BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ix

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang memerlukan banyak bangunan baru untuk mendukung

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak terkecuali pada daerah-daerah di Indonesia. Peningkatan urbanisasi ini akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

SEBARAN TEMPERATUR PERMUKAAN LAHAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Grafik Suhu Permukaan Global Menunjukkan Tren Pemanasan

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

SEMINAR NASIONAL GEOGRAFI UMS 2016 Farid Ibrahim, Fiqih Astriani, Th. Retno Wulan, Mega Dharma Putra, Edwin Maulana; Perbandingan Ekstraksi

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. menentukan keputusan yang harus diambil selanjutnya. Salah satunya adalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

PERBANDINGAN RESOLUSI SPASIAL, TEMPORAL DAN RADIOMETRIK SERTA KENDALANYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERANAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH DALAM MEMPERCEPAT PEROLEHAN DATA GEOGRAFIS UNTUK KEPERLUAN PEMBANGUNAN NASIONAL ABSTRAK

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

ANALISIS PERUBAHAN SUHU PERMUKAAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT TERRA DAN AQUA MODIS (STUDI KASUS : DAERAH KABUPATEN MALANG DAN SURABAYA)

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN DOSEN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. daerah perkotaan adalah efek dari kondisi iklim artifisial, yang terjadi pada

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

BAB III DATA DAN METODOLOGI

Fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) bagi Kesetimbangan Lingkungan Atmosfer Perkotan

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

I PENDAHULUAN. (Dipayana dkk, 2012; DNPI, 2009; Harvell dkk 2002; IPCC, 2007; Sudarmadji

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

Satelit Landsat 8, Landsat Data Continuity Mission Pengolahan Citra Digital

PULAU BAHANG KOTA (URBAN HEAT ISLAND) DI YOGYAKARTA HASIL INTERPRETASI CITRA LANDSAT TM TANGGAL 28 MEI 2012

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

Pemanfaatan Data Landsat-8 dan MODIS untuk Identifikasi Daerah Bekas Terbakar Menggunakan Metode NDVI (Studi Kasus: Kawasan Gunung Bromo)

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh sistem satelit merupakan salah satu alat yang bermanfaat untuk mengukur struktur dan evolusi dari obyek ataupun fenomena yang ada di permukaan bumi. Konsistensi dari pengukuran sinoptik membuat data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengkuantifikasi, membandingkan, dan membedakan pola spasial dan penutup lahan yang ada di permukaan bumi. Akurasi dari pengukuran yang memenuhi analisis spasial, spektral, dan temporal secara kuantitatif jauh lebih memungkinkan dan murah bila dibanding pengukuran secara langsung di lapangan (Small, 2002). Perubahan iklim merupakan salah satu fenomena lingkungan yang paling menjadi perhatian di dunia saat ini. Perubahan iklim menurut United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Intergovenmental Panel on Climate Change (IPCC) (2007) didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi pada iklim akibat perubahan komposisi atmosfer baik secara langsung maupun tidak langsung yang diamati melalui variabilitas iklim periode waktu tertentu. Salahsatu penyebab dari perubahan iklim adalah pemanasan global. Pemanasan global diawali dengan pemanasan secara lokal di beberapa tempat tertentu dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya, salahsatunya adalah perubahan iklim perkotaan Perubahan penggunaan lahan (land use) atau penutup lahan (land cover) dan aktivitas manusia berpengaruh pada perubahan iklim terutama di wilayah perkotaan. Ada lima faktor iklim yang mempengaruhi kondisi suatu wilayah, yaitu cahaya, suhu, presipitasi, daya penguapan, dan angin. Salah satu unsur iklim yang sangat dipengaruhi oleh iklim yaitu suhu udara. Faktor ini memiliki arti vital karena suhu menentukan kecepatan reaksi dan kegiatan kimiawi yang ada di lingkungan sekitar kita. Suhu merupakan elemen dasar iklim yang paling mudah dirasakan perubahannya, dan merupakan resultan 1

