2 dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet yang diambil. Jumlah kumbang per tandan dihitung dari kumbang per spikelet dikali spikelet per tandan. Lokasi pengambilan kumbang berada pada blok A2, A11, dan G22 (Lampiran 1). Setiap lokasi digunakan 5 pohon sebagai ulangan. Gambar 1 Sampling populasi E. kamerunicus pada tandan bunga jantan kelapa sawit. Sampel diambil masingmasing 3 spikelet dari bagian ujung, tengah, dan pangkal tandan. Data Tandan Buah Segar (TBS) Data TBS dari blok yang diamati populasi kumbang di kebun diperoleh dari data TBS PT GSPP, Astra Agro Lestari, Kumai, Kalimantan Tengah. Data TBS diambil pada 5 bulan setelah pengamatan populasi kumbang, yaitu bulan Oktober, November 2009 dan Maret 2010. Pengukuran Parameter Lingkungan Pengukuran parameter lingkungan, meliputi suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan curah hujan. Analisis Data Data populasi kumbang dan TBS ditampilkan dalam grafik batang. Hubungan antara populasi E. kamerunicus dengan suhu udara, kelembaban, intensitas cahaya, dan curah hujan dianalisis dengan scatter plot (program Sigma Plot) serta ditampilkan persamaan regresi, korelasi Pearson, dan nila p. Hubungan populasi kumbang dengan lingkungan ditampilkan dalam biplot PCA (program CANOCO 4.0). HASIL ujung tandan tengah tandan pangkal tandan Morfologi E. kamerunicus Tubuh kumbang E. kamerunicus berbentuk oval, berwarna coklat kehitaman, Bagian tubuh kumbang terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala, toraks, dan abdomen. Pada bagian kepala terdapat moncong yang panjang dan terdapat antena pada pertengahan moncong. Tiga pasang tungkai kumbang terdapat pada toraks. Sayap kumbang terdiri dari dua pasang. Sayap depan lebih tebal disebut elytra dan sayap belakang tipis. Kumbang jantan memiliki tubuh yang lebih besar, dengan panjang 3 4 mm, moncong pendek, rambut-rambut terlihat jelas pada bagian abdomen dan elytra kumbang. Ciri khusus lain kumbang jantan adalah terdapat tonjolan pada pangkal elytra. Kumbang betina memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan jantan, panjang tubuh 2 3 mm, moncong lebih panjang dibandingkan jantan, tidak ditemukan rambut-rambut pada abdomennya, dan pada pangkal elytra tidak ditemukan tonjolan (Gambar 2). Gambar 2 Kumbang E. kamerunicus betina (a); jantan (b) Populasi E. kamerunicus di Perkebunan Populasi E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit umur 3 tahun di PT. GSPP, Kalimantan pada bulan Mei, Juli, dan Oktober bervariasi. Populasi kumbang tinggi pada bulan Juli (22.695 individu per tandan) dan rendah pada bulan Oktober (5.810 individu per tandan). Dalam satu hektar, populasi kumbang tinggi pada Juli (178.943 individu/ ha) dan rendah pada bulan Oktober (48.701 individu/ ha) (Gambar 3). Jumlah spikelet pada bulan Mei, Juli, dan Oktober bervariasi. Jumlah spikelet pada bulan Mei sebanyak 105 spikelet per tandan, bulan Juli sebanyak 80 spikelet per tandan, dan bulan Oktober sebanyak 82 spikelet per tandan (Gambar 4). TBS di kebun yang terbentuk menunjukkan hasil yang berfluktuasi. TBS tinggi terbenuk pada bulan Oktober (2527 ton/ ha) dan rendah bulan Maret (1509.95 ton/ ha). TBS yang dihasilkan cenderung mengikuti populasi kumbang walaupun pada bulan Maret populasi kumbang cukup tinggi (Gambar 5).
