BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Keadilan Organisasi 2.1.1 Pengertian Keadilan Organisasi Keadilan organisasi menurut Bakhshi et al, (2009) bisa didefinisikan yaitu suatu konsep yang muncul dengan mempertanyakan keadilan dalam kehidupan organisasi dan hal itu berkaitan dengan kondisi kerja dan hubungan yang menciptakan kepercayaan pada pekerja bahwa mereka diperlakukan secara adil. Pengertian lainnya menurut Eberlin dan Tatum (2005) Keadilan organisasi merupakan konsep yang digunakan untuk menggambarkan peran penting dari keadilan karena langsung berhubungan dengan lingkungan kerja. Tepatnya keadilan organisasi berkaitan dengan persepsi karyawan apakah mereka sudah diperlakukan secara adil di tempat kerja atau sebaliknya Noe et al. (2011). Istilah keadilan organisasi adalah teori kesetaraan yang dikembangkan oleh Adams Smith. Teori kesetaraan ini berfokus pada reaksi individu dalam menghadapi situasi yang tidak adil dalam organisasi terkait dengan keputusan distribusi dibuat organisasi. Cohen-Carash dan Spector (2001) mangatakan mereka (karyawan) sadar dan terus membandingkan posisi mereka sendiri dengan beberapa karyawan lainnya yang berbeda yang berada dalam posisi yang sama seperti mereka sendiri. Sebagai hasil dari perbandingan ini mereka (karyawan) mungkin memiliki pemikiran bahwa 10
mereka memiliki persepsi diperlakukan tidak adil oleh organisasi. Pemikiranpemikiran ini mempengaruhi sikap individu dan menjadi penyebab mereka untuk mengembangkan perilaku tertentu. Karena itu perilaku yang telah dikembangkan tersebut biasanya diarahkan organisasi, walaupun sebenarnya mereka dapat diarahkan orang lain. Jadi berdasarkan pemikiran ini, keadilan organisasi dapat di dinyatakan sebagai persepsi pekerja tentang aplikasi di tempat kerja apakah mereka sudah diberlakukan secara adil oleh perusahaan atau belum. 2.1.2 Jenis-jenis Keadilan Organisasi bagian yaitu: Greenberg, (1990) Menyatakan, keadilan organisasi dapat di bagi menjadi 3 1) Keadilan Distributif Keadilan distributif mengarah pada pemikiran atau persepsi individu karyawan pada keadilan dengan imbalan dan hasil yang bernilai lainnya yang didistribusikan dalam organisasi. Keadilan distributif dapat diartikan sebagai alokasi hasil-hasil yang konsisten, yang berhubungan dengan teori equitas yang menjelaskan bahwa karyawan akan mendapatkan hasil dan penghargaan sesuai dengan kontribusi yang mereka berikan (Foley et al, 2005) Persepsi keadilan distributif mempengaruhi kepuasan individu karyawan dengan berbagai pekerjaan yang berhubungan dengan hasil seperti gaji, tugas kerja, pengakuan, dan kesempatan untuk kemajuan. 11
Menurut Colquitt, (2001) orang orang atau individu karyawan menggunakan 3 pandangan perspektif untuk menentukan keadilan distributif yaitu : 1) Equity : Penekanannya di sini adalah bahwa karyawan yang bekerja extra atau karyawan yang melakukan kontribusi kerja paling banyak berhak mendapatkan imbalan yang besar juga. 2) Equality : Penekanannya di sini adalah bahwa setiap karyawan berhak mendapatkan bagian yang sama dari imbalan tanpa usaha. Kesetaraan aturan digunakan ketika tujuannya adalah untuk melestarikan keharmonisan sosial. Misalnya : semua karyawan mendapatkan THR yang sama saat hari raya keagamaan. 3) Need : Penekanannya di sini ialah bahwa setiap karyawan berhak menerima imbalan sebanding dengan tingkat kebutuhan mereka Kebutuhan ini diterapkan ketika tujuannya adalah untuk mendorong kesejahteraan pribadi. Misalnya : karyawan yang sedang memiliki kebutuhan extra seperti persalinan berhkan mendapatkan bonus yang lebih besar dibandingkan karyawan lainnya. 2) Keadilan Prosedual Keadilan prosedural adalah persepsi proses yang digunakan untuk menentukan keputusan. Singkatnya, ini adalah tentang persepsi keadilan yang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan. (Warner et al, 2005) Keadilan prosedural berarti praktek masalah organisasi yang sama seperti menghindari upah yang tidak adil dan keputusan untuk berkomitmen. Ini berfokus pada proses 12
pengambilan keputusan dan tergantung pada persepsi kewajaran proses pengambilan keputusan dan tingkat kesan dari keputusan distribusi yang dibuat oleh pemimpin dengan metode yang benar (Nowakowski dan Conlon, 2005) 3) Keadilan interaksional Keadilan interaksional ialah interaksi antara sumber alokasi dan orang-orang atau individu yang akan dipengaruhi oleh alokasi keputusan atau metode bagaimana melakukan dan apa yang harus dilakukan kepada orang-orang dalam proses pengambilan keputusan. Keadilan interaksional lebih mengkhusus pada sensitivitas social, seperti saat para pimpinan perusahaan memperlakukan pegawai dengan respek dan bermatabat (Al-Zu bi, 2010). Robbins dan Judge (2008), mengartikan sebagai persepsi seseorang tentang tingkat sampai dimana seorang karyawan diperlakukan dengan penuh martabat, perhatian, dan rasa hormat. Dimana terdapat dua aspek dalam keadilan interaksional, yaitu informasional dan interpersonal. Keadilan informasional adalah persepsi individu tentang keadilan informasi yang digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan, sedangkan keadilan interpersonal ialah diartikan sebagai persepsi seseorang dalam memperlakukan seorang karyawan. Untuk lebih singkatnya, Cropanzano et al. (2007) merangkum ketiga aspek dalam keadilan organisasi tersebut bagaimana terlihat pada tabel 2.1 13
Tabel 2.1 Dimensi Keadilan Organisasi 1. Kadilan distributif : kelayakan imbalan a. Keadilan : Menghargai karyawan berdasarkan kontribusinya b. Persamaan : Menyediakan kompensasi bagi setiap karyawan secara garis besar sama rata c. Kebutuhan : Menyediakan benefit berdasarkan kepada kebutuhan personal individu 2. Keadilan Prosedual : Kelayakan proses Alokasi a. Konsistensi : Semua karyawan diperlakukan sama b. Lack of Bias : Tidak ada orang atau kelompok yang diperlakukan secara istimewa c. Keakuratan : Keputusan dibuat berdasarkan informasi yang akurat d. Pertimbangan wakil karyawan : Pihak-pihak lain yg terkait dapat memberi masukan dalam pengambilan keputusan e. Koreksi : Mempunyai proses banding dalam memperbaiki kesalahan f. Etika : Norma pedoman professional tidak dilanggar 3. Keadilan Interaksional a. Keadilan Interpersonal : memperlakukan seorang karyawan dengan martabat, perhatian, dan rasa hormat b. Keadilan Informasional : berbagi informasi yang relevan bagi karyawan Sumber : Cropanzano et al. (2007) 2.2 Teori Herzberg ( Two Factor Theory) Dasar teori dalam penelitian ini adalah Two factor theory dimana Herzberg (1964) mengatakan ada 2 faktor yang mendorong individu untuk mencapai kepuasan dan menghindari adanya ketidakpuasan. Ardana, dkk (2009:34) mengatakan 2 faktor tersebut menurut Herzberg adalah faktor hygiene (faktor eksterinsik) dan faktor motivasi (interinsik). 14
1. Faktor hygiene : yaitu faktor-faktor yang dapat mencegah adanya ketidakpuasan yang pada hakekatnya terdiri dari imbalan, kondisi lingkungan, dll. 2. Faktor motivator : yaitu faktor-faktor yang memotivasi seseorang atau individu untuk mencapai kepuasan yang dimana didalamnya ada achievement, pengakuan dan kemajuan tingkat kehidupan. Evaluasi pada berbagai alternative pekerjaan akan membuat terjadinya perpindahan karyawan karena individu akan memilih untuk keluar dari organisasi dan mengharapkan hasil yang berbeda di organisasi lain (Andini,2006). Selain itu faktor penyebab seseorang ingin meninggalkan tempatnya bekerja sekarang adalah ketidakpuasan pada tempat bekerja sekarang, yang dimana ketidakpuasan itu dapat berupa penghasilan yang rendah, ketidakadilan yang dirasasakan, hubungan yang tidak serasi dengan para rekan kerja dan faktor faktor lainnya (Siagian,2003:297) 2.2.1 Kepuasan kerja Kepuasan kerja adalah kondisi suka atau ketidaksukaan menurut pandangan individu atau karyawan pada pekerjaannya (Martin, 2008). Menurut Nasution (2009) kepuasan kerja merupakan situasi terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan seperti kebutuhan terhadap pekerjaan, tingkat supervisi, hubungan antar karyawan, kesempatan untuk berkarier serta kenaikan pangkat dan upah yang sesuai. Randhawa, (2007) mengatakan bahwa kepuasan kerja dapat diartikan dengan perasaan dan reaksi individu atau karyawan terhadap lingkungan pekerjaannya. Robbins dan Judge 15
(2008), kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari evaluasi karakteristiknya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang pekerjaan. Salleh et al (2012) mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah penilaian, perasaan atau sikap individu atau karyawan pada pekerjaannya dan berhubungan erat dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja, hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya. Salleh et al, (2012) Kepuasan kerja dibagi menjadi 2 kata yaitu kepuasan dan kerja. Dimana kepuasan adalah sesuatu perasaan yang dialami oleh individu, dimana apa yang diharapkan telah terpenuhi atau apa yang diterima melebihi apa yang diharapkan individu tersebut, sedangkan kerja merupakan usaha individu untuk mencapai tujuan dengan memperoleh pendapatan atau kompensasi dari kontribusinya kepada tempat pekerjaannya. Kepuasan kerja dapat dianggap sebagai perasaan positif sebagai hasil dari kerja individu yang baik, juga kepuasan yang menghasilkan persepsi individu sejauh mana pekerjaan menyediakan hal-hal yang karyawan anggap penting bagi mereka, kepuasan tercermin pada perilaku individu dan tindakannya dengan rekan-rekannya dan bawahan. Dapat dikatakan bahwa makin positif sikap kerja makin besar pula kepuasan kerja yang didapat, untuk itu berbagai indikator dari kepuasan kerja perlu memperoleh perhatian khusus agar pekerja dapat meningkatkan kinerjanya. Pada umumnya seorang karyawan akan merasa puas dengan pekerjaanya karena berhasil dan memperoleh penilaiaan yang adil dari pimpinannya. 16
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja Robbins dan Judge (2008:108) terdapat lima komponen yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: 1) Pembayaran (Pay), yaitu sejumlah upah yang diterima karyawan atau individu dianggap pantas dan sesuai dengan beban kerja mereka. 2) Pekerjaan (Job), yaitu pekerjaan yang dinilai menarik dan memberikan kesempatan untuk pembelajaran bagi individu karyawan serta kesempatan untuk menerima tanggung jawab atas pekerjaan. 3) Kesempatan promosi (Promotion opportunities), yaitu adanya kesempatan bagi individu karyawan untuk maju dan berkembang dalam organisasi, seperti: kesempatan untuk mendapatkan promosi, kenaikan pangkat, penghargaan, serta pengembangan diri individu. 4) Atasan (Supervisor), yaitu kemampuan atasan untuk menunjukkan perhatian terhadap karyawan, memberikan bantuan teknis, serta memperlakukan bawahan secara baik 5) Rekan kerja (Co-workers), yaitu rekan kerja yang pandai secara teknis, bersahabat, dan saling mendukung dalam lingkungan kerja akan memberikan persepsi lain dimata individu karyawan 17
2.2.4 Dampak Adanya Ketidakpuasan Kerja Dalam bukunya Robbins dan Judge (2008:111), ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan juga ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Berikut adalah 4 hal yang bisa saja dilakukan oleh individu karyawan apabila ia merasa tidak puas dalam pekerjaan yang dijalaninya di tempat kerja atau organisasi : 1) Exit (Keluar) Ketidakpuasan kerja ditunjukan karyawan melalui perilaku yang mengarahkan pada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri. 2) Voice (Aspirasi) Ketidakpuasan kerja karyawan ditunjukan dengan usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan termasuk menyarankan perbaikan dengan mendiskusikan masalah pada atasan dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan. 3) Loyalty (Kesetiaan) Ketidakpuasan kerja karyawan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu membaiknya kondisi internal organisasi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajernya untuk melakukan hal yang benar 4) Neglect (Pengabaian) 18
Ketidakpuasan ditunjukan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis, mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan. 2.3 Keinginan Keluar 2.3.1 Pengertian Keinginan Keluar Keinginan Keluar dapat didefinisikan sebagai seberapa lama seorang karyawan ingin tinggal dan bekerja di sebuah organisasi (Ahmad et al., 2012). Keinginan keluar yaitu keinginan seseorang untuk keluar dari organisasi, Dimana yaitu tindakan evaluasi mengenai posisi seseorang saat ini berhubungan dengan ketidakpuasan kerja yang dapat memicu keinginan seseorang untuk keluar dari organisasi dan mencari pekerjaan lain. (Daromes, 2006) Keinginan keluar menurut Kumar et al (2012) adalah masalah yang serius terutama di bidang Manajemen Sumber Daya Manusia. Hal ini karena tingginya biaya perputaran tenaga kerja yang dimana biaya pergantian terdiri dari biaya perekrutan dan memilih karyawan baru dan juga biaya kehilangan penjualan karena pengalaman rendah para pekerja baru tersebut. Jika seorang karyawan berniat untuk meninggalkan dan memberikan kontribusi terhadap tingkat perpindahan karyawan, kerugian dari pihak perusahaan akan jauh lebih besar daripada dengan biaya membayar upah yang tinggi kepada karyawan. Perpindahan karyawan mempunyai efek negatif kepada performa organisasi karena memberikan biaya tambahan yang bersifat merugikan perusahaan itu sendiri (Dubas dan Nijhawan, 2007). Jadi dapat dikatakan bahwa keinginan keluar adalah keinginan seorang karyawan untuk keluar 19
dari tempat kerja mereka atau organisasi dikarenakan kurang puas atau terpenuhinya keinginan-keinginan mereka seperti gaji, promosi, dll. Kumar et al (2012) Niat untuk berhenti atau Turnover intention dapat diklasifikasikan ke dalam 3 bagian yaitu : 1. Perpindahan yang tidak dapat dicegah yaitu perpindahan karyawan yang disebabkan oleh penyakit, masalah keluarga atau pensiun. 2. Perpindahan yang diinginkan yaitu niat untuk berhenti yang diinginkan sendiri oleh karyawan karena ketidamampuan karyawan itu sendiri 3. Perpindahan yang tidak diinginkan yaitu mencakup kompeten dan kualitas karyawan meninggalkan pekerjaan mereka karena masalah organisasi seperti kurangnya pengawasan, rendahnya dukungan dan adanya konflik. Isu isu seperti ini perlu ditangani dengan baik karena secara langsung mempengaruhi kualitas layanan dan efektivitas organisasi. Witasari, (2009) mengatakan, variabel keinginan keluar dapat diukur dengan indikator sebagai berikut : 1. Kecenderungan karyawan untuk berfikir meninggalkan organisasi 2. Kemungkinan karyawan akan mencari pekerjaan pada organnisasi lain 3. Kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi 4. Kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi dalam waktu dekat 20
5. Kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi bila ada kesempatan yang lebih baik di tempat lain. 2.4 Kerangka Pemikiran. Keadilan organisasi menurut Bakhshi et al, (2009) merupakan persepsi karyawan apakah mereka sudah diperlakukan secara adil di tempat kerja atau sebaliknya. Sedangkan kepuasan kerja menurut Salah M. Diab, (2015) diartikan sebagai perasaan positif sebagai hasil dari kerja individu yang baik, juga kepuasan yang menghasilkan persepsi individu sejauh mana pekerjaan menyediakan hal-hal yang karyawan anggap penting bagi mereka, kepuasan tercermin pada perilaku individu dan tindakannya dengan rekan-rekannya dan bawahan. Sedangkan keinginan keluar yang dikembangkan March dan Simon (1958), Mobley (1977), Price (1977) (dalam Daromes, 2006) dimana ketiganya memprediksi hal yang sama yaitu pada keinginan seseorang untuk keluar dari organisasi, Dimana yaitu tindakan evaluasi mengenai posisi seseorang saat ini berhubungan dengan ketidakpuasan kerja yang dapat memicu keinginan seseorang untuk keluar dari organisasi dan mencari pekerjaan lain. Melihat pengertian variabel-variabel diatas dapat dilakukan penelitian dengam mengacu pada penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya dimana keadilan organisasi (Organizational justice) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap Keinginan keluar (Owolabi, 2012). Lalu penelitian mengenai keadilan organisasi terhadap kepuasan kerja dimana dikatakan keadilan organisasi mempunyai pengaruh 21
positif terhadap kepuasan kerja (Ghaziani et al, 2012). Juga penelitian mengenai kepuasan kerja terhadap keinginan keluar yang dilakukan oleh Aydogdu dan Asikgil, (2011) dimana dikatakan kepuasan kerja berpengaruh terhadap individu karyawan untuk menentukan tetap tinggal atau meninggalkan organisasi. Bila karyawan merasa puas terhadap pekerjaannya maka karyawan tersebut akan tetap tinggal di perusahaan begitu juga sebaliknya bila menurut karyawan kepuasan kerja di tempatnya bekerja dirasa kurang, maka karyawan akan mengambil langkah untuk keluar dari perusahaan. Memperjelas keterkaitan antara hubungan Keadilan Organisasi, Kepuasan Kerja dan Keinginan keluar, dibuatkanlah suatu jalur atau kerangka konsep yang dapat dijabarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Konsep Pemikiran Kepuasan Kerja (Y1) H 2 H 3 Keadilan organisasi (X) H 1 Keinginan keluar (Y2) Sumber : Salleh et al (2012) & Kristanto, dkk (2014) 22
2.5 Hipotesis Penelitian dan Hubungan Antar Variabel Menurut Sugiyono (2008:306) dalam bukunya mengatakan bahwa hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara terhadap rumusan masalah yang masih bersifat sementara. Karena masih bersifat sementara, maka daripada itu harus dibuktikan kebenarannya melalui data empirik yang terkumpul. Berdasarkan penjelasan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, dan kerangka pemikiran sebelumnya terkait dengan variabel variabel yang diteliti dalam penelitian ini, ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut : 2.5.1 Pengaruh Keadilan Organisasi terhadap Keinginan Keluar Seorang pemimpin perlu mempertimbangkan prinsip keadilan saat membuat keputusan (Maria dan Sunjoyo,2010) karena setiap anggota organisasi memiliki kepekaan yang kuat terhadap keadilan di sekitarnya. Pimpinan yang tidak mempertimbangkan keadilan dalam membuat keputusan yang diambilnya akan berisiko menyebabkan timbulnya perubahan negatif pada komitmen pekerja, tingkat perpindahan karyawan, tingkat absensi, kepuasan kerja karyawan dan kinerja karyawan itu sendiri Penelitian Penelitian yang dilakukan sebelumnya mengatakan keadilan organisasi (organizational justice) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap keinginan keluar (Owolabi, 2012). Hubungan antara Keadilan organisasi dengan keinginan keluar menurut penelitian yang dilakukan Daromes (2006) mengatakan bahwa keadilan organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap 23
keinginan keluar. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Muhammad dan Fajrianthi, (2013) mengatakan bahwa keadilan organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap keinginan keluar. Berdasarkan landasan teori dan penelitian penelitian yang dilakukan sebelumnya dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H 1 : Keadilan organisasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap keinginan keluar karyawan 2.5.2 Pengaruh Keadilan Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Keadilan organisasi berkaitan dengan persepsi karyawan apakah mereka sudah diperlakukan secara adil di tempat kerja atau sebaliknya dan apabila karyawan sudah merasa diperlakukan secara adil oleh organisasi, karyawan akan merasa puas atas kerjanya dan akan meningkatkan kinerjanya Penelitian sebelumnya mengatakan keadilan organisasi mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja (Ghaziani et al, 2012). Pada penelitian yang dilakukan Bakhshi et al, (2009) juga ditemukan pengaruh positif antara keadilan organisasi terhadap kepuasan kerja. Lalu Hasmarini dan Yuniawan (2008) juga menambahkan bahwa keadilan organisasional mempunyai pengaruh positif dan significan terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan pemaparan landasan teori dan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H 2 : Keadilan organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja 24
2.5.3 Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Keinginan keluar Hubungan antara Kepuasan Kerja dan keinginan keluar menurut Aydogdu dan Asikgil, (2011) adalah dimana kepuasan kerja berpengaruh terhadap individu karyawan untuk menentukan tetap tinggal atau meninggalkan organisasi. Jika individu tidak puas dengan pekerjaan mereka, mereka cenderung untuk meninggalkan organisasi. Begitu juga sebaliknya jika karyawan percaya bahwa mereka diperlakukan secara adil dan mendapatkan imbalan dengan wajar mereka tidak akan meninggalkan organisasi. Penelitian lainnya mengatakan bahwa alasan karyawan untuk pergi meninggalkan pekerjaannya dalam organisasi adalah rendahnya kepuasan kerja yang didapat (Mahdi et al, 2012) Masalah kepuasan kerja menurut AWS Waspodo et al, (2013) merupakan hal mendasar, yang dirasakan dapat mempengaruhi pemikiran seseorang untuk keluar dari tempatnya bekerja (Turnover intention) dan mencoba untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik dari tempat kerja sebelumnya. Jadi, semakin rendahnya tingkat kepuasan kerja karyawan, sehingga memunculkan pemikiran mereka untuk meninggalkan pekerjaannya. H 3 : Kepuasan Kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Keinginan keluar 25