Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada Beras



dokumen-dokumen yang mirip
Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

DISTRIBUSI PROVINSI DI INDONESIA MENURUT DERAJAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2013

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

POLA KONSUMSI PANGAN POKOK DI BEBERAPA PROPINSI DI INDONESIA

DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN. Nuhfil hanani AR

EVIDENCE KAMPANYE GIZI SEIMBANG MEMASUKI 1000 HPK ( SDT- SKMI 2014)

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

PENGUATAN KETAHANAN PANGAN DAERAH UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

KAJIAN STRATEGI PENGEMBANGAN DIVERSIFIKASI PANGAN LOKAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DAN GIZI : FAKTOR PENDUKUNG PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GERAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN. Pertanian. Konsumsi Pangan. Sumber Daya Lokal.

TINJAUAN DISTRIBUSI PANGAN

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

I. PENDAHULUAN. rakyat secara merata dan adil, penyediaan pangan dan gizi yang cukup memadai

Subsistem Distribusi (Ketersediaan Pangan) Annis CA Iti R Nadhiroh Dini RA

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

DIVERSIFIKASI KONSUMSI PANGAN DI INDONESIA : ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

PEMANFAATAN JAGUNG DALAM PEMBUATAN ANEKA MACAM OLAHAN UNTUK MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

PROFIL KONSUMSI MAKANAN INDIVIDU, KECUKUPAN ZAT GIZI DAN STATUS GIZI MASYARAKAT INDONESIA (ANALISIS DATA STUDI DIET TOTAL 2014)

PELAPORAN DATA STOCK GABAH DAN BERAS DI PENGGILINGAN. Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Jakarta, 7 April 2016

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Tahun A. Latar Belakang

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

STABILISASI HARGA PANGAN

5 / 7

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib

KEBIJAKAN LOKASI PROGRAM PERBAIKAN IRIGASI BERDASARKAN PELUANG PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN (IP) 1

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, dianggapnya strategis dan sering mencakup hal-hal yang bersifat

KONSUMSI PANGAN MASYARAKAT INDONESIA ANALISIS DATA SUSENAS

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

Upaya Menuju Kemandirian Pangan Nasional Jumat, 05 Maret 2010

GUBERNUR SUMATERA BARAT

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting terhadap pemenuhan

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

KEMENTERIAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Permintaan produk peternakan terus meningkat sebagai konsekuensi. adanya peningkatan jumlah penduduk, bertambahnya proporsi penduduk

Keynote Speech. Menteri Pertanian Republik Indonesia PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Kegiatan Penelitian. Kegiatan Penelitian

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG

KEBIJAKAN STRATEGIS PNPM MANDIRI KE DEPAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 5 SERI E

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

PROGRES PELAKSANAAN REVITALISASI PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh

Andalan Ketahanan Pangan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tidak diragukan lagi Indonesia memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Info Singkat Kemiskinan dan Penanggulangan Kemiskinan

BERAS ANALOG SEBAGAI VEHICLE PENGANEKARAGAMAN PANGAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN ORASI ILMIAH ORASI ILMIAH. Prof. Dr. Ir.

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PROFIL BADAN KETAHANAN PANGAN

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

PELAKSANAAN KEGIATAN PENGEMBANGAN USAHA PANGAN MASYARAKAT (PUPM) TAHUN 2016 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Transkripsi:

