BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan"

Transkripsi

1 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman Pusat Penelitian Kelapa Sawit Unit Marihat. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan November 2016 sampai April 2017 dengan rata - rata Suhu 23,75 ± 0,07 o C dan kelembaban 76 ± 0,41 %. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga jantan pada tanaman kelapa sawit yang belum mekar (anthesis), serangga penyerbuk E. kamerunicus jantan dan betina yang baru saja keluar dari pupa, kapas, karet gelang, kertas label, tissue dan alkohol. Alat alat yang digunakan adalah penyungkup Agrivek bag, karet ban, kantung, botol film, termohidrograf, jarum suntik, pisau cutter, gunting tanaman, kamera, penjepit, jarum kait, mikroskop, kotak Hacth and Carry, alat tulis dan sebagainya yang diperlukan dalam penelitian. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu mengamati secara langsung siklus hidup E. kamerunicus dengan mengamati setiap stadia E. kamerunicus yang diambil langsung dari perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu yang berada di daerah dataran tinggi pada ketinggian 1100 m dpl.

2 13 Persiapan Penelitian Penyediaan Serangga E. kamerunicus Serangga yang digunakan diperoleh dari perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan serangga yang baru saja keluar dari pupa, pengambilan serangga di lapangan dilakukan secara berikut: Pencarian bunga jantan kelapa sawit yang telah lewat mekar (post-anthesis) yang dicirikan dengan bunga yang mulai layu dan ditumbuhi jamur yang didalamnya terdapat larva atau pupa serangga E. kamerunicus kemudian bunga tersebut dipotong dan diletakkan kedalam kotak Hacth and Carry, bunga tersebut diamati untuk mendapatkan serangga berumur 3 hari dan belum kawin yang keluar dari dalam bunga kelapa sawit sebagai bahan untuk penelitian. Penyediaan Bunga Jantan Mencari 3 bunga jantan yang belum mekar di lapangan dari lokasi yang sama dengan tempat E. kamerunicus diambil, kemudian bunga tersebut dihitung jumlah spikeletnya dan dipotong setiap spikelet menjadi setengah bagian dengan menggunakan gunting tanaman yang tajam setelah itu bunga tersebut disungkup dengan menggunakan kertas penyungkup Agrivak, hingga bunga mekar. Hal ini dilakukan untuk menjaga bunga tetap steril dari E. kamerunicus. Pelaksanaan Penelitian Stadium telur, larva, pupa dan imago E. kamerunicus Dimasukkan 100 pasang serangga jantan dan betina berumur 3 hari yang masih steril ke dalam sungkupan bunga jantan kelapa sawit yang telah mekar kemudian bunga jantan kelapa sawit disungkup kembali. Hari berikutnya dilakukan pengambilan spikelet pada tiap - tiap tandan bunga jantan kelapa sawit

3 14 masing - masing 3 spikelet setiap hari dan dibuka masing masing spikelet yang diambil untuk melihat perkembangan siklus mulai telur, larva, pupa, hingga imago. Telur, larva, pupa dan imago yang diperoleh diletakkan kedalam botol film yang berisi alkohol 70 % sebanyak 4 ml agar tubuhnya tidak rusak dan dapat diamati. Pengambilan spikelet dilakukan setiap hari sampai spikelet yang berada didalam sungkupan tersebut habis. Keperidian E. kamerunicus Penyediaan Pakan Mencari 1 bunga jantan yang belum mekar di lapangan dari lokasi yang sama dengan tempat E. kamerunicus diambil, kemudian bunga tersebut disungkup dengan menggunakan kertas penyungkup terilen Agrivak, hingga bunga mekar. Hal ini dilakukan untuk menjaga bunga tetap steril dari E. kamerunicus dan ketika bunga jantan mekar akan digunakan sebagai pakan dan tempat meletakkan telur, penyungkupan dilakukan setiap 3 hari sekali karena bunga jantan kelapa sawit mekar hanya selama 4 5 hari. Penyediaan E. kamerunicus Pencarian bunga jantan kelapa sawit yang telah lewat mekar yang didalamnya terdapat larva atau pupa serangga E. kamerunicus kemudian bunga tersebut dipotong dan diletakkan kedalam kotak Hacth and Carry. Bunga tersebut diamati untuk mendapatkan serangga berumur 3 hari dan belum kawin yang keluar dari dalam bunga kelapa sawit sebagai bahan untuk penelitian. Serangga diambil sebanyak 25 pasang, dimasukkan ke dalam 5 kantong sebanyak 5 pasang/kantong, kemudian dimasukkan pada tiap kantong potongan spikelet bunga jantan yang disungkup tersebut telah mekar sebagai pakan dan

4 15 tempat meletakkan telur. Setiap hari potongan spikelet bunga kelapa sawit diambil dari dalam kantong dan diganti dengan potongan spikelet bunga yang baru. Bunga kelapa sawit tersebut dibuka satu persatu dan dihitung jumlah telur yang dihasilkan sampai betina mati dan dihitung serangga jantan ataupun betina yang mati setiap harinya. Peubah Amatan Stadium telur, larva, pupa dan imago E. kamerunicus Pengamatan terhadap stadium telur, larva, pupa dan imago dilakukan di bawah mikroskop. Pengamatan meliputi warna, ukuran tubuh, dan umur setiap stadia. Masing masing sebanyak 40 sampel. Siklus Hidup E. kamerunicus Pengamatan terhadap siklus hidup dilakukan dengan menghitung berapa hari sejak telur sampai imago dan masa praoviposisi (masa sebelum meletakkan telur). Keperidian E. kamerunicus Pengamatan meliputi lama kopulasi dan jumlah telur selama hidup serangga betina. Pengamatan dilakukan sampai serangga tersebut mati. Data pendukung Data pendukung yang diamati dalam penelitian ini adalah pengukuran suhu ( o C) dengan menggunakan Thermohigrometer. Pengukuran dilakukan di lokasi penelitian yaitu pada ketinggian 1100 m dpl. Pengamatan dilakukan setiap hari pukul

5 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Stadia Telur, Larva, Pupa dan Imago E. kamerunicus Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu mulai dari telur (Gambar 1), larva (Gambar 2), pupa (Gambar 3) dan imago (Gambar 4). Waktu yang diperlukan untuk perkembangan serangga dari telur sampai menjadi imago 16,66 ± 3,05 hari. Rincian waktu yang diperlukan pada tiap tiap fase tercantum pada Tabel 1 dan Lampiran 1. Tabel 1. Lama hidup masing masing stadia E. kamerunicus Stadia Rata-rata (Hari) Telur 2,33 ± 0,57 Larva instar 1 2 ± 1,73 Larva instar 2 5 ± 1 Larva instar 3 2,66 ± 1,15 Pupa 4,66 ± 0,57 Imago Jantan 10,72 ±1,4 Imago Betina 14,44 ± 1,35 Ukuran rata rata masing masing stadia mulai dari telur sampai imago dapat dilihat pada Tabel 2. Rincian masing masing ukuran dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 2. Ukuran masing- masing stadia E. kamerunicus Rata rata (mm) Stadia Panjang Lebar Diameter kepala Panjang moncong Telur 0,65±0,05 0,43±0, Larva instar 1 0,76±0,17 0,37±0,05 0,29±0,02 - Larva instar 2 3,88±0,44 1,34±0,16 0,72±0,08 - Larva instar 3 3,07±0,34 1,21±0,13 0,65±0,07 - Pupa 3,08±0,25 1,30±0, Imago Jantan 2,52±0,19 1,09±0,12 1,07±0,11 0,90±0,09 Imago Betina 2,02±0,15 0,97±0,08 0,92±0,10 1,30±0,08

6 17 Telur berwarna kuning bening atau keputih putihan, berbentuk oval (Gambar 1) kulit licin dan mengkilap. Gambar 1. Telur E. kamerunicus Telur diletakkan serangga betina diujung bulir bunga jantan kelapa sawit yang sedang mekar dengan menggunakan alat peletakan telur (ovipositor) dan pada bulir bunga tersebut terdapat lubang karena jaringan tangkai sari bunga dimakan oleh serangga. Bekas gigitan tersebut akan mengeras sehingga melindungi telur yang diletakkan. Pada umumnya telur berjumlah 1-2 butir per bulir bunga jantan. Rata rata panjang telur yaitu 0,65 ± 0,05 mm dan lebarnya 0,43 ± 0,05 mm (Tabel 2), lama masa telur yaitu 2,33 ± 0,57 hari (Tabel 1). Batomalaque dan Bravo (2011) masa telur yaitu 2 3 hari sedangkan (Girsang, 2016) lebih cepat masa inkubasi telur yaitu 1 2 hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya daerah dataran tempat penelitian. Ketinggian tempat erat kaitannya dengan suhu udara yang memegang peranan penting dan sering menjadi faktor pembatas (Syarkawi et al., 2015). Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh cukup kuat pendukung penetasan telur (Wibowo et al. 2004). Stadia larva terdiri dari 3 instar yaitu larva instar 1, larva instar 2 dan larva instar 3. Larva instar 1 berada ditempat serangga meletakkan telur yaitu pada bulir bunga jantan yang mekar, larva instar 1 memiliki tubuh sangat kecil, berwarna putih bening karena setelah menetas serta masih memakan cairan yang terdapat

7 18 pada telur yang menetas dan terdapat bintik hitam dibagian kepala yang merupakan mulutnya (Gambar 2). Rata rata ukuran panjang tubuh larva instar 1 adalah 0,76 ± 0,17 mm, lebar tubuh 0,37 ± 0,05 mm dan diameter kepala 0,29 ± 0,02 mm (Tabel 2), dan lama masa larva instar 1 adalah 2 ± 1,73 hari (Tabel 1). Menurut Girsang (2016) masa inkubasi larva instar 1 yaitu 1 2 hari (rata rata 1,05 hari) sedang menurut Tuo et al. (2011) 1,24 + 0,12 hari. Larva instar 1 berubah menjadi larva instar 2, larva ini akan bergerak menuju pangkal bulir bunga kelapa sawit dan memakan bagian bulir bunga yang lunak larva instar 2 berwarna coklat kekuningan, kepala berwarna coklat dan pada tubuhnya terdapat bulu halus namun tidak banyak. Rata rata ukuran panjang tubuh adalah 3,88 ± 0,44 mm, lebar tubuh 1,34 ± 0,16 mm, diameter kepala 0,72 ± 0,08 mm(tabel 2) dan lama perkembangan larva instar 2 yaitu 5 ± 1 hari (Tabel 1). Hal ini berbeda dengan Girsang (2016) masa perkembangan larva instar kedua berkisar antara 1 2 hari (rata rata 1,06 hari), menurut Kurniawan (2010) larva instar 2 membutuhkan waktu 2,79 hari. Larva instar 3 berwarna kuning terang, kepalanya coklat muda dan memiliki bulu halus pada tubuhnya. Larva instar 3 memperoleh makanannnya dengan cara menggerek pangkal bulir menuju bulir lain dan memakan bagian lunak pada bulir bunga jantan kelapa sawit, larva instar 3 biasanya memakan 5 6 bulir. Rata rata ukuran larva instar 3 adalah panjang tubuh 3, 07 ± 0,34 mm, lebar tubuh 1,21 ± 0,13 mm, diameter kepala 0,65 ±0,07 mm (Tabel 2) dan masa perkembangan larva instar 3 adalah 2,66 ± 1,15 hari (Tabel 1). Menurut Girsang (2016) larva instar ketiga mengalami masa inkubasi yaitu antara 2 11 hari (rata rata 4,76 hari), sedangkan menurut kurniawan (2010) 3,50 hari.

8 19 (a) (b) (c) Gambar 2. a. Larva instar 1 b. Larva instar 2 c. Larva instar 3 Larva memiliki bentuk tubuh melengkung sehingga menyerupain seperti huruf c disebut juga tipe scarabaeiform (Gambar 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Putri (2015) yaitu bentuk tubuh pada larva serangga ini termasuk dalam tipe scarabaeiform, dimana kepala dan tubuh mudah dibedakan, dengan bentuk tubuh melengkung. Larva instar 3 berubah menjadi pupa dan sebelum terbentuk pupa, larva instar 3 menggigit ujung bulir bunga agar terbentuk lubang sebagai jalan keluar ketika menjadi imago, larva instar 3 tidak banyak melakukan aktifitas dan sebagian besar waktunya digunakan untuk pembentukan organ organ tubuh. Rata rata ukuran panjang tubuh pupa adalah 3,08 ± 0,25 mm, lebar tubuh 1,30 ± 0,15 mm (Tabel 2) dan lama masa pupa selama 4,66 ± 0,57 hari (Tabel 1) menurut Girsang (2016) masa inkubasi pupa adalah 2 11 hari (rata rata 2,35 hari) menurut Simanjuntak et al (2015) masa inkubasi pupa 4 8 hari, menurut Apriniarti (2011) masa inkubasi pupa adalah 3-4 hari sedangkan menurut Arif et al (2009) masa inkubasi pupa adalah 2 6 hari. Menjelang berakhirnya stadia pupa warna mulut dan tungkai secara berangsur berubah menjadi kecokelatan. Pupa bewarna kuning cerah, pada pupa tidak memiliki kokon sehingga dapat dilihat langsung dan jelas bagian tubuhnya seperti moncong, sayap dan tungkai yang mulai terbentuk, tipe pupa disebut dengan eksarata. Hal ini sesuai

9 20 dengan pernyataan Meliala (2008) yang menyatakan bahwa tipe pupa eksarata adalah pupa yang dilengkapi embelan bebas dan biasanya tidak melekat pada tubuh serta tidak memiliki kokon. Gambar 3. Pupa E. kamerunicus Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama stadia pradewasa E. kamerunicus adalah 16,66 ± 3,05 hari (Lampiran 1). Menurut Simanjuntak et al (2015) lama stadia pradewasa E. kamerunicus pada ketinggian 530 m dpl di Jawa Barat adalah hari sedangkan yang ada di Sumatera Utara pada ketinggian m dpl adalah hari, menurut Girsang (2016) lama stadia pradewasa berkisar antara 7 20 hari (rata rata 10,23 hari) berada pada ketinggian m dpl. Hal ini menunjukkan bahwa lama stadia pradewasa E. kamerunicus pada setiap ketinggian tempat memiliki waktu yang berbeda beda, karena setiap tempat memiliki kondisi lingkungan yang berbeda pula menurut Syarkawi et al (2015) menyatakan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi suhu lingkungan. Bagi organisme ektotherm seperti serangga, suhu rendah dapat memperpanjang masa perkembangan. Suhu udara dapat mempengaruhi distribusi serangga (Young, 1982), perkembangan, pertumbuhan, dan aktivitas serangga (Speight et al., 2008). Selain faktor lingkungan makanan juga mempengaruhi perkembangan, tersedianya makanan akan membuat serangga mampu bertahan hidup Aminah (2011) menyatakan bahwa serangga penyerbuk kelapa sawit secara umum

10 21 mengunjungi bunga karena adanya beberapa faktor penarik yaitu bentuk dan warna bunga, serbuk sari, nektar dan aroma selain itu ketersediaan makanan pada bunga jantan juga akan membantu larva serangga penyerbuk untuk dapat tumbuh dewasa. Imago E. kamerunicus berwarna hitam kecoklatan dan memiliki 2 pasang sayap dengan sayap bagian depan yang mengeras disebut elitera (Gambar 4). Imago E. kamerunicus keluar dari lubang pada ujung bulir bunga yang telah dibuat saat akan berubah menjadi pupa, berdasarkan pengamatan lama hidup imago jantan adalah 10,72 ± 1,4 hari lebih cepat dari pada imago betina 14,44 ± 1,35 hari (Lampiran 1). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Girsang (2016), Firmansyah (2012), Kurniawan (2010) dan Herlinda et al (2006) yang menyatakan bahwa umur imago jantan lebih lama dari pada umur betina, tetapi hasil penelitian menunjukan hasil yang sama dengan hasil penelitian Tuo et al (2011), Sholehana (2010) dan Meliala (2008), yang menyatakan bahwa lama hidup imago jantan lebih cepat dibandingkan imago betina. Perbedaan lama hidup imago jantan dan betina pada setiap penelitian disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah terdapat perbedaan cara pemeliharaan imago dan kondisi lingkungaan. Mahfudho (2014) menyatakan bahwa faktor abiotik memiliki peran penting dalam peningkatan pertumbuhan serangga. Faktor abiotik yang memegang peranan tersebut adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya. Suhu menjadi penting sebagai faktor pembatas yang mempengaruhi segala aktivitas serangga dan memiliki daya adaptasi tertentu dengan lingkungannya.

11 22 (a) (b) Gambar 4 : Imago E. kamerunicus (a) Jantan (b) Betina Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari ciri morfologinya seperti ukuran tubuh jantan lebih besar dari pada betina tapi panjang moncong betina lebih panjang dibanding jantan. Pada imago jantan rata rata panjang tubuh 2,52 ± 0,19 mm, lebar tubuh 1,09 ±0,12 mm, diameter kepala 1,07 ± 0,11 mm dan panjang moncong 0,90 ± 0,09 mm sedangkan betina rata rata panjang tubuh 2,02 ± 0,15 mm, lebar tubuh 0,97 ± 0,08 mm, diameter kepala 0,92 ± 0,10 mm dan panjang moncong 1,30 ± 0,08 mm (Tabel 2 dan Lampiran 1). Kingsolver dan Huey (2008) menyatakan bahwa ukuran tubuh yang lebih besar berkaitan dengan kelangsungan hidup, produktivitas dan kesuksesan perkawinan yang lebih tinggi. Pada bagian elitera jantan terdapat dua tonjolan, sedangkan pada betina bagian elitera tersebut rata dan bulu pada tubuh jantan lebih banyak dari pada betina. Oleh sebab itu serbuk sari dapat menempel pada tubuh serangga sehingga dapat membantu dalam penyerbukan kelapa sawit. Prasetyo dan Susanto (2012) menyatakan bahwa serangga E. kamerunicus jantan dapat membawa serbuk sari lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina. Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuh jantan yang lebih besar serta banyaknya bulu pada sayap kumbang jantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa prapeneluran E. kamerunicus adalah 2 ± 0 hari (Lampiran 3). Lama peneluran E. kamerunicus selama 9,84 ± 0,96 hari (Lampiran 3), rata- rata jumlah telur yang dihasilkan setiap betina

12 23 semasa hidupnya 20,4 ± 2,6 butir (Lampiran 5) dan masa pasca peneluran 4 ± 0,89 hari (Lampiran 3). Menurut Girsang (2016) masa prapeneluran E. kamerunicus adalah 2 hari di laboratorium, peneluran yaitu antara (rata rata 31,07) hari rata rata jumlah telur yang dihasilkan imago betina adalah 197,97 butir dan pasca peneluran adalah 0 18(rata rata 4,8) hari. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hoiss et al (2012) yang menyatakan bahwa jumlah spesies serangga menurun dengan meningkatnya lintang atau ketinggian tempat yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Duyck et al. (2010) menyatakan selain itu, tempat yang lebih tinggi dapat memperlambat reproduksi serangga sehingga jumlah generasi dan jumlah populasi serangga cenderung lebih sedikit. Siklus Hidup E. kamerunicus Hasil penelitian ini diperoleh bahwa siklus hidup E. kamerunicus (perkembangan telur sampai imago dan masa prapeneluran) berkisar 18,66 ± 3,05 hari (Lampiran 1 dan 3) hasil ini berbeda dengan penelitian Girsang (2016) yang menyatakan bahwa siklus hidup E. kamerunicus berkisar 9 22 (rata rata 12,25 hari). Hal ini disebabkan karena metabolisme serangga pada daerah dataran tinggi terhambat dibandingkan di daerah dataran rendah sehingga membutuhkan waktu lebih panjang untuk menyelesaikan siklus hidupnya dan kelembaban udara bisa mempengaruhi aktivitas serangga. Nainggolan (2001) menjelaskan bahwa kelembaban udara berperan sangat besar terhadap kadar air tubuh serangga, dan siklus hidup serangga sehingga mengatur aktivitas organisme dan penyebaran serangga. Speight et al (2008) juga menjelaskan pada beberapa serangga, suhu tinggi atau rendah akan menghambat metabolisme atau mengakibatkan kematian, tetapi serangga yang hidup di gurun dapat menurunkan

13 24 laju metabolisme sehingga dapat bertahan pada daerah dengan jumlah makanan dan air terbatas. Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga dan membantu mendapatkan makanan (Jumar, 2000). Wardani et al (2013) menyatakan bahwa cahaya matahari dapat dijadikan penanda untuk aktivitas tertentu seperti dalam pencarian makan, molting, ataupun reproduksi. Intensitas cahaya akan mempengaruhi kondisi lingkungan, seperti suhu dan kelembaban udara. Selain itu, kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap metabolisme tubuh serangga. Kelembaban merupakan faktor penting yang mempengaruhi penyebaran, aktivitas, dan perkembangan serangga. Pada umumnya serangga memiliki kandungan air dalam tubuhnya sekitar 50-90%, kondisi ini dapat dipertahankan jika kelembaban lingkungan berkisar diantara nilai tersebut. Namun Susanto (2000) menyatakan bahwa pada kondisi lingkungan yang kering, serangga mampu meningkatkan metabolisme tubuhnya. Peningkatan metabolisme tersebut menyebabkan serangg menghasilkan kandungan air dalam tubuh lebih banyak untuk mengimbangi penguapan dari tubuh serangga. Suhu menjadi penting sebagai faktor pembatas yang mempengaruhi segala aktivitas serangga dan memiliki daya adaptasi tertentu dengan lingkungannya. Nietschke et al (2007) menyatakan bahwa suhu menjadi faktor yang relevan yang mempengaruhi aktivitas serangga. Thomson et al (2010) menambahkan bahwa serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk perkembangan dan proses fisiologisnya, dimana pada suhu tertentu aktivitas serangga tinggi dan akan berkurang (menurun) pada suhu yang lebih rendah. Fakta ini memperlihatkan

14 25 bahwa suhu yang tidak mendukung akan memperpendek umur serangga (Jumar, 2000). Semua spesies serangga mempunyai kisaran suhu udara tertentu dalam mempertahankan hidupnya. Kisaran ini akan berbeda pada setiap spesies serangga Mavi dan Tupper (2004) menyatakan bahwa bila suhu udara berada di atas atau di bawah keadaan optimal maka akan menimbulkan kematian serangga dalam waktu dekat. Beberapa serangga dapat beradaptasi menghadapi lingkungan ekstrim dengan diapause. Perkembangan dan aktivitas serangga akan normal kembali jika suhu udara berada pada kisaran yang cocok. Metode penelitian juga mengakibatkan perbedaan perkembangan pradewasa serangga E. kamerunicus. Pada penelitian ini 100 pasang serangga dimasukkan kedalam tandan bunga jantan yang telah disungkup dan masih berada pada tanaman kelapa sawit kemudian diambil 3 spikelet per hari untuk mengamati perkembangan stadia setiap hari sedangkan Girsang (2016) melakukan metode yang berbeda yaitu melakukan pemeliharaan di dalam tabung, dari 100 tabung telur yang berumur sama diambil 5 tabung/hari untuk melihat perkembangan stadia setiap hari sehingga menyebabkan terganggunya perkembangan pradewasa serangga tersebut hal ini sesuai dengan penelitian Fikra (2015) bahwasanya pada tandan kelapa sawit yang dipotong dari pohonya menunjukkan adanya kehilangan air (water lost) yang signifikan, sedangkan dalam tandan tersebut masih terdapat kumbang pradewasa yang masih mengalami pertumbuhan dan perkembanngan untuk menjadi dewasa. Berhasil atau tidaknya suatu siklus hidup juga berkaitan dengan faktor makanan yaitu makanan yang baik akan membantu pertumbuhan dan

15 26 perkembangan suatu serangga Susanto et al (2007) menyatakan bahwa proses menjadi imago diperlukan bunga jantan yang berkondisi baik agar larva tidak mengalami kekurangan makanan dan dapat memakan bagian pangkal tangkai sari pada bunga jantan tersebut. Keperidian E. kamerunicus Jumlah telur Hari ke Gambar 5. Keperidian E. Kamerunicus kantong 1 kantong 2 kantong 3 kantong 4 kantong 5 Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor betina menunjukkan bahwa awal masa peneluran jumlah telur yang diletakkan masih sedikit dan mulai mengalami peningkatan pada hari hari berikutnya hingga mencapai puncak peneluran pada hari ke 6 (Gambar 5) kemudian mengalami penurunan pada hari berikutnya dan tidak ada lagi ditemukan telur pada hari ke 12 hari ke 17 (Lampiran 5). Imago E. kamerunicus berkopulasi antara 1,84 ± 0,8 hari (Lampiran 4). Jumlah telur yang diletakkan seekor betina perhari berkisar 1,3 ± 0,18 butir dan jumlah telur yang dihasilkan selama hidupnya yaitu 20,4 ± 2,6 butir (Lampiran 5). Menurut Girsang (2016) Jumlah telur yang diletakkan seekor betina perhari berkisar 1 15 butir (rata rata 3,60 butir) dan jumlah telur yang dihasilkan selama hidupnya yaitu butir (rata rata 197,97 butir). Menurut Tuo et al (2011) rata rata telur yang diletakkan oleh serangga betina/hari adalah 1,63 dan jumlah telur seumur

