MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 110/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Pasal 231 ayat (3)] Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terhadap PEMOHON 1. Suhaemi Zakir ACARA Perbaikan Permohonan (II) Rabu, 19 November 2014, Pukul 14.53 15.00 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Aswanto (Ketua) 2) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota) 3) Muhammad Alim (Anggota) Ida Ria Tambunan Panitera Pengganti
Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Rinaldi
SIDANG DIBUKA PUKUL 14.53 WIB 1. KETUA: ASWANTO Bismillahirrahmaanirrahiim. Sidang dalam Perkara 110/PUU- XII/2014 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. Saudara Pemohon, masih yang tadi, ya? Diperkenalkan lagi kembali, silakan. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Baik, Yang Mulia. Nama saya Rinaldi, Kuasa Hukum dari H. Suhaemi Zakir. 3. KETUA: ASWANTO KETUK PALU 3X Baik. Agenda kita pada hari ini adalah perbaikan permohonan. Saudara juga sudah memasukkan permohonan, tapi Saudara tetap diberi kesempatan untuk menyampaikan pokok-pokok perbaikan dari permohonan Saudara. Silakan. 4. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Baik, Yang Mulia. Terima kasih. Kami mengajukan perbaikan. Pertama, masalah kewenangan Mahkamah Konstitusi, kami tambahkan dari dua poin menjadi enam poin. Kami uraikan, kami tambahkan masalah Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. Kemudian, kami tambahkan juga Pasal 29 ayat (1) Undang -Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Tentang kedudukan hukum Pemohon, kami tambahkan dari satu poin menjadi tujuh poin. Kami tambahkan bahwa Pemohon adalah perseorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk. Terus, kami tambahkan juga bahwa akibat dari pasal akibat dari Pasal 231 ayat (3) Kitab Undang -Undang Hukum Pidana (KUHP) yang tidak jelas maknanya, maka menimbulkan ketidakpastian
hukum, jaminan hukum, dan perlindungan hukum yang adil, sehingga Pemohon berpotensi mengalami kerugian disebabkan tidak dapat dituntutnya Bank DKI secara pidana karena tidak mau memberikan secara sukarela atas perintah hakim barang yang telah disita, sehingga Pemohon berpotensi tidak dapat menikmati hasil eksekusi tersebut. Dari uraian-uraian di atas, Pemohon jelas dirugikan hak konstitusionalnya atas berlakunya Pasal 231 ayat (3) KUHP ini. Bahwa sesuai dengan uraian-uraian di atas, maka Pemohon berhak mengajukan permohonan ini dan Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara ini agar Pemohon mendapatkan hak konstitusionalnya kembali, yaitu hak atas kepastian hukum yang adil sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Pada pokok permohonan ditambahkan juga. Bahwa menurut Pasal 23 ayat Pasal 231 ayat (3) Kitab Undang -Undang Hukum Pidana (KUHP), kejahatan yang dilakukan oleh penyimpan barang sitaan, yaitu menarik, menyembunyikan, menghancurkan, merusak, atau membikin tidak dapat dipakai, jelas diatur dalam pasal ini. Namun, untuk kejahatan tidak mau memberikan secara sukarela barang yang disita atas perintah hakim, tidak diatur dalam pasal ini. Kami tambahkan juga bahwa atas kejadian eksekusi yang digagalkan, yang dihalang-halangi oleh Bank DKI, yang sejatinya Bank DKI tidak mau menyerahkan secara sukarela barang yang disita atas perintah hakim, dengan kata lain Bank DKI telah melawan pengadilan dan bertindak anarkis atau melawan hukum, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat melaporkan Bank DKI tersebut pada kepolisian dengan tuduhan Pasal 216 dan Pasal 231. Kemudian, kami tambahkan lagi bahwa ketentuan Pasal 2 hak konstitusional Pemohon, yaitu hak atas kepastian hukum, perlindungan hukum, jaminan hukum yang adil sesuai dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Bahwa ketentuan Pasal 231 ayat (3) KUHP, Pemohon yakini bertentangan dengan prinsi-prinsip konstitusi, yaitu jaminan hak asasi manusia tentang hak atas kepastian hukum, perlindungan hukum, dan jaminan hukum yang adil. Bahwa ketentuan Pasal 231 ayat (3) KUHP, Pemohon yakini melanggar Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Di petitumnya, kami juga memperbaiki, di poin 2 terutama, dengan menambahkan syarat yang lebih ini yang lebih jelas. Bahwa menyatakan Pasal 231 ayat (3) KUHP bertentangan dengan Undang - Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai menyimpan barang sitaan yang dengan sengaja melakukan atau membiarkan dilakukan salah satu kejahatan itu, menarik, menyembunyikan, menghancurkan, merusak, atau membikin tidak dapat dipakai barang sitaan, atau sebagai pembantu menolong perbuatan itu, atau tidak mau memberikan secara sukarela barang yang disita atas perintah hakim diancam dengan pidana paling lama lima tahun.
Demikian, Yang Mulia, perbaikannya. 5. KETUA: ASWANTO Baik. Saudara juga sudah memasukkan bukti, ya? 6. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Betul, Yang Mulia. 7. KETUA: ASWANTO P-1 sampai P-8, betul, ya? 8. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Betul. 9. KETUA: ASWANTO Kita sahkan. Masih ada yang Saudara mau kemukakan? 10. KUASA HUKUM PEMOHON: RINALDI Cukup, Yang Mulia. 11. KETUA: ASWANTO KETUK PALU 1X Cukup. Baik, untuk sidang selanjutnya, Saudara tinggal menunggu pemberitahuan dari Mahkamah.
Dan karena sudah tidak ada yang Saudara mau sampaikan, maka sidang pada hari ini dianggap selesai dan dinyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 15.00 WIB Jakarta, 19 November 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004 Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.