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Mendukung Swasembada Beras Mewa Ariani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten Abstrak Terkait dengan MDGs, Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan aksiaksi mengatasi kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan. Disisi lain, upaya pemenuhan konsumsi pangan dihadaplan pada tantangan besar karena jumlah penduduk yang terus meningkat dan terjadinya pergeseran pola pangan pokok. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis sejauhmana pola diversifikasi dan tingkat konsumsi pangan pokok di Indonesia. Data yang digunakan adalah data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002, 2005 dan 2008, yang dikumpulkan oleh BPS dan diolah oleh Departemen Pertanian serta dari instansi terkait lainnya. Data dianalisis secara deskriptif dalam bentuk tabeltabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1) Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia cenderung pola pangan tunggal yaitu beras. Selain itu pola pangan pokok kedua, yang semula dari umbiumbian dan jagung bergeser ke terigu dan produknya seperti mi instan, 2). Tingkat konsumsi beras langsung untuk rumahtangga masih tinggi yaitu 104,9 kg/kap/tahun. Untuk pangan pokok lainnya relatif kecil (jagung: 2,9 kg; terigu: 11,2 kg; ubikayu: 12,9 kg; ubijalar: 2,8 kg/ kap/tahun), 3) Dari segi diversifikasi pangan dalam konsep Pola Pangan Harapan (PPH), konsumsi beras perlu diturunkan, sebaliknya konsumsi jagung dan umbiumbian ditingkatkan. Oleh karena itu, diversifikasi pangan termasuk pangan pokok yang telah dicanangkan oleh pemerintah diimplementasikan secara konsisten dan berkelanjutan oleh semua elemen masyarakat. Keberhasilan diversifikasi pangan pokok akan mengurangi konsumsi beras, dan pada gilirannya mempermudah pencapaian swasembada beras. Kata kunci : Diversifikasi, pangan pokok, swasembada beras Pendahuluan Indonesia telah menyatakan komitmen untuk melaksanakan aksiaksi mengatasi kelaparan, kekurangan gizi serta kemiskinan di dunia. Dalam Millenium Development Goals (MDGs), ditegaskan untuk mengurangi angka kemiskinan ekstrim dan kerawanan pangan di dunia sampai setengahnya di tahun 2015. Keta hanan pangan yang dibangun di Indonesia, disamping sebagai prasyarat untuk memenuhi hak azasi pangan masyarakat juga merupakan pilar bagi eksistensi dan kedaulatan suatu bangsa. (Dewan Ketahanan Pangan, 2006). Pembangunan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan diarahkan untuk menopang kekuatan ekonomi domestik sehingga mampu menyediakan pangan yang cukup secara berkelanjutan bagi seluruh penduduk terutama dari produksi dalam negeri, dalam jumlah dan keragaman yang cukup, aman dan terjangkau dari waktu ke waktu. Indonesia dalam pemenuhan konsumsi masyarakat menghadapi tantangan cukup besar karena jumlah penduduknya yang cukup besar. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia sekitar 235 juta jiwa dan terus bertambah dari tahun ke tahun. Penduduk yang besar ini akan berdampak tidak hanya pada aspek pendidikan, lapangan pekerjaan dan yang utama adalah pangan. Karena pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan setiap hari. Sering terjadi gejolak politik karena dipicu oleh kelangkaan dan naiknya harga pangan. Oleh karena itu 65

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 tidaklah mengherankan jika pangan bukan sekedar komoditas ekonomi tetapi juga menjadi komoditas politik yang memiliki dimensi sosial yang luas (Sambutan Menko Perekonomian, 2005) Produksi pangan memang mengalami peningkatan, antara lain ditunjukkan dengan peningkatan produksi padi pada kurun waktu 20042009 dari 54,1 ribu ton menjadi 63,8 juta ton tahun 2009 atau naik sebesar 5,83%. Pencapaian tersebut telah menjadikan Indonesia berswasembada beras (Kementerian Pertanian, 2010). Namun demikian tantangan peningkatan produksi pangan (khususnya padi) ke depan nampaknya masih mengalami kesulitan, karena berbagai faktor, diantaranya : 1). Penurunan luas baku lahan sawah, 2) Penurunan kesuburan lahan, 3). Penurunan kualitas dan luas layanan sistem irigasi, 4). Lambannya adopsi teknologi petani, 5). Peningkatan jumlah petani gurem, dan 7). Masih tingginya kehilangan hasil (Simatupang dan Maulana, 2006; Badan Litbang Pertanian, 2005; Dewan Ketahanan Pangan, 2006). Selain hal tersebut, adanya pengaruh perubahan iklim global antara lain berdampak pada menyebarnya serangan OPT, bergesernya periode waktu musim kering dan basah, kerusakan lahan dan tanaman juga berpengaruh pada produksi pangan (Kementerian Pertanian, 2010). Disisi lain, pelaksanaan program diversifikasi atau penganekaragaman pangan di Indonesia telah mempunyai dasar hukum yang kuat melalui UU Pangan No. 7 tahun 2006 tentang Pangan, PP No. 68 tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan dan Perpres No. 22 tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan berbasis Sumberdaya Lokal. Kementerian Pertanian yang dituangkan dalam Rencana Strategis 20102014 mencanangkan empat target utama diantaranya adalah 1) Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan dan 2) Peningkatan diversifikasi pangan (Kementerian Pertanian, 2009). Makalah ini bertujuan menganalisis sejauhmana pola diversifikasi dan tingkat konsumsi pangan pokok di Indonesia. Bahan dan Metode Data yang digunakan bersumber dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002, 2005 dan 2008 yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik dan diolah oleh Departemen Pertanian (Badan Ketahanan Pangan, 2009). Pola konsumsi pangan pokok dianalisis berdasarkan pangsa energi dari masingmasing pangan (beras, jagung, terigu, ubikayu, ubijalar, sagu, dan umbi lainnya) terhadap total energi dari pangan tersebut. Selain itu juga digunakan data dan informasi terkait yang diperoleh dari berbagai instansi. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan tabeltabel. Hasil dan Pembahasan Pola Konsumsi Pangan Pokok Selain beras, komoditas yang berperan sebagai pangan pokok adalah umbiumbian, jagung, sagu dan pisang. Pola pangan pokok yang beragam ini sebetulnya sudah terjadi sejak dahulu, seperti sagu banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Papua dan Maluku, serta jagung dikonsumsi oleh masyarakat di NTT. Namun akibat terlalu dominan dan intensifnya kebijakan pemerintah di bidang perberasan secara berkelanjutan, mulai dari industri hulu sampai industri hilir mengakibatkan pergese 66

