Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS IV.1 Analisis Terhadap Hasil Pengolahan Data Gambar IV-1 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi pertama. Peningkatan terbesar adalah saat menggunakan induk wavelet daubechies 2. Dari aspek waktu pengolahan antar induk wavelet tidak memiliki perbedaan yang besar dengan kisaran perbedaan ± 1 detik. Hasil semua induk wavelet di bawah batas nilai 0.7 dan nilai korelasi hasil transformasi wavelet lebih besar dari hasil sebelum transformasi wavelet. Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Antar Induk Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama Tabel IV-1. Perbandingan Nilai Dan Waktu Pengolahan Antar Induk Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama Induk Sebelum Pasca Waktu Pengolahan (detik) HAAR DB DB DB DB

2 Gambar IV-2 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi kedua. Peningkatan terbesar adalah saat menggunakan induk wavelet daubechies-2. Dari aspek waktu pengolahan antar induk wavelet tidak memiliki perbedaan yang besar dengan kisaran perbedaan ± 1 detik. Hasil semua induk wavelet di ambang batas nilai 0.7. Nilai korelasi daubechies-2 dan daubechies-3 bernilai 0.99 sehingga diasumsikan sangat cocok antar citra kiri dan citra kanan. Jika dibandingkan dengan hasil level dekomposisi pertama, maka didapatkan nilai korelasi yang lebih besar pada level dekomposisi kedua dengan perbedaan nilai korelasi rata-rata 0.25 dan perbedaan waktu pengolahan ± 14.5 detik. Gambar IV-2. Perbandingan Nilai Antar Induk Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Kedua Tabel IV-2. Perbandingan Nilai Dan Waktu Pengolahan Antar Induk Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Kedua Induk Sebelum Pasca Waktu Pengolahan (detik) HAAR DB DB DB DB

3 Gambar IV-3 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi kedua. Peningkatan terbesar adalah saat menggunakan induk wavelet daubechies-2, daubechies-3 dan daubechies-4 dengan nilai korelasi Dari aspek waktu pengolahan antar induk wavelet tidak memiliki perbedaan yang besar dengan kisaran perbedaan ± 1 detik. Hasil semua induk wavelet di ambang batas nilai 0.7. Nilai korelasi daubechies-2, daubechies-3 dan daubechies-4 bernilai 0.99 sehingga diasumsikan sangat cocok antar citra kiri dan citra kanan. Jika dibandingkan dengan hasil level dekomposisi pertama, maka didapatkan nilai korelasi yang lebih besar pada level dekomposisi kedua dengan perbedaan rata-rata 0.11 dan perbedaan waktu pengolahan ± 14.5 detik. Gambar IV-3. Perbandingan Nilai Antar Induk Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Ketiga Tabel IV-3. Perbandingan Nilai Dan Waktu Pengolahan Antar Induk Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Ketiga Induk Sebelum Pasca Waktu Pengolahan (detik) HAAR DB DB DB DB

4 Gambar IV-4 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi kedua. Peningkatan terbesar adalah saat menggunakan induk wavelet haar. Dari aspek waktu pengolahan antar induk wavelet tidak memiliki perbedaan yang besar dengan kisaran perbedaan ± 1 detik. Hasil semua induk wavelet memiliki nilai korelasi ± Nilai korelasi sebelum dan sesudah transformasi wavelet bernilai lebih besar dari 0.7 sehingga diasumsikan sangat cocok antar citra kiri dan citra kanan. Nilai peningkatan nilai korelasi citra heterogen karena areaheterogen memiliki keunikan antar pixelnya sehingga lebih mudah untuk identifikasi perbedaan setiap area yang dikorelasikan. Gambar IV-4. Perbandingan Nilai Antar Induk Pada Daerah Heterogen Untuk Level Dekomposisi Pertama Tabel IV-4. Perbandingan Nilai Dan Waktu Pengolahan Antar Induk Untuk Level Dekomposisi Pertama Induk Sebelum Pasca 26 Waktu Pengolahan HAAR DB DB DB DB

5 Gambar IV-5 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi kedua. Peningkatan terbesar adalah saat menggunakan induk wavelet daubechies-2 dengan nilai korelasi 0.97 namun nilai tersebut tidak siknifikan karena nilai korelasi induk wavelet lainnya diatas 0.9. Dari aspek waktu pengolahan antar induk wavelet tidak memiliki perbedaan yang besar dengan kisaran perbedaan ± 2 detik. Jika dibandingkan dengan hasil level dekomposisi pertama, maka didapatkan nilai korelasi yang lebih besar pada level dekomposisi kedua dengan perbedaan rata-rata 0.03 dan perbedaan waktu pengolahan ± 15 detik. Gambar IV-5. Perbandingan Nilai Antar Induk Pada Daerah Heterogen Untuk Level Dekomposisi Kedua Tabel IV-5. Perbandingan Nilai Dan Waktu Pengolahan Antar Induk Pada Daerah Heterogen Untuk Level Dekomposisi Kedua Induk Sebelum Pasca Waktu Pengolahan (detik) HAAR DB DB DB DB