dari elemen-elemen iklim yang lain, sehingga perubahan yang terjadi pada suhu udara berarti perubahan juga terjadi pada elemen iklim yang lain. Suhu juga dipengaruhi dan mempengaruhi aktivitas mahluk hidup serta kondisi lingkungan. Perubahan lingkungan yang didominasi oleh aktivitas manusia terutama perubahan penggunaan lahan atau penutup lahan menyebabkan terjadinya perubahan suhu yang cukup mencolok dan cenderung meningkat nilainya (Spencer, 1993). Permasalahan tersebut tentunya cenderung lebih terlihat pada daerah perkotaan (urban) daripada perdesaan (rural). Hal ini disebabkan karena daerah perkotaan setiap waktu dapat berubah secara dinamis. Permasalahan yang sangat penting pada area perkotaan ialah meningkatnya perubahan suhu permukaan. Perubahan ini mengakibatkan penyerapan radiasi matahari, tingkat evaporasi, simpanan panas, turbulensi angin dan dapat merubah kondisi permukaan atmosfer yang berada di atas area perkotaan secara drastis (Mallick et al., 2008). Salah satu bentuk perubahan secara langsung pada perkembangan area perkotaan dengan cepat ialah dengan adanya peningkatan area bangunan dan berkurangnya vegetasi. Perencanaan pada area perkotaan seperti pembangunan lahan terbangun berupa fasilitas infrastruktur dan transportasi menyebabkan area bervegetasi (pohon) yang dilindungi pada area perkotaan dikurangi demi terciptanya pembangunan lahan terbangun yang lebih luas. Gambar 1.1. Dampak perubahan iklim perkotaan (Sumber: Carmin, 2012) 2

Perkembangan perkotaan dari masa ke masa berpengaruh pada perubahan iklim perkotaan. Suhu merupakan parameter kedua yang terdampak oleh perubahan iklim perkotaan setelah bencana alam seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.1. Kondisi ini terjadi di 67 % kota di dunia di mana 40% di antaranya mengalami perubahan iklim perkotaan. (Carmin, 2012). Penambahan lahan terbangun serta aktivitas transportasi yang tinggi membuat suhu permukaan lahan perkotaan meningkat sehingga akan menurunkan tekanan udara sehingga daerah dengan tekanan rendah. Suhu permukaan lahan atau Land SurfaceTemperature (LST) dapat memberikan informasi penting tentang sifat fisik permukaan yang memegang peran penting dalam proses yang berhubungan dengan perubahan suhu permukaan pada lingkungan sekitar (Dousset dan Gourmelon, 2003 dalam Weng, 2004). Penentuan suhu permukaan daratan ini dengan melihat adanya perubahan tutupan vegetasi yang dilihat dari kerapatan vegetasi menggunakan nilai indeks vegetasi. Vegetasi dapat menjadi indikator dari dinamika suhu permukaan yang ada di area perkotaan. Semakin banyak tutupan vegetasi atau dengan tutupan vegetasi penuh maka LST akan semakin dingin ke arah daerah pinggiran kota karena daerah pinggiran kota memiliki tutupan vegetasi yang lebih banyak, sedangkan semakin jarang tutupan vegetasi maka LST semakin panas menuju ke arah perkotaan (urban). (Weng, 2004). Cara lain untuk mengetahui berapa besar perubahan dan penyebaran suhu adalah mencatat data dari stasiun pencatatan data cuaca yang ada. Tetapi salah satu yang perlu diperhatikan adalah letak stasiun yang saling berjauhan, dan tidak setiap wilayah ada stasiun (jumlah terbatas), serta adanya data yang tidak tercatat dengan lengkap. Adanya keterbatasan perolehan data suhu dari stasiun cuaca, maka diperlukan suatu metode perolehan data suhu selain data dari stasiun cuaca, yaitu dengan menggunakan citra yang direkam dengan menggunakan saluran termal, dalam berbagai waktu perekaman (multitemporal). Informasi yang diperoleh secara multi temporal dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar selisih perbedaan pada rentang 3