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 ran pangan pokok dari pangan lokal seperti jagung dan umbiumbian ke pangan pokok nasional yaitu beras. Hasil analisis dengan menggunakan data Susenas 1979 (Pusat Penelitian Agro Ekonomi, 1989) dan 1996 (Rachman, 2001) di wilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI) menunjukkan bahwa : 1) semua propinsi di Indonesia pada tahun 1979 mempunyai pola pangan pokok utama beras. Pada tahun 1996, posisi tersebut masih tetap, kalaupun berubah hanya terjadi pada pangan kedua yaitu antara jagung dan umbiumbian; 2) pola tunggal beras pada tahun 1979 hanya terjadi di satu propinsi yaitu Kalsel, maka pada tahun 1996 terjadi di 8 propinsi yaitu Kalsel, Kalbar, Kalteng, Kaltim, NTB, Sulsel, Sulut dan Sulteng (Ariani, 2010). Ini berarti telah terjadi peningkatan preferensi dan jumlah konsumsi beras yang signifikan di propinsi tersebut, sehingga mampu menggeser peran jagung dan umbi Tabel 1. Distribusi Propinsi Menurut Pola Konsumsi Makanan Pokok Tahun 1979, 1984, dan 1996 No. Pola Makanan Pokok 1979a 1984a 1996b 1. 2. Beras Beras+umbiumbian Kalsel, DKI, NAD, Sumbar Kaltim, NTB, Kalteng, Kalbar, Bali, DIY, Lampung, Bengkulu, Jambi, Riau, Sumsel, Sumut, Jabar DKI, NAD, Sumbar, Bengkulu Kaltim, Kalteng, Kalbar, Kalsel, Sumut, Sumsel, Riau, Jambi, Jabar NTB, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Sulteng, Sulsel 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Beras+jagung+umbiumbian Beras+umbiumbian+jagung Beras+umbiumbian+sagu+ pisang Beras+sagu+umbiumbian Beras+umbiumbian+sagu+ jagung Beras + sagu Beras + jagung Beras+jagung+sagu+umbiumbian Beras+sagu+umbiumbian+ jagung Sulut, NTT Sulsel, Jateng, Jatim Maluku Papua Sulteng Sultra Sulut, Jateng, Tim Tim, Jatim NTT, Lampung, DIY, Bali Maluku Papua NTB,Sulsel, Sultra Sulteng Sultra Maluku, Papua NTT, TimTim Keterangan : Propinsi dengan huruf tebal adalah propinsi KTI Sumber: a. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. 1989. Rachman, H.P.S. 2001 67

