Laporan Ekonomi Bulanan

dokumen-dokumen yang mirip
Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Laporan Ekonomi Bulanan. Mei 2006

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Kondisi Perekonomian Indonesia

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

Economic Update. Exhibit 1. Kontribusi Lapangan Usaha Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Exhibit 2. Kontribusi Penggunaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

Tinjauan Ekonomi Desember 2009

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

I. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

MACROECONOMIC REPORT JUNI, 2014

TINJAUAN EKONOMI Januari 2010

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik

Analisis Ekonomi Mingguan

Pelemahan Rupiah: Haruskah Kita Panik? Mohammad Indra Maulana (Alumni FEB UGM)

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

MACROECONOMIC REPORT JULI, 2014

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

BAB I PENDAHULUAN. menyebar pada sektor - sektor perekonomian yang strategis, salah satunya adalah

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

CARLINK PRO FLEXY Dana Investasi Berimbang

Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro

PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN III-2014

1. Tinjauan Umum

I. PENDAHULUAN. Kegiatan konsumsi telah melekat di sepanjang kehidupan sehari-hari manusia.

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

CENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000,

Analisis Perkembangan Industri

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PRUlink Newsletter Kuartal I 2009

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi merupakan suatu isu yang tak pernah basi dalam sejarah panjang

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Transkripsi:

Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Desember 2006 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Kuningan Jakarta Selatan www.kadin-indonesia.or.id

INDIKATOR EKONOMI No Indikator 2002 2003 2004 2005 2006 1 Nilai PDB Harga Konstan Tahun 2000 (Rp triliun) 1,506.10 1,579.60 1,660.60 1,749.60 1,378.4 (1) 2 Pertumbuhan PDB (%) 4.38 4.88 5.13 5.6 5.14 (1) 3 Inflasi (%) 10.03 5.06 6.4 17.11 6.60 (2) 4 Total Expor (USD milyar) 57.0 55.6 69.7 85.57 91.19 (3) 5 Expor Non Migas (USD milyar) 44.9 43.1 54.1 66.32 71.89 (3) 6 Total Impor (USD milyar) 31.2 29.5 46.2 57.55 56.06 (3) 7 Impor Non Migas (USD milyar) 24.8 22.6 34.6 40.16 38.47 (3) 8 Neraca Perdagangan (USD milyar) 25.8 26.1 23.5 28.02 35.13 (3) 9 Neraca Transaksi Berjalan (USD milyar) 4.7 4.0 2.9 0.93 3.42 (1) 10 Cadangan Devisa (USD milyar, akhir tahun) 32.0 36.3 35.93 34.72 42.59 (6) 11 Posisi Utang Luar Negeri (USD milyar) 131.3 135.4 136.1 133.5 131.8 (7) 12 Rupiah/USD (Kurs Tengah Bank Indonesia) 8,940 8,330 9,355 9,830 9,020 (7) 13 Total Penerimaan Pemerintah (Rp triliun) 299.0 340.7 407.5 516.2 539.4 (*) 14 Total Pengeluaran Pemerintah (Rp triliun) 244.0 258.1 306.1 542.4 559.3 (*) 15 Defisit Anggaran (Rp triliun) -23.2-37.7-17.4-26.18-19.9 (*) 16 Uang Primer (Rp triliun) 138.3 136.5 199.7 239.8 264.5 (5) 17 Uang Beredar (Rp triliun) a. Arti Sempit (M1) 191.9 207.6 253.8 281.9 346.4 (4) b. Arti Luas (M2) 883.9 911.2 1,033.50 1,203.20 1,325.7 (4) 18 Dana Pihak Ketiga Perbankan (Rp triliun) 845.0 866.3 965.1 1,134.10 1,244.9 (4) 19 Kredit Perbankan (Rp trilioun) 365.4 411.7 553.6 689.7 749.9 (4) 20 Suku Bunga (% per tahun) a. SBI satu bulan 12.9 8.1 7.4 12.75 10.25 (5) b. Deposito 1 bulan 12.8 7.7 6.4 11.98 10.01 (4) c. Kredit Modal Kerja 18.3 15.8 13.4 15.92 15.6 (4) d. Kredit Investasi 17.8 16.3 14.1 15.43 15.5 (4) 21 Persetujuan Investasi - Domestik (Rp triliun) 25.3 16.0 36.80 50.58 157.53 (3) - Asing (US$ milyar) 9.7 6.2 10.3 13.58 13.89 (3) 22 IHSG BEJ 424.9 742.5 1,002.20 1,162.60 1,805.5 (6) 23 Nilai Kapitalisasi Pasar BEJ (Rp triliun) 268.4 411.7 679.9 758.4 1.249.1 (6) Source: BPS, BI and JSX 1) Triwulan I-III 5) Posisi akhir November 2006 2) Januari Desember 2006 6) Posisi akhir Desember 2006 3) Januari November 2006 7) Posisi akhir triwulan I 2006 4) Posisi akhir Oktober 2006 *) dalam APBN 2006 Laporan Ekonomi Bulan Desember 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 2

Perkembangan Ekonomi Indonesia Analisa Bulanan Oleh Sekretariat KADIN Indonesia Erna Zetha dan DR. Tulus Tambunan Penasehat Ahli JETRO Yojiro OGAWA dan Shoji MAEDA KADIN Indonesia Desember 2006 Meskipun stabilitas makro ekonomi dapat terjaga dengan baik, namun secara keseluruhan perekonomian Indonesia pada tahun 2006 tidak lebih baik dari kondisi tahun 2005. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada di bawah 5,6 persen atau lebih rendah dari pertumbuhan yang dicapai pada tahun 2005, dan ini berkaitan tidak saja karena masih rendahnya kegiatan di sektor produksi riil, tetapi juga karena rendahnya daya beli masyarakat yang menurunkan laju peningkatan konsumsi. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2006 lebih dimotori oleh kegiatan ekspor (barang dan jasa) yang meningkat sekitar 11,7 persen pada tiga triwulan pertama tahun 2006, dibandingkan kenaikan konsumsi masyarakat yang di bawah angka 3 persen pada periode yang sama. Rendahnya kegiatan di sektor riil tidak saja dapat dilihat dari rendahnya tingkat investasi selama tahun 2006, tetapi juga dari sisi produksi berbagai sektor ekonomi yang selama ini menjadi motor pertumbuhan. Selama tiga triwulan pertama tahun 2006 sektor industri manufaktur hanya tumbuh sekitar 4,1 persen, lebih rendah dari pertumbuhannya pada periode yang sama tahun 2005, yaitu sekitar 5,2 persen. Sektor perdagangan yang pada tiga triwulan pertama tahun 2005 tumbuh sebesar 9,5 persen, pada tiga triwulan pertama tahun 2006 tercatat hanya naik sekitar 5,5 persen. Begitu juga dengan sektor keuangan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor listrik yang semuanya tumbuh lebih rendah pada tahun 2006 lalu. 15 Pertumbuhan GDP Menurut Sektor Ekonomi 2001-2006 (%) % 13 11 9 7 5 3 Pertanian Industri B ang unan Pengangkutan & Komunikasi PDB riil 5.9 5.2 4.6 4.1 4.3 3.8 3.3 2.8 8.2 6.7 6.2 5.3 4.9 4.3 4.1 5.1 2.5 4.6 7.3 5.6 4.1 3.4 7.9 5.14 1-1 2001 2002 2003 2004 2005 Qw t (1 - III) '06 Tidak kunjung membaiknya sektor industri tidak terlepas dari kondisi dunia usaha yang masih memprihatinkan. Meskipun stabilitas rupiah dapat dipertahankan, dan bahkan rupiah terus menguat, namun iklim berproduksi dianggap belum cukup kondusif untuk meningkatkan investasi. Relatif meningkatnya biaya produksi menjadi kendala penting yang dirasakan oleh dunia usaha, tidak saja karena terbatasnya pasokan energi dan buruknya infrastruktur, tetapi juga berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan dengan adanya berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada dunia usaha. Sementara itu tidak kunjung teratasinya masalah penyelundupan secara tuntas menyebabkan masih terdesaknya produksi dalam negeri oleh barang-barang impor ilegal yang berharga lebih murah. Laporan Ekonomi Bulan Desember 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 3

Memasuki tahun 2007, optimisme akan perekonomian Indonesia yang lebih baik memang muncul di beberapa kalangan. Adanya optimisme ini berkaitan dengan membaiknya beberapa indikator makro, seperti meningkat tingginya nilai ekspor, rendahnya inflasi, menguatnya rupiah, dan terjadinya booming di pasar modal dalam negeri. Namun harus disadari bahwa semua perbaikan tersebut tidak akan berarti tanpa perbaikan nyata di sektor produksi riil. Kenyataan rendahnya persetujuan dan realisasi investasi selama tahun 2006, diperkirakan akan menjadi penghambat yang sangat berpengaruh pada kegiatan produksi pada tahun 2007 ini. Tanpa kebijakan yang bersifat insentif di sektor produksi, rendahnya minat investasi tersebut akan bermuara pada rendahnya kegiatan produksi di sektor riil pada tahun 2007 ini. Seperti diketahui, kondisi investasi pada tahun 2006 lalu sangat berbeda dengan kondisi yang dicapai pada tahun 2005. Meskipun menjelang akhir tahun 2005 tingkat investasi mengalami penurunan, namun secara keseluruhan gairah investasi di tahun 2005 jauh lebih baik dari tahun 2006. Pada tahun 2005, realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) dan realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencatat kenaikan yang relatif tinggi, yaitu masing-masing mencapai 93,7 persen dan 100,9 persen. Kondisi inilah yang memungkinkan dicapainya pertumbuhan sekitar 5,5 persen pada tahun 2006 lalu. Sementara itu pada Januari November 2006, realisasi PMA dan PMDN mengalami penurunan masing-masing sebesar 45,8 persen dan 37,1 persen terhadap periode yang sama tahun 2005. Realisasi Investasi PMDN PMA Tahun PROYEK Nilai PROYEK Nilai ( Rp milyar) (US$ juta) 2001 160 9,891 454 3,509 2002 108 12,500 442 3,090 2003 119 11,890 570 5,450 2004 129 15,265 544 4,601 2005 214 30,665 909 8,915 Jan-Nov '05 192 26,906.2 831 8,677.9 Jan-Nov '06 145 16,912.8 801 4,699.9 Sumber: BKPM Meskipun demikian, tercapainya stabilitas moneter pada tahun 2006 tentu suatu hal yang sangat menggembirakan, dan bisa menjadi modal yang baik bagi tercapainya percepatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007. Pemanfaatan stabilitas makro ekonomi ini selayaknya segera direaliasasikan dalam bentuk implementasi kebijakan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi, selagi kredibilitas pemerintah masih relatif baik. Dikhawatirkan jika momentum ini tidak segera dimanfaatkan secara baik, maka guncangan politik akan menjadi penghambat perbaikan ekonomi pada tahun-tahun mendatang. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Modal Meskipun guncangan terhadap baht Thailand, akibat diterapkannya kebijakan kapital kontrol oleh bank sentral Thailand, sempat menimbulkan kekhawatiran pada sebagian kalangan, namun kenyataannya nilai tukar rupiah tidak terpengaruh. Terus membaiknya nilai ekspor dan meningkatnya cadangan devisa menyebabkan nilai rupiah dapat terus menguat, meskipun belum mampu kembali untuk mencapai angka terbaiknya di level Rp 8.725 pada 10 Mei 2006. Dengan kurs tengah rupiah yang berada pada level Rp 9.235 pada akhir Desember 2006, maka secara year on year pada tahun 2006 nilai rupiah mengalami apresiasi sekitar 8,3 persen. Laporan Ekonomi Bulan Desember 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 4

