BAB I PENDAHULUAN I.1.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

II.1. Persiapan II.1.1. Lokasi Penelitian II.1.2. Persiapan Peralatan Penelitian II.1.3. Bahan Penelitian II.1.4.

I. BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Jenis Peta menurut Skala. Secara umum, dasar pembuatan peta dapat dinyatakan seperti Gambar 2.1

BAB I PENDAHULUAN I.1

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI I (Individu)

PENGEMBANGAN KAMERA NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN PEMODELAN BANGUNAN

Perbandingan Penentuan Volume Suatu Obyek Menggunakan Metode Close Range Photogrammetry Dengan Kamera Non Metrik Terkalibrasi Dan Pemetaan Teristris

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

APLIKASI CLOSE RANGE PHOTOGRAMMETRY UNTUK PERHITUNGAN VOLUME OBJEK

BAB 2 STUDI LITERATUR

HASIL DAN ANALISIS. Tabel 4-1 Hasil kalibrasi kamera Canon PowerShot S90

METODE KALIBRASI IN-FLIGHT KAMERA DIGITAL NON-METRIK UNTUK KEPERLUAN CLOSE- RANGE PHOTOGRAMMETRY

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Umum Teknologi Pemetaan Tiga Dimensi

BAB 3 PERBANDINGAN GEOMETRI DATA OBJEK TIGA DIMENSI

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 2 STUDI REFERENSI. Gambar 2-1 Kamera non-metrik (Butler, Westlake, & Britton, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS. Ditorsi radial jarak radial (r)

Analisa Kalibrasi Kamera Sony Exmor Pada Nilai Orientasi Parameter Interior untuk Keperluan Pemetaan (FUFK)

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Pemodelan Bangunan Dengan Memanfaatkan Kamera Non-Metrik

TAHAPAN STUDI. Gambar 3-1 Kamera Nikon D5000

BAB III IMPLEMENTASI METODE CRP UNTUK PEMETAAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Fotografi 1 Dkv215. Bayu Widiantoro Progdi Desain Komunikasi Visual Fakultas Arsitektur dan Desain Universitas Katolik SOEGIJAPRANATA

Visualisasi 3D Objek Menggunakan Teknik Fotogrametri Jarak Dekat

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS. 4.1 Percobaan Metode Videogrametri di Laboratorium

BAB 4 ANALISIS 4.1 Analisis Perbandingan Posisi Titik Perbandingan Posisi Titik dari Elektronik Total Station

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

PELAKSANAAN PENGUKURAN DAN HITUNGAN VOLUME METODE FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DAN METODE TACHYMETRI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kamera

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

ANALISA DEFORMASI JEMBATAN SURAMADU DENGAN TEKNIK FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT

BAB 3 PEMBAHASAN START DATA KALIBRASI PENGUKURAN OFFSET GPS- KAMERA DATA OFFSET GPS- KAMERA PEMOTRETAN DATA FOTO TANPA GPS FINISH

SURVEYING (CIV -104)

KOREKSI GEOMETRIK. Tujuan :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 STUDI REFERENSI

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

1.1 Latar Belakang Arsitektur lansekap meliputi perencanaan dan perancangan ruang di luar bangunan agar dapat dimanfaatkan untuk menampung kegiatan

Defry Mulia

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

STEREOSKOPIS PARALAKS

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PEMBUATAN MODEL ORTOFOTO HASIL PERKAMAN DENGAN WAHANA UAV MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK FOTOGRAMETRI

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI 2. 1 Fotogrametri

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

Pemetaan Foto Udara Menggunakan Wahana Fix Wing UAV (Studi Kasus: Kampus ITS, Sukolilo)

Pencocokan Citra Digital

1.1 Latar belakang Di awal abad 21, perkembangan teknologi komputer grafis meningkat secara drastis sehingga mempermudah para akademisi dan industri

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB III KALIBRASI DAN VALIDASI SENSOR KAMERA UNTUK PENGEMBANGAN RUMUS POSISI TIGA DIMENSI OBYEK

BAB III PENGOLAHAN DATA

Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 TAHAPAN STUDI. 3.1 Percobaan Videogrametri di Laboratorium

PEMANFAATAN FOTOGRAMETRI RENTANG DEKAT DALAM BIDANG ARSITEKTUR LANSEKAP (STUDI KASUS : CAMPUS CENTER INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG)

DAFTAR ISI. Prakata Bab 1 Pendahuluan 1

BAB III REKONTRUKSI 3D MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK PHOTOMODELER.

