BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berupaya untuk mencapai pemulihan penderita dalam waktu singkat. Upayaupaya

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi pada berbagai keadaan sakit secara langsung maupun tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi sangat berpengaruh pada proses

reporsitory.unimus.ac.id

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sumber energi, pertumbuhan dan perkembangan, pengganti sel-sel yang rusak,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, secara


GAMBARAN SISA MAKANAN DAN MUTU MAKANAN YANG DISEDIAKAN INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG

PROGRAM KERJA INSTALASI GIZI RUMAH SAKIT AR BUNDA PRABUMULIH TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan gizi ruang rawat inap adalah rangkaian kegiatan mulai dari

Fungsi Makanan Dalam Perawatan Orang Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan. pencatatan, pelaporan serta evaluasi (PGRS, 2013).


BAB I PENDAHULUAN. kesehatan berfungsi kuratif dan rehabilitatif yang menyelaraskan tindakan

BAB I PENDAHULUAN. kuratif, rehabilitatif dan promotif. Ada 4 kegiatan pokok PGRS yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. adalah pelayanan gizi, dalam standar profesi Gizi, dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan kegiatan pelayanan gizi di Rumah Sakit, pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengadaan makanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN DARI KUALITAS MAKANAN RUMAH SAKIT DENGAN SISA MAKANAN DI RSUD KOTA SEMARANG

PEDOMAN PELAYANAN GIZI

GAMBARAN SISA MAKANAN BIASA YANG DISAJIKAN DI RUANG MAWAR RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. TERAPI GIZI MEDIK DAHULUNYA DIKENAL DENGAN ISTILAH TERAPI DIET (DIETARY

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS. sakit adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien guna mempercepat

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan mulai dari penetapan peraturan pemberian makan di rumah sakit,

PROGRAM STUDI SI GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan yang meliputi upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Indikator pelayanan makanan : Waktu Daya terima /kepuasan. BAB II Penampilan makan. Keramahan pramusaji Kebersihan alat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terapi gizi medik dahulunya dikenal dengan istilah terapi diet (dietary

BAB I PENDAHULUAN. Standar akreditasi rumah sakit menyebutkan bahwa pelayanan gizi. metabolisme manusia untuk pemulihan dan mengoreksi kelainan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan

OLEH : HAVIZA PUTRI NIM

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pelayanan gizi yang bermutu terutama dalam menyediakan makanan

ANALISIS SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN DAN DAYATERIMA MENU (PERSEPSI) YANG DISAJIKAN DI LAPAS KELAS II B TASIKMALAYA.


KARAKTERISTIK PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TENTANG HIGIENE DAN SANITASI DAN DAYA TERIMA MAKAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

PENGERTIAN DAN JENIS MAKANAN. Rizqie Auliana

EVALUASI MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN INSTITUSI DI RUMAH SAKIT ORTOPEDI Prof. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V PEMBAHASAN. Instalasi Gizi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung mempunyai siklus menu 10 hari

BAB I PENDAHULUAN. setingggi-tingginya. Menurut Depkes RI (2007), rumah sakit sebagai salah satu

TANGGAL TERBIT. 01 januari 2013

PENERIMAAAN BAHAN MAKANAN KERING

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada Bab IV penulis akan menguraikan hasil penelitian berupa pengolahan

PANDUAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT AULIA TAHUN 2015

UPTD PUSKESMAS KAMPAR KIRI

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi dari makanan diet khusus selama dirawat di rumah sakit (Altmatsier,

BAB 1 PENDAHULUAN. antara lain melalui kegiatan pengamanan makanan dan minuman, kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PANDUAN PENYELENGGARAAN MAKANAN

METODE PENELITIAN. Keterangan: N = besar populasi n = besar subyek d 2 = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0.1) n = 1 + N (d 2 )

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian. kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit dalam menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan rawat jalan, rawat

LAPORAN MODIFIKASI RESEP DI INSTALASI GIZI RSU SUNAN KALIJAGA DEMAK SUP AYAM FANTASI

A. Asuhan nutrisi pada pasien HIV Aids

BAB V PEMBAHASAN. seseorang saat ini. Menurut Depkes untuk memudahkan penyelenggaraan terapi diet

PERBEDAAN DAYA TERIMA, SISA DAN ASUPAN MAKANAN PADA PASIEN DENGAN MENU PILIHAN DAN MENU STANDAR DI RSUD SUNAN KALIJAGA DEMAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan yang komprehensif mencakup semua aspek promotif,

HANDOUT 4 1. Tujuan Instruksional Umum 2. Tujuan Instruksional Khusus 3. Uraian Materi perkuliahan A. Perencanaan Menu

Pedoman umum mengacu pada prinsip gizi seimbang: tumpeng gizi seimbang (TGS) Gizi seimbang bertujuan mencegah permasalahan gizi ganda Bentuk pedoman

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

BAB I PENDAHULUAN. pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan. mencapai status gizi yang optimal (Kemenkes, 2013).

PELAYANAN GIZI RAWAT INAP DAN RAWAT JALAN BAGIAN GIZI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI HASIL PENELITIAN. Kesimpulan penelitian Pemanfaatan Konsultasi Gizi Untuk Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rumah Sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran penting

HUBUNGAN VARIASI MENU, BESAR PORSI, SISA MAKANAN DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN PADA MAKANAN LUNAK DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

BAB I PENDAHULUAN. kemasan merupakan hal yang penting dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR (PAGT) INSTALASI GIZI RSU HAJI SURABAYA

PANDUAN ATAU PEDOMAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyelenggaraan berasal dari kata dasar selengara yang artinya

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. berbasis unit, dengan penghitungan unit cost yang detail sehingga mudah dalam

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Sejarah Singkat Instalasi Gizi Rumah Sakit Saiful Anwar Malang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN

BAB I PEDOMAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien (Depkes, 2003). Pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah satu pelayanan penunjang medik dalam pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit yang terintegrasi dengan kegiatan lainnya, mempunyai peranan penting dalam mempercepat pencapaian tingkat kesehatan baik bersifat promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah sakit meliputi : pengadaan dan pengolahan/produksi makanan, pelayanan gizi di ruang rawat inap, konsultasi dan penyuluhan gizi serta penelitian dan pengembangan bidang terapan (Depkes, 1992). Kegiatan pelayanan gizi di ruang rawat inap merupakan salah satu kegiatan yang dimulai dari upaya perencanaan penyusunan diit pasien hingga pelaksanaan evaluasi di ruang perawatan. Tujuan kegiatan pelayanan gizi tersebut adalah untuk memberi terapi diit yang sesuai dengan perubahan sikap pasien. Pelayanan gizi untuk pasien rawat jalan dilakukan apabila pasien tersebut masih ataupun sedang memerlukan terapi diit tertentu. Pelayanan gizi penderita rawat jalan juga dilakukan melalui penyuluhan gizi di poliklinik gizi (Depkes RI, 1992). Sasaran penyelenggaraan makanan dirumah sakit adalah pasien. Sesuai dengan kondisi Rumah Sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga pasien). Pemberian makanan yang memenuhi gizi seimbang serta habis termakan merupakan

5 salah satu cara untuk mempercepat penyembuhan dan memperpendek hari rawat inap (Depkes, 2006). Kegiatan pelayanan gizi rumah sakit meliputi : 1. Penyelenggaraan Makanan Proses kegiatan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada pasien, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diit yang tepat. 2. Pelayanan gizi di ruang rawat Serangkaian proses kegiatan yang dimulai dari perencanaan hingga evaluasi diit pasien di ruang rawat. Pelaksanaan kegiatan pelayanan gizi di ruang rawat meliputi: membaca catatan medik pasien dan menganamnesa makanan, merancang diit, penyuluhan konsultasi gizi, pemesanan makanan ke dapur utama, monitoring dan evaluasi diit, pengiriman daftar permintaan makanan dari ruangan, melakukan pengawasan, pencatatan dan pelaporan ke unit terkait. 3. Penyuluhan konsultasi dan rujukan gizi Serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan gizi yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan meningkatkan pengertian sikap serta perilaku positif pasien dan lingkungannya terhadap upaya peningkatan gizi dan kesehatan. 4. Penelitian dan Pengembangan Gizi Kegiatan penelitian dan pengembangan adalah serangkaian kegiatan instalasi gizi dalam upaya mendapatkan cara yang berdaya guna dan berhasil guna dalam meningkatkan kualitas pelayanan gizi, dengan melibatkan dan menggunakan dana dan sarana yang tersedia. B. Bentuk bentuk Makanan di Rumah Sakit Bentuk makanan di rumah sakit disesuaikan dengan keadaan pasien. Menurut Almatsier (2004) makanan orang sakit dibedakan dalam : makanan biasa, makanan lunak, makanan saring dan makanan cair.

6 1. Makanan biasa Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur dengan aroma yang normal. Susunan makanan mengacu pada pola makanan seimbang dan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Makanan biasa diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan diet khusus berhubungan dengan penyakitnya, makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah cerna, dan tidak merangsang saluran cerna. 2. Makanan lunak Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan dan dicerna, makanan ini cukup kalori, protein dan zat-zat gizi lainnya. Menurut keadaan penyakitnya makanan lunak dapat diberikan langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa. Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu, pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi. 3. Makanan saring Makanan saring adalah makanan semi padat yang mempunyai tekstur lebih halus dari makanan lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan dicerna. Makanan saring diberikan kepada pasien sesudah mengalami operasi tertentu, pada infeksi akut termasuk infeksi saluran cerna, serta pada pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan. Menurut keadaan penyakit, makanan saring dapat diberikan langsung kepada pasien atau perpindahan dari makanan cair kental ke makanan lunak. 4. Makanan cair Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental. Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah. Pasca pendarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah makanan dapat diberikan secara oral atau parenteral (Almatsier, 2007).

7 Bentuk makanan di rumah sakit Dr. Kariadi Semarang juga disesuaikan dengan keadaan pasien. Bentuk makanan tersebut terdiri dari makanan biasa, makanan lunak, makanan saring dan makanan cair. C. Penetapan Standar Produksi Makanan Dalam memproduksi makanan perlu adanya beberapa standar makanan seperti standar porsi, standar resep dan standar bumbu. Standar ini dapat menghasilkan makanan yang sama siapapun pengolahnya (Mukrie, 1996). 1. Standar porsi Standar porsi adalah rincian macam dan jumlah bahan makanan dalam jumlah bersih setiap hidangan. Dalam penyelenggaraan makanan orang banyak, diperlukan adanya standar porsi untuk setiap hidangan, sehingga macam dan jumlah hidangan menjadi jelas. Porsi yang standar harus ditentukan untuk semua jenis makanan dan penggunaan peralatan seperti sendok sayur, centong, sendok pembagi harus distandarkan. 2. Standar resep Resep standar dikembangkan dari resep yang ada dengan melipatgandakan atau memperkecil jumlah penggunaan bahan makanan yang diperlukan. Untuk mencapai standar yang baik sesuai yang diharapkan diperlukan resep-resep yang standar. Dalam standar resep tercantum nama makanan, bumbu yang diperlukan, teknik yang diperlukan dan urutan melakukan pemasakan. Suhu dan waktu pemasakan, macam dan ukuran alat yang dipakai, jumlah porsi yang dihasilkan, cara memotong, membagi, cara menyajikan dan taksiran harga dalam porsi. 3. Standar bumbu Standar bumbu adalah ketetapan pemakaian ukuran bumbu-bumbu sesuai dengan ketentuan dalam standar resep. Tujuan dari standar bumbu adalah untuk menciptakan mutu atau kualitas makanan yang relatif sama cita rasanya.

8 D. Makanan Lunak Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan dan dicerna dibandingkan dengan makanan biasa. Makanan ini mengandung cukup zat-zat gizi, asalkan pasien mampu mengkonsumsi dalam jumlah yang cukup, sesuai yang dibutuhkan. Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu, pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu yang tidak terlalu tinggi, pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan serta sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa. Adapun tujuan pemberian diit dengan makanan lunak adalah untuk memberikan makanan yang mudah ditelan dan dicerna sesuai dengan kebutuhan gizi dan penyakitnya. Syarat-syarat makanan lunak adalah mudah cerna, rendah serat, tidak mengandung bumbu yang merangsang, tidak menimbulkan gas dan tidak diolah dengan cara digoreng serta diberikan dalam porsi sedang yaitu dengan 3 kali makan lengkap dan 2 kali makan selingan (Almatsier, 2004). E. Penilaian Mutu Makanan Pengolahan pangan adalah mengolah bahan pangan menjadi produk jadi dengan tujuan untuk mempertinggi daya cerna, menambah rasa dan rupa makanan, mempertahankan nilai gizi dan menimbulkan rasa aman bagi manusia (Mukrie, 1990). Keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat/bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan makanan yang digunakan/tercampur secara sengaja/tidak sengaja ke dalam makanan (Moehyi, 1992). Penilaian merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen yang bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang disusun sehingga dapat mencapai sasaran (Depkes RI, 2003). Penilaian mutu makanan yang disajikan dapat dilakukan dengan cara evaluasi kepuasan pasien tehadap makanan yang disajikan dan mencatat

9 jumlah makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Jika banyak sisa makanan, maka tujuan tidak tercapai (Mukrie, 1996). F. Sisa Makanan Sisa makanan merupakan makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah (Azwar, 1990). Sisa makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak dimakan. Ada 2 jenis sisa makanan, yaitu 1) kehilangan bahan makanan pada waktu proses persiapan dan pengolahan bahan makanan; 2) makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan (Hirch, 1999). Sisa makanan diukur dengan menimbang sisa makanan untuk setiap jenis hidangan yang ada di alat makan atau dengan cara taksiran visual menggunakan skala Comstock 6 point (Murwani, 2001). Sisa makanan dapat memberikan informasi yang tepat dan terperinci mengenai banyaknya sisa atau banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh perorangan atau kelompok (Graves and Shannon, 1993). Data sisa makanan umumnya digunakan untuk mengevaluasi efektifitas program penyuluhan gizi, penyelenggaraan dan pelayanan makanan serta kecukupan konsumsi makanan pada kelompok atau perorangan (Thompson, 1994). G. Pengamatan Sisa Makanan Untuk mengetahui banyaknya makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien maka dilakukan pengamatan sisa makanan. Pengamatan sisa makanan pada makanan yang tidak dimakan merupakan salah satu kegiatan pemantauan dan evaluasi gizi dari rumah sakit. Penyajian makanan pada pasien rawat inap adalah merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk menilai berhasil tidaknya pelayanan gizi rumah sakit. Penentuan sisa makanan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :

10 1. Metode Penimbangan Prinsip dari metode penimbangan adalah mengukur secara langsung berat dari setiap jenis makanan yang dikonsumsi dan selanjutnya dapat dihitung persentase sisa makanan (waste) dengan rumus Jumlah makanan yang tersisa (gram) Jumlah makanan yang disajikan (gram) X 100 Dalam metode penimbangan, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara menimbang yang baik dan benar. Kelebihan dari metode penimbangan adalah lebih akurat dibanding dengan metode lainnya, dapat mencatat secara pasti mengenai jumlah dan jenis bahan makanan, sisa makanan dapat dihitung secara pasti dan mempunyai validitas yang tinggi. Metode penimbangan mempunyai beberapa kekurangan yaitu : membebani responden, tidak praktis, memerlukan tempat yang agak luas untuk menampung alat makan dan sisa makanan, memerlukan waktu lama untuk menimbang sisa makanan, dan memerlukan ketrampilan pada saat menimbang makanan (Thompson, 1994). 2. Metode Taksiran Visual Prinsip dari metode taksiran visual adalah para penaksir (estimator) menaksir secara visual banyaknya sisa makanan yang ada untuk setiap golongan makanan atau jenis hidangan. Hasil estimasi tersebut bisa dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau bentuk skor bila dalam skala pengukuran. Metode taksiran dengan skala pengukuran dikembangkan oleh Comstock dengan menggunakan 6 point, dengan kriteria sebagai berikut : skala 0 jika makanan seluruhnya dikonsumsi oleh pasien (habis), skala 1 jika tersisa makanan seperempat porsi, skala 2 jika tersisa makanan setengah porsi, skala 3 jika tersisa makanan tiga perempat porsi, skala 4 jika hanya dikonsumsi sedikit (kira -kira 1 sendok makan), skala 5 jika tidak dikonsumsi sama sekali (utuh).

11 Kelebihan dari metode taksiran visual antara lain : waktu yang digunakan cepat dan singkat, tidak memerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya dan dapat mengetahui sisa makanan menurut jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode taksiran visual antara lain diperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan kemampuan menaksir dan pengamatan yang tinggi, dan sering terjadi kelebihan dalam menaksir (over estimate) atau kekurangan dalam menaksir (under estimate) (Comstock, 1981). 3. Metode Recall Prinsip dari metode recall 24 jam adalah mencatat semua jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi selama periode waktu 24 jam terakhir. Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam, data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif, karena itu untuk mendapatkan data maka jumlah makanan yang dikonsumsi individu hendaknya ditanyakan secara teliti dengan menggunakan ukuran rumah tangga misalnya : sendok, piring, gelas dan lain-lain atau ukuran lain yang biasa digunakan sehari-hari (Supariasa, dkk, 2001). Kelebihan metode recall antara lain : murah, cepat dan jelas untuk menggambarkan asupan gizi per orang per hari (Buzby and Guthrie, 2002). Kekurangan dari metode recall adalah sangat tergantung pada daya ingat responden, tidak dapat digunakan pada anak-anak, ketepatan responden dalam mengestimasi porsi makanan yang dikonsumsi, motivasi dari responden, ketekunan pewawancara dalam menggali data (Gibson, 1990). Dalam menggunakan metode recall 24 jam, seseorang harus mengingat tentang apa saja yang dia makan dan berapa banyak dia mengkonsumsi makanan tersebutr (Chamber, dkk, 2000). H. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sisa Makanan Sisa makanan terjadi karena makanan yang disajikan tidak habis dikonsumsi. Faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan dapat berupa faktor yang berasal dalam diri pasien (faktor internal), faktor dari luar

12 pasien (faktor eksternal) serta faktor lain yang mendukung (Almatsier, dkk, 2004) 1. Faktor Internal yaitu faktor yang berasal dari pasien yang meliputi : a. Psikologis Faktor psikologis merupakan rasa tidak senang, rasa takut karena sakit dan ketidakbebasan karena penyakitnya sehingga menimbulkan rasa putus asa. Manifestasi rasa putus asa tersebut sering berupa hilangnya nafsu makan sehingga penderita tersebut tidak dapat menghabiskan makanan yang disajikan. b. Kebiasaan Makan Kebiasaan makan pasien dapat mempengaruhi pasien dalam menghabiskan makanan yang disajikan. Bila kebiasaan makan sesuai dengan makanan yang disajikan baik dalam susunan menu maupun besar porsi, maka pasien cenderung dapat menghabiskan makanan yang disajikan. Sebaliknya bila tidak sesuai dengan kebiasaan makan pasien, maka akan dibutuhkan waktu untuk penyesuaian (Mukrie, 1990). c. Kebosanan Rasa bosan biasanya timbul bila pasien mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi sehingga sudah hafal dengan jenis makanan yang disajikan. Rasa bosan juga dapat timbul bila suasana lingkungan pada waktu makan tidak berubah. Untuk mengurangi rasa bosan tersebut selain meningkatkan variasi menu juga perlu adanya perubahan suasana lingkungan pada waktu makan (Moehyi, 1992) 2. Faktor Eksternal Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan meliputi : a. Penampilan Makanan Penampilan makanan terdiri dari warna makanan, tekstur makanan, dan besar porsi.

13 b. Rasa Makanan Rasa makanan dipengaruhi oleh suhu dari setiap jenis hidangan yang disajikan, rasa dari setiap jenis hidangan yang disajikan dan keempukan serta tingkat kematangan. c. Faktor Lain Faktor lain yang dapat menyebabkan sisa makanan antara lain penampilan alat makan, sikap petugas pengantar makanan. Cara penyajian merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan yang disajikan. Penyajian makanan berkaitan dengan peralatan yang digunakan, serta sikap petugas yang menyajikan makanan termasuk kebersihan peralatan makan maupun kebersihan petugas yang menyajikan makanan (Depkes RI, 1991). I. KERANGKA TEORI Faktor Internal - Psikologis - Kebiasaan makan - Kebosanan - Sisa makanan Faktor Eksternal - Rasa makanan - Penampilan makanan (tekstur, porsi makanan) - Faktor lain (sikap penyaji) Gambar 1. Kerangka Teori

14