Kurs Tengah Rupiah Terhadap Dollar AS Januari 2005 - Desember 2006 8,500 8,700 8,900 9,100 9,300 9,500 9,700 9,900 2-Jan-06 1-Feb-06 1-Mar-06 29-Mar-06 3-May-06 5-Jun-06 3-Jul-06 31-Jul-06 31-Aug-06 28-Sep-06 2-Nov-06 30-Nov-06 Rp/US$ 29-Dec-06 Sementara itu tren kenaikan harga saham dalam negeri yang terus berlanjut, sejalan dengan terjaganya stabilitas moneter dan membaiknya gairah pasar modal dunia, membawa Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta mencapai kinerja terbaiknya pada tahun 2006. Rekor-rekor baru indeks beberapa kali terbentuk, dan bahkan juga pada akhir penutupan tahun 2006, yaitu pada 28 Desember 2006 di level 1.805,5. Jika dibandingkan dengan posisi indeks pada akhir tahun 2005, yang sebesar 1.162,6, maka indeks harga saham mengalami kenaikan sebesar 55,3 persen. Pertumbuhan ini merupakan yang terbaik ketiga di dunia setelah Bursa Rusia dan China. Bersamaan dengan itu indeks Dow Jones yang mencapai 12.463,15 pada akhir Desember 2006, mengalami kenaikan sebesar 16,3 persen dari level 10,717.5 pada akhir Desember 2005. Dan indeks ini sempat mencapai angka tertingginya pada 19 Desember 2006, yaitu di level 12,471.32. DJIA 13,000 Indeks DOW Jones dan Indeks Harga Saham Gabungan Januari 2005- December 2006 IHSG 1,850 12,500 12,000 11,500 11,000 10,500 10,000 DJIA JSX Index 1,650 1,450 1,250 1,050 850 9,500 650 3-Jan-05 4-Feb-05 14-Mar-05 14-Apr-05 17-May-05 20-Jun-05 21-Jul-05 23-Aug-05 26-Sep-05 26-Oct-05 5-Dec-05 9-Jan-06 13-Feb-06 16-Mar-06 24-Apr-06 26-May-06 28-Jun-06 31-Jul-06 5-Sep-06 5-Oct-06 10-Nov-06 12-Dec-06 Laporan Ekonomi Bulan Desember 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 5

Kenaikan indeks harga saham di BEJ yang begitu spektakuler pada tahun 2006 lalu, mencatatkan nilai kapitalisasi pasar BEJ pada akhir tahun 2006 pada tingkatan yang juga spektakuler, yaitu mencapai Rp 1.246 triliun, atau meningkat 55,6 persen dibandingkan nilai kapitalisasi pasar pada akhir tahun 2005 (senilai Rp 801,3 triliun). Hal ini tentunya sangat ditunjang oleh transaksi perdagangan saham sepanjang tahun 2006, yang rata-rata nilai transaksi saham hariannya meningkat 10,2 persen, yaitu menjadi Rp1,84 triliun dari Rp 1,67 triliun pada tahun 2005. Rp Milyar 3,000 Rata Rata Perdagangan Harian di Bursa Efek Jakarta (Rp Milyar) 2,500 2,000 1,500 1,663.4 1,836.6 2,105.3 2,583.2 1,000 500 0 131.5 1995 304.1 1996 489.4 1997 403.6 1998 598.7 1999 513.7 2000 396.4 2001 492.9 519.4 1,037.2 2002 2003 2004 2005 Oct '2006 Nov'2006 Dec' 2006 Perkembangan Laju Inflasi Walaupun laju inflasi di bulan Desember mencapai 1,21 persen, namun secara keseluruhan untuk tahun 2006 tingkat infasi hanya mencapai 6,6 persen yang jauh lebih rendah dari tingkat inflasi tahun 2005 yang sebesar 17,11 persen. Namun sayangnya, inflasi yang rendah ini tidak serta merta menggambarkan lebih baiknya tingkat kesejahteraan masyarakat sepanjang tahun 2006. Kenaikan harga beras dan beberapa kebutuhan pokok masyarakat, khususnya menjelang akhir tahun 2006, sangat memberatkan kehidupan masyrakat. Lebih-lebih bagi mereka yang menjadi korban bencana alam di berbagai tempat di Indonesia sepanjang tahun 2006 lalu. Perhatian pemerintah terhadap tingkat kesejahteraan rakyat dapat dikatakan sangat minim, karena dari sisi ekonomi konsentrasi pemerintah lebih banyak tertuju pada bagaimana mencapai stabilitas ekonomi, ketimbang memikirkan bagaimana meningkatkan produksi dalam negeri untuk kepentingan masyarakat. Upaya peningkatan investasi memang diupayakan semaksimal mungkin dengan menjalin kerjasama ekonomi pada berbagai pihak luar negeri, namun pemerintah seolah-olah lupa bahwa untuk memancing minat investasi diperlukan berbagai upaya pembenahan dalam negeri yang harus dilakukan terlebih dahulu, termasuk iklim berproduksi. % 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Kumulatif 2005 Kumulatif 2006 Inflasi Kumulatif (%) 2005 dan 2006 17.11 6.60 January March May July September November Laporan Ekonomi Bulan Desember 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 6

Relatif tingginya inflasi di bulan Desember lalu terutama disebabkan kenaikan harga yang cukup tinggi pada kelompok bahan makanan yang mencapai 3,12 persen, sehingga dari 1,21 persen angka inflasi umum, sebesar 0,77 persen berasal dari kelompok bahan makanan. Terjadinya kekeringan pada sentra-sentra produksi sayur mayur menyebabkan terjadinya kenaikan harga yang signifikan pada kelompok bahan makanan ini. Sementara itu kelangkaan pasokan beras semakin meningkatkan harga beras bahkan sampai pertengahan Januari 2007. Selain kelompok bahan makanan, kenaikan infasi yang cukup tinggi juga terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, serta kelompok kesehatan. Pada bulan Desember 2006 kedua kelompok ini masing-masing mencatat kenaikan sebesar 1,11 persen dan 1,05 persen. Rendahnya permintaan akan sandang setelah lebaran menyebabkan angka inflasi kelompok sandang hanya mencapai 0,13 persen pada bulan tersebut. Inflasi yang rendah juga terjadi pada kelompok pendidikan yang hanya mencatat kenaikan 0,07 persen, setelah mencapai kenaikan yang sangat tinggi pada bulan Agustus dan September 2006. Perkembangan Suku Bunga Searah dengan menurunnya tekanan inflasi, Bank Indonesia terus menurunkan suku bunga acuan (BI Rate). Dengan penurunan sebesar 50 bps, maka pada 7 Desember 2006 BI Rate sudah kembali berada pada level single digit setelah sekitar 16 bulan berada pada level double digit, yaitu menjadi 9,75 persen. Dimungkinkannya penurunan suku bunga secara terus menerus ini tidak saja didukung oleh laju inflasi yang relatif rendah selama bulan Nopember 2006, tetapi juga oleh kondisi makro ekonomi yang relatif stabil. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi berlanjutnya penurunan BI Rate adalah kecenderungan suku bunga global yang mulai mengendur. Hal ini berkaitan dengan suku bunga Fed Funds yang kembali stagnan di level 5,25 persen. Suku Bunga SBI, Deposito dan Kredit Modal Kerja Januari 2004 - Desember 2006 (%) 19 17 15 13 11 9 7 5 Jan. 04 Mar. 04 May. 04 July. 04 Sept. 04 Nov. 04 Jan. 05 Mar. 05 May. 05 July. 05 Sept. 05 Nov. 05 Jan.06 Mar.06 May. 06 Juli.06 % Sep.06 Nov.06 Kredit Modal Kerja SBI 1 Bulan Depos ito 1 Bulan Dengan terus turunnya tingkat suku bunga BI rate, selayaknya memunculkan optimisme bahwa perekonomian Indonesia akan lebih baik di tahun depan. Apalagi suku bunga perbankan mulai menunjukkan kecenderungan menurun, terutama suku bunga kredit. Sebab dengan turunnya suku bunga BI Rate menjadi single digit, maka suku bunga simpanan akan berada dibawah level suku bunga BI Rate, apalagi suku bunga penjaminan dan besarnya simpanan yang dijamin oleh pemerintah juga cenderung menurun. Dengan asumsi tersebut, maka di akhir tahun 2006, suku bunga simpanan setidaknya akan berada pada level dibawah 9,75 persen. Ini berarti suku bunga kredit dapat diturunkan hingga ke level 14% - 16%. Namun hal ini tidak akan terwujud jika tidak ada kesungguhan dari berbagai pihak, terutama sektor perbankan, untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit. Hal ini berkaitan dengan masih dianggap tingginya risiko penyaluran kredit. Walaupun margin antara suku bunga SBI dengan suku bunga deposito tidak terlalu besar, namun kalangan bank tetap merasa lebih nyaman dengan menyimpan dananya dalam bentuk SBI ketimbang menyalurkan kredit. Pada akhir Oktober 2006 posisi dana perbankan yang ditempatkan pada SBI mencapai Rp 136,56 triliun atau meningkat hampir Rp 110 triliun dari posisinya pada akhir Oktober 2005. Dalam periode Januari-Oktober 2006 pendapatan perbankan mencapai Rp 14,59 triliun atau naik 122 persen dari sebesar Rp 6,58 triliun pada periode yang sama tahun 2005, dan laba bersih perbankan meningkat sekitar 13 persen. Laporan Ekonomi Bulan Desember 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 7

Perkembangan Ekspor Dengan dicapainya nilai ekspor sebesar US$ 8,9 milyar pada November 2006, maka semakin jelas gambaran tentang jauh lebih baiknya kondisi perdagangan luar negeri Indonesia selama tahun 2006. Dengan nilai ekspor yang hampir mencapai US$ 91,2 milyar untuk sebelas bulan pertama (Januari-November) tahun 2006, atau tumbuh 17,6 persen terhadap nilai ekspor pada periode yang sama tahun 2005, maka Indonesia kembali mencatatkan rekor nilai ekspor barang tertinggi dalam sejarah perekonomian nasional. Angka ekspor ini mencatatkan surplus perdagangan sebesar US$ 35,1 milyar pada periode tersebut, karena nilai impor mencapai US$ 56,06 milyar pada Januari-November 2006. Angka ini jauh lebih tinggi dari neraca perdagangan tahun 2005 yang tercatat sebesar US$ 27,96 milyar. Namun, kenaikan nilai ekspor tersebut tidak mutlak menggambarkan lebih baiknya kinerja ekspor selama tahun 2005, karena kenaikan itu lebih ditunjang oleh kenaikan harga komoditas sektor pertambangan dan beberapa sektor pertanian di pasar internasional. Kenaikan ekspor hasil sektor industri, yang tercatat sekitar 16,7 persen dibandingkan sektor pertambangan yang naik sekitar 40,4 persen, menunjukkan tidak lebih baiknya daya saing sektor industri manufaktur selama tahun 2006 lalu. Selain itu juga ada dugaan bahwa angka-angka ekspor tersebut tidak seluruhnya mencerminkan kondisi ekspor Indonesia yang sesungguhnya, karena mengandung unsur transhippment. Jika dugaan tersebut betul, maka kenaikan ekspor yang cukup tinggi selama tahun 2006 dan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi pada tahun tersebut, tidak bisa diharapkan sebagai pendongkrak minat investasi pada tahun 2007 ini. Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Indonesia (US$ Milyar) US$ Milyar 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 53.4 41.7 48.8 27.3 48.7 24.0 62.1 33.5 56.3 31.0 57.2 31.3 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Jan - Nov. Ekspor Impor 2005 61.0 32.4 71.6 46.5 85.6 57.5 77.5 52.8 91.2 56.1 Jan - Nov. 2006 This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy any institution. The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has been taken to ensure This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. All opinions and estimates included in this report constitute our judgment as of this date and are subject to change without notice. This document is for the information of clients only and must not be copied, reproduced or mare available to others. Laporan Ekonomi Bulan Desember 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 8