6 Gambar IV-6 menunjukkan peningkatan nilai korelasi dari sebelum transformasi wavelet dengan setelah transformasi wavelet pada level dekomposisi kedua. Peningkatan terbesar adalah saat menggunakan induk wavelet daubechies-2 dan daubechies-3 dengan nilai korelasi Dari aspek waktu pengolahan antar induk wavelet memiliki perbedaan yang besar dengan kisaran ± 3 detik. Nilai korelasi hasil transformasi memiliki nilai 0.9 sehingga diasumsikan sangat cocok antar citra kiri dan citra kanan. Jika dibandingkan dengan hasil level dekomposisi kedua, maka didapatkan nilai korelasi yang lebih besar pada level dekomposisi kedua dengan perbedaan ratarata 0.01 dan perbedaan waktu pengolahan ± 14 detik. Gambar IV-6. Perbandingan Nilai Antar Induk Pada Daerah Heterogen Untuk Level Dekomposisi Ketiga Tabel IV-6. Perbandingan Nilai Dan Waktu Pengolahan Antar Induk Pada Daerah Heterogen Untuk Level Dekomposisi Ketiga Induk Sebelum Pasca 28 Waktu Pengolahan (detik) HAAR DB DB DB DB

7 Perbandingan hasil korelasi pada kolom data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen level dekomposisi pertama menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet hampir sama dengan korelasi sebelum transformasi wavelet. Perbandingan hasil korelasi pada baris data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet lebih tinggi dari korelasi sebelum transformasi wavelet. Nilai terdekat dengan nilai validasi untuk citra homogen dengan level dekomposisi pertama adalah induk wavelet haar dan daubechies-2. Untuk selisih nilai kolom validasi, induk wavelet daubechies-3, daubechies-4 dan daubechies-5 memiliki nilai yang lebih rendah dari korelasi sebelum transformasi wavelet. Kolom Baris Gambar IV-7. Perbandingan data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen pada level dekomposisi pertama Perbandingan hasil korelasi pada baris data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen hasil dekomposisi level kedua menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet lebih tinggi dari korelasi sebelum transformasi wavelet untuk beberapa induk wavelet. Nilai terdekat dengan nilai validasi untuk citra homogen dengan level dekomposisi kedua adalah induk wavelet daubechies-3 dan daubechies-4. Untuk selisih nilai kolom validasi, induk wavelet haar dan daubechies-2 memiliki nilai yang lebih rendah dari korelasi sebelum transformasi wavelet. Selisih yang dihasilkan level dekomposisi kedua lebih kecil dari hasil level dekomposisi pertama yaitu perbedaan ± 5 pixel untuk baris maupun kolom. 29

8 Kolom Baris Gambar IV-8. Perbandingan data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen pada level dekomposisi kedua Perbandingan hasil korelasi pada baris data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen hasil dekomposisi level kedua menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet lebih tinggi pada bagian kolom dan perbandingan validasi pada baris lebih rendah untuk bagian kolom. Hasil keseluruhan pada level dekomposisi ketiga lebih rendah dari level dekomposisi pertama dan kedua. Kolom Baris Gambar IV-9. Perbandingan data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen pada level dekomposisi ketiga 30

9 Perbandingan hasil korelasi pada baris data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen hasil dekomposisi level kedua menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet lebih tinggi dari nilai validasi sebelum transformasi wavelet. Induk wavelet dengan selisih nilai terkecil adalah induk wavelet daubechies-4 dengan perbedaan ± 2 pixel. Nilai validasi yang dihasilkan citra heterogen lebih baik daripada nilai validasi yang dihasilkan citra homogen. Perbedaan antara hasil maksimal dari citra homogen dengan citra heterogen ± 4 pixel. Gambar IV-10. Perbandingan data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra heterogen pada level dekomposisi pertama Perbandingan hasil korelasi pada baris data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen hasil dekomposisi level kedua menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet lebih tinggi dari korelasi sebelum transformasi wavelet untuk beberapa induk wavelet. Nilai terdekat dengan nilai validasi untuk citra homogen dengan level dekomposisi kedua adalah induk wavelet daubechies-2 dan daubechies-3. Untuk selisih nilai baris validasi, induk wavelet daubechies-4 dan daubechies-5 memiliki nilai yang lebih rendah dari korelasi sebelum transformasi wavelet. Hasil yang diperoleh level dekomposisi kedua lebih baik dari nilai korelasi yang diperoleh level dekomposisi pertama. 31

10 Gambar IV-11. Perbandingan data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra heterogen pada level dekomposisi kedua Perbandingan hasil korelasi pada baris data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra homogen hasil dekomposisi level ketiga menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet lebih tinggi dari korelasi sebelum transformasi wavelet untuk beberapa induk wavelet. Nilai terdekat dengan nilai validasi untuk citra homogen dengan level dekomposisi kedua adalah induk wavelet daubechies-2 dan daubechies-3. Secara keseluruhan hasil validasi level dekomposisi ketiga lebih kecil dari hasil dekomposisi pertama dan ketiga. Gambar IV-12. Perbandingan data hasil korelasi dan data validasi terhadap induk wavelet pada citra heterogen pada level dekomposisi ketiga 32