3 Jumlah kumbang 2.5 e + 5 2.0 e + 5 1.5 e + 5 1.0 e + 5 K um b a ng/ta nd a n K um b a ng/ha Curah hujan yang terjadi di kebun menunjukkan nilai yang tinggi pada bulan Oktober (313 mm) dan terendah pada bulan Juli (176 mm) (Gambar 6). 350 300 5.0 e + 4 0.0 B ula n Gambar 3 Jumlah individu E. kamerunicus per tandan dan per hektar pada bulan Mei, Juli, dan Oktober. Standard error ditunjukkan pada setiap bar Jumlah spikelet per tandan 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 B u la n Gambar 4 Rata-rata jumlah spikelet per tandan pada bulan Mei, Juli, dan Oktober. Standard error ditunjukkan pada setiap bar Curah hujan (mm) 250 200 150 100 50 0 B ula n Gambar 6 Curah hujan di kebun pada Bulan Mei, Juli, dan Oktober Hubungan E. kamerunicus dengan Faktor Lingkungan Parameter lingkungan di perkebunan menunjukkan kisaran yang bervariasi pada bulan pengamatan. Suhu rata-rata tertinggi pada bulan Oktober (38.1 o C) dan terendah pada bulan Juli (34.5 o C). Kelembaban relatif di lokasi perkebunan tertinggi pada bulan Juli (63.15%) dan terendah pada bulan Oktober (53%). Intensitas cahaya di perkebunan tertinggi pada bulan Oktober (46393.33 lux) dan terendah pada bulan Juli (36371.33 lux) (Tabel 1). Nilai korelasi antara parameter lingkungan dengan populasi kumbang ditampilkan pada Tabel 2 dan gambaran visual hubungan ini terdapat pada biplot Gambar 8. Jumlah spikelet per tandan menujukkan hubungan yang signifikan dan berkorelasi positif terhadap populasi kumbang (r= 0.488, p= 0.00377). Parameter suhu dan curah hujan menunjukkan hubungan yang signifikan tetapi berkorelasi negatif dengan populasi kumbang (r= -0.440, p= 0.00452 dan r= -0.557, p= 0.00019). Kelembaban relatif dan intensitas cahaya berkorelasi positif dan tidak signifikan terhadap populasi kumbang. Gambar 5 Tandan buah segar (TBS) yang terbentuk setelah 5 bulan masa penyerbukan. Data TBS diperoleh dari PT GSPP, Astra Agro Lestari, Kumai, Kalimantan Tengah
4 Tabel 1 Parameter lingkungan pada bulan pengamatan. Angka dalam kurung menunjukkan nilai kisaran Bulan Parameter lingkungan Suhu ( o C) Kelembaban (%) Intensitas cahaya (lux) Mei 34,5 (30,5-38) 63,15 (58-72) 39445 (16650 103300) Juli 35,17 (29-41) 55,73 (45-74) 36371.33 (11770-92700) Oktober 38,1 (35-42) 53 (34-69) 46393.33 (12000-88400) Tabel 2 Korelasi Pearson, nilai p, dan persamaan regresi antara jumlah kumbang dengan jumlah spikelet per tandan dan parameter lingkungan Parameter Populasi Kumbang r p value Persamaan regresi Spikelet/tandan 0.488 0.00377 y = 190.8x - 870.5 Suhu -0.440 0.00452 y = -1850.x + 82537 Kelembaban 0.244 0.130 y = 377.4x 5603 Intensitas cahaya -0.252 0.117 y = -0.129x + 21028 Curah hujan -0.557 0.00019 y = -123.4x + 45903 (a) (b) y = -1850x + 82537 r = -0.440 r 2 = 0.193 (c) (d) y = -123.4x + 45903 r 2 = 0.859 Gambar 7 Scatter plot antara jumlah kumbang per tandan dengan suhu (a), kelembaban udara (b), intensitas cahaya (c), dan curah hujan (d).
5 Gambar 8 Biplot PCA antara faktor lingkungan dan jumlah spikelet per tandan dengan E. kamerunicus PEMBAHASAN E. kamerunicus merupakan serangga dari ordo Coleoptera. Kumbang ini termasuk ke dalam famili Curculionidae yang memiliki ciri moncong yang panjang dan terdapat antena pada pertengahan moncong (Borror et al. 1996). Moncong ini berfungsi dalam pencarian pakan dan melakukan pengeboran pada jaringan tanaman. Kumbang ini mampu terbang jauh dan lincah. Jika terganggu, kumbang akan menyembunyikan diri di bawah polen pada bunga jantan dan menjatuhkan diri ke tanah. Rambut-rambut yang terlihat jelas pada kumbang jantan memungkinkan polen terbawa lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina. Populasi kumbang di PT GSPP Kumai, Kalimantan Tengah pada bulan Mei, Juli, dan Oktober menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Populasi kumbang tinggi pada bulan Juli (22.695 individu per tandan) dan rendah pada bulan Oktober (5.810 individu per tandan). Kurniawan (2010) melaporkan populasi kumbang tinggi ditemukan pada bulan Juli dan pada bulan Oktober lebih rendah populasi kumbang dari bulan Juli. Pada penelitian lain, Wibowo (2010) melaporkan populasi kumbang pada bulan Oktober lebih tinggi dari bulan Juli dan Mei. Perbedaan populasi ini kemungkinan berkaitan dengan jumlah spikelet yang terbentuk, sebagai sumber makanan, yaitu polen. Populasi kumbang per hektar tinggi pada bulan Juli (178.943 individu per hektar) dan rendah pada bulan Oktober (48.701 individu per hektar). Ukuran populasi kumbang pada bulan Mei, Juli, dan Oktober melebihi ukuran minimun populasi kumbang dalam melakukan penyerbukan yang efektif. Susanto et al. (2007) melaporkan jumlah yang efektif untuk menyerbuki tanaman kelapa sawit adalah 20.000 kumbang per hektar. Ukuran populasi ini jauh lebih besar dari ukuran populasi minimum untuk penyerbukan kelapa sawit. Telah diketahui bahwa kumbang Elaeidobius mampu meningkatkan produksi kelapa sawit. Fruit set yang terbentuk berfluktuasi sepanjang tahun pada perkebunan. Fruit set adalah persentase antara buah yang terbentuk dengan total buah yang ada. TBS yang dihasilkan di kebun berfluktuasi pada 5 bulan setelah populasi kumbang. TBS yang dihasilkan cenderung mengikuti fluktuasi populasi kumbang. Pada bulan Maret, TBS yang dihasilkan rendah dan populasi kumbang juga rendah, tetapi populasi kumbang masih berada di atas ukuran populasi optimum kumbang dalam melakukan penyerbukan dalam satu hektar (Gambar 5). Sepanjang tahun hasil tandan buah kelapa sawit berfluktuasi dan juga populasi kumbang yang juga berfluktuasi. Dhileepan (1994) melaporkan hubungan antara populasi kumbang dengan produksi tandan buah tidak menunjukkan hubungan yang linier sepanjang tahun. Ada kondisi saat produksi tandan tinggi populasi kumbang menunjukkan jumlah yang minimum dibandingkan bulan-bulan yang lain. Tetapi kisaran populasi dalam satu hektar menunjukkan kisaran di atas populasi efektif. Hubungan yang signifikan diperlihatkan jumlah spikelet yang terbentuk (p= 0.003775). Jumlah spikelet yang terbentuk (105 spikelet per tandan) ditemukan pada bulan Mei dan terendah (80 spikelet per tandan) pada bulan Juli (Gambar 4). Semakin tua umur kelapa sawit maka spikelet yang terbentuk semakin banyak. Setiap tahun rata-rata spikelet pada bunga jantan akan bertambah 13 spikelet/ tahun (Wahyono et al. 1996). Wibowo (2010) juga melaporkan jumlah spikelet pada tanaman kelapa sawit umur 6 tahun rata-rata > 100 dan jumlah kumbang tertinggi sebanyak 46.000 kumbang per tandan. Jumlah spikelet ini berpengaruh terhadap jumlah polen yang dihasilkan. Curah hujan tertinggi pada bulan Oktober (313 mm) (Gambar 6) memberikan pengaruh pada populasi E. kamerunicus. Jumlah individu E. kamerunicus pada bulan Oktober
6 yang rendah diduga karena tingginya curah hujan. Chinchilla & Richardson (1991) melaporkan pada bulan Oktober merupakan bulan yang jumlah individu kumbang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada bulan ini curah hujan tinggi. Penurunan jumlah kumbang pada musim hujan (wet season) juga disebabkan oleh munculnya nematoda yang bersifat parasit pada kumbang. Adanya nematoda, seperti Elaeolenchus parthenonema dilaporkan berpengaruh terhadap kumbang. Infeksi nematoda yang tinggi dapat menurunkan produksi telur yang dihasilkan oleh kumbang. Tetapi, efek nematoda terhadap kumbang jantan masih belum diketahui (Poinar et al. 2002). Selain Elaeolenchus parthenonema, nematoda Cylindrocorpus inevectus sp. juga ditemukan di tubuh kumbang. Nematoda ini berkembang biak di bunga jantan dan menginfeksi kumbang pada fase larva. Saat dewasa, di bawah elytra kumbang ditemukan banyak nematoda spesies ini. Keberadaan nematoda ini menyebabkan kumbang sulit untuk terbang (Poinar et al. 2003). Suhu udara di perkebunan menunjukkan kisaran yang bervariasi setiap bulan pengamatan. Suhu rata-rata tertinggi pada bulan Oktober (38.1 o C) dan terendah pada bulan Juli (34.5 o C) (Tabel 1). Dalam scatter plot pada Gambar 7.a, suhu udara menunjukkan hubungan regresi negatif dengan populasi kumbang (r= -0.440, p= 0.00452). Suhu merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi distribusi, pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitas serangga (Young 1982). Pada kondisi ini, kumbang cenderung berada di bunga jantan kelapa sawit. Saat suhu rendah, polinator membutuhkan energi yang cukup besar untuk melakukan aktivitas polinasi (Price 1984). Kelembaban relatif dan intensitas cahaya menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan populasi kumbang (Gambar 7.b & 7.c; Tabel 2). Dalam PCA (Gambar 8), kelembaban menunjukkan pengaruh positif walaupun korelasinya rendah. Dhileepan (1994) juga melaporkan kelembaban relatif memiliki hubungan yang positif terhadap jumlah kumbang. Kelembaban yang terjadi berpengaruh terhadap polen. SIMPULAN Populasi E. kamerunicus di Kumai, Kalimantan Tengah pada bulan Mei dan Juli lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Oktober. Ukuran populasi kumbang di kebun lebih dari cukup untuk melakukan penyerbukan optimum dalam satu hektar. Jumlah spikelet per tandan dan kelembaban udara berpengaruh signifikan dengan populasi kumbang. Suhu dan curah hujan menunjukkan pengaruh negatif terhadap populasi kumbang. SARAN Perlu dilakukan perhitungan sex ratio antara E. kamerunicus jantan dan betina untuk siklus hidup yang terjadi pada bunga jantan kelapa sawit. Perlu dilakukan pengamatan frekuensi kunjungan kumbang terhadap bunga betina kelapa sawit sehingga diketahui waktu penyerbukan yang dilakukan oleh E. kamerunicus. Pengamatan populasi kumbang sebaiknya dilakukan setiap bulan untuk melihat dinamika yang lebih detil dan pengukuran fruit set perlu dilakukan yang dikaitkan dengan populasi kumbang. DAFTAR PUSTAKA Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Partosoedjono S, penerjemah; Brotowidjoyo MD, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: An Introduction to The Study of Insects. Caudel R et al. 2005. Polinazacion por insectos en palma de Aceite: una comparacion de la viabilidad y sostenibilidad a largo plazo de Elaeidobius kamerunicus en Papua Nueva Guinea, Indonesia, Costa Rica y Ghana. Palmas 26(1):29-46. Chinchilla CM, Richardson DL. 1991. Pollinating insects and the pollination of oil palms in Central America. ASD Oil palm Papers 2:1-18. Dhileepan K. 1994. Variation in population of the introduced pollinating weevil (Elaeidobius kamerunicus) (Coleoptera: Curculionidae) and its impact on fruit set of oil palm (Elaeis guineensis) in India. Bull Entomol Resrc 84: 477-485. Kurniawan Y. 2010. Demografi dan populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust.