Laporan Ekonomi Bulanan

dokumen-dokumen yang mirip
Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Laporan Ekonomi Bulanan. Mei 2006

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Kondisi Perekonomian Indonesia

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

Laporan Ekonomi Bulanan

MACROECONOMIC REPORT JUNI, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

MACROECONOMIC REPORT JULI, 2014

Economic Update. Exhibit 1. Kontribusi Lapangan Usaha Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Exhibit 2. Kontribusi Penggunaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Tinjauan Ekonomi Desember 2009

BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH

TINJAUAN EKONOMI Januari 2010

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

BAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002

Analisis Ekonomi Mingguan

BAB I PENDAHULUAN. atau investor.kedua, pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN FEBRUARI 2002

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

1. Tinjauan Umum

Pelemahan Rupiah: Haruskah Kita Panik? Mohammad Indra Maulana (Alumni FEB UGM)

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report

BAB I PENDAHULUAN. negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi merupakan sebuah komitmen, yang dapat berupa uang atau resources. a. Kehidupan yang lebih layak di masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi makro, maka dari itu kondisi ekonomi makro yang stabil dan baik

BAB I PENDAHULUAN. dari pasar modal menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang

BAB I PENDAHULUAN. yang dialami sebagian besar emiten, penurunan aktivitas dan nilai transaksi, serta kesulitan

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

3. Perkembangan dan Kebijakan Moneter Triwulan IV-2006

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar. aruhi. Nov. Okt. Grafik 1. Pertumbuhan PDB, Uang Beredar, Dana dan Kredit KOMPONEN UANG BEREDAR

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

Kinerja CENTURY PRO FIXED

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Investment Outlook Desember 2016

CARLINK PRO FLEXY Dana Investasi Berimbang

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan

BAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

CARLINK PRO SAFE Dana Investasi Pasar Uang

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

MACROECONOMIC REPORT AGUSTUS, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan

KAJIAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO INDONESIA: Dampak Kenaikan BBM. A.PRASETYANTOKO Kantor Chief Economist

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengaruhi

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002

BAB I PENDAHULUAN. secara umum diukur dari pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Hal ini disebabkan

% (yoy) Oct'15 Nov'15*

aruhi Uang Beredar (M2) dan Faktor yang Mempengar

I. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

Transkripsi:

Laporan Ekonomi Bulanan Edisi Juli 2005 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA

Indikator Ekonomi Indikator 2000 2001 2002 2003 2004 2005 1. Pertumbuhan PDB (%) 4.90 3.83 4.38 4.88 5.13 6.35 (3) 2. Inflasi (%) 9.35 12.55 10.03 5.06 6.40 4.28 (6) 3. Neraca Transaksi Berjalan (US$ Billion) 8.0 6.9 4.7 4.0 2.9 2.5 (3) 4. Total Ekspor (US$ Billion) 62.1 56.3 57.0 55.6 69.7 33.9 (4) 5. Ekspor Nonmigas (US$ Billion) 47.8 43.7 44.9 43.1 54.10 26.6 (4) 6. Total Impor (US$ Billion) 33.5 31.0 31.2 29.5 46.20 23.6 (4) 7. Neraca Perdagangan (US$ Billion) 28.6 25.4 25.8 26.1 23.50 10.3 (4) 8. Uang Primer (Rp Triliun) 125.6 127.8 138.3 136.5 200 198.4 (7) 9. Uang Beredar (Rp Triliun) 1) a. Arti Sempit (M1) 162.2 177.7 191.9 207.6 253.8 252.5 (5) b. Arti Luas (M2) 747.0 844.1 883.9 911.2 1,033.5 1,046.2 (5) 10. Dana Pihak Ketiga Perbankan (Rp Triliun) 1) 720.4 809.1 845.0 866.3 965 988.7 (5) 11. Kredit Perbankan (Rp Triliun) 1) 269.0 307.6 365.4 411.7 553.6 609.3 (5) 12. Suku Bunga (persen per tahun) 1) a. SBI 1 Bulan 14.5 17.6 12.9 8.1 7.4 8.44 (8) b. Deposito 1 Bulan 12.0 16.1 12.8 7.7 6.4 6.76 (5) c. Kredit Modal Kerja 18.4 19.2 18.3 15.8 13.4 13.20 (5) d. Kredit Investasi 16.6 17.9 17.8 16.3 14.1 13.68 (5) 13. Rupiah/US$ (Kurs Tengah Bank Indonesia) 1) 9,595 10,400 8,940 8,330 9,355 9,803 (9) 14. Persetujuan Investasi - Domestik (Rp Triliun) 92.4 58.8 25.3 16.0 36.8 20.9 (5) - Asing (US$ Billion) 15.4 15.1 9.7 6.2 10.3 5.5 (5) 1,132.0 15. IHSG BEJ 1) 416.3 392.0 424.9 742.5 1,000.2 (9) 16. Nilai Kapitalisasi Pasar BEJ (Rp Triliun) 1) 259.6 239.3 268.4 411.7 679.900 765.8 (7) Sumber: BPS, BI, dan BEJ 1) Akhir Desember 2004 5) Akhir Mei 2005 7) Akhir Juni 2005 3) Januari-Maret 2005 6) Januari-Juni 2005 8) Posisi 6 Juli 2005 4) Januari-Mei 2005 9) Posisi 20 Juli 2005 Perkembangan Ekonomi Indonesia Analisa Bulanan Juli 20005