ANALISIS PARAMETER ORIENTASI LUAR PADA KAMERA NON-METRIK DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM RTK-GPS

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Dasar-Dasar Fotografi. Multimedia SMKN 1 Bojongsari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Produksi Media PR Audio-Visual

11/15/2013 JENIS KAMERA FOTOGRAFI KAMERA TWIN LENS REFLEX ( TLR )

3. KAMERA UDARA. 12 inchi=304,8mm 8,25 inchi = 209,5 mm 6 inchi = 152,4 mm 3,5 inch = 88,9 mm Universitas Gadjah Mada

Metode Titik Kontrol Horisontal 3.1. Metode Survei Klasik Gambar. Jaring Triangulasi

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ]

3.3.2 Perencanaan Jalur Terbang Perencanaan Pemotretan Condong Perencanaan Penerbangan Tahap Akuisisi Data...

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMBUATAN MODEL ELEVASI DIGITAL DARI STEREOPLOTTING INTERAKTIF FOTO UDARA FORMAT SEDANG DENGAN KAMERA DIGICAM

SURVEYING (CIV-104) PERTEMUAN : PENGUKURAN DENGAN TOTAL STATION

IV.1. Analisis Karakteristik Peta Blok

PERTEMUAN - 2 PENGOLAHAN CITRA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemodelan tiga dimensi suatu obyek di atas permukaan bumi pada saat ini dapat dilakukan dengan cara teristris maupun non-teristris, menggunakan sensor aktif berupa laser scanner atau menggunakan sensor pasif. Ditinjau dari jenisnya, ada dua jenis fotogrametri yaitu foto teristris dan foto udara. Foto teristris atau yang dikenal dengan close range photogrammetry adalah teknik akuisisi data dengan menggunakan kamera yang terletak di darat dengan jarak kurang dari 300 m (Wolf, 1993). Aplikasi foto teristris atau foto jarak dekat, antara lain untuk kontrol kualitas barang-barang industri, seperti industri pesawat terbang atau mobil, keperluan studi deformasi, selain itu juga untuk pemotretan benda-benda arsitektur dan arkheologi. Bangunan kuno merupakan salah satu benda yang memiliki nilai historis tinggi dan bersifat unik serta perlu mendapat perhatian khusus untuk dilindungi. Taman Sari merupakan salah satu bangunan cagar budaya kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang dibangun pada tahun 1758-1765. Bentuk arsitektur yang unik karena dipengaruhi oleh berbagai elemen, yatu dari Hindu dan Budha, Jawa dan Islam, Cina, Portugis dan gaya Eropa (Tjahjani, 2005), serta nilai historisnya yang tinggi oleh karena itu Taman Sari Yogyakarta cocok dijadikan sebagai obyek penelitian pembuatan model tiga dimensi yang bertujuan sebagai bentuk pendokumentasian. Pada penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2015) ditemukan bahwa pembuatan model tiga dimensi bangunan besar dan rumit akan menghasilkan data spasial berkualitas baik bila diproses dengan metode interaktif. Berdasarkan hasil perbandingan dengan obyek asli di lapangan, pembuatan model dengan metode interaktif memiliki kesalahan total sebesar 1,3 mm, sedangkan untuk metode otomatis memiliki kesalahan sebesar 10,7 cm. Metode interaktif diketahui memiliki ketelitian yang tinggi karena memungkinkan operator untuk melakukan kontrol pekerjaan selama pembuatan model, namun metode interaktif memerlukan waktu pemrosesan data yang cukup 1

lama. Metode otomatis diketahui memiliki kelebihan dalam segi waktu, karena pemrosesan data dapat diselesaikan dalam waktu singkat. Akan tetapi, ketelitian model yang dihasilkan masih kurang dapat diyakini kualitasnya karena tidak adanya kontrol pekerjaan oleh operator dalam proses pembuatan model. Apabila dalam pembuatan model tiga dimensi membutuhkan hasil ketelitian yang tinggi namun dalam waktu yang cepat, maka diperlukan sebuah metode baru untuk penyelesaian masalah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian pembuatan model tiga dimensi dengan metode kombinasi untuk mengetahui hasil ketelitian dimensi serta kelengkapan detil yang diperoleh. I.2. Identifikasi Masalah Penggunaan teknik foto jarak dekat dalam pekerjaan akuisisi data tiga dimensi suatu obyek di permukaan bumi dapat diandalkan, namun ada beberapa kendala yang ditemui yaitu menurut penelitian yang dilakukan oleh Janitra (2014) untuk menghasilkan ketelitian yang tinggi, satu sisi obyek harus terekam dalam satu foto sedangkan hal tersebut sulit diterapkan pada bangunan besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2015) pembuatan model tiga dimensi hasil pemrosesan menggunakan metode interaktif memiliki kualitas data spasial tiga dimensi yang lebih baik dibandingkan dengan model hasil pemrosesan otomatis. Walaupun begitu, metode otomatis dapat menghasilkan model tiga dimensi dengan kenampakan fasad yang cepat. Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, maka pada penelitian ini akan dikaji mengenai kombinasi metode interaktif dan metode otomatis untuk pembuatan model yang lengkap. I.3. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang disajikan, berikut adalah pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini. 1.Berapa ketelitian ukuran dimensi model tiga dimensi dengan menggabungkan metode interaktif dan metode otomatis? 2.Apakah dengan penggabungan kelebihan dua metode tersebut bisa menghasilkan kelengkapan detil seperti obyek asli di lapangan? 2

I.4. Cakupan Penelitian Penelitian ini mengkaji ketelitian dimensi serta kelengkapan detil dari hasil pemodelan tiga dimensi menggunakan kombinasi metode interaktif dan metode otomatis. Model tiga dimensi dihasilkan dari pemotretan jarak dekat dengan menggunakan kamera non-metrik yang kemudian diuji ketelitian dimensinya dengan pengukuran jarak langsung. Obyek penelitian adalah Taman Sari di Yogyakarta. Data utama penelitian adalah hasil foto obyek yang diperoleh dari hasil pemotretan obyek secara langsung. Hasil pemotretan kemudian digunakan sebagai data untuk pembuatan model tiga dimensi. Batasan-batasan yang didefinisikan pada penelitian yaitu: 1. Pemotretan dilakukan menggunakan kamera small format, yaitu kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex). 2. Jarak antar stasiun pemotretan tidak sama, sesuai dengan kondisi sekitar obyek di lapangan. 3. Area yang dimodelkan hanya bagian selatan bangunan. Kamera dilakukan kalibrasi untuk memperoleh parameter kalibrasi, yang merupakan hasil pengolahan foto hasil pemotretan target kalibrasi pada perangkat lunak PhotoModeler Scanner. Pemodelan tiga dimensi dilakukan dengan metode otomatis menggunakan perangkat lunak AgiSoft Photoscan Professional, sedangkan pemodelan tiga dimensi metode interaktif menggunakan perangkat lunak PhotoModeler Scanner. Kedua model tiga dimensi yang telah dihasilkan kemudian digabungkan dengan perangkat lunak Autodesk AutoCAD 2016. Hasil ketelitian dimensi diperoleh dengan cara melakukan perbandingan nilai hasil pengukuran objek di lapangan dengan nilai dimensi pada model tiga dimensi. Uji kelengkapan detil dilakukan dengan membandingkan kelengkapan detil pada model tiga dimensi yang diperoleh dari metode kombinasi dengan model tiga dimensi yang diperoleh dari metode otomatis. I.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diajukan dan dengan mempertimbangkan cakupan penelitian maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Terbentuknya model tiga dimensi dengan metode kombinasi. 3

2. Mengetahui ketelitian dimensi hasil model tiga dimensi dengan metode kombinasi. 3. Menganalisis kelengkapan detil yang dihasilkan dari hasil model tiga dimensi dengan metode kombinasi. I.6. Manfaat Penelitian Penerapan fotogrametri jarak dekat untuk memodelkan bangunan diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam ilmu fotogrametri jarak dekat. Hasil pemodelan tiga dimensi diharapkan dapat digunakan sebagai dokumentasi dan pemeliharaan untuk rekonstruksi dan restorasi. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa pertimbangan kepada instansi maupun individu yang ingin menggunakan metode pemrosesan tersebut. I.7. Tinjauan Pustaka Penelitian ini menerapkan metode fotogrametri jarak dekat pada obyek bangunan besar dengan detil rumit, yaitu Taman Sari Yogyakarta. Penelitian yang ada menerapkan metode fotogrametri jarak dekat untuk berbagai macam obyek dan kegunaan. Penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi ketelitian fotogrametri dan kombinasi fotogrametri jarak dekat dengan metode lain juga pernah dilakukan. Maharani (2015) menyatakan bahwa metode interaktif memiliki ketelitian spasial yang baik, dengan total nilai kesalahan 1,3 milimeter. Penelitian yang telah dilaksanakan memiliki kajian objek yang sama, yaitu objek bangunan besar dengan detil yang rumit. Berlokasi di Ghra Sabha Pramana UGM, penelitian ini hanya membandingkan dua metode pembuatan model tiga dimensi, yaitu metode interaktif dan otomatis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Janitra (2014) dan Ariza (2013) ditemukan bahwa fotogrametri jarak dekat efektif digunakan untuk melakukan akuisisi data tiga dimensi suatu objek, terutama objek yang kecil. Keefektifan tersebut dinilai dari terbentuknya model tiga dimensi objek yang teliti dan memiliki dimensi mendekati objek nyata, namun untuk mendapatkan model tiga dimensi objek yang teliti, satu sisi objek harus terekam dalam satu foto. Hasil penelitian Janitra (2014), akan sulit diaplikasikan untuk objek berupa bangunan besar. Apabila dipaksakan satu sisi bangunan terekam dalam satu foto, maka foto sisi tersebut harus diambil dari jarak yang cukup jauh. Hal ini bertolak belakang 4

dengan penelitian yang dilakukan oleh Septifa (2013), ketelitian yang dihasilkan akan berkurang apabila jarak pemotretan yang dilakukan jauh dari objek dan untuk memperoleh ketelitian tinggi Danurwendi (2012) menyebutkan bahwa pengambilan gambar dilakukan pada sudut 60 s.d. 90 derajat. I.8. Landasan Teori I.8.1. Fotogrametri Jarak Dekat Teknologi fotogrametri adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi dari suatu proyek melalui proses pencatatan, pengukuran dan interpretasi fotogrametris. Ditinjau dari jenisnya, ada dua jenis fotogrametri yaitu foto teristris dan foto udara. Foto teristris atau yang dikenal dengan close range photogrammetry adalah teknik akuisisi data dengan menggunakan kamera yang terletak di darat dengan jarak kurang dari 300 m. Berbeda dengan foto udara, foto teristris menggunakan kamera yang mudah digunakan, sehingga dapat dilakukan pengukuran langsung untuk mendapatkan stasiun pengukuran (Wolf, 1993). Fotogrametri jarak dekat mengkombinasikan akuisisi data geometri dan tekstur suatu benda sehingga ketelitian dalam rekonstruksi suatu bangunan sangat baik. Adapun ketelitian dalam fotogrametri jarak dekat menurut Harintaka (2012) dipengaruhi oleh: 1. Base/height ratio; 2. Jumlah foto; 3. Jumlah titik kontrol; 4. Jumlah titik diukur di foto (tie point); 5. GSD pixel; 6. IOP (internal orientation parameter) dan EOP (external orientation parameter). Teknik foto jarak dekat adalah teknik foto menggunakan kamera non-metrik, yang dapat diandalkan tingkat akurasi dan visualisasinya. Kehandalan ini berdasarkan beberapa faktor, yaitu tingginya resolusi gambar yang diperoleh dari kamera SLR (Single Lens Reflex), rendahnya nilai distorsi radiometrik dan geometrik dari kamera dan desain jaringan kamera yang baik (Alsadik dkk, 2015). Dari kehandalan yang telah disebutkan, teknik fotogrametri jarak dekat tidak lepas dari kekurangan yang dimiliki, 5