16 27 hidup 57,64 + 8,29 butir. Menurut Buambitun et al (2015) produksi telur akan sangat tergantung pada nutrisi tanaman inang terutama kadar protein dan asam asam aminonya. Kurniawan (2010) menjelaskan bahwa peluang hidup pada fase telur diduga karena fase ini belum banyak terpengaruh oleh faktor luar, seperti serangan cacing parasit, tungau, ataupun pengaruh dari kondisi lingkungan. Imago jantan mulai mati pada hari ke 9 dan berakhir pada hari ke 12 dan imago betina mulai mati pada hari ke 14 dan berakhir pada hari ke 17 (Lampiran 1). Masa pasca peletakan telur (Post ovipisition) mulai pada hari ke 12 dan berakhir pada hari ke 17 (Lampiran 5). Menurut Sholehana (2010) perbedaan lama hidup kumbang jantan dan betina karena peranan kumbang betina dalam menghasilkan keturunannya. Selain itu menurut Kurniawan (2010) pada fase imago peluang hidupnya rendah diduga karena faktor luar, terutama adanya serangan cacing parasit. Penyebab lain adalah karena faktor lingkungan pada saat pengamatan mungkin kurang sesuai dengan kondisi lingkungan dialam, misalnya imago menjadi stres. Selain disebabkan karena cacing parasit kematian pada fase imago disebabkan karena telah mencapai umur maksimumnya (aging/longevity maksimum). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan biologi E. kamerunicus di daerah dataran tinggi dengan di daerah dataran rendah yaitu hasil penelitian Girsang (2016) di daerah dataran rendah, pada daerah dataran tinggi lama hidup masing masing stadia E. kamerunicus membutuhkan waktu lebih lama kecuali imago, ukuran masing masing stadia E. kamerunicus lebih kecil, siklus hidup lebih lama dan keperidian lebih sedikit dari pada di daerah dataran rendah hal ini disebabkan karena berbedanya daerah dataran

17 28 E. kamerunicus hidup sehingga setiap tempat memiliki kondisi lingkungan yang berbeda pula menurut Syarkawi et al (2015) bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi suhu lingkungan, bagi organisme ektotherm seperti serangga, suhu rendah dapat memperpanjang masa perkembangan. Selain itu faktor makana juga berkaitan yaitu makanan yang baik akan membantu pertumbuhan dan perkembangan suatu serangga ( Susanto et al., 2007).

18 29 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Masa fase telur yaitu 2,33 ± 0,57 hari, larva instar 1 yaitu 2 ± 1,73 hari instar 2 yaitu 5 ±1 instar 3 yaitu 2,66 ±1,15 hari dan pupa yaitu 4,66 ± 0,57 hari. Umur imago jantan yaitu 10,72 ± 1,4 hari lebih cepat dari pada imago betina 14,44 + 1,55 hari. Siklus hidup E. kamerunicus berkisar 18,66 ± 3,05 hari. Masa prapeneluran E. kamerunicus yaitu 2 ± 0 hari. Lama peneluran E.kamerunicus yaitu 9,84 ± 0,96 hari, jumlah telur yang dihasilkan betina setiap hari 1,3 ± 0,18 butir, jumlah telur yang dihasilkan betina semasa hidupnya 20,4 ± 2,6 butir, dan masa pasca peneluran 4 ± 0,89 hari. Waktu yang dibutuhkan oleh E. kamerunicus untuk berkopulasi 1,84 ± 0,8 hari. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai populasi serangga penyerbuk E. kamerunicus pada tanaman kelapa sawit di daerah dataran tinggi untuk mengetahui pengaruhnya terhadap hasil produksi tanaman kelapa sawit di daerah dataran tinggi tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100-250 spikelet (tangkai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Bunga Kelapa Sawit Kelapa sawit termasuk kelompok pohon berumah satu, artinya dalam satu pohon terdapat tandan bunga jantan dan tandan bunga betina. Pertumbuhan bunga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious),

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious), TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kelapa Sawit Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious), artinya karangan bunga (inflorescence) jantan dan betina berada pada satu pohon, tetapi tempatnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Palmae. Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dan bersifat monocious, yaitu bunga jantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan 15 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bactrocera sp. (Diptera : Tephtritidae) Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Lalat buah betina memasukkan telur ke dalam kulit buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. Spesies palm tropika ini banyak ditanam di kawasan garis khatulistiwa.

