang multipartai demokratis Politik nasional merupakan kebijakan menggunakan potensi nasional
Lebih terperinciPengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017
Pengujian Peraturan Perundang-undangan Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Materi Dasar Hukum Pengujian PUU Pengujian UU di Mahkamah Konstitusi Pengujian PUU di
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 133/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pengajuan Banding, Penangguhan Pembayaran Pajak, dan Pengajuan Peninjauan Kembali
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 133/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pengajuan Banding, Penangguhan Pembayaran Pajak, dan Pengajuan Peninjauan Kembali I. PEMOHON - Ir. Nizarman Aminuddin..... selanjutnya disebut
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata I. PEMOHON Moch. Ojat Sudrajat S. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,
Lebih terperinciOleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan)
PERKEMBANGAN PENGATURAN KOMISI YUDISIAL DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama)
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 68/PUU-XII/2014 Syarat Sahnya Perkawinan (Agama) I. PEMOHON 1. Damian Agata Yuvens, sebagai Pemohon I; 2. Rangga sujud Widigda, sebagai Pemohon II; 3. Anbar
Lebih terperinciPemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida
Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru yang menjadi bagian dari kekuasaan kehakiman. Sebuah lembaga dengan kewenangan
Lebih terperinci