antara lain hasil ukuran yang tidak dapat diperoleh secara langsung serta kesalahan yang terjadi pada saat pengambilan dan pemrosesan foto dapat menyulitkan pekerjaan. I.8.2. Kamera Secara umum pada teknik fotogrametri terdapat dua jenis kamera, yaitu kamera metrik dan kamera non-metrik. Foto yang dihasilkan dari kamera metrik memiliki ketelitian yang tinggi, karena kamera yang digunakan dibuat khusus untuk kebutuhan pemetaan dan memiliki resolusi citra yang baik. Kamera non-metrik adalah kamera yang umum digunakan baik oleh amatir maupun fotografer professional, dimana kualitas gambar lebih diutamakan dibandingkan dengan ketelitian geometris. Kamera non-metrik dapat dilakukan kalibrasi dan dapat digunakan dengan hasil yang memuaskan untuk aplikasi foto terestris (Wolf, 1993). Seiring berkembangnya teknologi, kamera non-metrik yang digunakan tidak lagi kamera dengan sistem analog, melainkan digital. Penggunaan kamera digital erat kaitannya dalam perkembangan era digital dan keekonomisannya untuk aplikasi fotogrametri jarak dekat. Kamera digital memiliki komponen utama yang terdiri atas lensa, sensor, dan media penyimpanan. Kamera ini memiliki karakteristik desain yang berbeda dengan kamera analog. Perbedaan utamanya ialah pada media film seluloid yang diganti oleh sensor optik elektrik seperti Charge Couple Device (CCD) atau Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS) (Maharani, 2015). Charge-Couple Device (CCD) berfungsi mengubah photon yang jatuh mengenai permukaan sensor menjadi elektron, yang selanjutnya elektron ini diakumulasikan ke dalam kapasitor dan diubah menjadi bentuk sinyal elektronik. Complementary Metal Oxide Semiconductor (CMOS) adalah sensor yang menggunakan teknologi khusus dengan kualitas dan kepekaan cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan sensor CCD (Axis, 2010). Keuntungan dari CMOS dibandingkan CCD adalah memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap cahaya, kualitas gambar yang lebih baik dan noise yang rendah. Konsekuensi yang ditimbulkan ialah media penyimpanannya memerlukan kapasitas yang lebih besar (Suharsana, 1997). 6

I.8.3. Konfigurasi Kamera Dalam ilmu foto jarak dekat, dikenal ada dua jenis konfigurasi kamera, yaitu konvergen dan planar. Konfigurasi kamera konvergen adalah metode pengambilan gambar di sekeliling objek. Pada teknik foto jarak dekat kualitas proses penentuan koordinat dapat ditingkatkan dengan cara melakukan pembidikan ke objek secara konvergen. Hal ini disebabkan karena konfigurasi kamera konvergen menghasilkan perbandingan base dan height/distance yang baik. Gambar I.1 Konfigurasi kamera konvergen Berbeda dengan konfigurasi kamera planar yang mengambil foto dengan letak stasiun yang berada pada satu garis lurus atau paralel. Konfigurasi kamera planar menghasilkan foto yang memiliki kemiripan orientasi. Adanya kemiripan orientasi antar foto, membuat proses matching foto akan berhasil. Keberhasilan tersebut disebabkan oleh keberhasilan proses matching antar feature pada setiap area yang bertampalan. Gambar I.2 Konfigurasi kamera planar I.8.4. Geometri Kamera Untuk mendapatkan posisi obyek pada dunia nyata, diperlukan berkas sinar obyek dari foto lainnya, dimana kedua berkas tersebut akan berpotongan pada obyek 7

yang sama di dunia nyata (Leitch dan Coon, 2012). Perpotongan dari kedua berkas sinar inilah yang dinamakan dengan interseksi spasial. Jika elemen orientasi luar dari dua buah kamera dengan pusat perspektif di O1 dan O2 diketahui, maka perpotongan sinar garis dari foto satu dan foto dua akan dapat menentukan posisi koordinat suatu obyek A yang terekam dalam kedua foto tersebut (Atkinson, 1996). Gambar I.3. Ilustrasi perpotongan sinar dari dua foto (Sumber: Harintaka, 2012). I.8.5. Kalibrasi Kamera Penggunaan kamera non-metrik tidak menghasilkan ketelitian geometri yang tinggi. Salah satu kondisi yang membuat kamera non-metrik tidak sempurna adalah lensa yang digunakan pada kamera tersebut. Tidak sempurnanya lensa, membuat foto yang nantinya dihasilkan akan memiliki distorsi. Adanya distorsi pada foto, tidak akan mempengaruhi kualitas ketajaman citra yang dihasilkan (Wolf, 1993). Namun demikian distorsi foto akan menimbulkan kesalahan informasi akibat pergeseran lokasi titik yang ada pada foto dari kondisi sebenarnya di lapangan. Dengan adanya kondisi tersebut, maka perlu dilakukan proses kalibrasi kamera untuk dapat menentukan besarnya penyimpangan yang terjadi. Kalibrasi kamera dilakukan untuk menentukan unsur-unsur orientasi bagian dalam atau IOP (Interior Orientation Parameter). 8

I.8.6. Interior Orientation Parameter (IOP) Interior Orientation Parameter atau parameter orientasi dalam orientasi dalam merupakan suatu proses yang memerlukan nilai kalibrasi kamera, karena dalam proses ini akan terjadi koreksi pada kesalahan akibat distorsi kamera dan kesalahan lain pada kamera. Nilai kalibrasi kamera atau disebut parameter kalibrasi tersebut adalah principal distance (c), yaitu pergeseran titik pusat sesungguhnya dengan titik pusat pada foto, titik pusat fidusial foto (xo, yo), distorsi lensa (K1, K2, K3, P1 and P2), serta distorsi akibat perbedaan penyekalaan dan ketidak ortogonal antara sumbu X dan Y (b1, b2) (Fraser dan Kenneth, 2000). I.8.7. Relative Orientation Relative orientation atau orientasi relatif adalah suatu proses menentukan elemen EOP (Exterior Orientation Parameter) pada kamera. Dalam orientasi relatif, suatu foto akan dihubungkan dengan foto lain, sehingga akan tersusun posisi foto yang kondisinya sama seperti saat pemotretan. Setelah foto memiliki kondisi yang sama seperti saat pemotretan, maka foto yang saling bertampalan dapat dibuat model tiga dimensinya. Proses ini dilakukan dengan menentukan titik pada masing-masing foto, dimana setiap titik pada model merupakan perpotongan kedua arah berkas sinar dari sepasang foto. Apabila perpotongan berkas sinar dari sepasang foto tepat pada objek, maka model akan nampak tiga dimensi. Metode penyelesaian yang digunakan adalah space resection atau reseksi ruang dengan kolinearitas. Nilai sudut XL, YL, ZL, ω, φ, κ diperoleh dengan penyelesaian itu. Space Resection dengan kolinearitas memungkinkan penggunaan ulang sejumlah titik kontrol medan. Oleh karena itu dapat digunakan cara perhitungan kuadrat terkecil untuk menentukan nilai yang paling mungkin bagi keenam unsur itu. Pada perhitungan kuadrat terkecil terdapat proses iterasi, maka perhitungannya panjang dan berulang (Wolf, 1993). Konsep tersebut digambarkan dalam rumus I.1 dan I.2. x a = f m 11 (X A X L )+m 12 (Z A Z L )+m 13 (Y L Y A ) m 31 (X A X L )+m 32 (Z A Z L )+m 33 (Y L Y A )................... (I.1) y a = f m 21 (X A X L )+m 22 (Z A Z L )+m 23 (Y L Y A ) m 31 (X A X L )+m 32 (Z A Z L )+m 33 (Y L Y A )................... (I.2) Keterangan : xa, ya : koordinat foto. 9

f XA, YA, ZA m11i, m12i,.,m33 XL, YL, ZL : panjang fokus atau principal distance. : koordinat objek. : matriks rotasi. : koordinat stasiun pemotretan. I.8.8. Absolute Orientation Absolute orientation atau orientasi absolut adalah suatu proses pengikatan sistem koordinat model tiga dimensi menjadi koordinat tanah. Proses ini diselesaikan dengan metode hitung kuadrat terkecil. Terdapat tujuh parameter yang dicari yaitu: faktor skala (s), tiga sudut rotasi omega (ω), phi (φ), kappa (к), dan tiga faktor translasi TX, TY dan TZ. Hubungan antara sistem koordinat model dan sistem koordinat tanah dapat dimodelkan dalam persamaan transformasi konform. I.8.9. Root Mean Square (RMSE) RMSE (root mean square error), adalah nilai perbedaan nilai sesungguhnya dengan nilai hasil ukuran. RMS residual didapatkan dari proses pembagian antara nilai akar kuadrat total selisih ukuran kuadrat dengan jumlah ukuran yang digunakan. Nilai RMS dapat ditentukan menggunakan rumus I.3. Keterangan: RMSE X1 X n RMSE = Ʃ(X 1 X) 2...(I.3) (n 1) : Root Mean Square Error. : nilai hasil ukuran. : nilai sebenarnya. : banyak data yang digunakan. I.8.10. Ground Sample Distance (GSD) GSD adalah nilai ukuran terkecil yang mampu terekam dalam satu piksel (Harintaka, 2012). Hitungan untuk memperoleh nilai GSD, dapat dilihat dari rumus I.4. Keterangan: GSD GSD = SPS X D f (I.4) : Ground Sample Distance. 10

SPS D f : Sensor Pixel Size. : jarak objek ke kamera. : panjang fokus kamera saat pemotretan. Foto yang dihasilkan dari pemotretan memiliki ukuran medium yang memiliki dimensi kolom baris adalah 3456 2304 pixel. Kamera yang digunakan untuk pemotretan adalah kamera DSLR Canon 500D, yang memiliki sensor gambar CMOS dengan ukuran panjang lebar adalah 22,3 14,9 milimeter. Adanya ukuran dimensi foto dan ukuran sensor, maka nilai SPS dari foto dapat ditentukan dengan rumus I.5. milimeter. SPS = P CMOS K....(I.5) Berdasarkan rumus I.5, maka nilai SPS kamera Canon 500D sebesar 0.00968 I.9. Hipotesis Penerapan teknik fotogrametri jarak dekat dalam pembuatan model tiga dimensi dengan kombinasi metode interaktif dan otomatis akan meningkatkan ketelitian dimensi yang lebih baik serta memberikan kelengkapan detil sesuai objek asli dibandingkan hanya menggunakan salah satu metode saja. 11