11 Perbandingan hasil korelasi pada kolom data hasil korelasi dan data validasi terhadap besar citra pencarian pada citra homogen menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet lebih kecil dengan korelasi sebelum transformasi wavelet kecuali pada besar citra pencarian 21x21 pixel dengan perbedaan 2 pixel. Perbandingan hasil korelasi pada baris data hasil korelasi dan data validasi terhadap level dekomposisi pada citra heterogen menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet hasil korelasi transformasi wavelet juga lebih besar dengan korelasi sebelum transformasi wavelet. Kolom Baris Gambar IV-13. Perbandingan data hasil korelasi dan data validasi terhadap besar citra pencarian pada citra homogen Perbandingan hasil korelasi pada kolom data hasil korelasi dan data validasi terhadap besar citra pencarian pada citra homogen menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet hampir sama dengan hasil korelasi sebelum transformasi wavelet. Perbandingan hasil korelasi pada baris data hasil korelasi dan data validasi terhadap level dekomposisi pada citra heterogen menunjukkan bahwa hasil korelasi transformasi wavelet hasil korelasi transformasi wavelet juga hampir sama dengan korelasi sebelum transformasi wavelet. 33

12 Kolom Baris Gambar IV-14. Perbandingan data hasil korelasi dan data validasi terhadap besar citra pencarian pada citra heterogen IV.2 Analisis Perbandingan Nilai wavelet secara keseluruhan meningkatkan nilai korelasi baik untuk citra homogen dan citra heterogen. Induk wavelet yang menghasilkan nilai korelasi terbaik adalah daubechies-3 untuk citra homogen dan heterogen pada semua level dekomposisi. Sedangkan pada perbandingan dengan nilai validasi induk wavelet daubechies-3 lebih dekat 1 pixel ke arah kolom pada citra heterogen untuk semua level dekomposisi. Secara keseluruhan daubechies-2 dan daubechies-3 memiliki nilai korelasi dan hasil validasi yang hampir sama. Hal ini dapat disebabkan karakteristik sinyal pada daerah penelitian mendekati karakter sinyal yang dibentuk induk wavelet daubechies-2 dan daubechies-3. Secara keseseluruhan transformasi wavelet belum bisa mendekati nilai validasi secara sempurna, yaitu berkisar ± 6 pixel untuk citra homogen dan ± 2 pixel umtuk citra heterogen. Sehingga hasil korelasi transformasi wavelet masih belum memadai untuk otomasi pencocokan citra dan membutuhkan metode tambahan untuk lebih mendekatkan hasil pencocokan citra. Induk wavelet daubechies-2 dan daubechies-3 dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keberhasilan pencocokan citra pada lokasi penelitian. Nilai validasi bukan nilai yang absolut karena bisa terdapat kesalahan operator dalam mengekstraksi data, sehingga masih terdapat kemungkinan posisi hasil transformasi wavelet lebih dekat menuju nilai sebenarnya atau lebih jauh dari nilai sebenarnya. 34

13 Kenaikan level dekomposisi meningkatkan nilai korelasi setiap kenaikan level dekomposisi. Namun saat dibandingkan dengan nilai validasi, level dekomposisi kedua memiliki selisih yang paling dekat dibandingkan level dekomposisi pertama dan ketiga. Hal ini dimungkinkan karena pada level dekomposisi pertama, sinyal masih dalam bentuk asli atau masih belum terurai menjadi frekuensi rendah dan frekuensi tinggi. Frekuensi tinggi dalam berbagai literatur diasumsikan sebagai derau (noise) sehingga pada level dekomposisi pertama masih memiliki derau yang menganggu proses pencocokan citra. Sedangkan pada level ketiga kenaikan selisih dengan nilai validasi disebabkan karena transformasi wavelet semakin menurunkan resolusi spasial setiap kenaikan level dekomposisi. SCA dan SCP pada penelitian ini 11x11 pixel, pada level kedua menjadi setengah resolusi citra awal yaitu 5x5 pixel dan pada level dekomposisi ketiga menjadi setengah resolusi citra hasil aproksimasi level kedua yaitu 2x2 pixel. Detail pada level dekomposisi ketiga banyak yang hilang sehingga menghilangkan keunikan dari citra hasil aproksimasi transformasi wavelet. Hilangnya keunikan dari citra dapat menyebabkan probabilitas kesamaan pada citra kiri dan kanan semakin besar sehingga posisi hasil pencocokan citra menjadi lebih menyebar. Penurunan resolusi citra ini merupakan masalah dari transformasi wavelet karena terdapat proses downsampling saat meng-aproksimasi level dekomposisi selanjutnya. Besar citra pencarian juga ikut meningkatkan niali korelasi, namun nilai terdekat dengan hasil validasi adalah pada besar citra pencarian 21x21 pixel yaitu ± 2 pixel. Keberhasilan pencocokan citra pada CP sebesar 21x21 dapat disebababkan area yang dicocokan lebih kecil sehingga probabilitas kecocokan citra menjadi lebih kecil. Pada CP yang lebih besar dari 21x21 pixel bisa terdapat area yang memiliki karakteristik spasial dan sinyal yang mirip tetapi merupakan objek yang berbeda. Area yang mirip tersebut dapat dianggap sebagai area yang sama pada citra yang bertampalan. Citra homogen dari sebelum transformasi wavelet menjadi lebih besar rentang histogram citranya setelah tanrsformasi wavelet sehingga keunikan dari citra dapat ditonjolkan (Gambar IV-15). Namun pada citra homogen penuh atau rentang derajat keabuan-nya sama akan sulit dicocokan karena keunikan pada area citra homogen tersebut tidak ada. Secara keseluruhan setiap kenaikan level akan semakin meningkatkan rentang histogram. Pencocokan dengan 35

14 transformasi wavelet dilakukan dengan mencocokan sinyal frekuensi pada citra kiri dan citra kanan sehingga detail citra dapat diekstrak untuk dikorelasikan. Citra heterogen dari sebelum transformasi wavelet menjadi lebih kontras secara spasial setelah transformasi wavelet (Gambar IV-18). Rentang histogram citra juga lebih melebar sehingga keunikan dari citra kiri dan citra kanan dapat ditonjolkan. Seperti pada citra heterogen setiap kenaikan level akan semakin meningkatkan rentang histogram citra dan pencocokan citra dengan transformasi wavelet dilakukan dengan mencocokan sinyal frekuensi citra kiri dan citra kanan. Secara keseluruhan tranformasi wavelet dapat meningkatkan keberhasilan pencocokan citra. Gambar IV-15. Hasil transformasi wavelet pada level dekomposisi pertama dengan daubechies-2 pada citra homogen 36

15 Gambar IV-16. Hasil transformasi wavelet pada level dekomposisi kedua dengan daubechies-2 pada citra homogen Gambar IV-17. Hasil transformasi wavelet pada level dekomposisi ketiga dengan daubechies-2 pada citra homogen 37

16 Gambar IV-18. Hasil transformasi wavelet pada level dekomposisi pertama dengan daubechies-2 pada citra heterogen Gambar IV-19. Hasil transformasi wavelet pada level dekomposisi kedua dengan daubechies-2 pada citra heterogen 38

17 Gambar IV-20. Hasil transformasi wavelet pada level dekomposisi ketiga dengan daubechies-2 pada citra heterogen IV.3 Analisis Perbandingan Waktu Pengolahan Induk wavelet tidak mempengaruhi waktu pengolahan terlalu besar, antar induk wavelet tidak memiliki perbedaan waktu pengolahan yang besar dengan kisaran perbedaan ± 2 detik. Sedangkan waktu pengolahan antar level dekomposisi meningkat ± 15 detik untuk setiap kenaikan level. Besar citra pencarian mempengaruhi lamanya waktu pengolahan, setiap peningkatan besar citra didapatkan kenaikan sekitar 100% dari besar citra pencarian yang lebih kecil. Perbedaan waktu pengolahan antar induk wavelet dapat disebabkan karena model induk wavelet yang berbeda-beda. Hal ini dapat menyebabkan proses penjendelaan dengan melibatkan perubahan skala dan translasi menjadi berbeda-beda. Waktu pengolahan pada induk wavelet haar dapat lebih cepat karena memiliki model yang lebih sederhana, berbeda dengan daubechies yang lebih rumit proses transformasi wavelet-nya. Waktu pengolahan setiap kenaikan level dekomposisi meningkat ± 15 detik. Peningkatan waktu tersebut disebabkan saat penurunan level dekomposisi transformasi wavelet harus menguraikan sinyal asli menjadi frekuensi rendah dan frekuensi tinggi. Penguraian tersebut di- 39

18 iterasi sampai level dekomposisi terakhir dilakukan. Sehingga harus ditentukan level dekomposisi yang optimal untuk pengolahan data dan memiliki resolusi spasial yang cukup untuk mengkorelasikan citra foto yang bertampalan. Perbedaan besar citra pencarian juga meningkatkan waktu pengolahan hingga 100%, untuk peningkatan besar citra pencarian 10x10 pixel. Perbedaan ini disebabkan bertambahnya total pergerakan SCA pada CP. Untuk CP dengan besar 21x21 pixel didapatkan total 121 kali pergeseran dan total pergerakan 441 kali pergeseran pada CP 31x31 pixel, 961 kali pergeseran pada CP 41x41 pixel, 1681 kali pergeseran pada CP 51x51 pixel, dan 2601 kali pergeseran pada CP 61x61 pixel. Sehingga semakin besar citra pencarian akan semakin memperlama waktu pengolahan data. 40

BAB IV ANALISIS. Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Homogen. Wavelet

BAB IV ANALISIS. Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Homogen. Wavelet BAB IV ANALISIS IV.1 Perbandingan Nilai Antar Induk Pada daerah homogen, penggunaan transformasi satu dimensi hanya meningkatkan sedikit nilai korelasi, dilihat dari nilai korelasi sebelum dilakukan transformasi

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Pengolahan data pada penelitian ini meliputi tahapan pengambilan data, penentuan titik tengah area yang akan menjadi sampel, pengambilan sampel, penentuan ukuran window subcitra

Lebih terperinci

Pencocokan Citra Digital

Pencocokan Citra Digital BAB II DASAR TEORI II.1 Pencocokan Citra Digital Teknologi fotogrametri terus mengalami perkembangan dari sistem fotogrametri analog hingga sistem fotogrametri dijital yang lebih praktis, murah dan otomatis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Fotogrametri adalah suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan sekitarnya melalui proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Proses pencocokan citra dilakukan dengan mengidentifikasi dan mengukur pasangan titiktitik sekawan antara citra satu dengan citra lainnya untuk objek yang sama pada

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Data Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa foto dijital berwarna ITB2-05.bmp dan ITB2-06.bmp yang diambil dengan kamera small format Nikon Colpix dengan resolusi 24

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di bidang informasi spasial dan fotogrametri menuntut sumber data yang berbentuk digital, baik berformat vektor maupun raster. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGOLAHAN DATA BAB III PENGOLAHAN DATA Tahap pengolahan data pada penelitian ini meliputi pemilihan data penelitian, penentuan titik pengamatan pada area homogen dan heterogen, penentuan ukuran Sub Citra Acuan (SCA)

Lebih terperinci

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: BAB IV. Analisis Pada bab ini dibahas mengenai analisis terhadap citra aproksimasi dan hasil ekstraksi jalan pada citra aproksimasi tersebut untuk mendapatkan gambaran mengenai keterkaitan antara proses

Lebih terperinci

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG KAJIAN PENCOCOKAN CITRA DIGITAL BERDASARKAN KORELASI KOEFISIEN-KOEFISIEN WAVELET 2-D TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Oleh: Muhammad Aldien Said NIM 151

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam proses pemetaan secara fotogrametris, salah satu hal yang harus diatasi adalah masalah restitusi dua foto udara yang saling pertampalan sedemikian rupa sehingga

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang Jalan merupakan salah satu sarana transportasi darat yang penting untuk menghubungkan berbagai tempat seperti pusat industri, lahan pertanian, pemukiman, serta sebagai

Lebih terperinci

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM :

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM : EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA (Menggunakan Transformasi Wavelet Untuk Penghalusan Citra ) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Citra Citra merupakan istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dibahas mengenai konsep-konsep yang mendasari ekstraksi unsur jalan pada citra inderaja. Uraian mengenai konsep tersebut dimulai dari ekstraksi jalan, deteksi tepi,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan 4.2 Analisis Terhadap Peta Rupabumi yang digunakan BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Terhadap Citra Satelit yang digunakan Citra SPOT 4 dan IKONOS yang digunakan merupakan dua citra yang memiliki resolusi spasial yang berbeda dimana SPOT 4 memiliki resolusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Citra digital dalam dunia modern memainkan peran yang sangat penting dalam berbagai bidang kehidupan seperti penyelidikan forensik, pemrosesan asuransi, sistem pengawasan,

Lebih terperinci

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: BAB III Pelaksanaan Penelitian Pada bab ini dibahas pelaksanaan ekstraksi unsur jalan secara otomatis yang terdiri dari tahap persiapan dan pengolahan data. Tahap persiapan yang terdiri dari pengambilan

Lebih terperinci

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan Konvolusi Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Filter / Penapis Digunakan untuk proses pengolahan citra: Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Penghilangan

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan pemprosesan sinyal suara. Berbeda dengan speech recognition

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan pemprosesan sinyal suara. Berbeda dengan speech recognition BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Speaker recognition adalah salah satu bidang pengenalan pola yang berkaitan dengan pemprosesan sinyal suara. Berbeda dengan speech recognition yang mengenali kata atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik dan keadaan

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1) ISSN : 1693 1173 Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1) Abstrak Mean, standard deviasi dan skewness dari citra domain spasial

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Waktu penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menginterprestasi sebuah citra untuk memperoleh diskripsi tentang citra tersebut melalui beberapa proses antara lain preprocessing, segmentasi citra, analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai acuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timor Leste terletak di antara garis lintang 8 dan 10 S, dan bujur 124

BAB I PENDAHULUAN. Timor Leste terletak di antara garis lintang 8 dan 10 S, dan bujur 124 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Timor Leste terletak di antara garis lintang 8 dan 10 S, dan bujur 124 dan 128 E. Terletak di Asia Tenggara, Pulau Timor merupakan bagian dari Asia Tenggara Maritim,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi berisi tahapan-tahapan yang dilakukan

Lebih terperinci

Analisa Suara Jantung Normal Menggunakan Discrete Wavelet Transform (DWT) dan Fast Fourier Transform (FFT)

Analisa Suara Jantung Normal Menggunakan Discrete Wavelet Transform (DWT) dan Fast Fourier Transform (FFT) Analisa Suara Jantung Normal Menggunakan Discrete Wavelet Transform (DWT) dan Fast Fourier Transform (FFT) Putri Madona Jurusan Teknik Elektro Program Studi Teknik Elektronika Politeknik Caltex Riau Pekanbaru,

Lebih terperinci

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan Pemampatan Citra Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Mengapa? MEMORI Citra memerlukan memori besar. Mis. Citra 512x512 pixel 256 warna perlu 32 KB (1 pixel =

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM Program aplikasi ini dirancang dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Visual C# 2008 Express Edition. Proses perancangan menggunakan pendekatan Object Oriented

Lebih terperinci

Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang. melukiskan garis-garis / pola pendekatan dari keadaan yang sebenarnya.

Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang. melukiskan garis-garis / pola pendekatan dari keadaan yang sebenarnya. BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS 4.1 Pembuatan Data Sintetis Dalam karya tulis ini pembuatan data sintetis mengikuti pola persamaan (3.1) Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang melukiskan

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Iris mata merupakan salah satu organ internal yang dapat di lihat dari luar. Selaput ini berbentuk cincin yang mengelilingi pupil dan memberikan pola warna pada mata

Lebih terperinci

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM 3.1 Gambaran Umum Gambar 3.1 Gambar Keseluruhan Proses Secara Umum 73 74 Secara garis besar, keseluruhan proses dapat dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dicolokan ke komputer, hal ini untuk menghindari noise yang biasanya muncul

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dicolokan ke komputer, hal ini untuk menghindari noise yang biasanya muncul 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Pengambilan Database Awalnya gitar terlebih dahulu ditala menggunakan efek gitar ZOOM 505II, setelah ditala suara gitar dimasukan kedalam komputer melalui

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kebutuhan-kebutuhan yang digunakan dalam membuat program ini. Setelah semua kebutuhan selesai di analisa, maka penulis akan

Lebih terperinci

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA

KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA KULIAH 2 TEKNIK PENGOLAHAN CITRA HISTOGRAM CITRA Informasi penting mengenai isi citra digital dapat diketahui dengan membuat histogram citra. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Teori Dasar Layanan Pesan Multimedia (MMS) Layanan pesan multimedia (MMS/Multimedia Messaging Service) merupakan puncak dari evolusi layanan pesan singkat (SMS/Short Messaging

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otot adalah sebuah jaringan konektif dalam tubuh dengan tugas utamanya

BAB I PENDAHULUAN. Otot adalah sebuah jaringan konektif dalam tubuh dengan tugas utamanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otot adalah sebuah jaringan konektif dalam tubuh dengan tugas utamanya kontraksi. Kontraksi otot berfungsi untuk menggerakkan bagian-bagian tubuh dan substansi dalam

Lebih terperinci

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital

Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Operasi-operasi Dasar Pengolahan Citra Digital Pendahuluan Citra digital direpresentasikan dengan matriks. Operasi pada citra digital pada dasarnya adalah memanipulasi elemen- elemen matriks. Elemen matriks

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial

Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial Pengolahan Citra Digital: Peningkatan Mutu Citra Pada Domain Spasial Dr. Aniati Murni (R.1202) Dina Chahyati, M.Kom (R.1226) Universitas Indonesia DC - OKT 2003 1 Tujuan Peningkatan Mutu Citra Sumber Pustaka:

Lebih terperinci

Gambar 13 Pembangkitan ROI Audio dari 4.wav Dimulai dari Titik ke i = 1,2,,2L K, j = 1,2,,2 p.

Gambar 13 Pembangkitan ROI Audio dari 4.wav Dimulai dari Titik ke i = 1,2,,2L K, j = 1,2,,2 p. Lokalisasi Kerusakan Watermarked audio diserang dengan white noise sepanjang 0.00808 detik menggunakan Audacity. Kemudian watermarked audio yang rusak dibandingkan dengan watermarked audio yang belum diserang.

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Perkembangan Alat Restitusi (Dipokusumo, 2004)

Gambar 2.1 Perkembangan Alat Restitusi (Dipokusumo, 2004) BAB II TEORI DASAR 2.1 Fotogrametri Digital Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan proses perekaman, pengukuran/pengamatan, dan interpretasi (pengenalan

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION 1 Andrian Rakhmatsyah 2 Sayful Hakam 3 Adiwijaya 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi

Lebih terperinci

Pendahuluan. Dua operasi matematis penting dalam pengolahan citra :

Pendahuluan. Dua operasi matematis penting dalam pengolahan citra : KONVOLUSI Budi S Pendahuluan Dua operasi matematis penting dalam pengolahan citra : Operasi Konvolusi (Spatial Filter/Discret Convolution Filter) Transformasi Fourier Teori Konvolusi Konvolusi 2 buah fungsi

Lebih terperinci

Epilog & Daftar Pustaka

Epilog & Daftar Pustaka Epilog & Daftar Pustaka Bila aplikasi deret dan transformasi Fourier telah cukup banyak dibahas, maka berikut ini disajikan ilustrasi bagaimana wavelet Haar digunakan dalam analisis dan pemrosesan signal,

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL

ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL ANALISA PERBANDINGAN METODE VEKTOR MEDIAN FILTERING DAN ADAPTIVE MEDIAN FILTER UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL Nur hajizah (13111171) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budidarma Medan Jl.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA MEDIS MENGGUNAKAN METODE WAVELET

KOMPRESI CITRA MEDIS MENGGUNAKAN METODE WAVELET KOMPRESI CITRA MEDIS MENGGUNAKAN METODE WAVELET 1) Arief Budiman 1) Dosen Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun email : arief@unmer-madiun.ac.id Abstract In the world of medical, anx-ray image is

Lebih terperinci

Distribusi Frekuensi

Distribusi Frekuensi Distribusi Frekuensi Statistik Industri Beberapa Istilah 1 Beberapa (cont ) Kelas interval : banyaknya objek yang dikumpulkan dalam kelompok tertentu, berbentuk interval a b ex: kelas interval pertama

Lebih terperinci

KAJIAN PENCOCOKAN CITRA (IMAGE MATCHING) SETELAH FILTERISASI DENGAN TRANSFORMASI WAVELET SATU DIMENSI

KAJIAN PENCOCOKAN CITRA (IMAGE MATCHING) SETELAH FILTERISASI DENGAN TRANSFORMASI WAVELET SATU DIMENSI KAJIAN PENCOCOKAN CITRA (IMAGE MATCHING) SETELAH FILTERISASI DENGAN TRANSFORMASI WAVELET SATU DIMENSI TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh IKA NUGRAENI

Lebih terperinci

Kata kunci: Fourier, Wavelet, Citra

Kata kunci: Fourier, Wavelet, Citra TRANSFORMASI FOURIER DAN TRANSFORMASI WAVELET PADA CITRA Oleh : Krisnawati Abstrak Tranformasi wavelet merupakan perbaikan dari transformasi Fourier. Transformasi Fourier hanya dapat menangkap informasi

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Histogram dan Operasi Dasar Pengolahan Citra Digital 3 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 MAMPIR SEB EN TAR Histogram Histogram citra

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Lampung merupakan bahasa tradisional masyarakat Lampung. Masyarakat Lampung sering menggunakan Bahasa Lampung sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Biasanya,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 44 BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Analisa yang dilakukan terdiri dari : a. Analisa terhadap permasalahan yang ada. b. Analisa pemecahan masalah. 3.1.1 Analisa Permasalahan Pengenalan uang kertas

Lebih terperinci

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi

1.2 Tujuan. 1.3 Metodologi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh telah menjadi sarana umum untuk mendapatkan data spasial dengan akurasi yang baik. Data dari penginderaan jauh dihasilkan dalam waktu yang relatif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi GUI GUI diimplementasikan sesuai dengan program pengolah citra dan klasifikasi pada tahap sebelumya. GUI bertujuan untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

Pengembangan Aplikasi Presensi Sidik Jari dengan menggunakan Alihragam Wavelet dan Jarak Euclidean di Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri

Pengembangan Aplikasi Presensi Sidik Jari dengan menggunakan Alihragam Wavelet dan Jarak Euclidean di Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri Makalah Pengembangan Aplikasi Presensi Sidik Jari dengan menggunakan Alihragam Wavelet dan Jarak Euclidean di Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri disusun oleh : RANDI GUSTAMA PUTRA PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK KLASIFIKASI TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA PAKET WAVELET

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK KLASIFIKASI TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA PAKET WAVELET PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT LUNAK KLASIFIKASI TEKSTUR DENGAN MENGGUNAKAN ANALISA PAKET WAVELET Sarwosri, Rully Soelaiman, dan Esther Hanaya Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing)

7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing) 7.7 Pelembutan Citra (Image Smoothing) Pelembutan citra (image smoothing) bertujuan untuk menekan gangguan (noise) pada citra. Gangguan tersebut biasanya muncul sebagai akibat dari hasil penerokan yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 60 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Hasil Eksperimen E-nose terdiri dari 4 buah sensor gas dimana masing-masing dari sensor tersebut memiliki kepekaan yang berbeda pada saat pendeteksian aroma Jenis teh

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain: BAB II TEORI DASAR 2.1 Tutupan Lahan Tutupan Lahan atau juga yang biasa disebut dengan Land Cover memiliki berbagai pengertian, bahkan banyak yang memiliki anggapan bahwa tutupan lahan ini sama dengan

Lebih terperinci

Modifikasi Histogram

Modifikasi Histogram Modifikasi Histogram Ekualisasi histogram Nilai-nilai intensitas di dalam citra diubah sehingga penyebarannya seragam Tujuannya untuk memperoleh penyebaran histogram yang merata sehingga setiap derajat

Lebih terperinci

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH Teknologi penginderaan jauh merupakan teknologi yang memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen bencana salah

Lebih terperinci

Karakteristik Spesifikasi

Karakteristik Spesifikasi Sinyal yang masuk difilter ke dalam sinyal frekuensi rendah (low-pass filter) dan sinyal frekuensi tinggi (high-pass filter) Lakukan downsampling pada kedua sinyal tersebut Low-pass frekuensi hasil downsampling

Lebih terperinci

REFERENSI. Dipokusumo, Bobby Diktat Kuliah Fotogrametri. Bandung : Penerbit ITB, 2004.

REFERENSI. Dipokusumo, Bobby Diktat Kuliah Fotogrametri. Bandung : Penerbit ITB, 2004. REFERENSI Dipokusumo, Bobby. 2004. Diktat Kuliah Fotogrametri. Bandung : Penerbit ITB, 2004. Dwi, Adhilaksana. 2007. Aplikasi Transformasi Wavelet Dalam Analisis Gerakan Kutub Rotasi Bumi. Bandung : Institut

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

(IMAGE ENHANCEMENT) Peningkatan kualitas citra di bagi menjadi dua kategori yaitu :

(IMAGE ENHANCEMENT) Peningkatan kualitas citra di bagi menjadi dua kategori yaitu : (IMAGE ENHANCEMENT) Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagi cara. Tujuannya adalah untuk memproses citra yang dihasilkan lebih baik daripada

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1 Metode Penelitian Gambar 3.1. Diagram Blok Rancangan Penelitian Metode penelitian yang digunakan meliputi studi kepustakaan dan penelitian laboratorium.

Lebih terperinci

Pemampatan Citra Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra

Pemampatan Citra Pemampatan Citra versus Pengkodean Citra Bab 10 Pemampatan Citra P ada umumnya, representasi citra digital membutuhkan memori yang besar. Sebagai contoh, citra Lena dalam format bitmap yang berukuran 512 512 pixel membutuhkan memori sebesar 32

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIDIK JARI MENGGUNAKAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN CANBERRA DISTANCE

IDENTIFIKASI SIDIK JARI MENGGUNAKAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN CANBERRA DISTANCE semantik, Vol.1, No.1, Jan-Jun, pp. 1-10 ISSN: 2460-1446 1 IDENTIFIKASI SIDIK JARI MENGGUNAKAN DISCRETE WAVELET TRANSFORM DAN CANBERRA DISTANCE Yunita Hanapi * 1, Ika Purwanti Ningrum 2, Rahmat Ramadhan

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA. Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra

KOMPRESI CITRA. Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra KOMPRESI CITRA Pertemuan 12 Mata Pengolahan Citra PEMAMPATAN CITRA Semakin besar ukuran citra semakin besar memori yang dibutuhkan. Namun kebanyakan citra mengandung duplikasi data, yaitu : Suatu piksel

Lebih terperinci

BAB 3 PERUMUSAN PENELITIAN. Signal. Sparse Coding. Reconstruction. Reconstructed. Assessment

BAB 3 PERUMUSAN PENELITIAN. Signal. Sparse Coding. Reconstruction. Reconstructed. Assessment BAB PERUMUSAN PENELITIAN.1 Blok Diagram Signal Sparse Coding Dictionary Reconstruction Reconstructed Signal Assessment Gambar.1 Blok Diagram secara Umum Secara umum tujuan penelitian ini akan mencari dictionary

Lebih terperinci

BAB III METODE YANG DIUSULKAN

BAB III METODE YANG DIUSULKAN BAB III METODE YANG DIUSULKAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang metode pengenalan manusia dengan menggunakan citra dental radiograph yang diusulkan oleh peneliti. Pengenalan ini akan dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian terkait Gunung Merapi merupakan hal yang menarik untuk dilakukan. Berbagai metode digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian terkait Gunung Merapi merupakan hal yang menarik untuk dilakukan. Berbagai metode digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian terkait Gunung Merapi merupakan hal yang menarik untuk dilakukan. Berbagai metode digunakan untuk mengetahui aktivitas dan karakteristik dari gunung tersebut.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Metodologi Penelitian Berikut adalah alur metodologi penelitian yang akan digunakan dalam menyelesaikan penelitian tugas akhir ini : 3.2 Pengumpulan Data Gambar 3.1

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menunjang tugas akhir ini. Antara lain yaitu pengertian citra, pengertian dari impulse noise, dan pengertian dari reduksi noise.

Lebih terperinci

MATEMATIKA DI BALIK CITRA DIGITAL

MATEMATIKA DI BALIK CITRA DIGITAL MATEMATIKA DI BALIK CITRA DIGITAL Hendra Gunawan Tulisan ini membahas bagaimana matematika berperan dalam pemrosesan citra digital, khususnya pengolahan dan penyimpanan citra dalam bentuk digital secara

Lebih terperinci

ABSTRAK. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version

ABSTRAK. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version ABSTRAK Pengolahan citra digital mempunyai aplikasi yang luas, contohnya adalah: pengiriman dan penyimpanan citra digital untuk bisnis, dan pemeriksaan medis. Citra digital yang didapat sering mengalami

Lebih terperinci

BAB IV PREPROCESSING

BAB IV PREPROCESSING BAB IV PREPROCESSING 4.1 Langkah yang Dilakukan Interpretasi visual citra Pap smear merupakan hal yang sangat rumit. Hal ini disebabkan karena citra Pap smear memberikan hasil sel yang beragam mulai dari

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN

BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN BAB 3 ANALISA DAN PERANCANGAN 3.1 Analisa Tahap sebelum perancangan berhubungan dengan proses penglihatan awal. Tujuan utama dari prapemrosesan adalah untuk menggembangkan gambaran yang berguna dari bentuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

EKSTRAKSI CIRI CITRA TELAPAK TANGAN DENGAN ALIHRAGAM GELOMBANG SINGKAT HAAR MENGGUNAKAN PENGENALAN JARAK EUCLIDEAN

EKSTRAKSI CIRI CITRA TELAPAK TANGAN DENGAN ALIHRAGAM GELOMBANG SINGKAT HAAR MENGGUNAKAN PENGENALAN JARAK EUCLIDEAN EKSTRAKSI CIRI CITRA TELAPAK TANGAN DENGAN ALIHRAGAM GELOMBANG SINGKAT HAAR MENGGUNAKAN PENGENALAN JARAK EUCLIDEAN Ilina Khoirotun Khisan Iskandar *), R. Rizal Isnanto, and Ajub Ajulian Zahra Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1 Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital Latifatul Machbubah, Drs. Soetrisno, MI.Komp Jurusan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci