BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI

BAB I PENDAHULUAN. Semua perusahaan yang berkeinginan untuk mempertahankan bisnisnya di

ANALISIS EFEKTIVITAS METODOLOGI PERBAIKAN PROSES DI PT. XYZ PROYEK AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kepuasan konsumen merupakan faktor yang sangat penting untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DAN METODE WEIGHTED PRODUCT UNTUK MENGURANGI WASTE PADA PROSES PRODUKSI SPARE PART OEM DI PT. SINAR AGUNG SELALU SUKSES

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 LEAN PRODUCTION SYSTEM

BAB V ANALISA HASIL. fokus di dalam program peningkatan kualitas Lean Six Sigma sehingga cacat

Implementasi Lean Manufacturing untuk Identifikasi Waste pada Bagian Wrapping di PT. X Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. kuantitatif dan kualitatif. Desain Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yaitu

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

B A B 5. Ir.Bb.INDRAYADI,M.T. JUR TEK INDUSTRI FT UB MALANG 1

Damper DB2B24SSC, diantaranya adalah:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian mengenai manufacturing cycle effectiveness dan

Evaluasi Sistem Bisnis Lean Oleh: Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma master Black Belt

BAB V PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai

Maya Anestasia, 2 Pratya Poeri, 3 Mira Rahayu 1, 2,3 Program Studi Teknik Industri, Fakultas Rekayasa Industri, Telkom University

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 1 LANDASAN TEORI

BAB 3 METODE PENELITIAN. Model penyelesaian masalah painting system adalah sebagai berikut : Identifikasi Masalah. Studi Pustaka.

Week 11 SIA SIKLUS PRODUKSI. Awalludiyah Ambarwati

BAB I PENDAHULUAN. Toyota production system (TPS) sangat populer di dunia perindustrian.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Lean Thinking dan Lean Manufacturing

Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB V PENUTUP. Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) dapat diterapkan dalam

BAB V ANALISIS HASIL OLAH DATA

MANAJEMEN PRODUKSI. Drh. Isnardono MM LEMBAGA PELATIHAN KERJA MANAJEMEN WIRAUSAHA DAN PRODUKTIVITAS PBM TAHUN 2015

BAB V ANALISA. Value added time Leadtime. = 3,22jam. 30,97 jam x 100% = 10,4%

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

PENGUKURAN DAN PENINGKATAN KINERJA RANTAI PASOKAN DENGAN PENDEKATAN SCOR (SUPPLY CHAIN DI PT. XYZ TUGAS SARJANA DEA DARA DAFIKA SIAGIAN NIM.

A B S T R A K. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya, tujuan akhir suatu perusahaan adalah untuk memperoleh

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA HASIL. penulis melakukan analisa lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang menjadi akar

Profesionalisme Akuntan Menuju Sustainable Business Practice Bandung, 20 Juli 2017

KAJIAN WASTE PADA PRODUKSI BENANG DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING DI PT. XYZ SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. komponen otomotif dituntut meningkatkan inovasi sehingga produk bisa menjadi

PENDEKATAN LEAN THINKING GUNA MEREDUKSI WASTE DI PT. JAKARANA TAMA WINDA ARIANI NASUTION

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB V PENUTUP. Manufacturing Cycle Effectiveness (MCE) dapat diterapkan di perusahaan, guna

Studi Kasus Perbandingan antara Lot-for-Lot dan Economic Order Quantity Sebagai Metode Perencanaan Penyediaan Bahan Baku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sigma bukan merupakan program kualitas yang berpegang pada zero defect (tanpa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. Persaingan dunia industri yang semakin ketat khususnya di industri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Minggu 11: Perencanaan Kegiatan Produksi

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V ANALISA HASIL. sebelumnya telah dibahas pada bab sebelumnya (Bab IV). Dimana cacat yang terjadi

Tantangan Industri Manufaktur

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1 Total Jumlah Produksi pada Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. kinerja khususnya dalam perencanaan produksi. Salah satu perencanaan produksi

USULAN PERBAIKAN SISTEM PRODUKSI UNTUK MENGURANGI PEMBOROSAN PADA AREA BONDING COMPOSITE DENGAN MENGGUNAKAN KONSEP LEAN MANUFACTURING *

BAB V ANALISA DAN PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

RANCANGAN SISTEM KANBAN UNTUK MENGURANGI NON VALUE ADDED ACTIVITIES PADA PROSES PRODUKSI DI PT. CENTRAL WINDU SEJATI

Jurnal String Vol.1 No.2 Tahun 2016 ISSN : PENENTUAN TEKNIK PEMESANAN MATERIAL PADA PROYEK STEEL STRUCTURE MENGGUNAKAN WINQSB

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan erat dengan kepuasan pelanggan, dan akhirnya, mempengaruhi kesuksesan

IDENTIFIKASI PROSES PRODUKSI UNTUK MEREDUKSI NON VALUE ADDING ACTIVITY

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME (SISTEM PRODUKSI TEPAT WAKTU) YULIATI, SE, MM

MANAJEMEN PRODUKSI DAN OPERASI

BAB V ANALISA HASIL. periode April 2015 Maret 2016 menghasilkan kurva trend positif (trend meningkat)

BAB I PENDAHULUAN. Dasar pemikiran dari lean thinking adalah berusaha menghilangkan waste

MATERI PRAKTIKUM MINGGU KE 2 PENENTUAN HPP DENGAN METODE ACTIVITY BASED COSTING

PENDEKATAN LEAN THINKING UNTUK PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI PLASTIK PE

Analisis Perbaikan UKM X dengan Pendekatan Lean Manufacture Guna Mereduksi Waste di Lantai Produksi Aluminum

Strategi Peningkatan Produktivita s

ISKANDAR ZULKARNAIN Dosen Pembimbing: H. Hari Supriyanto

Bab I PENDAHULUAN. Di era perdagangan bebas saat ini menyebabkan iklim kompetisi yang tinggi di

ABSTRACT. Keywords: activity-based costing, process value analysis, value content assessment. vii. Universitas Kristen Maranatha

Usulan Penerapan Lean Manufacturing Untuk Mengurangi Pemborosan Pada PT. Perkebunan Nusantara VIII

ANALISIS DEFECT RATE PENGELASAN DAN PENANGGULANGANNYA DENGAN METODE SIX SIGMA DAN FMEA DI PT PROFAB INDONESIA

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN (INDUSTRI)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. ini menimbulkan terjadinya persaingan yang ketat antar perusahaan. Dalam

Bab I Pendahuluan. Support. Webbing QC Sewing. Gambar I.1 Skema alur proses produksi tas di PT. Eksonindo Multi Product Industry

BAB I PENDAHULUAN. Penanganan material adalah salah satu proses kunci dalam sebuah rantai

SIKLUS PRODUKSI. Tiga fungsi SIA dasar dalam siklus produksi, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. membuat setiap perusahaan harus dapat bersaing secara global baik di pasaran nasional

SIKLUS PRODUKSI. A. Definisi Siklus Produksi

BAB V ANALISA PEMBAHASAN

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.2, No.2 Agustus 2015 Page 4630

Kata Kunci Life Cycle Cost (LCC), Overall Equipment Effectiveness (OEE), Six Big Losses

USULAN IMPLEMENTASI SISTEM PRODUKSI JUST IN TIME DENGAN KARTU KANBAN DI LINE PRODUKSI CORE MAKING DISA TIPE MESIN VERTIKAL PT AT INDONESIA

Transkripsi:

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Kerangka Konseptual Dalam proyek akhir ini efektivitas dari metodologi pemecahan masalah akan dikaji melalui perbandingan beberapa parameter masukan dan keluaran secara konsisten. Parameter masukan yang dipilih adalah: Waktu yang dibutuhkan dalam proses pemecahan masalah SDM yang diperlukan dalam proses tersebut Parameter keluaran yang akan digunakan diambil dari buku Manajemen Kinerja (Wibisono, 2006) mengenai Variabel Kinerja Operasi. Parameter yang dipilih diambil dari Tabel 6.10 yaitu: Biaya operasional Jumlah proses inefisien/non value added activities yang dieliminasi PPM atau defect rate Sisa limbah dan scrap Keenam variabel atau kriteria yang akan digunakan untuk melakukan analisis dan memperbandingkan efektivitas metodologi yang digunakan dalam pemecahan masalah atau penyempurnaan proses di PT XYZ di atas telah didiskusikan dan disetujui oleh pihak yang berkepentingan di PT XYZ yaitu LSC Officer dan LSC Deputy Officer sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas inisiatif perbaikan proses. Kerangka konseptual yang dibentuk dalam menuntun pengkajian efektivitas metodologi pemecahan masalah ini digambarkan pada Gambar 2.1. 9

Problem: Dirty / Paint Contamination Baseline: Operational cost NVAs Defect rate Scrap/waste Troubleshooting methodology Time Human Resources INPUTS Compare between both methodologies Ops cost reduction Root cause and countermeasures Eliminated NVA Defect rate reduction OUTPUTS Scrap/waste reduction Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Dalam proyek akhir ini dua parameter masukan dan empat parameter keluaran di atas akan diperbandingkan antara kedua metodologi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah dirty / contamination paint. 2.2 Analisis Situasi Untuk melihat efektivitas dari suatu metofologi pemecahan masalah, maka harus ditetapkan kondisi actual/awal (baseline) dari faktor faktor yang akan dikaji sesuai kerangka konseptual di atas sebelum diadakan proses pemecahan 10

masalah/perbaikan proses. Tujuan akhir dari digunakannya suatu metodologi pemecahan masalah adalah ditemukannya perbaikan proses yang merubah keadaan awal. Untuk keperluan pembuatan proyek akhir, dengan tujuan menunjukkan perbaikan yang dicapai dari empat variabel yang dikaji sambil tetap menjaga kerahasiaan data PT XYZ, maka digunakan index untuk variabel kondisi awal yang berhubungan dengan biaya. Perbaikan yang dicapai akan ditunjukkan berupa persentase dari penurunan index tersebut. Keempat faktor keluaran baseline yang dikaji adalah sebagai berikut: Biaya operasional (operational cost). Untuk keperluan proses produksi dan ruang lingkup proyek akhir ini, maka biaya operasional akan dibatasi pada biaya produk dan overhead serta biaya yang timbul akibat proses produksi itu sendiri. Biaya operasional yang akan dikaji meliputi: Biaya produk satuan dari suatu benda produksi (product unit cost), di PT XYZ terdiri dari beberapa komponen biaya: o Biaya material langsung (cost of direct material) meliputi : Biaya dari benda yang akan diproses spray painting Biaya dari paint yang digunakan Biaya dari material atau bahan pendukung lainnya seperti pelarut (solvent) o Biaya tenaga kerja (cost of labour) yang dihitung dari jumlah jam (flowchart hours FCH) yang diperlukan untuk menyelesaikan satu produk jadi. Data FCH didapat dari time study yang dilakukan bagian industrial engineering dan dituangkan dalam flowchart yang dikembangkan untuk tiap produk jadi. Tiap bagian produksi di PT XYZ memiliki standar nilai angka yang berbeda untuk manufacturing overhead rate dibedakan tergantung tingkat kesulitan 11

pekerjaannya. Untuk proses yang lebih tergantung dari mesin, angka ini merupakan machine rate. Untuk perhitungan biaya tenaga kerja didapat dari FCH dikalikan dengan manufacturing/machine rate o Biaya yang dicadangkan untuk pembelian material (material acquisition overhead), merupakan persentase dari biaya material langsung; dihitung untuk mengakomodasi jika ada kenaikan harga barang yang berbeda dengan harga saat dilakukan proses penghitungan biaya awal o Biaya yang dicadangkan untuk pengadaan barang (finished good add on), juga merupakan persentase dari biaya material langsung; dihitung untuk mengakomodasi biaya premium yang dikenakan pada harga beli oleh pemasok untuk pembelian di bawah jumlah order minimum (minimum order quantity), atau quota produksi hanya di bawah 20,000pcs Untuk melihat penurunan product unit cost yang dihasilkan maka akan digunakan index. Biaya satuan produk spray painting dibagi dua yakni produk dengan proses pad printing dan spray painting dianggap sebesar 100/1000pcs produk, serta produk dengan proses spray painting saja (yang lebih mahal) dianggap sebesar 124.59/1000pcs produk. Biaya yang timbul karena proses produksi itu sendiri. Dari kondisi yang telah diterangkan di bab sebelumnya, didalam proses spray painting terdapat komponen kegiatan produksi dan biaya yang tidak memberikan nilai tambah bagi customer atau proses berikutnya. Operasi pembersihan tidak memberikan nilai tambah karena seperti juga sudah diuraikan di bab sebelumnya, customer/proses berikutnya tidak mendapatkan 12

keuntungan lebih atau merasakan perbedaan signifikan apakah part yang diterima sudah melewati proses pembersihan atau memang dari sejak awal sudah bersih dan tidak perlu dibersihkan. Berdasarkan kriteria ini, maka proses pembersihan dianggap sebagai kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah. Biaya yang sebenarnya tidak perlu dikeluarkan PT XYZ akibat proses pembersihan bisa dihitung dengan menghitung komponen produksi yang diperlukan untuk proses tersebut yaitu: Biaya tenaga kerja. Proses pembersihan dilakukan oleh operator di jalur produksi spray painting. Biaya tenaga kerja dapat didapat dengan memperhitungkan angka angka berikut: o Standar manufacturing overhead rate untuk proses spray painting di PT XYZ, dituangkan dalam besaran nilai mata uang/ jam/1000pcs produk o FCH dari flowchart yang dibuat bagian engineering, menunjukkan waktu yang diperlukan untuk proses pembersihan, satuannya adalah jam/1000 pcs produk Proses pembersihan memerlukan biaya tenaga kerja sebesar: Manufacturing overhead rate (US$/jam/1000pcs) x FCH (jam/1000pcs) Biaya material pendukung yang digunakan untuk proses pembersihan berupa toluene dan ethyl alcohol. Data dari flowchart menunjukkan jumlah toluene dan ethyl alcohol yang digunakan untuk membersihkan 1000pcs produk sebanyak: o Toluene : o Ethyl alcohol : 100ml/1000pcs produk 75ml/1000pcs produk 13

Dengan harga solvent yang digunakan, maka proses pembersihan memerlukan biaya material dari toluene dan ethyl alcohol yang digunakan sebesar: Jumlah kebutuhan solvent (ml/1000pcs) x harga solvent (US$/ml) Dengan memperhitungkan rata rata biaya satuan produk proses spray painting di PT XYZ, total biaya material solvent dan tenaga kerja akibat proses pembersihan di atas mencapai 3.64% dari biaya satuan produk dengan dekorasi pad printing dan spray painting, dan mencapai 2.92 % biaya satuan produk dengan dekorasi spray painting saja. Berdasarkan data dari bagian master planning yang membuat perkiraan jadwal dan beban produksi selama setahun sesuai peramalan dari induk perusahaan, diperkirakan jumlah produk spray painting yang harus diproduksi selama tahun 2006 adalah sebanyak 47,000,000pcs. Dengan defect rate 248,447ppm, bisa diasumsikan produk yang harus dibersihkan selama tahun 2006 adalah sebanyak 248,447ppm x 47,000,000pcs = 11,677,009pcs. Jika diasumsikan proporsi produk dengan dekorasi pad printing dan spray painting dibanding produk dengan dekorasi spray painting saja adalah 50:50, maka biaya yang harus dikeluarkan untuk proses pembersihan selama tahun 2006 (dengan biaya satuan produk sebesar 100/1000pcs untuk produk pad printing dan spray painting dan 124.59/1000pcs untuk produk spray painting saja): 14

Pad printing + spray painting: 100/1000pcs x 3.64% x 50% x 11,677,009pcs = 21225.19/tahun Spray painting saja: 124.59/1000pcs x 2.92% x 50% x 11,677,009pcs = 21225.19/tahun Angka biaya tambahan untuk kedua jenis produk sama karena kebutuhan tenaga kerja dan material yang sama untuk proses tambahan. Total biaya yang sebenarnya tidak perlu dikeluarkan PT XYZ di tahun 2006 adalah 42450.37/tahun. Biaya overhead. Selain biaya akibat kegiatan yang tidak memberi nilai tambah yang ditimbulkan di atas, proses pembersihan juga menyebabkan adanya biaya tambahan yang tidak dimasukan dalam biaya produk satuan, tetapi oleh PT XYZ dimasukkan ke biaya overhead seperti: Biaya perlengkapan yang digunakan untuk pembersihan berupa kapas/ kain. Konsumsi harian proses spray painting di PT XYZ sekitar 15kg/hari, dan dimasukkan ke biaya overhead PT XYZ Biaya untuk pembuangan kapas/kain yang telah digunakan untuk pembersihan dengan toluene/ethyl alcohol yang dikategorikan sebagai limbah B3 ke PPLI, dengan standar biaya untuk membuang limbah B3 kapas/kain sebesar US$60/150kg. Biaya ke PPLI ini juga masuk ke overhead PT XYZ Kegiatan yang tidak memberi nilai tambah (non value added activities). Jeffrey Liker dalam bukunya The Toyota Way, hal 28 dan 280 menyatakan bahwa kegiatan yang tidak memberi nilai tambah terkadang diperlukan seperti 15

waktu tunggu, atau kegiatan mengambil alat. Dalam proses spray painting, proses pembersihan merupakan kegiatan yang tidak memberi nilai tambah yang tidak diperlukan, tetapi lebih merupakan akibat dari ketidaksempurnaan dari proses sebelumnya yang menyebabkan cacat produk dirty/contamination. Karena ketidak sempurnaan proses ini maka terjadi kegiatan yang tidak memberi nilai tambah sebesar 1.25jam/1000 unit produk sesuai engineering flowchart Angka produk cacat (defect rate). Berdasarkan catatan QC, defect rate di bagian spray painting pada week ending 11 Maret 2006 mencapai angka 568,323ppm dengan setengahnya (248,447ppm) adalah cacat akibat dirty/contamination Limbah atau scrap. Limbah yang dihasilkan oleh proses pembersihan di spray painting merupakan kapas atau kain yang dikategorikan limbah B3 atau bahan beracun dan berbahaya (hazardous waste), sehingga memerlukan biaya lagi untuk membuangnya ke PPLI. Di tahun 2005, PT XYZ mengeluarkan biaya US$12,600 untuk membuang limbah B3 berupa kapas/kain yang sudah terkontaminasi pelarut dari proses pembersihan melewati PPLI. 2.3 Akar Masalah Dari fakta di lapangan bisa dikaji beberapa hal: Defect rate sebesar 568,323ppm dan khususnya defect rate akibat produk cacat yang disebabkan dirty/contamination sebesar 248,447ppm pada akhir minggu (week ending) 11 Maret 2006 sebenarnya merupakan angka yang endemis dan telah berlangsung lama, seperti ditunjukkan pada catatan QC pada Tabel 2.1. 16

Angka rata rata defect rate mingguan sebesar 532,577ppm harus diturunkan. Fakta ini menunjukkan bahwa kemampuan proses spray painting di PT XYZ untuk memproduksi barang bagus (non defective parts) sebenarnya hanya sekitar 46.74% tanpa ada proses tambahan, atau dengan perkataan lain 53.26% produk yang dihasilkan tanpa proses tambahan adalah produk cacat Tabel 2.1 Rekapitulasi Defect Rate Januari-Maret 2006 Week Ending Total Defect (PPM) Dirty/Contamination Defect (PPM) January 7, 2006 451,639 218,579 January 14, 2006 468,543 201,987 January 21, 2006 544,708 247,214 January 28, 2006 540,186 261,562 February 4, 2006 522,990 256,301 February 11, 2006 557,417 270,506 February 18, 2006 593,120 280,000 February 25, 2006 580,992 268,595 March 4, 2006 497,851 207,500 March 11, 2006 568,323 248,447 Average 532,577 246,069 Biaya akibat kegiatan yang tidak memberi nilai tambah yang timbul sebesar 2.92 3.64% dari biaya satuan produk, biaya overhead dari pembelian kapas dan kain serta biaya untuk pembuangan limbah B3 menyebabkan PT XYZ tidak kompetitif. Sebagai bagian divisi operasional dari induk perusahaan di Amerika, maka PT XYZ merupakan cost center, dan dievaluasi berdasarkan kemampuan untuk mengontrol biaya operasional. Secara konsekuen, strategi yang digunakan oleh PT XYZ 17

untuk meningkatkan daya saing adalah adalah dengan mentargetkan biaya serendah rendahnya (cost leadership). PT XYZ tidak mentargetkan untuk untuk mendapatkan profit setinggi tingginya, melainkan menekan segala biaya yang timbul akibat kegiatan operasional dan biaya produk (material/tenaga kerja). Depertemen Engineering di PT XYZ memiliki beban kerja yang cukup tinggi, dengan jumlah produk baru sebanyak 254 produk baru di tahun 2006 dan waktu pengembangan produk yang singkat yaitu rata rata 90 hari. Waktu ini diukur dari sejak paket awal pengembangan produk (development start package DSP) diterima dari bagian desain di induk perusahaan sampai jadwal mulai produksi masal (production start PS) Untuk mendapatkan pengurangan biaya dan mempertimbangkan beban kerja tersebut di atas, dibutuhkan suatu metodologi pemecahan masalah yang efektif dan efisien dari segi waktu dan sumber daya yang dibutuhkan. Dua buah metodologi pemecahan masalah yang sudah digunakan di PT XYZ adalah: Metodologi Six Sigma menggunakan pendekatan DMAIC Metodologi Differential Diagnosis (DD) yang diperkenalkan Dr. Shrinivas Gondhalekar (Dr. G) dari Kaizen Institute Kedua metodologi ini digunakan secara terpisah di PT XYZ karena metode aplikasi dan operasional yang berbeda. Bab berikut akan membahas dan membandingkan perbedaan serta efektivitas dari keduanya. 18