ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERIKANAN TINGKAT MENENGAH UNTUK MEMENUHI INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI INDONESIA LILLY APRILYA PREGIWATI

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4 PROFIL PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2011 TENTANG

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VIII. PROSPEK PERMINTAAN PRODUK IKAN

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

Pasal II. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SHARIF C.

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

PERCEPATAN PEMBANGUNAN KTI MELALUI EKONOMI KELAUTAN & PERIKANAN

docking kapal perikanan; (2) mengkaji kelayakan finansial di bidang usaha pelayanan jasa docking kapal perikanan sebagai bagian upaya dalam

TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN DEBITUR TERHADAP PELAYANAN KREDIT SISTEM REFERRAL BANK CIMB NIAGA CABANG CIBINONG KABUPATEN BOGOR

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

EVALUASI IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT PADA LAYANAN PERIZINAN DI KEMENTERIAN PERTANIAN RI

PERSEPSI MASYARAKAT PESISIR DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI DEBBY HERRYANTO C

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ANALISIS PEREKONOMIAN PROVINSI MALUKU UTARA: PENDEKATAN MULTISEKTORAL MUHAMMAD ZAIS M. SAMIUN

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

ANALISIS PENGARUH HAMBATAN TARIF DAN NON TARIF DI PASAR UNI EROPA TERHADAP EKSPOR KOMODITAS UDANG INDONESIA RIRI ESTHER PAINTE

ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

EFISIENSI TEKNIS UNIT PENANGKAPAN MUROAMI DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

PERANCANGAN SISTEM INFORMASI PRODUKSI CARRAGEENAN POWDER PADA PT PHONIX MAS PERSADA, KOTA MATARAM, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT ABDUL FALAH

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

KAJIAN STRATEGIS PENGEMBANGAN TAHAP LANJUT SENTRA BISNIS UKM PASCA DUKUNGAN PROGRAM PERKUATAN

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

PEMODELAN STOK GABAH/BERAS DI KABUPATEN SUBANG MOHAMAD CHAFID

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

TRIANDI CHANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG KEPELAUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS PANGSA PASAR DAN TATANIAGA KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG, SULAWESI SELATAN IMA AISYAH SALLATU

STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG UNTUK MENSINERGIKAN PROGRAM RAKSA DESA ABAS SUDRAJAT

STRATEGI PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN PELAGIS DI KABUPATEN BELITUNG YEPPI SUDARJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012

MODEL PERAMALAN HARGA SAHAM DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK TRIANA ENDANG

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

DAMPAK INVESTASI TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN: STUDI KOMPARASI PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN PENANAMAN MODAL ASING DI JAWA TIMUR

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi dan Kebutuhan Investasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan RI (nomor kep.

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

ANALISIS PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA PADA PT TRIDAYA ERAMINA BAHARI MUARA BARU JAKARTA

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI

ANALISIS STRATEGI BISNIS PENGELOLAAN OBYEK WISATA PANTAI LOSARI DI KOTA MAKASSAR PROVINSI SULAWESI SELATAN NURHIDAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

SEKOLAH PASCASARJANA

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

Transkripsi:

ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERIKANAN TINGKAT MENENGAH UNTUK MEMENUHI INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI INDONESIA LILLY APRILYA PREGIWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERIKANAN TINGKAT MENENGAH UNTUK MEMENUHI INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI INDONESIA LILLY APRILYA PREGIWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Untuk Memenuhi Industri Perikanan Tangkap di Indonesia adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Maret 2007 Lilly Aprilya Pregiwati NRP C551030224

ABSTRAK LILLY APRILYA PREGIWATI. Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Untuk Memenuhi Industri Perikanan Tangkap di Indonesia. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan IIN SOLIHIN. Sumber daya manusia (SDM) memegang peran penting dalam mendukung suatu kebijakan yang akan diterbitkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Dalam bidang perikanan, khususnya industri perikanan tangkap, kompetensi SDM untuk awak kapal ditunjukkan dengan kepemilikan sertifikat kompetensi yang terdiri atas sertifikat untuk bagian dek dan sertifikat untuk bagian mesin. Sertifikasi tersebut merupakan sertifikat standar awak kapal penangkap ikan sebagai implementasi mandat internasional dari IMO, FAO dan ILO. Karena dominasi kapal perikanan adalah 50 GT hingga 100 GT maka SDM dimaksud adalah SDM tingkat menengah yang akan berperan di kapal ukuran tersebut. Masalah yang berkembang saat ini adalah tingkat keseimbangan antara permintaan dan suplai SDM tingkat menengah berkaitan dengan berkembangnya secara pesat sekolah menengah yang meluluskan SDM tingkat menengah tersebut. Hipotesis dalam studi ini adalah tidak terdapat keseimbangan antara permintaan dan suplai terhadap SDM tingkat menengah. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi kondisi saat ini dari SDM tingkat menengah dan kapal penangkap ikan; 2) memproyeksikan kebutuhan kebutuhan SDM tingkat menengah; dan 3) merekomendasikan formulasi pengembangan SDM. Identifikasi kondisi saat ini dilaksanakan melalui survei. Proyeksi SDM dilakukan pertimbangan jumlah kapal, potensi, dan kajian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. Rekomendasi pengembangan SDM disusun berdasarkan pada tahapan manajemen strategik. Hasil penelitian mencakup jumlah kapal penangkap ikan dan lulusan SDM tingkat menengah termasuk yang bersertifikat kompetensi. Proyeksi permintaan kurang lebih diketahui tidak seimbang dengan suplai. Kajian berdasarkan tahun 2000 hingga tahun 2004 menunjukkan bahwa kenaikan suplai SDM 350%, kenaikan SDM bersertifikat 330%, dan kenaikan kapal penangkap ikan 120%. Proyeksi SDM tahun 2010 sebesar 39.270 hinggga 57.018 dan hanya didukung suplai sebesar 4.480. Hal utama yang direkomendasikan adalah penyesuaian infrastruktur dan fasilitas lembaga pendidikan sesuai dengan standar. Kata kunci: kompetensi, SDM tingkat menengah, industri perikanan tangkap

ABSTRACT LILLY APRILYA PREGIWATI. Analysis On The Middle Operational Level Fisheries Manpower to Fulfill Demand on Fishing Industry in Indonesia. Supervised by SUGENG HARI WISUDO and IIN SOLIHIN The condition of fisheries manpower makes important role on supporting policies for the Ministry of Marine Affairs and Fisheries. Especially in fishing sector, the manpower competency is proved by issuing deck and engine certification of competency. The certificate is one of the fishing vessel personnel standard certificate which implemented the international mandate of IMO, FAO and ILO. The recent problem is how far demand of the manpower meets the supply, due to rapid development of vocational high school chiefly on producing middle level of fisheries manpower. The hypothesis is that demand and supply of middle fisheries manpower be inline and appropriate. The study is conducted to indicate middle fisheries manpower and fishing vessel at existing condition, to predict the need of manpower and to recommend strategic formulation for the manpower development. Existing condition of manpower and fishing vessel is conducted on the frame of survey. Projection of the manpower need was done by regression approach, and the recommendation for the manpower development is based on management strategic stages Result of study covered time series of supply of manpower and fishing vessel quantity. Demand projection for manpower seemed unbalance of the supply and recommendation has been proposed. The study pointed out during 2000 to 2004 that manpower supply, certified manpower and quantity of fishing vessel tended to increase as 350%, 330%, and 120%. Projection of manpower for 2010 as 39,270 to 57,018 supported by only the supply of 4,480. Main recommendation from the study is appropriate infrastructure and facilities as standardize to be provided. Keyword: competency, fisheries manpower, fishing industry

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

ANALISIS KEBUTUHAN TENAGA KERJA PERIKANAN TINGKAT MENENGAH UNTUK MEMENUHI INDUSTRI PERIKANAN TANGKAP DI INDONESIA LILLY APRILYA PREGIWATI Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis : Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Untuk Memenuhi Industri Perikanan Tangkap di Indonesia Nama Mahasiswa : Lilly Aprilya Pregiwati NRP Program Studi : C551030224 : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Ketua Iin Solihin, S.Pi, M.Si Anggota Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal ujian : 10 Maret 2007 Tanggal lulus:

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Untuk Memenuhi Industri Perikanan Tangkap di Indonesia. Selama penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh kerenanya pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada 1. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Iin. Solihin, S.Pi, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan arahan. 2. Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku tim penguji luar komisi atas koreksi serta masukan-masukan yang konstruktif untuk perbaikan tesis penulis 3. Dr. Suharyanto yang telah banyak membantu memberikan masukan dan pemikiran. 4. Dr Soen an Hadi Poernomo, selaku Sekretaris Badan Pengembangan SDMKP yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan 5. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan terutama kepada Irham Budiman atas kerjasama dan dukungan selama ini 6. Suamiku serta anak-anakku tercinta, Bima Adisetya Putra dan Vira Anggraini Ishmaningsih atas kasih sayang dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini 7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangsih pemikiran dalam penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan tesis ini masih jauh dari sempurna. Masih banyak kekurangan dan mungkin kesalahan baik secara substansi atau dalam hal penulisannya. Oleh karenanya, kritik dan saran sangatlah diharapkan dari semua pihak demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi yang membutuhkan. Bogor, Maret 2007 Penulis

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 April 1968 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak R. Suhartono dan Ibu RA. Retno Sajekti. Pendidikan penulis dari SD hingga SMA ditempuh di DKI Jakarta. Setelah tamat dari SMU, penulis diterima di Diploma III Ahli Usaha Perikanan (AUP) pada Program Studi Akuakultur, dan selesai pada tahun 1989. Pada tahun yang sama penulis mulai bekerja pada perusahaan tambak udang hingga tahun 1992. Pada tahun tersebut penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Diploma IV Sekolah Tinggi Perikanan, pada Program Studi Akuakultur dan selesai pada tahun 1993. Pada tahun yang sama penulis mulai bekerja sebagai instruktur/ Dosen Sekolah Tinggi Perikanan sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 1998, sambil bekerja penulis melanjutkan pendidikan S1 di IPB, Program Studi Budidaya Perairan dan selesai pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan program Magister pada Program Studi Teknologi Kelautan, Sub Program Perencanaan Pembangunan Kelautan Perikanan, SPs-IPB. Mulai tahun 2001 hingga sekarang penulis bekerja pada bagian Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan di Departemen Kelautan dan Perikanan Penulis dinyatakan lulus dalam sidang ujian tesis yang diselenggarakan oleh Sekolah Pascasarjana IPB pada tanggal 10 Maret 2007 dengan judul tesis Analisis Kebutuhan Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Untuk Memenuhi Industri Perikanan Tangkap di Indonesia

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah... 3 1.3 Kerangka Pemikiran... 3 1.4 Tujuan Penelitian... 5 1.5 Hasil dan Manfaat Penelitian... 5 1.6 Hipotesis 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SDM Perikanan Tangkap... 7 2.2 Kapal Penangkap Ikan... 10 2.3 Institusi Pendidikan Menengah Perikanan... 12 2.4 Perencanaan SDM... 14 2.5 Motivasi Bekerja di Laut... 14 3 METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian... 16 3.2 Peralatan Pendukung... 16 3.3 Metode Pengumpulan Data... 16 3.4 Analisis Data... 19 3.4.1 Proyeksi kebutuhan SDM perikanan tingkat menengah untuk industri perikanan... 20 3.4.2 Optimasi SDM perikanan tingkat menengah... 22 3.4.3 PerumusanProgram strategis pengembangan sumberdaya manusia perikanan tingkat menengah... 23 4 PROFIL PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.1 Pendidikan Menengah Kejuruan Kelautan dan Perikanan... 27 4.2 Jumlah dan Penyebaran Sekolah Pendidikan Menengah 28 Kejuruan Kelautan dan Perikanan... 4.3 Standar Pengembangan Program Studi NPL dan TPL... 31 4.3.1 Sarana dan prasarana... 32 4.3.2 Kurikulum dan tenaga pengajar... 33 4.4 Proses Sertifikasi... 34 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lulusan Pendidikan Menengah Perikanan Saat ini... 37 5.1.1 Jumlah lulusan... 37 5.1.2 Jumlah lulusan bersertifikat kepelautan... 39 vi

5.1.3 Kebijakan pengembangan pendidikan menengah perikanan... 41 5.2 Daya Serap Lulusan pada Industri Perikanan Tangkap... 43 5.2.1 Kondisi industri perikanan tangkap... 43 5.2.2 Peluang pengembangan tenaga kerja pada industri penangkapan ikan... 47 5.2.2.1 Tenaga kerja pada kapal penangkap ikan Indonesia... 51 5.2.2.2 Tenaga kerja pada kapal penangkap ikan di luar Negeri... 52 5.3 Proyeksi SDM Perikanan Tingkat Menengah... 53 5.3.1 Lulusan pendidikan menengah perikanan... 53 5.3.2 Kebutuhan tenaga kerja perikanan tangakp... 54 5.3.3 Kesenjangan kebutuhan dan jumlah lulusan... 56 5.4 Strategi Pengembangan SDM Perikanan Tingkat Menengah... 57 5.4.1 Identifikasi faktor-faktor strategis... 57 5.4.2 Strategi pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah... 61 5.4.2.1 Strategi pengembangan infrastruktur... 61 5.4.2.2 Strategi peningkatan kualitas lembaga pendidikan Menengah perikanan... 62 5.4.2.3 Strategi kebijakan sertifikasi... 64 5.4.2.4 Strategi pengembangan kerjasama... 65 5.4.2.5 Strategi peraturan tenaga kerja... 67 5.4.2.6 Strategi perijinan kapal penangkap ikan... 67 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan... 68 6.2 Saran... 68 DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN... 73 vii

DAFTAR TABEL Halaman 1 Peluang kerja pemegang sertifikat ANKAPIN TK II dan ATKAPIN Tk II... 9 2 Jumlah kapal penangkap ikan menurut panjang, tahun 1996-2000... 11 3 Komposisi armada kapal penangkap iikan di Indonesia... 12 4 Pembobotan tiap unsur SWOT... 24 5 Matriks hasil analisis SWOT... 25 6 Rangking alternatif strategi... 26 7 Sebaran jumlah lembaga pendidikan menengah perikanan (SMK/SUPM) yang mengembangkan program studi Nautika Perikanan Laut (NPL) dan program studi Teknika Perikanan Laut (TPL) per propinsi tahun 2005... 29 8 Lembaga pendidikan dan pelatihan perikanan tangkap di Indonesia yang menyelenggarakan pendidikan profesi bersertifikat nasional dan internasional... 36 9 Jumlah total lulusan pendidikan menengah perikanan program studi NPL dan NPL pada 106 pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan (SMK dan SUPM) pada tahun 2001 sampai dengan 2004... 37 10 Jumlah lulusan pendidikan menengah perikanan yang berijasah ANKAPIN Tk II dan ATKAPIN Tk II pada Tahun 2000-2005... 40 11 Jumlah armada kapal penangkap ikan 30 GT ke atas pada tahun 1999 2004... 44 12 Produksi perikanan laut (ton) menurut jenis alat tangkap yang 46 dipergunakan pada armada skala besar periode tahun 1999-2004 13 Perkiraan jumlah kebutuhan tenaga kerja berpendidikan menengah perikanan pada armada kapal penangkap ikan Tahun 1999-2004... 46 14 Peluang pengembangan usaha penangkapan dan kebutuhan tenaga kerja (awak kapal)... 48 15 Kebutuhan TKI menurut kualifikasi keahlian/keterampilan... 49 16 Jenis jabatan yang diduduki TKA pada KII... 49 viii

17 Standar rata-rata kebutuhan ABK menurut gross tonage dan jenis kapal/ alat tangkap... 50 18 Posisi jabatan pada kapal penangkap ikan bagi tenaga kerja lulusan pendidikan menengah perikanan... 51 19 Proyeksi jumlah lulusan pendidikan menengah kejuruan kelautan 54 dan perikanan sampai dengan tahun 2009... 20 Proyeksi kebutuhan SDM dengan berbagai pendekatan... 55 21 Matriks analisis faktor strategi internal (IFAS) pengembangan 57 tenaga teknis perikanan tingkat menengah... 22 Matriks Analisis faktor strategi eksternal (EFAS) pengembangan tenaga teknis perikanan tingkat menengah... 58 23 Ringkasan analisis faktor strategis kunci... 58 24 Matrik hubungan antar faktor-faktor strategis... 60 25 Matriks SWOT pengembangan tenaga teknis perikanan menengah 60 ix

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka Pemikiran... 4 2 Alur Penelitian... 18 3 Lokasi penyebaran SMK bidang kelautan dan perikanan serta SUPM program studi NPL di seluruh Indonesia... 30 4 Lokasi penyebaran SMK bidang kelautan dan perikanan serta SUPM program studi TPL di seluruh Indonesia... 31 5 Profil total lulusan pendidikan menengah kejuruan tahun 2001-2004 berdasarkan program studi NPL dan TPL... 38 6 Grafik peningkatan jumlah lulusan pendidikan menengah kejuruan perikanan program studi NPL dan TPL tahun 2000 2004... 38 7 Fluktuasi jumlah armada kapal penangkap ikan berdasarkan ukuran/ bobot kapal pada tahun 1999-2004... 44 8 Hasil perhitungan EFAS dan IFAS dalam kuadran TOWS... 59 x

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Jumlah Lulusan Pendidikan Menengah Perikanan Tahun 1999-73 2004 Program Studi NPL dan TPL... 2 Jumlah Lulusan Pendidikan Menengah Perikanan Tahun 1999-2004 Program Studi NPL dan TPL (lanjutan)... 74 3 Jumlah Peserta Ujian ANKAPIN TK II dan ATKAPIN TK II Tahun 2000-2005 75... 4 Jumlah Peserta Lulus Ujian ANKAPIN TK II dan ATKAPIN TK II 76 Tahun 2000-2005...... 5 Sarana Pendidikan Menengah Perikanan... 77 6 Sarana Pendidikan Menengah Perikanan (lanjutan)... 78 7 Proyeksi SDM berdasarkan berbagai pendekatan... 79 8 Kapal-Kapal Penangkap Ikan pada Beberapa Perusahaan... 80 9 Kapal-Kapal Penangkap Ikan pada Beberapa Perusahaan 81 (lanjutan)... 10 Kebutuhan Tenaga Kerja Kualifikasi Keahlian/ Keterampilan 82 Rumusan Ditjen Perikanan Tangkap Sampai dengan Tahun 2009 11 Himpunan Peraturan Kepelautan Perikanan... 83 xi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan khususnya industri perikanan tangkap di Indonesia saat ini masih memiliki peluang untuk dikembangkan, mengingat potensi perikanan tangkap yang masih berpeluang. Potensi lestari sumber daya ikan (SDI) laut Indonesia sekitar 6,4 juta ton per tahun atau 7 persen dari total potensi lestari SDI laut dunia. Saat ini tingkat pemanfaatannya baru mencapai 4,4 juta ton. Oleh karenanya, masih ada peluang untuk mengembangkan usaha perikanan tangkap di daerah yang SDI-nya masih belum dimanfaatkan optimal yakni di perairan pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, Bali, NTB, dan NTT, sampai ke ZEEI di Samudra Hindia, Teluk Tomini, Laut Sulawesi, Laut Banda, dan ZEEI di Samudra Pasifik (Dahuri, 2005). Dampak dari kondisi tersebut adalah masih diperlukannya kebutuhan sumber daya manusia perikanan untuk memenuhi kebutuhan industri penangkapan ikan tersebut pada berbagai usaha perikanan tangkap Badan Usaha Milik Negara, perusahaan swasta nasional perikanan baik PMDN dan PMA serta perusahaan perikanan dari luar negeri. Berkaitan dengan penyediaan tenaga kerja perikanan khususnya untuk tingkat menengah yaitu tenaga perikanan yang memiliki ijasah perikanan setingkat sekolah menengah, saat ini Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDM-KP) sebagai pihak yang mempunyai tugas utama memformulasikan dan menganalisis kebijakan program pengembangan sumber daya manusia perikanan di Indonesia membina 8 (delapan) Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) yang tersebar diberbagai wilayah di Indonesia. SUPM merupakan sekolah menengah kejuruan di bidang perikanan dengan lama pendidikan 3 (tiga) tahun, setiap tahunnya SUPM meluluskan kurang lebih 600 orang tenaga perikanan tingkat menengah yang siap bekerja di kapal. Mengacu dari jumlah yang dihasilkan ini hanya dapat mengawaki 150 unit kapal penangkap ikan ukuran 88 GT- 353 GT yang berlayar di perairan Indonesia sebagaimana ketentuan Keputusan Menteri No. KM 46/1996 tentang kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan. Selain sekolah menengah kejuruan perikanan yang dikelola oleh BPSDM- KP yang berada di bawah Departemen Kelautan dan Perikanan, tercatat terdapat

161 Sekolah Usaha Perikanan Menengah milik Daerah dan Swasta, serta Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan swasta yang terletak di berbagai lokasi di Indonesia yang mengembangkan bidang kelautan dan perikanan yaitu program keahlian Nautika Perikanan Laut (NPL) dan Teknika Perikanan Laut (TPL). Pembinaan SUPM dan SMK tersebut berada di bawah kewenangan Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Setiap tahunnya diperkirakan sekolah-sekolah tersebut di tahun mendatang akan menghasilkan kurang lebih 3000 lulusan. Selain itu SMK dan SUPM sudah ada yang mengembangkan program keahlian NPL dan TPL, dengan maksud memperluas kesempatan belajar dengan kondisi yang minimal (sarana, prasarana dan dukungan dana). Untuk itu Depdiknas merencanakan dan segera akan merealisasikan pengembangan SMK Perbantuan/SMK Kecil yang juga membuka program keahlian yang sama. Pengertian SMK Kecil adalah SMK pembantu/cabang, yang dianjurkan untuk dibuka di daerah-daerah pesisir. Pada tahun 2004 ini Depdiknas menyediakan dana pengembangan SMK Kecil, di 280 Pemerintah Kabupaten/Kota, yang 20 SMK Kecil diantaranya adalah yang membuka program keahlian NPL dan TPL. Seiring dengan berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan, yang dilanjutkan dengan disahkannya UU 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menonjolkan konsep demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan dan mengarah pada pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah (sistem desentralisasi) maka pengelolaan pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal menjadi tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Keadaan tersebut menyebabkan ijin mudah diberikan untuk pendirian sekolah. Cerahnya prospek kerja di bidang perikanan menimbulkan euforia bagi daerah sehingga menyebabkan pengajuan pendirian sekolah perikanan tingkat menengah sangat intensif. Jika tidak dilakukan pengendalian jumlah sekolah yang didasarkan atas kebutuhan optimal akan berdampak pada tidak terserapnya tenaga kerja yang dihasilkan oleh pasar kerja. Berdasarkan uraian di atas, dipandang perlu melakukan suatu penelitian tentang kebutuhan tenaga kerja perikanan tingkat menengah pada industri penangkapan ikan. Kajian kebutuhan tenaga kerja tersebut difokuskan pada jumlah sekolah menengah kejuruan perikanan, dan lulusan yang dihasilkannya serta program strategis pengembangan SDM tingkat menengah serta prospek 2

industri penangkapan ikan sampai 5 tahun mendatang. Melalui hasil kajian tersebut diharapkan akan diperoleh gambaran kebutuhan tenaga kerja berpendidikan menengah kejuruan perikanan disesuaikan dengan perkembangan industri perikanan tangkap di Indonesia. 1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah Salah satu pertimbangan dilaksanakannya penelitian ini adalah bahwa dengan banyaknya pendidikan menengah kejuruan yang diselenggarakan pada saat ini dikuatirkan akan menyebabkan lulusan sekolah kejuruan perikanan baik SUPM maupun SMK perikanan tangkap mempunyai berbagai kendala dan persaingan dalam mencari kerja. Besarnya peluang kerja bagi seorang siswa untuk mendapatkan suatu pekerjaan yang diperebutkan dipengaruhi oleh jumlah lulusan di suatu wilayah yang bisa berbeda antar daerah yang disebabkan oleh banyak atau sedikitnya jumlah sekolah yang ada di daerah tersebut serta peluang industri perikanan tangkap khususnya yang berada pada lingkungan daerahnya yang akan menyerapnya. Mempertimbangkan hal tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian yang mendalam mengenai kebutuhan jumlah sekolah menengah kejuruan perikanan bagi industri perikanan dan pengembangannya, yang tentunya juga sangat dipengaruhi aturan serta kebijakan pemerintah daerah. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui jumlah lulusan yang dihasilkan oleh sekolah-sekolah apakah sudah mencukupi untuk memenuhi kompetensi dan kebutuhan industri penangkapan ikan yang berkembang di Indonesia, termasuk penyebaran sekolah serta proyeksi kebutuhan tenaga kerja bagi pengembangan industri penangkapan ikan sampai dengan 5 tahun mendatang. 1.3. Kerangka Pemikiran Sekolah Pendidikan Menengah Perikanan baik SUPM dan SMK seyogianya meluluskan sejumlah siswa yang mampu disalurkan atau bekerja sesuai dengan tingkatan kemampuan yang dimilikinya di pasar kerja. Banyaknya tenaga kerja perikanan tingkat menengah yang dibutuhkan pada industri perikanan tangkap tentunya akan dipenuhi oleh sejumlah sekolah menengah kejuruan yang jumlah dan sistem pengelolaannya akan dipengaruhi oleh aturan/ketetapan serta kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang selanjutnya akan diperoleh pula oleh strategi penyediaan tenaga kerja perikanan tangkap 3

tingkat menengah. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan seperti Gambar 1 : Kondisi Tenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah saat ini Proyeksi Kebut uhantenaga Kerja Perikanan Tingkat Menengah Supply Masalah Demand Analisis Industri Penangkapan Ikan Peraturan/ Ketetapan Pusat dan Daerah Sertifikasi/ Kompetensi Kepelautan Perikanan Rekomendasi Strategi Pengembangan SDM Perikanan Tingkat Menengah Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kondisi tenaga kerja perikanan tingkat menengah masa datang diharapkan dapat diprediksi berdasarkan keadaan tenaga kerja perikanan tingkat menengah pada saat ini dengan berbagai pendekatan metode. Secara nyata kondisi yang paling berpengaruh adalah jumlah SDM yang dibutuhkan, namun harus juga ditunjang elemen lain dalam sistem SDM seperti aturan atau kebijakan, dampak desentralisasi dalam pengambilan keputusan (otonomi daerah), tingkat kompetensi lulusan yang harus sesuai dengan perkembangan industri, dan keberadaan investasi yang mendorong industri penangkapan ikan. Keempat hal inilah yang diasumsikan sebagai penunjang kunci keberhasilan pengembangan SDM perikanan tangkap. Selanjutnya analisis keempat faktor tersebut sebagai dasar analisis TOWS yang akan dituangkan dalam strategi pengembangan ataupun rekomendasi program strategis. Aturan/kebijakan yang dilaksanakan di lapangan dianalisis berdasarkan aturan/kebijakan normatif. Aturan/kebijakan tersebut berupa aturan lokal maupun internasional yang mendukung SDM perikanan, termasuk mengenai diklat. Efek desentralisasi menyangkut kebijakan pengembangan SDM di daerah baik yang tercermin 4

dalam UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah maupun aspek legal lain yang dikeluarkan daerah diidentifikasi berkaitan dengan kebijakan nasional. Kompetensi lulusan diidentifikasi berdasarkan kemampuan (lulusan) dan permintaan (pengguna lulusan). Perkembangan investasi yang dicerminkan dengan industri penangkapan diidentifikasi perkembangannya berkaitan dengan kebutuhan SDM. Keterkaitan aspek tritunggal antara diklat, SDM, dan investasi diidentifikasi ketergantungannya. Terkait dengan perkembangan armada kapal ikan saat ini, terjadinya penangkapan yang berlebihan (overfishing)) pada beberapa daerah penangkapan tentunya sangat berpengaruh terhadap fishing capacity di suatu wilayah. Penambahan unit penangkapan secara signifikan merupakan fenomena input yang berlebih pada kondisi daerah penangkapan yang sudah mulai berkurang. Sehingga penambahan unit penangkapan yang signifikan tidak akan memberikan output yang memadai. Keadaan tersebut tentunya akan mempengaruhi hasil tangkap per upaya (CPUE) yang diduga telah cenderung menurun dengan meningkatnya upaya/jumlah unit penangkapan, dan akhirnya pemanfaatan palka ikan terpasangnya juga turun. Secara nyata bertambahnya unit penangkapan memerlukan penambahan SDM namun dengan beban individu SDM di kapal yang diduga semakin berkurang dalam arti produktivitas. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : Menghitung jumlah tenaga kerja menengah perikanan tangkap saat ini yang bekerja di kapal dan jumlah kapal penangkap ikan. Memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja perikanan tingkat menengah untuk industri penangkapan ikan sampai dengan 5 tahun mendatang Merumuskan program strategis pengembangan sumberdaya manusia perikanan tingkat menengah 1.5 Hasil dan Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini adalah diperolehnya identifikasi, proyeksi dan perumusan kebutuhan tenaga kerja kepelautan perikanan tingkat menengah untuk memenuhi kesempatan bekerja pada kapal perikanan skala industri baik di 5

beroperasi di perairan Indonesia maupun yang beroperasi di perairan di luar wilayah Indonesia. Hasil tersebut diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan lembaga pendidikan penghasil tenaga tenaga teknis tersebut Manfaat dari hasil penelitian ini dapat menjadi acuan pertimbangan bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam rangka pengelolaan sekolah perikanan menengah yang optimal, selaras dengan pengembangan dan rencana investasi industri penangkapan ikan. Implementasi dari kegiatan ini adalah adanya pengaturan tentang pengembangan sekolah menengah kejuruan perikanan yang ada di suatu daerah dengan mempertimbangkan daya serap tenaga kerja yang ada. 1.6 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah Tidak terdapat keseimbangan antara permintaan dan suplai terhadap SDM perikanan tingkat menengah Kebutuhan SDM perikanan tingkat menengah pada industri perikanan tangkap tidak linier dengan penambahan jumlah kapal 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SDM Perikanan Tangkap Tenaga kerja adalah sumber daya manusia (SDM) yang memiliki potensi, kemampuan, berpribadi, dan berperan dalam pembangunan sehingga berhasil guna bagi diri dan masyarakat. Terkait dengan hal ini, aspek yang terkandung dalam SDM adalah aspek potensial, aspek profesional, aspek fungsional, aspek operasional, aspek personal, dan aspek produktivitas. Perhatian khusus banyak diberikan kepada pengembangan SDM karena adanya kesadaran bahwa indikator kemajuan negara banyak dipengaruhi oleh kualitas SDM. Tujuan pengembangan SDM di tingkat nasional bertujuan untuk mengintegrasikan SDM kedalam pembangunan sehingga terjadi pengunaan SDM yang rasional dan efektif (Barthos, 2002). Efektif dalam arti pemilihan profesi dengan benar. Kesadaran ini juga terkait dengan peran institusi yang tidak hanya sebagai organiser namun berperan sebagai think tank pengembangan SDM. Salah satu strategi ini adalah melalui pengembangan pendidikan yang mampu menghadapi tuntutan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan selanjutnya ditunjang dengan proses politik serta sekaligus akan mendukung knowledge-based economy. Di sisi lain efek desentralisasi dalam otonomi daerah diharapkan dapat memproses pengembangan ini lebih tajam sesuai dengan sumber daya, peluang, dan kebutuhan masing-masing daerah. Pengembangan SDM tidak sekedar formalitas sertifikasi namun lebih pada penilaian kebutuhan yang diinginkan. Kebutuhan dan penetapan tujuan sebagai fase penilaian dilaksanakan sebelum implementasi program dan evaluasi. Tujuan ini terkait erat dengan kinerja dan standar yang dituntut, serta lingkungan kerja. Konsep pengembangan ini tentunya mengarah sebagaimana dikehendaki secara internasional yakni peningkatan skill, knowledge, dan ability yang lebih dikenal sebagai competency-based. Apalagi dengan berbagai persaingan dan mobilisasi SDM dan kemajuan teknologi. Makna skill termasuk mencakup selain fisik, seperti mental, bahkan kemampuan sosial individu. Secara tidak langsung konsep ini akan menepis kekurangan kapabilitas SDM pada umumnya seperti rendahnya penguasaan keahlian spesifik, wawasan yang tidak adaptif, dan kurangnya tingkat kemampuan mengatasi masalah (Irianto, 2001)

Potensi sumberdaya ikan dan sumber daya manusian akan memberi arti jika diikuti dengan teknologi pasar, dan profesionalisme sumber daya manusia sehingga menciptakan hubungan ekonomi. Hal terkait yang penting dengan profesionalisme adalah program pendidikan dan pelatihan semasa menempuh sertifikasi. Sertifikasi pelaut kapal penangkap ikan terdiri dari dua, yaitu Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan (ANKAPIN, sebelumnya disebut MPL/ Mualim Perikanan Laut) dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan (ATKAPIN, sebelumnya disebut AMKPL/ Ahli Mesin Kapal Perikanan Laut). ANKAPIN dan ATKAPIN tingkat I diujikan pada lulusan institusi pendidikan setingkat Sekolah Tinggi atau Akademi, dan untuk tingkat II diujikan pada lulusan Sekolah Usaha Perikanan Menengah atau setingkat. Data panitia Ujian Pelaut Kapal Penangkap Ikan (PUPKPI) menunjukkan bahwa, rata-rata lulusan ANKAPIN dan ATKAPIN tingkat I per tahun adalah 90 orang dari 2 institusi, sedangkan untuk tingkat II sebanyak 540 orang dari 13 institusi. Ujian keahlian ini didasarkan pada SK Dirjen Perla DL 22/1/9-2000 tentang Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan dan Ahli Teknika Kapal Penangkap Ikan. AN/ATKAPIN tingkat I dapat menjabat Nakhoda/Kepala Kamar Mesin Penangkap Ikan dengan ukuran >88 GT untuk daerah pelayaran seluruh lautan, sementara untuk tingkat II dengan jabatan yang sama pada kapal penangkap ikan di daerah pelayaran seluruh Indonesia. Ketentuan ini sebagaimana tertuang dalam Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan dalam Keputusan Menteri Perhubungan KM 46/1996. Sertifikat keahlian pelaut kapal penangkap ikan merupakan salah satu indikator bagi industri perikanan tangkap dalam memilih awak kapal yang sesuai dengan kebutuhan (Dephub, 1996). Pengawakan kapal perikanan telah dirumuskan dalam sinkronisasi UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan UU No 21 tahun 1992 tentang Pelayaran (DKP, 2006) sebagai berikut: keselamatan pelayaran khususnya di dalam kegiatan operasi penangkapan ikan merupakan hal terpenting untuk menjamin keberhasilan penangkapan ikan. Untuk itu diperlukan awak kapal yang cakap dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan tugas di atas kapal. Berkaitan dengan hal tersebut, secara internasional pengaturan pengawakan kapal penangkap ikan yang dianggap spesifik sesuai dengan pekerjaannya diatur dalam konvensi Standard of Training, Certification and Wachkeeping for Fishing Vessel Personnel (STCW-F) 1995. Tujuan konvensi ini mengenalkan keselamatan dan hal penting lainnya serta perlindungan 8

lingkungan laut dengan persetujuan standar internasional melalui pelatihan, sertifikasi dan tugas jaga bagi pelaut kapal penangkap ikan pada kapal penangkap ikan dengan panjang 24 meter atau lebih. Awak kapal adalah orang yang bekerja di kapal atau dipekerjakan di kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam Buku Sijil (IMO, 1995) Studi DKP (2003) menunjukkan bahwa dari sampel 42 kapal penangkap ikan yang tersebar di Pekalongan, Bitung, Belawan, Fak Fak, Kendari dan Sorong diketahui bahwa 18 orang bersertifikat yakni 10 orang ANKAPIN TK II dan 8 orang ATKAPIN II. Ini mengindikasikan bahwa diasumsikan setiap kapal terdapat 3 orang tenaga perikanan menengah yang bersertifikat. Jika dalam satu kapal terdapat 15 awak kapal, berarti baru 20 % yang bersertifikat kepelautan dan perikanan. Tabel 1 Peluang kerja pemegang sertifikat ANKAPIN-II dan ATKAPIN-II Jenis Sertifikat ANKAPIN Tingkat II ATKAPIN Tingkat II Pembatasan Jabatan UKURAN DAERAH KAPAL PELAYARAN MUALIM I 12 m - < 24 m Perairan Indonesia tidak termasuk ZEEI NAKHODA 12 m - < 24 m Perairan Indonesia tidak termasuk ZEEI MUALIM II 24 m Perairan Indonesia tidak termasuk ZEEI MASINIS II 100 Kw - <300 KW KKM 100 kw - < 300 kw 9 - Persyaratan Mualim I sekurang-kurangnya 24 bulan di kapal penangkap ikan yang panjangnya tidak kurang dari 12 m, dan dari 24 bulan dimaksud diperbolehkan berlayar sebagai perwira di kapal niaga selama 12 bulan Mualim II pada kapal semua ukuran di daerah pelayaran Indonesia tidak termasuk ZEEI setelah berpengalaman berlayar 12 bulan dan dari 12 bulan dimaksud diperbolehkan berlayar sebagai perwira di kapal niaga selama 6 bulan - Berpengalaman berlayar sebagai Masinis II sekurang-kurangnya 24 bulan pada kapal penangkap ikan yang menggunakan mesin penggerak utama tidak kurang darii 100 kw MASINIS III 300 Kw - Berpengalaman berlayar 12 bulan sebagai Masinis II pada kapal penangkap ikan yang menggunakan mesin penggerak utama tidak kurang dari 100 kw Sumber : Peraturan Menteri Perhubungan KMNo. 9/Tahun 2005

Menilik jumlah kapal penangkap ikan tahun 2000 dengan ukuran > 50 GT sebanyak 2196 unit dan dengan rata-rata kenaikan tahunan sebesar 21% dalam kurun waktu 1996-2000 (DKP, 2002), maka jumlah lulusan bersertifikat yang direncanakan dihasilkan pada tahun 2006 sampai dengan 3000 orang akan memiliki peluang yang tidak terlalu besar untuk mengawaki kapal penangkap ikan. Peluang yang memungkinkan bagi tenaga kerja menengah yang memiliki sertifikat Ahli Nautika Kapal Penangkap Ikan II (ANKAPIN-II) untuk bekerja pada kapal penangkapan ikan sebagaimana disajikan pada Tabel 1. 2.2 Kapal Penangkap Ikan Kegiatan perikanan tangkap telah dimulai sejak dahulu kala ketika manusia memanfaatkan laut maupun perairan umum sebagai sumber bahan pangan melalui kegiatan penangkapan ikan yang bersifat subsisten atau komersil. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, maka kegiatan pemanfaatan sumber daya ikan semakin berkembang pesat menjadi suatu kegiatan ekonomi penting yang melibatkan tenaga kerja dalam jumlah yang besar dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan masyarakat maupun devisa bagi suatu Negara (Ditjen Perikanan Tangkap, 2005) Kegiatan perikanan tangkap di Indonesia dikatagorikan di dalam dua kelompok besar, yakni perikanan komersil dengan investasi rendah hingga sedang dan perikanan komersil dengan investasi tinggi atau dapat disebut dengan perikanan industri (industrial fishery). Perbedaan dua kelompok tersebut terletak pada armada perikanan tangkap yang digunakan. Perikanan komersil dengan investasi rendah hingga sedang dicirikan oleh penggunaan armada kapal motor 2-30 Gross Tonnage (GT). Nilai investasi yang ditanamkan pada kegiatan ini tergolong kecil hingga sedang dengan alat tangkap yang digunakan juga sangat bervariasi. Daerah operasi penangkapan ikan umumnya terkonsentrasi di perairan pantai pada jalur penangkapan 0,3 12 mil. Sedangkan perikanan industri dicirikan menggunakan armada kapal penangkapan ikan berukuran lebih besar dari 30 GT dengan alat tangkap yang relatif besar dan dilengkapi pula dengan alat bantu penangkapan ikan mekanis maupun elektronik. Daerah operasi penangkapan ikan umumnya dilakukan dijalur penangkapan di atas 12 mil hingga perairan ZEE Indonesia sejauh 200 mil. Kegiatan perikanan tangkap di Indonesia sebagian besar atau sekitar 80% lebih masih dilakukan oleh nelayan tradisional menggunakan armada berukuran kurang dari 30 GT. Sedangkan 10

hanya kurang dari 5% merupakan usaha industri penangkapan ikan menggunakan armada penangkapan berukuran 30-200 GT (Ditjen Perikanan Tangkap,2005). Menurut Ditjen Perikanan Tangkap (2005) penyebaran armada penangkapan untuk industri penangkapan ikan dengan armada berukuran di atas 30 GT hampir dijumpai di seluruh wilayah pengelolaan perikanan (WPP), kecuali WPP 2 (Laut Cina Selatan) dan WPP 4 (Selat Makassar dan Laut Flores) dan WPP 1 (Selat Malaka) dengan jumlah armada terbatas. Baik di WPP2 maupun WPP 4 hanya dijumpai kapal ikan berukuran 30-50 GT, sedangkan WPP 1 selain armada berukuran 30-50 GT juga dijumpai armada berukuran 50-100 GT. Wilayah dengan penyebaran armada berukuran besar (di atas 100 GT) dengan jumlah yang banyak adalah di WPP 3 (Laut Jawa), WPP 6 (Laut Seram dan Teluk Tomini) dan WPP 7 (Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik). Sampai saat ini di Indonesia jumlah kapal penangkap ikan katagori kapal motor didominasi kapal Penangkap Ikan ukuran < 30 GT karena kapal penangkap ikan ukuran 30-50 GT hanya 0,3 % atau 1543 unit dan yang berukuran > 50 GT sebesar 0,5% atau 2196 unit (DKP, 2002). Secara umum terjadi kenaikan jumlah tahunan, persentase rataan kenaikan terbesar pada kapal penangkapan ikan ukuran > 200 GT yakni sebesar 48,5 % dalam kurun waktu 1996-2000. Sebaran utama kapal ukuran > 50 GT adalah perairan daerah Maluku-Irian Jaya, Utara Jawa dan Bali-Nusa Tenggara. Kapal penangkapan ikan yang berpeluang beroperasi di laut lepas adalah kapal berukuran panjang > 24 m atau berjumlah sekitar 1500 unit atau 1,7 % dari total unit kapal penangkapan ikan pada tahun 2000, namun jika mengacu daerah penangkapan ikan, hal ini berkaitan dengan jenis alat tangkap yakni jenis rawai tuna yang umum beroperasi di laut lepas. Jumlah rawai tuna pada tahun 2000 sebesar 2870 unit (DKP, 2000). Tabel 2 Jumlah kapal penangkap ikan menurut panjang, tahun 1996-2000 Ukuran 1996 1997 1998 1999 2000 Panjang (m) < 12 64.713 72.841 79.921 83.410 90.956 12 - <24 4.047 4.425 6.038 5.578 5.195 > 24 1.131 897 1.128 1.382 1.518 (Sumber DKP,2002, diolah) 11

Berdasarkan statistik tahun 2002 pada beberapa lokasi yang merupakan basis kapal penangkapan ikan menunjukkan bahwa jumlah kapal perikanan > 50 GT di Sulawesi Utara sebanyak 112 unit, di Benoa jumlah kapal perikanan dengan bobot yang sama berjumlah 463 unit, Jakarta 214 unit dan 157 unit kapal perikanan yang berukuran > 30 GT di Belawan. Sedangkan Pola penyebaran secara lebih jelas komposisi armada penangkapan ikan yang beroperasi di perairan Indonesia seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi armada kapal penangkap iikan di Indonesia No. Bobot Kapal % 1 Kapal Motor < 5 GT 68 2 Kapal Motor 5 10 GT 20 3 Kapal Motor 10 20 GT 6 4 Kapal Motor 20 30 GT 3 5 Kapal Motor 20 50 GT 2 6 Kapal Motor 50 100 GT 1 7 Kapal Motor 100 200 GT 1 8 Kapal Motor > 200 GT 0 2.3 Institusi Pendidikan Menengah Perikanan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK atau SUPM) merupakan salah satu lembaga penyelenggaraan diklat kejuruan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa untuk menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah yang terampil, terdidik, dan professional serta mampu mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Mendiknas, 2001). Berbeda dengan Sekolah Menengah Umum, lulusan dari Sekolah Menengah Jurusan selain mendapat tanda lulus, juga akan mendapat sertifikat kompetensi yang merupakan pengakuan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi dalam bidang keahlian tertentu melalui uji kompetensi. Selain itu, uji kompetensi juga dimaksudkan untuk meningkatkan kesesuaian materi pendidikan dan pelatihan sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan pekerjaan tertentu. Sertifikasi yang juga diberikan kepada lulusan dari Sekolah Menengah Kejuruan, yaitu sertifikasi profesi. Sertifikasi ini merupakan upaya untuk memperoleh pengakuan dunia kerja bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi keahlian pada bidang profesi (keahlian) tertentu sesuai dengan persyaratan yang berlaku pada bidang profesi yang terkait (IMO, 1995). 12

Diklat kejuruan di Indonesia selama ini ditangani oleh banyak pihak. Dibidang perikanan, pada jalur formal tingkat pendidikan menengah terdapat Sekolah Menengah Kejuruan yang dibina oleh Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Selain itu ada sekolah kedinasan Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) yang dibina Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai Departemen teknis sektor terkait (Dikmenjur, 2002). Sekolah pendidikan perikanan setingkat menengah umum telah dimulai dengan didirikan sekolah pendidikan pertanian (SPP) jurusan perikanan pada tahun 1970 di Tegal, yang pembinaannya pada saat itu dibawah Departemen Pertanian. Sekolah tersebut terus berkembang di beberapa wilayah daerah lainnya. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada para pemuda pada suatu wilayah tertentu untuk melanjutkan sekolah pada pendidikan kejuruan perikanan. Dalam perjalanannya sekolah pendidikan perikanan tersebut mengalami beberapa kali perubahan nama. Pembinaan sekolah-sekolah tersebut masih terus dilakukan oleh Departemen Pertanian, sampai dengan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2000. Pada tahun tersebut pembinaan 8 Sekolah Usaha Perikanan Menengah Perikanan yang terletak di Ladong, Pariaman, Kota Agung, Tegal, Pontianak, Bone, Ambon dan Sorong dilakukan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP, 2005). Untuk pendidikan menengah kejuruan perikanan yang dibina oleh Ditjen Dikdasmen Departemen Pendidikan Nasional perkembangannya diawali dengan dikeluarkannya Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Perhubungan Nomor 7/U/S/SKB/1999 dan Nomor KM-83 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Kepelautan dan Sertifikatnya di Sekolah Menengah Kejuruan dan Pendidikan Tinggi. Sejalan dengan kemajuan industri perikanan tangkap yang memberikan peluang lapangan kerja bagi lulusan pendidikan perikanan, yang ditunjang dengan berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan maka Departemen Pendidikan Nasional memberikan peluang kepada sekolah menengah kejuruan kepelautan untuk beralih atau membuka program studi Nautika Perikanan Laut dan Teknika Perikanan Laut. Pada tahun 2003 Ditjen Dikdasmen, Depdiknas secara terbuka memberikan peluang kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan di wilayahnya masing-masing melalui suatu pedoman pengembangan SMK bidang perikanan. Untuk menunjang pengembangan pendidikan menengah perikanan tersebut, Departemen Pendidikan Nasional juga 13

menyediakan block grant Saat ini terdapat 161 pendidikan perikanan menengah yang terdiri Sekolah Usaha Perikanan Menengah Negeri, Daerah/Swasta dan Sekolah Menengah Kejuruan di seluruh Indonesia. (Dikdasmen, 2002) 2.4 Perencanaan SDM Terdapat beberapa pengertian tentang perencanaan SDM, diantaranya menyatakan perencanaan merupakan suatu cara untuk mencoba menetapkan keperluan tenaga kerja untuk suatu periode tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas dengan cara tertentu (Umar, 2003). Ditambahkan melalui perencanan dimaksudkan agar perusahaan dapat terhindar dari kelangkaan sumber daya manusia pada saat dibutuhkan maupun kelebihan SDM pada saat kurang dibutuhkan. Perencanaan merupakan unsur penting dalam mengembangkan stratejik dan keunggulan bersaing suatu organisasi (Purnama, 2000). Nawawi (2001) menyebutkan karena perencanaan SDM menyangkut prediksi kebutuhan SDM di masa datang maka tujuan khususnya terkait pula dengan waktu yang terdiri dari tujuan perencanaan jangka pendek dan tujuan perencanaan jangka sedang/panjang. Perencanaan SDM mengacu beberapa pendekatan seperti pendekatan perencanaan dari atas ke bawah yang artinya kebutuhan direncanakan secara keseluruhan dari kebutuhan. Perencanaan dari bawah ke atas yang mendasarkan pada kebutuhan gugus kecil dan selanjutnya diproyeksikan pada kebutuhan total, dan peramalan yang diarahkan untuk mendayagunakan SDM yang ada dengan berbagai konsekuensi hak dan kewajiban. Untuk menentukan suatu proses perencanaan terdapat beberapa model yang dapat dipergunakan diantaranya dengan model peramalan (Umar, 2003). 2.5 Motivasi Bekerja di Laut Menurut kamus bahasa Indonesia modern Muhammad Ali, motivasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang pokok yang menjadi dorongan seseorang untuk bekerja. Motivasi orang untuk bekerja bermacam-macam Arep dan Tanjung (2003). Demikian halnya dengan tenaga kerja yang bekerja di laut. Memutuskan untuk bekerja di laut tentunya bukan hal mudah karena memerlukan berbagai pertimbangkan. Disamping diperlukan kompetensi sebagai anak buah kapal ikan, juga dibutuhkan fisik dan jasmani yang baik serta mental dan kepribadian yang 14

kuat karena dalam kurun waktu yang lama harus berada di laut. Kegiatan penangkapan ikan pada kapal-kapal penangkapan ikan yang masuk dalam skala industri membutuhkan waktu operasional penangkapan ikan minimal 1 bulan berada di laut. Untuk itu diperlukan motivasi yang sangat kuat bagi seseorang untuk bekerja di laut, sehingga masa kerja karyawan menjadi panjang, kinerjanya menjadi semakin baik dalam menunjang kesuksesan bagi perusahaan. Tenaga kerja menengah berkontribusi sebesar lebih dari 25% (ANKAPIN TK II) dan lebih dari 22% untuk ATKAPIN II dari total tenaga kerja pada kapal yang berukuran antara 24 m hingga 72 m. Untuk kapal dengan ukuran kurang dari 24 m porsi tersebut lebih besar. Hal ini berarti dalam satu kapal dengan 12 awak kapal, tiga orang lebih adalah tenaga menengah. Menurut Maslows jika kebutuhan seseorang sudah terpenuhi maka akan termotivasi untuk bekerja. Ditambahkan terdapat lima hirarki kebutuhan manusia yaitu kebutuhan fisiologi, kebutuhan keamanan/perlindungan, kebutuhan akan kebersamaan/sosial, kebutuhan penghormatan dan penghargaan serta kebutuhan aktualisasi diri. Jadi, hal pertama yang harus dipenuhi dulu adalah kebutuhan fisik. Apabila kebutuhan fisik telah terpenuhi, maka kebutuhan yang berikutnya adalah kebutuhan keamanan. Demikian seterusnya sampai pada kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan aktulisasi diri. Berdasarkan kebutuhan tersebut yang sangat didambakan oleh setiap individu, maka seorang pimpinan SDM sangat perlu mempelajari secara seksama tentang tingkat-tingkat kebutuhan bagi bawahannya (Umar, 2003). SDM perikanan menengah sejak dari sekolah menengah (SUPM, SMK) sudah menyadari untuk disiapkan dan diarahkan untuk bekerja di laut dengan berbagai kegiatan yang mendasari kompetensinya. Secara umum 80% lebih lulusan langsung bekerja di kapal perikanan. Selanjutnya berbagai aspek berpengaruh terhadap motivasi untuk bertahan bekerja di laut seperti aspek pendapatan, aspek manajemen kapal dan lainnya (Dikmenjur, 2002). 15

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan April sampai dengan Oktober 2005 mencakup di 25 propinsi di seluruh Indonesia. Propinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua. Pemilihan lokasi didasarkan pertimbangan bahwa daerah-daerah tersebut merupakan sentra industri perikanan tangkap, banyak terdapat kapal penangkap ikan yang memperkerjakan tenaga kerja perikanan dan merupakan wilayah yang memiliki sekolah menengah perikanan. 3.2 Peralatan Pendukung Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yang utama adalah dokumen dan lembar kuesioner. Dokumen berupa terbitan terkait dengan data dan informasi tentang unit penangkapan ikan, jumlah sekolah kejuruan pendidikan menengah perikanan, jumlah lulusan, jumlah lulusan bersertifikat kepelautan perikanan. Kuesioner terkait dengan data dan informasi industri perikanan tangkap, awak kapal perikanan, dan institusi terkait. Sedangkan alat yang digunakan diantaranya adalah kamera dan peralatan tulis menulis. 3.3 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan format survei menggunakan kuesioner langsung atau wawancara tatap muka dengan responden. Unit analisa adalah individu. Tahapan pelaksanaan survei ini adalah perumusan masalah, penentuan sampel dan pembuatan kuesioner, kegiatan di lokasi penelitian, pengolahan dan analisis data. Informasi terkait diperoleh melalui studi dokumen dari publikasi kebijakan, publikasi statistika perikanan tangkap baik nasional maupun tingkat propinsi, konsultasi publik dengan pemilik perusahaan, pimpinan

sekolah menengah pendidikan perikanan, awak kapal dan penentu kebijakan pada tingkat pemerintah daerah, serta nara sumber yang berpengalaman dalam bidang pendidikan dan pelatihan kelautan dan perikanan. Dalam kegiatan ini faktor yang berinteraksi dan memungkinkan mempengaruhi informasi yang diperoleh adalah pewawancara, responden, topik, dan situasi wawancara. Responden harus mencerminkan populasi karena kesimpulan yang diangkat dari sampel merupakan kesimpulan populasi. Populasi disini adalah unit observasi yang karakteristiknya akan diduga. Penentuan sampel agar efisien dalam pelaksanaan dan hasilnya efektif didasarkan pada informasi awal tentang keadaan populasi berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan sebagaimana disebut diatas mengacu pada purposive sampling yang termasuk dalam sampling non peluang. Penentuan ini terkait dengan tujuan studi dan keputusan peneliti (judgmental sampling). Disisi lain penarik sampel adalah individu kompeten tentang obyek penelitian sebagaimana penarikan sampel otoritas (Steel dan Torrie, 1993). Jumlah sekolah yang menjadi responden sebanyak 91 Kepala Sekolah SUPM/ SMK, dengan tersebar di 25 propinsi di seluruh lokasi penelitian. Jumlah perusahaan sebanyak 25 perusahaan yang tersebar pada sentra-sentra penangkapan ikan di Indonesia, seperti Jakarta, Belawan, Pekalongan, Bitung, Maluku, Sorong Disamping itu responden dari awak kapal kapal pada industri perikanan tangkap sebanyak 250 orang yang bekerja pada perusahan perikanan responden. Dalam konsultasi publik beberapa nara sumber ditemui yakni dari industri perikanan, unsur pimpinan sekolah perikanan menengah, institusi pelaksana ujiankeahlian pelaut kapal penangkap ikan dan institusi terkait di lingkup Badan Pengembangan SDM-KP. Selanjutnya kegiatan brain storming dilaksanakan berkaitan dengan penentuan terbobote dan bobot TOWS yang dilaksanakan di institusi Badan SDM-KP dengan melibatkan personil dalam semua bidang terkait di institusi tersebut. Kegiatan ini dilakukan sebanyak dua kali, kali pertama adalah sebagai pengantar dengan mendiskusikan uraian TOWS yang telah disiapkan dan pertemuan kedua melakukan penilaian terhadap uraian TOWS yang telah disepakati. Data dan informasi dimaksud berupa jumlah sekolah dan status, jumlah lulusan dan jumlah lulusan bersertifikat kompetensi, jumlah kapal penangkap ikan, jumlah awak kapal, produksi hasil tangkapan, kualifikasi awak kapal ikan, 17