BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

Nelva Permanasari 1, Totok Gunawan 2, Zuharnen 2. Geography, Universitas Gadjah Mada.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 132 TAHUN 2016 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN menjadikan kota Saumlaki semakin berkembang dengan pesat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Sejalan dengan berkembangnya suatu kota atau wilayah dan meningkatnya kebutuhan manusia, infrastruktur jalan sangat diperlukan untuk menunjang proses

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.

BAB I PENDAHULUAN I.I

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan ilmu

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB IV GAMBARAN UMUM

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

ANALISIS PEMBANGUNAN SEKTOR PERUMAHAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hak dasar rakyat. Infrastruktur adalah katalis pembangunan. Ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat dan aktifitas penduduk di suatu daerah membawa perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pertumbuhan pesat. Yogyakarta sebagai Ibukota Provinsi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB V PENGEMBANGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU

KEADAAN UMUM KABUPATEN BANTUL. Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 dusun. Secara

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. di wilayah Kabupaten Siak Propinsi Riau. Jaringan jalan yang terdapat di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kabupaten Jombang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di

BAB I PENDAHULUAN I.1

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dampak dari keberhasilan pembangunan ekonomi, pendidikan dan teknologi di Indonesia adalah kecenderungan seseorang

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang yaitu bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

pendidikan juga terbatas. Gunardo (2014) menjelaskan daerah dataran rendah memiliki pembangunan infrastruktur transportasi yang masif dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta. Kata Bandung berasal dari kata bendung atau bendungan karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LAPORAN AKHIR B. Uji Instrumen Pengukuran Outcome Pembangunan Infrastruktur Jalan

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor kualitas hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan. Perkembangan pembangunan secara tidak langsung merubah struktur

BAB I PENDAHULUAN. lainnya adalah: PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Telah banyak kebijakan pemberdayaan ekonomi keluarga miskin. yang diprogramkan pemerintah sebagai langkah efektif dalam upaya

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan infrastruktur jalan itu sendiri. Penyediaan infrastruktur jalan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

BAGIAN 1-3. Dinamika Tutupan Lahan Kabupaten Bungo, Jambi. Andree Ekadinata dan Grégoire Vincent

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III DESAIN RISET III.1 Pendekatan Studi

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jaringan jalan merupakan sistem prasarana utama yang menjadi bagian dari sistem jaringan transportasi darat. Jaringan jalan disebut juga sebagai tonggak penggerak perekonomian wilayah, karena dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan mengurangi kesenjangan antarwilayah seperti yang dikemukakan oleh Afriansyah (2001). Keberadaan jaringan jalan akan menciptakan konektivitas antarwilayah. Istilah konektivitas digunakan untuk menggambarkan hubungan dan kepadatan antarlink (jalan) pada jaringan jalan. Konektivitas berasal dari kata connect dalam bahasa inggris yang berarti menyambung atau menghubung. Dalam pembangunan wilayah konektivitas menjadi elemen yang penting terutama untuk wilayah Indonesia yang memiliki ribuan pulau. Menurut ekonom The World Bank, Sjamsu Rahardja, konektivitas merupakan kunci sukses Indonesia untuk membangun sistem yang baik, dengan tiga dimensi penting didalamnya yaitu pengurangan kemiskinan, pembangunan wilayah dan peningkatan daya saing. Konektivitas dinyatakan dalam besaran koneksi atau tingkat konektivitas (degree of connectivity) dalam bentuk persen atau desimal. Tinggi rendahnya konektivitas tergantung pada kondisi jaringan jalan yang bersangkutan, sedangkan kondisi jaringan jalan tergantung pada penyelenggaraan jalan yang ada dalam suatu wilayah. Penyelenggaraan jalan, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, dijelaskan sebagai kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan. Menurut Victoria Transport Policy Institute, konektivitas jaringan jalan yang baik ditandai dengan banyaknya jumlah link-link pendek, terdapat banyak perpotongan/persimpangan, dan sedikitnya jumlah link yang mati/putus. Semakin tinggi tingkat konektivitas, dapat terlihat dari semakin pendeknya jarak perjalanan dan rute yang menjadi pilihan dalam menempuh tujuan semakin bertambah, sehingga memungkinkan perjalanan langsung ke daerah tujuan dan lebih mudah 13

untuk dijangkau/diakses (Victoria Transport Policy Institute, TDM Encyclopedia). Artinya, untuk meningkatkan konektivitas jaringan jalan ditempuh melalui penyelenggaraan jalan yang dilakukan secara intensif. Kegiatan penyelenggaraan jalan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan konektivitas jaringan jalan diantaranya yaitu dengan melakukan usaha peningkatan kapasitas jalan, pembangunan jalan baru, serta pemeliharaan rutin dan berkala jalan dan jembatan. Beberapa dari kegiatan tersebut memiliki kaitan erat dengan penutup lahan, seperti peningkatan kapasitas dan pembangunan jalan baru. Adanya penambahan kapasitas lebar jalan maupun pembangunan jalan akan menyebabkan terjadinya perubahan penutup lahan. Perubahan penutup lahan merupakan salah satu dampak yang tidak dapat dihindari dari kegiatan penyelenggaraan jalan. Perubahan penutup lahan dapat dianggap juga sebagai dampak lanjutan dari kegiatan penyelenggaraan jalan. Tarigan (2005) mengatakan bahwa pembangunan jalan secara tidak langsung akan menambah kegiatan baru di sepanjang jalan tersebut, sehingga terdorongnya sektor lain untuk berkembang di luar wilayah yang berdekatan dengan jalan. Artinya, kebutuhan terhadap lahan akan bertambah untuk mendukung perkembangan sektor lainnya, seperti sektor untuk fasilitas umum dan permukiman bagi masyarakat. Perkembangan ini, disebut sebagai dampak lanjutan dari pembangunan jalan. Di Indonesia pembangunan jalan lebih cenderung dilakukan dengan memperhatikan tingkat perkembangan tiap wilayah, yang terbagi atas tiga kawasan yatu wilayah yang sudah berkembang, wilayah yang sedang berkembang dan wilayah yang akan berkembang. Hal ini dilakukan karena tingkat perkembangan yang terjadi di Indonesia belum merata. Berdasarkan data milik Direktorat Jendral Bina Marga pada tahun 2010 total panjang jalan yang ada di Indonesia mencapai 376.176 Km. Seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah terus menargetkan untuk menambah pembangunan jalan di Indonesia. Pada tahun 2011 berdasarkan data dari BIS-PU (Buku Informasi Statistik Pekerjaan Umum) panjang jalan di Indonesia mencapai 496.606,84 Km, yang terdiri atas jalan Nasional 38.569,84 Km, jalan Provinsi 53.642 Km, dan jalan Kabupaten/Kota 404.395 Km. Pemerintah mengusahakan adanya peningkatan terhadap 14

pembangunan jalan di tiap kawasan yang ada di Indonesia. Tujuan dari pembangunan jalan ini adalah menjadi pendorong bagi perekonomian wilayah, namun dampak lain yang ikut muncul dari pembangunan jalan adalah terjadinya perubahan penutup lahan. Perubahan penutup lahan terjadi karena adanya proses konversi lahan yang biasa terjadi dalam pembangunan jalan. Pada penelitian ini perubahan penutup lahan akan dikaji bersamaan dengan konektivitas jaringan jalan untuk melihat tingkat korelasi (hubungan) keduanya. Wilayah yang menjadi daerah kajian dalam penelitian ini yaitu Kabupaten Bantul, yang merupakan salah satu dari Kabupaten/Kota yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan fokus daerah kajian meliputi 9 kecamatan di Kabupaten Bantul yaitu Kecamatan Bambanglipuro, Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Bantul, Kecamatan Jetis, Kecamatan Kasihan, Kecamatan Pajangan, Kecamatan Pandak, Kecamatan Pleret, dan Kecamatan Sewon. Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data yang bersumber dari Direktorat Bina Marga pada tahun 2011 sekitar 99,73% kondisi jalan di DI Yogyakarta berstatus mantap, dengan total panjang jalan hingga mencapai 23.372,36 Km. Dari total panjang jalan tersebut di DI Yogyakarta 70% nya merupakan jalan beraspal, 16% jalan kerikil dan 14% merupakan jalan tanah dan lainnya. Sama halnya dengan DI Yogyakarta, Kabupaten Bantul yang menjadi wilayah kajian pada penelitian ini, berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum Tahun 2011 kondisi jaringan jalan yang ada di Kabupaten Bantul dinyatakan dengan status mantap, yaitu dalam kondisi baik maupun sedang. Total panjang jalan di Kabupaten Bantul pada tahun 2011 yaitu mencapai 1.062,360 Km, dan pada tahun 2012 berdasarkan data dari DPU kabupaten Bantul panjang jalan bertambah menjadi 1.070,770 Km. Penambahan panjang jalan ini merupakan salah satu bentuk dari penyelenggaraan jalan yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Dalam penelitian ini jaringan jalan berperan penting untuk mendapatkan informasi mengenai konektvitas jaringan jalan. Konektivitas jaringan jalan dan perubahan penutup lahan merupakan dua variabel yang akan diuji tingkat korelasinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis serta analisis korelasi statistik. 15

Metode penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki banyak kelebihan dalam perolehan data maupun pengolahannya. Penginderaan jauh menggunakan citra satelit sebagai sumber data, pada penelitian ini citra satelit yang digunakan yakni Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2006 dan Citra Landsat 8 OLI (Operational Land Imager) tahun 2015. Kedua citra ini digunakan untuk memperoleh informasi penutup lahan pada tahun 2006 dan 2015 serta untuk mengetahui perubahan penutup lahan yang terjadi. Kedua citra ini merupakan jenis citra multispektral dengan resolusi spasial menengah yaitu 30 meter untuk citra Landsat 8 OLI dan 10 meter untuk citra ALOS ANVIR-2. Informasi penutup lahan ini diperoleh melalui klasifikasi multispektral. Sedangkan untuk memperoleh tingkat konektivitas jaringan jalan pada sembilan wilayah kecamatan penelitian, diperoleh melalui peta jaringan jalan tahun 2006 dan 2015. Data penutup lahan dan tingkat konektivitas jaringan jalan akan diolah dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis (SIG) memiliki kemampuan untuk menganalisis data secara spasial, mengintegrasi serta memanipulasi data agar menghasilkan informasi yang berguna bagi penelitian. Dalam hal ini, Sistem Informasi Geografis berperan untuk menghasilkan informasi mengenai luasan area perubahan tutupan lahan dan tingkat konektivitas jaringan jalan. Kedua informasi inilah yang akan digunakan sebagai variabel untuk menguji tingkat korelasi antara konektivitas jaringan jalan dengan perubahan tutupan lahan yang terjadi. 1.2. Perumusan Masalah Konektivitas jaringan jalan merupakan sistem yang terbentuk karena adanya keberadaan jaringan jalan dan jembatan. Dalam pembangunan suatu wilayah konektivitas termasuk elemen penting, hal ini dikarenakan konektivitas menggambarkan keterhubungan. Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersusun atas ribuan pulau baik besar maupun kecil. Karena bentuk Negara Indonesia inilah, dibutuhkan adanya sistem untuk menghubungkan antarwilayah sehingga pertumbuhan wilayah dapat terjadi secara merata. Jaringan jalan sendiri 16

merupakan infrastruktur penting dalam peningkatan ekonomi suatu wilayah. Keberadaan jaringan jalan menjadi penghubung antarwilayah dalam melakukan berbagai kegiatan perekonomian. Namun, keberadaan jaringan jalan saja tidak cukup untuk menjadi penunjang pertumbuhan perekonomian suatu wilayah, kondisi sistem jaringan jalan juga harus turut diperhatikan. Semakin baik kondisi sistem jaringan jalan dalam suatu wilayah maka akan semakin baik pula tingkat konektivitasnya yang berarti semakin mudah hubungan antarwilayah terjalin. Sistem jaringan jalan dengan tingkat konektivitas tinggi/baik dicerminkan dari kondisi jaringan jalan yang semakin mudah ditempuh, waktu tempuh yang singkat, banyaknya jalan alternatif yang dapat digunakan, dan sedikitnya jalan mati/tidak aktif. Untuk menciptakan sistem jaringan jalan dengan tingkat konektivitas yang baik ditempuh melalui penyelenggaraan jalan, diantaranya dengan melakukan usaha peningkatan kapasitas jalan (lebar jalan), pembangunan/penambahan jalan baru, serta pemeliharaan rutin maupun berkala jaringan jalan. Kegiatan penyelenggaraan jalan ini berkaitan erat dengan lahan, dimana jaringan jalan sendiri merupakan lahan yang kemudian dimanfaatkan sebagai jaringan jalan untuk prasarana transportasi. Salah satu dampak yang akan timbul dalam proses kegiatan penyelenggaraan jalan ialah adanya perubahan penutup lahan. Selain itu, dampak dari pembangunan jalan yang menyebabkan aksesibilitas suatu wilayah semakin mudah akan memunculkan kegiatan baru di sepanjang jalan tersebut sehingga sektor-sektor lain terdorong untuk berkembang, seperti yang diungkapkan oleh Tarigan (2005). Perkembangan sektor ini tentunya, akan menimbulkan perubahan penutup lahan lainnya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan baik dari segi fasilitas umum maupun permukiman bagi masyarakat. Konversi penutup lahan yang terus terjadi tanpa adanya pengawasan dan kontrol dari pemerintah dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan maupun masyarakat sekitar. Di Provinsi DIY, perubahan penutup lahan meningkat terutama pada lahan pertanian dan permukiman. Bersumber dari analisa data Distan DIY dan BPS DIY tahun 2013, terjadi perubahan lahan pertanian > 200 ha/tahun di DIY. Sebagian besar perubahan ini beralih menjadi 17

lahan terbangun, baik dalam bentuk permukiman warga, pertokoan maupun fasilitas umum penunjang kehidupan masyarakat. Perubahan penutup lahan baik pola maupun luasan yang terjadi lebih mudah untuk diamati menggunakan teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis dengan memanfaatkan Citra Satelit, yakni citra ALOS AVNIR-2 tahun 2006 dan citra Landsat 8 OLI tahun 2015. Sedangkan informasi konektivitas jaringan jalan diperoleh dari peta jaringan jalan Kabupaten Bantul tahun 2006 dan tahun 2014. Pada penelitian ini, perubahan penutup lahan yang terjadi akibat dari konversi lahan akan dianalisis bersamaan dengan tingkat konektivitas jaringan jalan untuk melihat seberapa besar hubungan kedua variabel tersebut. Apakah kedua variabel tersebut menghasilkan hubungan yang kuat dan saling mempengaruhi atau lemah dan tidak saling mempengaruhi. Oleh karena itu, berdasarkan permasalahan diatas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut, yaitu: 1. Seberapa akuratkah Citra Landsat 8 OLI dalam mengekstraksi perubahan penutup lahan yang terjadi di sembilan kecamatan wilayah penelitian Kabupaten Bantul? 2. Apakah hubungan/korelasi antara tingkat konektivitas jaringan jalan dengan perubahan penutup lahan? 3. Bagaimana pola perubahan penutup lahan yang terjadi dari tahun 2006 hingga 2015 di sembilan kecamatan wilayah penelitian Kabupaten Bantul? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian yang hendak dicapai yaitu: 1. Mengetahui tingkat akurasi Citra Landsat 8 OLI dalam mengekstraksi perubahan penutup lahan yang terjadi di sembilan kecamatan wilayah penelitian Kabupaten Bantul. 2. Mengetahui hubungan/korelasi antara tingkat konektivitas jaringan jalan dan perubahan penutup lahan. 18

3. Mengetahui pola perubahan penutup lahan yang terjadi dari tahun 2006 hingga 2015 di sembilan kecamatan wilayah penelitian Kabupaten Bantul. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya: 1. Memberikan masukan informasi bagi pemerintah terkait mengenai tingkat konektivitas jaringan jalan yang ada serta perubahan penutup lahan yang terjadi di sebagian wilayah Kabupaten Bantul. 2. Dapat menjadi bahan rujukan bagi pemerintah dalam meningkatkan tingkat konektivitas jaringan jalan dan peraturan serta kebijaksanaan mengenai alih fungsi lahan. 3. Hasil dari penelitian ini menjadi bahan yang dapat dipertimbangkan dan dikembangkan dalam penelitian selanjutnya terutama mengenai keberadaan jaringan jalan dan pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar. 4. Mengaplikasikan teknik penginderaan jauh serta Sistem Informasi Geografis untuk kajian jaringan jalan dan penutup lahan. 19