waktu tertentu dan ditampilkan pada perubahan rona, sehingga secara spasial dapat dipetakan (Prakash, 2003). Data penginderaan jauh inframerah termal dapat memberikan informasi tentang aliran energi dan suhu permukaan lahan yang merupakan kesatuan untuk pemahaman respon dan proses bentanglahan. Ada dua cara fundamental dalam memahami proses bentanglahan sebagai kontribusi dari data termal, yaitu : 1) melalui pengukuran dari suhu permukaan lahan terkait dengan komponen bentanglahan dan biofisik 2) dengan mengaitkan suhu permukaan lahan dengan aliran energi untuk fenomena atau proses bentanglahan yang spesifik (Quattrochi and Luvall, 1999). Sensor inframerah termal atau thermal infrared (TIR) dapat memperoleh informasi kuantitatif suhu permukaan terkait dengan penggunaan lahan (land use)/penutup lahan (land cover). Terdapat beberapa sensor inframerah termal atau thermal infrared (TIR) untuk studi LST,seperti pada satelit penginderaan jauh seri Landsat, MODIS, NOAA, ASTER dengan berbagai metode ekstraksi LST yang disesuaikan dengan karakteristik jenis satelit serta sensor-sensor yang dimiliki. Satelit Landsat 8 memiliki sensor On board Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan total jumlah band sebanyak 11 buah. Di antara band-band tersebut 9 band (band 1-9) berada pada OLI dan 2 band (band 10 dan 11) pada TIRS. Resolusi spasial citra Landsat 8 adalah 30 m (untuk OLI), kecuali band pankromatik (15 m), serta 100 m untuk TIRS. Salah satu keunggulan Landsat 8 dibandingkan dengan generasi Landsat sebelumnya adalah jumlah saluran infra merah termal yang terdiri dari dua saluran, yaitu band 10 dan band 11. Adanya dua saluran tersebut, memungkinkan mendapatkan data suhu permukaan yang lebih akurat. Adanya dua saluran termal pada sensor TIRS yang dapat digunakan untuk mengekstraksi LST yang masing-masing saluran memiliki akurasi informasi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dan analisis distribusi suhu permukaan wilayah yang mengalami perubahan 4

penutup lahannya, serta analisis hubungannya dengan tutupan vegetasi yang juga mengalami perubahan penutupan akibat proses pengkotaan. Analisis tersebut dilakukan dengan kajian mengenai suhu permukaan daratan dari metode ekstraksi suhu permukaan daratan menggunakan data citra saluran termal. Dalam hal ini, data sangat penting untuk melihat perubahan yang ada sehingga digunakan data multitemporal, dengan harapan bahwa kurun waktu tertentu memberikan perubahan penutup lahan akibat proses pengkotaan yang cukup untuk menganalisis perubahan suhu permukaan daratan akibat perubahan tutupan vegetasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu informasi baru mengenai saluran terbaik untuk ekstraksi LST dan dapat memberikan gambaran mengenai lingkungan klimatik wilayah penelitian berdasarkan suhu permukaan lahan. Salahsatu kawasan yang berpotensi mengalami perubahan suhu permukaan adalah daerah Perkotaan Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Perkotaan Yogyakarta merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan terus mengalami pertambahan penduduk. Daerah Perkotaan Yogyakarta meliputi seluruh Kota Yogyakarta dan sebagian Kecamatan Gamping, Mlati, dan Depok yang masuk dalam Kabupaten Sleman, serta sebagian Kecamatan Kasihan, Sewon, dan Banguntapan yang masuk ke dalam Kabupaten Bantul. Dinamika pertumbuhan jumlah penduduk di daerah Perkotaan Yogyakarta ditunjukkan oleh Tabel 1.1. Jumlah penduduk dihitung dari jumlah penduduk Kota Yogyakarta per tahun 2010 hingga 2014 ditambah dengan jumlah penduduk Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul yang masuk ke dalam daerah Perkotaan Yogyakarta yang ditentukan dengan metode rerata timbang. Tabel tersebut menunjukkan pertumbuhan penduduk yang positif dari tahun ke tahun. Nilai prosentase pertumbuhan penduduknya juga terus bertambah dari awalnya hanya 0.9% tahun 2011 menjadi 2.2% pada tahun 2014 hingga jumlah penduduk pada tahun ini menyentuh angka 5

1.023.382 jiwa. Luas daerah Perkotaan Yogyakarta hanya 82,58 km 2 sehingga membuat kepadatan penduduk pada tahun 2014 mencapai 12.405 jiwa/km 2. Tabel 1.1. Data kependudukan daerah Perkotaan Yogyakarta tahun 2010-2014 Laju Jumlah Kepadatan Pertumbu Tahun Penduduk Luas (km2) penduduk han (jiwa) (jiwa / km2) Penduduk 2010 973.586 11.801 2011 982.316 0.9 11.907 2012 989.963 0.8 82, 58 12.000 2013 1.011.778 1.1 12.264 2014 1.023.382 2.2 12.405 (Sumber : DIY dalam Angka, 2014) 1.2 Rumusan Masalah Perkembangan, pembangunan serta pertumbuhan kota dapat menimbulkan suatu dampak baik positif maupun negatif. Daerah yang memiliki banyak vegetasi yang mampu menahan radiasi matahari, memberi naungan atau keteduhan, serta mendinginkan udara dengan evapotranspirasi. Sebaliknya daerah dengan tanah kering terbuka atau bangunan yang padat cenderung menerima kalor pada permukaan sehingga meningkatkan suhu permukaan dan udara. Ketika suhu di dalam kota lebih tinggi dari daerah sekitarnya akibat perubahan penutup lahan maka akan memunculkan fenomena berupa pulau panas perkotaan. Untuk menghindari dan mengantisipasi masalah perubahan suhu cenderung meningkat dengan efek negatifnya, maka informasi tentang faktor penyebab, distribusi suhu, serta efeknya sangat diperlukan. Informasi tersebut dapat bermanfaat bagi perencana kota, pengelola lingkungan, dan penentu kebijaksanaan untuk mengantisipasi degradasi kualitas lingkungan. Satelit penginderaan jauh yang memiliki saluran termal dengan berbagai resolusi spasial seperti Landsat TM (120 m), Landsat ETM+ (60 m), Landsat-8 (100 m), ASTER (90 m), GOES atau AVHRR (1000 m dan 4000 m), yang juga memiliki saluran yang peka terhadap respon spektral vegetasi, 6

yaitu saluran merah dan inframerah yang juga mempunyai resolusi spasial yang berbeda ukurannya, memungkinkan untuk kajian suhu permukaan dan beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu penutup lahan, liputan vegetasi, dan kepadatan bangunan. Berdasarkan adanya perbedaan panjang gelombang yang terdapat pada citra Landsat 8 antara saluran termal band 10 dan band 11 dalam sistem satelit itu, maka penulis ingin mengetahui bagaimana sifat dan gambaran informasi klimatik suhu permukaan daerah penelitian dengan mengkaji keterkaitan perubahan penutupan lahan (termasuk perubahan liputan vegetasi dan kepadatan bangunan) dalam memberikan informasi suhu permukaan daratan di wilayah penelitian (perkotaan)pada band 10 dan band 11 citra Landsat 8. Dua rumusan masalah dapat disajikan sebagai berikut: 1. Pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap perubahan iklim terutama pada perubahan suhu permukaan lahan di Yogyakarta untuk cakupan regional (makro) dan khusus perkotaan (mikro) belum banyak dianalisis secara spasial dan multitemporal. 2. Data sebaran langsung suhu untuk cakupan regional sangat sulit diperoleh karena terbatasnya jumlah stasiun, sebaran, serta luas cakupan stasiun meteorologi yang tidak merata, sehingga perlu pengukuruan suhu tidak langsung. Informasi suhu permukaan pada band 10 dan band 11 Landsat 8 harus dapat dianalisis dan dicirikan berdasarkan pada penutupan lahan, sehingga evaluasi, uji akurasi dan validasi suhu permukaan obyek dan lahan berdasarkan pemrosesan digital pada saluran termal Landsat-8 sangat penting untuk dapat digunakan dalam aplikasi data penginderaan selanjutnya, khususnya terkait perubahan iklim mikro. 7

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji pengaruh perubahan penutup lahan terhadap variasi perubahan suhu permukaan lahan wilayah perkotaan Yogyakarta berdasarkan ekstraksi data saluran termal Landsat 8 secara multitemporal dan mengkaji pengukuran suhu permukaan daratan berdasarkan informasi suhu permukaan pada band 10 dan band 11 Landsat 8. 2. Menentukan indikator dari dinamika suhu permukaan yang ada di area perkotaan Yogyakarta dalam suatu analisis iklim mikro perkotaan, sehingga dapat mengindikasikan terjadinya dan terdapatnya pulau bahang (heat island) di daerah perkotaan dengan lebih cepat dan akurat, berdasarkan dinamika perubahan liputan permukaan dan suhu permukaan. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menentukan saluran terbaik dari ekstraksi suhu permukaan lahan atau land surface temperature (LST) menggunakan metode single band dari data digital satelit yang memiliki akurasi mendekati kenyataan di lapangan. 2. Dapat memberikan gambaran mengenai distribusi LST di daerah penelitian dari hasil informasi saluran terbaik LST dan perubahannya pada tahun perekaman yg berbeda. 3. Dapat memberikan gambaran mengenai hasil informasi pengukuran suhu berdasarkan band termal pada band 10 dan band 11 Landsat 8. 1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan kajian dan penelusuran berbagai macam penelitian, belum ada yang melakukan penelitian sejenis terutama untuk mengkaji pengaruh perbedaan ukuran resolusi spasial data perubahan penutup lahan terhadap informasi perubahan suhu permukaan daratan wilayah penelitian berdasarkan 8

ekstraksi data saluran termal pada data digital satelit penginderaan jauh. Sebagai bahan perbandingan, berikut disampaikan beberapa penelitian yang membahas keterkaitan saluran inframerah termal, suhu permukaraan daratan, dan perubahan penutup lahan, disajikan dalam Tabel 1.1. Berdasarkan Tabel 1.1, tampak bahwa yang akan peneliti lakukan adalah berbeda dalam hal data digital satelit sumberdaya bumi, berbeda daerah penelitian, serta berbeda dalam analisis data yang akan dilakukan, dengan peneliti-peneliti sebelumnya. 1.6 Kebaharuan Penelitian. Penelitian ini dapat memberikan temuan dalam mengkaji data digital termal dalam suhu permukaan lahan dan dalam hubungannya dengan perubahan penutup lahan di daerah perkotaan. Juga dalam hubungannya dengan berbagai data digital saluran inframerah termal. Diharapkan kaitan antara perubahan liputan penutup lahan yang berupa vegetasi dan bangunan, serta obyek lain di perkotaan, yang direkam dalam saluran inframerah termal dapat dihubungkan dengan variasi perubahan suhu permukaan daratan pada data termal, sehingga indikator suhu permukaan daratan di perkotaan dapat lebih detil dan akurat. 9

Tabel 1.2 Perbandingan dengan penelitian sebelumnya No Peneliti Tujuan Analisis Hasil 1. Qihao Weng, Hua Liu, Bingqing Liang dan Dengsheng Lu (2008) Mengetahui variasi dan distribusi spasial suhu permukaan daratan di daerah urban dengan memperhatikan faktor biofisik menggunakan citra ASTER. 2. Bekele, (2002) Menginvestigasi pada kota kecil untuk menguji asumsi bahwa pulau panas perkotaan tidak hanya terdapat pada area metropolitan tetapi juga pada kota kecil. Daerah penelitian ada di Morgantown, Monongalia, Virginia barat Mengklasifikasikan penggunaan lahan dan penutup lahan untuk pengolahan Spectral Mixture Analysis (SMA). Sensor TIR untuk mengestimasi suhu permukaan daratan dengan menghitung suhu kecerahan terlebih dahulu. Kedua data citra Landsat memiliki resolusi spasial yang berbeda dalam hal resolusi. Pada citra tersebut koreksi atmosfer tidak diberlakukan dikarenakan koreksi atmosfer tidak akan mengubah nilai temperatur pada setiap citra secara signifikan. Saluran termal (10.4 12.5µm) sangat berguna untuk analisis efek pulau panas perkotaan pada skala kasar untuk sinyal inframerah thermal pada bagian spektrum yang diakibatkan oleh radiasi elektromagnetik yang dipancarkan dari permukaan bumi Menunjukkan bahwa variabel biofisik ialah variabel yang paling signifikan dalam menjelaskan variasi spasial suhu permukaan daratan. Pola spasial suhu permukaan daratan di Indianapolis terkarakteristik secara konsentris pada sebagian pusat kota. kaitan antara temperatur permukaan dan penutup lahan dan penutup lahan teruji, dan dapat diketahui tambang batubara menghasilkan temperatur tertinggi diikuti oleh area terbangun, padang rumput, vegetasi dan diikuti perairan/tubuh air. 3. Guobin Zhu, Fuling Bian, Mu Zhang (2008) Ekstraksi informasi vegetati perkotaan Aplikasi vegetation cover index (VCI), Klasifikasi dan segmentasi vegetasi perkotaan, menggunakan metode modiafble areal unit problem (MAUP) Hubungan antara tutupan vegetasi perkotaan dengan berbagai kenampakan dalam skala yang bervariasi. 4. Tran Thi Van, Le van trung, Hoang Thai Lan (2009 Studi suhu permukaan dan distribusinya di kota Ho Chi Minh Metode LST dan indeks vegetasi berdasarkan data ASTER dan Landsat TM Distribusi suhu permukaan perkotaan untuk studi UHI. 10

5 Skokovic, dkk (2014), Kalibrasi dan validasi citra landsat-8 band 10 dan band 11 6 Retnadi Hubungan antara kerapatan vegetasi dan suhu permukaan daratan perkotaan dalam berbagai variasi temporal dan spasial data termal algoritma NDVI, radiative transfer energy, penyusunan dan pembuatan data base berdasarakan radiometer, dan digunakan algoritma SWA untuk menurunkan informasi suhu berdasarkan band 10 dan band 11 Metode LST, indeks vegetasi, analisis saluran inframerah termal, analisis multispektral, multi temporal. Analisis statistik LST, LSE, transfer energi saling berhubungan, dan penyusunan database nilai suhu permukaan Hasil yang diharapkan yaitu kajian hubungan suhu permukaan daratan LST, LSE, dengan variasi dan perubahan penutupan lahan perkotaan secara multitemporal dan data termal untuk indikator skala suhu perkotaan. 11

Hal-hal penting yang dapat peneliti peroleh dari beberapa penelitian dalam tabel 1.2. adalah, bahwa data penginderaan jauh saluran termal dapat menurunkan informasi suhu permukaan, kerapatan dan sebaran vegetasi, yang dapat dijadikan arahan dalam menentukan karakteristik penutupan lahan perkotaan, yang pada akhirnya dapat memberikan informasi kaitan antara karakteristik penutupan lahan perkotaan dengan suhu permukaan perkotaan berdasarkan pendekatan analisis digital data penginderaan jauh. 12