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Hewan Percobaan Bahan dan Peralatan MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan 2 dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet yang diambil. Jumlah kumbang per tandan dihitung dari kumbang per spikelet dikali spikelet per tandan. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Klasifikasi Setothosea asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT. Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis. guineensis Jacq.

STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT. Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis. guineensis Jacq. STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : ROMI ARFIANTO S MELIALA 020302006 HPT DEPARTEMEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak II. TINJAUAN PUSTAKA Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan pada bulan Mei sampai bulan Desember 2015 di kebun salak Tapansari, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Salak yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan

TINJAUAN PUSTAKA. dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Telur diletakkan di dalam butiran dengan TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ekologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian-IPB, dan berlangsung sejak Juli sampai Desember 2010. Metode

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium Oleh Ida Roma Tio Uli Siahaan Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Subramanyam dan Hagstrum (1996), Hama kumbang bubuk dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Phylum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

Program Lay ut Medan Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan Toba Lake Niagara Hotel Parapat Pematang Siantar Marihat Parapat Colloquium Location Field Clinic Location 1. Teknik Hatch

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago Telur P. marginatus berwarna kekuningan yang diletakkan berkelompok didalam kantung telur (ovisac) yang diselimuti serabut lilin berwarna putih. Kantung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) 1.1 Biologi Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara parallel pada permukaan daun yang hijau. Telur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda 4.1.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Jawaban. 1 Metamorfosis Sempurna (Holometabola)

Jawaban. 1 Metamorfosis Sempurna (Holometabola) Soal metamorfosis 1. Apa yang dimaksud metamorfosis sempurna? 2. Gambarkan kejadian metamomorfosis sempurna! 3. Apa yang dimaksud dengan metamorfosis tidak sempurna? 4. Gambarkan kejadian metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut : Kerajaan Filum Kelas Bangsa : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Resistensi Tanaman Terhadap Serangan Hama Ketahanan/resistensi tanaman terhadap hama/penyakit adalah sekelompok faktor yang pada hakekatnya telah terkandung dalam tanaman

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA ASTRA AGRO LESTARI (AAL) RESEARCH AWARD TAHUN 2009

LAPORAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA ASTRA AGRO LESTARI (AAL) RESEARCH AWARD TAHUN 2009 LAPORAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA ASTRA AGRO LESTARI (AAL) RESEARCH AWARD TAHUN 2009 Judul: Aplikasi Kumbang Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust (Curculionidae: Coleoptera) untuk Peningkatan Produksi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit

BAHAN DAN METODE. Faktor II (lama penyinaran) : T 0 = 15 menit T 1 = 25 menit T 2 = 35 menit 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu, Sei Semayang dengan ketinggian tempat(± 50 meter diatas permukaan laut).

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5. Metagenesis. Metamorfosis. Regenerasi

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5. Metagenesis. Metamorfosis. Regenerasi SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5 1. Pada siklus hidup hewan tertentu, terjadi perubahan bentuk tubuh dari embrio sampai dewasa. Perubahan bentuk tubuh ini disebut...

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Pengadaan dan Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti 14 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Juli 2011 hingga Februari 2012, penelitian dilakukan di Insektarium Bagian Parasitologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm (Pracaya, 1991). Seperti yang terlihat pada xvi TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama S.oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera : Curculionidae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus : Animalia : Arthopoda : Insekta : Lepidoptera : Plutellidae : Plutella

Lebih terperinci

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus Langkah awal yang harus dilakukan pada penangkaran kupu-kupu adalah penyiapan sarana pemeliharaan dari stadia telur sampai imago. Bahan, alat

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial Apis cerana merupakan serangga sosial yang termasuk dalam Ordo Hymenoptera, Famili Apidae hidup berkelompok membentuk koloni. Setiap koloni terdiri

Lebih terperinci