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 umbian sebagai pangan pokok seperti pada Tabel 1. Hasil analisis terhadap data Susenas tahun 1990 (Ariani dan Ashari, 2003) sudah menunjukkan tingkat partisipasi konsumsi beras (persentase jumlah orang yang mengkonsumsi beras) di berbagai wilayah cukup tinggi hampir mencapai 100 persen, yang berarti hampir semua rumah tangga telah mengkonsumsi beras. Kecenderungan tersebut tidak hanya terjadi pada rumah tangga perkotaan tetapi juga rumah tangga di pedesaan, wa laupun umumnya tingkat partisipasi di desa masih lebih rendah daripada di kota. Bila dilihat antar pulau, maka tingkat partisipasi konsumsi beras tidak jauh berbeda antara pulau yang satu dengan pulau yang lain, yaitu hampir 100 persen. Partisipasi konsumsi beras yang masih rendah hanya terjadi di pedesaan Maluku dan Papua (yang dikenal wilayah dengan ekologi sagu yaitu sekitar 80 persen). Dengan menggunakan data yang terakhir yaitu Susenas 2002, 2005 dan 2008 menunjukkan semakin nyata bahwa pola konsumsi pangan pokok masyarakat di Indonesia telah bergeser dari pola beragam menjadi pola tunggal yaitu beras. Dari Tabel 2 terlihat bahwa pola konsumsi tunggal beras terjadi pada semua tingkatan pendapatan, dari masyarakat miskin sampai masyarakat kaya. Dominasi beras sebagai pola pangan pokok utama terus berlangsung di setiap propinsi dan tidak tergantikan oleh jenis pangan pokok lain. Perubahan jenis pangan pokok hanya terjadi pada komoditas bukan beras, seperti antara jagung dengan umbi dan sebaliknya. Tingkat Konsumsi Pangan Pokok Beras selain sumber energi dan protein utama dalam pola konsumsi masyarakat, juga sebagai wage goods dan political goods. Tabel 2. Pola Konsumsi Pangan Pokok di Indonesia Menurut Kelompok Pengeluaran, Indonesia Kel. Pengeluaran (Rp/kap/bl) 2002 2005 2008 < 60.000 B,J,UK B, T 60.00079.999 B,J,UK,T B,T 80.00099.999 B,T,UK B,T 100.000149.999 B,T B,T B,T,J 150.000199.999 B,T B,T B,T 200.000299.999 B,T B,T B,T 300.000499.999 B,T B,T B,T 500.000 749.999 B,T B,T B,T 750.000 999.999 B,T B,T B,T > 1000.000 B,T B,T B,T Keterangan : B = Beras, T=Terigu (termasuk produknya), J=Jagung, UK=Ubikayu, Sumber : Susenas 2002, 2005, 2008 (diolah), BKP (2009) 68

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 gandum. Perbedaan yang sangat mencolok ini, mengakibatkan beras sebagai pola pangan pokok utama di berbagai wilayah dan kelompok pendapatan. Konsumsi beras memang cenderung menurun dari tahun ke tahun, namun tingkat konsumsi tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa negara lainnya. Konsumsi beras di Jepang hanya sekitar 60 kg/kapita/tahun, sedangkan di Thailand, China dan India sekitar 100 kg/kapita/tahun. Di Laos dan Myanmar, konsumsi beras masih tinggi yaitu masingmasing sebesar 179 kg dan 190 kg/kapita/tahun (Pambudy,dkk; 2002). Bukti empiris menunjukkan beras telah menjadi pangan pokok utama dan cenderung tunggal di berbagai propinsi termasuk propinsi yang sebelumnya mempunyai pola pangan pokok sagu, jagung atau umbiumbian. Tabel 3. Perubahan Konsumsi Pangan Pokok (Kg/kapita/tahun) Tahun Beras Jagung Terigu Ubikayu Ubijalar Sagu 2002 115,5 3,4 8,5 12,8 2,8 0,3 2005 105,2 3,3 8,4 15,0 4,0 0,5 2008 104,9 2,9 11,2 12,9 2,8 0,5 Sumber : SUSENAS, dioleh Pusat PKP, Badan Ketahanan Pangan Banyak kepentingan publik dihasilkan oleh beras, dan beras berperanan dalam ketahanan pangan, stabilitas ekonomi dan lapangan kerja. Sebagian besar masyarakat tetap menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu dan dengan harga yang terjangkau. Kebijakan pemerintah seperti penetapan harga dasar gabah dan pengendalian harga di tingkat konsumen mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi beras. Walaupun tingkat konsumi beras cende rung menurun, namun volume konsumsi beras masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan umbiumbian dan jagung (Tabel 3). Belum lagi adanya kebijakan program Raskin dalam bentuk beras, yang penyalurannya untuk seluruh masyarakat tanpa memperhatikan pola konsumsi pangan pokok setempat, jelas menyalahi konsep diversifikasi konsumsi pangan yang selama ini juga menjadi program pemerintah. Sebagai gambaran konsumsi beras pada tahun 2008 mencapai 104,9 kg, yang berarti 36,2 kali lebih besar dibandingkan konsumsi jagung ( 2005 : 31,9 kali), daripada konsumsi jagung; 9,4 kali konsumsi terigu dan 8,1 kali konsumsi ubikayu dan 37,5 kali konsumsi ubijalar. Pada Tabel 3 terlihat bahwa dari tahun ke tahun, konsumsi terigu dan turunannya, ini juga berarti devisa Indonesia semakin terkuras karena untuk mengimpor Pangan lokal telah ditinggalkan oleh masyarakat dan beralih ke pangan nasional berupa beras bahkan ke pangan internasional seperti mi instan. Beras memang mempunyai banyak kelebihan dibandingkan sumber karbohidrat lainnya diantaranya adalah mempunyai cita rasa yang lebih enak, lebih mudah diolah dan komposisi zat gizi lebih baik dibandingkan dengan pangan lokal lainnya. Berkembangnya mi instan sebagai makanan utama setelah beras didorong oleh kebijakan jaman orde baru yang meng anak 69

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 emas kan terigu selain beras. Adanya kebijakan impor gandum untuk diproses menjadi tepung di dalam negeri yang berlangsung lama dan subsidi harga terigu oleh pemerintah, maka harga terigu menjadi murah (50% lebih rendah dari harga internasional). Selain itu adanya kampanye yang intensif melalui berbagai jenis media seperti media elektronik, product development yang diperluas dengan harga yang bervariasi dan mudah diperoleh, turut mendorong peningkatan partisipasi konsumsi produk gandum terutama berupa mi dan roti. Banyaknya ragam jenis, bentuk dan cara masak komoditas mie, seperti mie basah, mie kuah, mie instant dan produk mie lainnya. Banyak produk mie yang dengan cepat diolah, disajikan dan dikonsumsi dengan kemasan yang bagus dan dengan variasi harga yang memungkinkan masyarakat untuk melakukan pilihanpilihan produk mie sesuai dengan kemampuannya. Konsumen produk mie meliputi semua golongan, tidak hanya golongan atas tetapi juga menengah dan bawah. Selain itu mie juga dengan mudah dijumpai di berbagai tempat, tidak hanya di swalayan tetapi juga di pasar tradisional atau warung kecil di pedesaan. Menurut Sawit (2003) di Indonesia, pada kelompok rendah dan menengah, beralihnya pangan dari non terigu ke terigu atau produk olahannya begitu cepat dibandingkan di negaranegara Asia. Percepatan Diversifikasi Pangan Pokok Diversifikasi konsumsi pangan pokok tidak dimaksudkan untuk mengganti beras secara total tetapi mengubah pola konsumsi pangan masyarakat sehingga masyarakat akan mengkonsumsi lebih banyak jenis pangan dan lebih baik gizinya. Pangan yang dikonsumsi akan beragam, bergizi dan berimbang. Di Indonesia terdapat pedoman untuk mengukur diversifikasi konsumsi pangan termasuk pangan pokok yang dikenal dengan Pola Pangan Harapan (PPH). PPH yang diharapkan mencapai angka 100, namun PPH penduduk Indonesia sampai pada tahun 2008 baru sebesar 81,9. Pemerintah menetapkan melalui PP No. 22 tahun 2009, pada tahun 2015, PPH mencapai 95, yang berarti setiap tahun harus meningkat sekitar 2,5. Dalam konsep PPH, setiap orang untuk setiap hari dianjurkan mengkonsumsi pangan seperti berikut : a) Padipadian : 275 gr, b) Umbiumbian : 100 gr, c) Pangan hewani : 150 gr, d) Minyak+Lemak : 20 gr, e) Buah/biji berminyak ; 10 gr, f) Kacangkacangan : 35 gr, g) Gula : 30,0 gr dan h) Sayur + buah : 250 gr (Pusat Konsumsi dan Keamanan Pangan 2004 dalam Badan Ketahanan Pangan, 2009). Ini berarti dalam setahun kebutuhan dari kelompok padipadian yang terdiri beras, jagung dan terigu untuk konsumsi langsung penduduk sebesar 99 kg/kapita. Memperhatikan data pada Tabel 3 dengan menjumlah konsumsi beras, jagung dan terigu untuk tahun 2008 mencapai 119 kg/kapita, yang berarti lebih besar dari seharusnya. Belum lagi bila dilihat proporsi dari ketiga jenis pangan tersebut yang sangat bisa pada beras. Upaya diversifikasi konsumsi pangan dari padipadian dapat dilakukan dengan mengurangi konsumsi beras dan meningkatkan konsumsi pangan dari komoditas jagung. Untuk terigu, karena bahan baku gandum harus diimpor maka sebaiknya konsumsi terigu dan turunannya dikurangi. Sementara konsumsi dari umbiumbian seharusnya sebesar 36 kg/kapita/tahun yang berasal dari ubikayu, ubijalar, sagu dan umbiumbi lainnya. Namun kenyataannya 70

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 baru 16,2 kg/kapita/tahun yang berarti masih kurang dari setengahnya. Upaya pencapaian diversifikasi pangan sebetulnya sudah dirintis sejak awal dasawarsa 60an, dimana pemerintah telah menyadari pentingnya dilakukan diversifikasi tersebut. Saat itu pemerintah mulai menganjurkan konsumsi bahanbahan pangan pokok selain beras. Yang menonjol adalah anjuran untuk mengkombinasikan beras dengan jagung, sehingga pernah populer istilah berasjagung. Ada dua arti dari istilah itu, yaitu 1) campuran beras dengan jagung, dan 2) penggantian konsumsi beras pada waktuwaktu tertentu dengan jagung. Dan pada tahuntahun berikutnya pemerintah melalui Departemen Pertanian dan departemen yang lain melaksanakan program tersebut, namun memang hasilnya belum sesuai yang diharapkan. Kebijakan terakhir, pemerintah menetapkan kebijakan percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasisi sumberdaya lokal dengan dua strategi yaitu : 1) Internalisasi penganekeragaman konsumi pangan dan Pengembangan Bisnis dan Industri Pangan Lokal. Proses internalisasi dilakukan melalui dua cara : 1) Advokasi, kampanye dan sosialisasi tentang konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman pada berbagai tingkatan kepada aparat dan masyarakat, dan 2) Pendidikan konsumsi pangan melalui pendidikan formal dan non formal. Sementara, pengembangan bisnis dan industri pangan lokal dilakukan melalui: 1) Fasilitasi kepada UMKM untuk pengembangan bisnis pangan segar, industri bahan baku, industri pangan olahan dan pangan siap saji yang aman berbasis sumberdaya lokal dan 2) Advokasi, sosialisasi dan penerapan standar mutu dan keamanan pangan bagi pelaku usaha pangan terutama usaha skala rumahtangga dan UMKM. Apabila mengkaji diversifikasi konsumsi pangan pokok maka perlu kembali ke masalah desentralisasi pangan yaitu bahan pangan lokal. Meskipun konsumsi beras cenderung menurun namun kontribusinya terhadap total energi masih diatas 60 persen sedangkan umbiumbian baru menyumbang energi sekitar 3 persen. Aneka umbiumbian mempunyai prospek yang cukup luas untuk dikembangkan sebagai substitusi beras dan untuk diolah menjadi makanan bergengsi. Kegiatan ini memerlukan dukungan pengembangan teknologi proses dan pengolahan serta strategi pemasaran yang baik untuk mengubah image pangan inferior menjadi pangan normal bahkan superior. Seringkali pemerintah hanya menganjurkan masyarakat untuk melakukan diversifikasi konsumsi pangan dan bersifat hanya menyuruh tanpa didukung oleh ketersediaan bahannya yang dapat diperoleh secara mudah. Dalam memenuhi permintaan konsumen, salah satu faktor yang sangat penting dalam mensukseskan program diversifikasi pangan adalah melaksanakan product development. Produk ini merupakan upaya menciptakan suatu produk baru yang memiliki sifat, antara lain sangat praktis, tersedia dalam segala ukuran, kalau digunakan tidak ada sisanya dan mudah diperoleh di mana saja. Dengan semakin sibuknya kehidupan setiap anggota rumah tangga dan tidak cukupnya waktu untuk memasak makanan maka bentuk makanan yang siap olah dan siap santap merupakan pilihan yang terbaik. 71

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan Pola konsumsi pangan pokok penduduk Indonesia mengalami pergeseran dari pola beragam berbasis sumberdaya lokal menjadi pola beras dan terigu (termasuk turunannya). Akibatnya tingkat konsumsi beras masih diatas 100 kg/kapita/tahun, sebaliknya untuk pangan lokal seperti jagung hanya 2,9 kg dan umbiumbian 12 kg/kapita/tahun. Diversifikasi pangan pokok masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam PPH. Konsumsi dari padipadian diatas yang dianjurkan, sebaliknya untuk umbiumbian masih lebih kecil dari yang seharusnya. Pemerintah telah menetapkan kebijakan percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal. Belajar dari penga laman pelaksanaan diversifikasi konsumsi pangan selama ini, maka pelaksanaan kebijakan tersebut harus dijadikan sebagai gerakan massa, bukan lagi sekedar program pemerintah, sehingga semua lapisan masyarakat baik di pusat maupun di daerah harus berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mewujudkannya. Selain itu perlu dukungan yang kuat dan konsisten dari pemerintah daerah dan DPRD untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Daftar Pustaka Ariani, M dan Ashari. 2003. Arah, Kendala dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia. Forum Agro Ekonomi. Vol. 21, No. 2. Desember. Bogor. Ariani,M. 2004. Dinamika Konsumsi Beras Rumahtangga dan Kaitannya dengan Diversifikasi Konsumsi Pangan. Dalam Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Padi. Departemen Pertanian. Departemen Pertanian. 2001. Kebijakan Umum Pemantapan Ketahanan Pangan Nasional. BBKP. Deptan. Jakarta. Dewan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 20062009. Jakarta. Kementerian Pertanian. 2009. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 20102014. Jakarta Kementerian Pertanian. 2010. Kinerja Pembangunan Sektor Pertanian 2009. Jakarta Pusat Penelitian Agro Ekonomi. 1989. Pola Konsumsi Pangan, Proporsi dan Ciri Rumah Tangga Dengan Konsumsi Energi Dibawah Standar Kebutuhan. Kerjasama Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes. dengan PAE, Deptan. Bogor. Pambudy,R; T.E.Hari Basuki dan Mardianto,S. 2002. Resume Pertemuan Kebijakan Perberasan Asia. Hasil Pertemuan Regional di Bangkok, Thailand. Oktober. Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan. Jakarta. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta. Peraturan Presiden Republik Indonesia. No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Jakarta. Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. Sawit, M.H. 2003. Kebijakan gandum/terigu: harus mampu menumbuhkembangkan industri pangan dalam negeri. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 1 (2): 100 109. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. 72

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN : 9789798940293 Statistics Division. Millenium Development Goal Indicators Database. 30 July 2005. http://millennium indicators.un.org Sambutan Menko Bidang Perekonomian. Rapat Koordinasi Evaluasi Inpres 2/2005 dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Bidang Pangan. 20 Juli 2005. Jakarta Simatupang, P. dan M. Maulana. 2006. Prospek Penawaran dan Permintaan Pangan Utama : Analisis Masalah, Kendala dan Opsi Kebijakan Revitalisasi Produksi. Seminar Hari Pangan Sedunia XXVI. Jakarta, 13 November. 73