Terus melemahnya rupiah, naiknya harga minyak dunia, kelangkaan BBM, kenaikan harga barang, kenaikan tingkat suku bunga perbankan, dan terus menyusutnya cadangan devisa di Bank Indonesia mewarnai kondisi perekonomian Indonesia dalam dua bulan terakhir ini. Kurs rupiah yang terus melemah sejak Juni 2005, terus berlanjut pada bulan Juli 2005, meskipun sedikit berfluktuasi. Pada 20 Juli 2005 kurs tengah Bank Indonesia pernah berada pada level Rp 9.830, yang merupakan nilai kurs terendah dalam 40 bulan terakhir ini. Dibandingkan dengan kurs di akhir Juni 2005 yang tercatat pada posisi Rp 9.713, rupiah tercatat melemah sekitar 1,2 persen dalam 20 hari pertama bulan Juli 2005. Membaiknya kurs rupiah dalam beberapa hari terakhir ini, yang lebih disebabkan sebagai dampak ikutan dari revaluai yuan China, selayaknya dijadikan momentum yang baik untuk mempertahankan nilai rupiah pada posisi yang lebih baik. Seperti diketahui, pelemahan rupiah akan berdampak pada banyak faktor, dari mulai tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan cadangan devisa. Grafik. Kurs Rupiah, Juni-Juli 2005 9,400 9,500 Rupiah 9,600 9,700 9,800 9,900 1-Jun 4-Jun 7-Jun 10-Jun 13-Jun 16-Jun 19-Jun 22-Jun 25-Jun 28-Jun 1-Jul 4-Jul 7-Jul 10-Jul 13-Jul 16-Jul 19-Jul 22-Jul 25-Jul Sumber: Kurs Tengah Bank Indonesia Cadangan Devisa Bersamaan dengan merosotnya rupiah, cadangan devisa di Bank Indonesia juga terus merosot dalam tiga bulan belakangan ini. Menurut laporan Bank Indonesia, posisi cadangan devisa pada minggu pertama Juli 2005 tercatat hanya sebesar US$ 32,74 milyar, yang turun sekitar US$ 3,69 milyar (10,1%) dari posisi bulan April 2005 yang mencapai US$ 36,43 milyar. Penurunan cadangan devisa yang sebagian besar digunakan untuk membayar utang luar negeri, sebenarnya tidaklah terlalu mengkhawairkan, karena masih cukup membiayai 6 bulan impor. Namun, karena penurunannya cukup drastis, maka kekhawatiran yang muncul di sementara kalangan sempat menimbulkan spekulasi di lingkungan pelaku pasar.

Dengan adanya aturan penyimpanan dana hasil ekspor di dalam negeri, masih cukup besar harapan bahwa cadangan devisa akan segera kembali meningkat. Menurut kementerian BUMN, ada sepuluh BUMN yang secara rutin melakukan transaksi valuta asing, dan Pertamina adalah yang paling besar karena kerap kali melaksanakan ekspor dan impor minyak mentah dan hasil-hasilnya untuk keperluan penyediaan bahan bakar minyak dalam negeri. Selain Pertamina, sembilan (9) BUMN lainnya bergerak dalam bidang perkebunan dan pertambangan, yang diharapkan akan menyimpan devisanya di bank-bank domestik dalam rangka menjaga nilai rupiah. Dana dari kesembilan BUMN itu saja bisa mencapai S$ 1 US$ 2 milyar per tahun. Posisi Cadangan Devisa 1997 - Juli 2005 20 40 15 38 10 36 34 % 5 0-5 32 30 28 US$ Billion -10 US$ billions -15-20 1997 2000 2003 March 04 June-04 Sep-04 Dec-04 Mar-05 June-05 26 24 Growth (%) 22 20 Pasar Modal dan Suku Bunga Sementara itu, membaiknya kondisi pasar modal sejak pertengahan bulan Mei 2005 terus berlanjut selama bulan Juli 2005 ini. Sehingga pada 22 Juli 2005 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) mencatat angka tetinggi dalam sejarah pasar modal Indonsia dengan mencapai level 1.172,24. Angka ini jauh melewati rekor penutupan tertinggi pada 22 Maret 2005 ketika IHSG mencapai posisi 1.152,6.

IHSG di BEJ, Januari-Juli 2005 1,200 Indeks 1,100 1,000 900 3-Jan 17-Jan 31-Jan 14-Feb 28-Feb 14-Mar 28-Mar 11-Apr 25-Apr 9-May 23-May 6-Jun 20-Jun 4-Jul 18-Jul Sumber: Bursa Efek Jakarta Lagi-lagi terlihat suatu kondisi yang kontradiktif dalam perekonomian nasional, dimana perbaikan pasar modal tidak berjalan seiring dengan penguatan nila tukar rupiah. Seyogyanya dengan membaiknya pasar modal, kurs rupiah ikut menguat karena itu berarti masuknya dana ke dalam negeri. Selain itu penguatan IHSG juga terjadi di saat isu flue burung tengah merebak di kalangan masyarakat luas. Tidak berkembangnya sentimen negatif flu burung di kalangan pasar modal bisa jadi karena tertutupi oleh sentimen positif yang muncul setelah pelaku pasar melihat arah kebijakan Bank Indonesia yang amat jelas dalam menjaga tingkat suku bunga dalam negeri. Meskipun isu kenaikan suku bunga The Fed begitu kentalnya, namun dalam dua kali lelang di bulan Juli 2005, Bank Indonesia berhasil mempertahankan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk tidak naik lebih tinggi lagi. Pada lelang 20 Juli 2005, rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI satu bulan dipertahankan pada tingkat 8,49 persen. Dari target indikatif Rp 17 triliun, Bank Indonesia menyerap dana sebesar Rp 20,12 triliun dengan penawaran masuk Rp 21,63 triliun. Laju Inflasi Sementara itu, laju inflasi secara umum kembali meningkat selama bulan Juni 2005, yaitu mencapai 0,5%, setelah mengalami inflasi yang relatif rendah selama dua bulan sebelumnya. Tingginya inflasi ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu melemahnya nilai tukar rupiah, kebijakan pemerintah yang bersifat inflatoir, harga minyak di pasar internasional yang cenderung meningkat, serta faktor musiman seperti liburan akhir tahun ajaran dan pembayaran biaya pendidikan tahun ajaran baru.

Inflasi Kumulatif (%) 2003-2005 7 6 6.40 5 4 Cummulative 2005 4.28 Cummulative 2004 5.06 % 3 2 Cummulative 2003 1 0 January February March April May June July August September October November December Dengan inflasi bulan Juni 2005 yang mencapai 0,5%, maka inflasi selama Semester I 2005 telah mencapai 4,3%. Sedangkan inflasi tahunan (year on year) mencapai 7,42%. Dengan inflasi yang relatif tinggi selama Semester I 2005 tersebut, diperlukan upaya keras untuk mengendalikan inflasi selama semester II tahun 2005, agar target inflasi sebesar 7,5% selama tahun 2005 tidak terlampaui. Guna menjaga agar inflasi tak meleset jauh dari target, mulai awal Semester II 2005 BI telah menggunakan instrumen suku bunga untuk mengendalikan inflasi Sebelumnya BI menggunakan base money untuk mengendalikan inflasi. Penggunaan suku bunga, yang disebut sebagai BI Rate, diharapkan merupakan kebijakan moneter yang lebih transparan serta mudah dimengerti masyarakat. Karena BI Rate ini merupakan acuan perkembangan suku bunga selama 3 bulan ke depan Kebijakan penggunaan instrumen ini diharapkan akan lebih efektif dalam mempengaruhi ekspektasi masyarakat akan inflasi. Sehingga inflasi nantinya akan dapat dikendalikan sesuai target. Namun kebijakan ini diperkirakan baru akan terasa hasilnya sekitar dua atau tiga triwulan kemudian. Oleh karena itu, inflasi selama tahun 2005 diperkirakan masih sedikit melebihi target, yaitu sekitar 8%. Kondisi ini dapat terpenuhi apabila pelemahan nilai tukar rupiah dapat ditahan, serta tidak diberlakukan kebijakan yang bersifat inflatoir, seperti kenaikan tarif dasar listrik serta harga BBM di dalam negeri. Perkembangan ekspor impor

Setelah mengalami penurunan pada bulan April 2005, nilai ekspor Indonesia kembali meningkat sekitar 6,2 % menjadi US$7,21 milyar pada bulan Mei 2005. Peningkatan ini berasal dari meningkatnya ekspor nonmigas sebesar 11,2%, dari US$5,22 milyar menjadi US$5,81 milyar, karena nilai ekspor migas mengalami penurunan sebesar 10,6%, yaitu dari US$1,57 milyar menjadi US$1,4milyar. Ini disebabkan karena menurunnya volume ekspor minyak mentah dan gas alam, masing-masing sebesar 5,6% dan 13,1% pada bulan Mei 2005. Meskipun demikian, secara kumulatif selama Januari-Mei 2005 ekspor migas tetap meningkat sebesar 20,3% sedangkan ekspor nonmigas naik sekitar 34%, sehingga total nilai ekspor Indonesia dalam periode ini meningkat sebesar 30,8%. Nilai Ekspor dan Nilai Impor 1997-2005 (US$ Miliar) 80 70 60 50 53.4 Ekspor Impor 48.8 48.7 62.1 56.3 57.2 61.0 70.8 46.2 US$ Milyar 40 30 20 41.7 27.3 24.0 33.5 31.0 31.3 32.4 25.9 17.2 33.9 23.6 10 0 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Jan- May 2004 Jan- May 2005 Membaiknya kinerja ekspor beberapa komoditi nonmigas seperti CPO, tembaga, timah dan batubara memberikan indikasi makin membaiknya kinerja ekspor nonmigas. Kondisi ini juga diperkuat oleh menguatnya nilai tukar dolar AS terhadap mata uang asing lainnya termasuk rupiah, sehingga menjadikan daya saing komoditi ekspor Indonesia menjadi lebih kuat. Bila dalam sisa tahun 2005 (Juni-Desember) ekspor nonmigas bisa mencapai rata-rata di atas US$6 milyar seperti pada periode yang sama 2004, maka untuk seluruh tahun 2005 total nilai ekspor Indonesia diperkirakan bisa mencapai sekitar US$80 milyar. Jumlah ini akan lebih tinggi 11,7% dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 2004, yang sebesar US$ 70,8 milyar.

This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy any securities. The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has been taken to ensure that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. All opinions and estimates included in this report constitute our judgement as of this date and are subject to change without notice. This document is for the information of clients only and must not be copied, reproduced or mare available to others.