Motor Ainkron Oleh: Sudaryatno Sudirham. Kontruki Dan Cara Kerja Motor merupakan piranti konveri dari energi elektrik ke energi mekanik. Salah atu jeni yang banyak dipakai adalah motor ainkron atau motor induki. Di ini kita hanya akan melihat motor ainkron tiga faa. Stator memiliki alur-alur untuk memuat belitan-belitan yang akan terhubung pada item tiga faa. Gb.. hanya memperlihatkan tiga belitan pada tator ebagai belitan terpuat, yaitu belitan aa, bb dan cc yang berbeda poii 0 o mekanik. Suunan belitan ini ama dengan uunan belitan pada tator generator inkron. Ketiga belitan ini dapat dihubungkan Y ataupun untuk elanjutnya diambungkan ke umber tiga faa. Rotor mempunyai alur-alur yang berii konduktor dan emua konduktor pada rotor ini dihubung ingkat Gb.. Motor ainkron. di ujung-ujungnya. Inilah alah atu kontruki rotor yang diebut rotor angkar (uunan konduktor-konduktor itu berbentuk angkar). Untuk memahami ecara fenomenologi cara kerja motor ini, kita melihat kembali bagaimana generator inkron bekerja. Rotor generator yang mendukung kutub magnetik kontan berputar pada poronya. Magnet yang berputar ini mengimbakan tegangan pada belitan tator yang membangun item tegangan tiga faa. Apabila rangkaian belitan tator tertutup, mialnya melalui pembebanan, akan mengalir aru tiga faa pada belitan tator. Seuai dengan hukum Lenz, aru tiga faa ini akan membangkitkan fluki yang melawan fluki rotor; kejadian ini kita kenal ebagai reaki jangkar. Karena fluki rotor adalah kontan tetapi berputar euai perputaran rotor, maka fluki reaki jangkar juga haru berputar euai perputaran fluki rotor karena hanya dengan jalan itu hukum Lenz dipenuhi. Jadi mengalirnya aru tiga faa pada belitan rotor membangkitkan fluki kontan yang berputar. Sekarang, jika pada belitan tator motor ainkron diinjekikan aru tiga faa (belitan tator dihubungkan pada umber tiga faa) maka akan timbul fluki kontan berputar eperti layaknya fluki kontan berputar pada reaki jangkar generator inkron. Demikianlah bagaimana fluki berputar timbul jika belitan tator motor aikron dihubungkan ke umber tiga faa. Kita akan melihat pula ecara kemati, bagaimana timbulnya fluki berputar. Untuk itu hubungan belitan tator kita gambarkan ebagai tiga belitan terhubung Y yang berbeda poii 0 o mekani atu ama lain eperti terlihat pada Gb..a. Belitan-belitan itu maing-maing dialiri aru i a, i b, dan i c yang berbeda faa 0 o elektrik eperti ditunjukkan oleh Gb..b. Maing-maing belitan itu akan membangkitkan fluki yang berubah terhadap waktu euai dengan aru yang mengalir padanya. Kita perhatikan ituai yang terjadi pada beberapa titik waktu. Perhatikan Gb.. Pada t aru i a makimum negatif dan aru i b = i c poitif. Ke-tiga aru ini maing-maing membangkitkan fluki φ a, φ b dan φ c yang memberikan fluki total φ tot. Kejadian ini berubah pada t, t 3, t 4 dan eterunya yang dari Gb.. terlihat bahwa fluki total b c a a c b
berputar eiring dengan perubahan aru di belitan tiga faa. Peritiwa ini dikenal ebagai medan putar pada mein ainkron. c. a). c b b a a b). 0 -. -80-35 -90-45 0 45 90 35 80 t i a i b i c t t t 3 t 4 i c i c i c i c i b i a i b i a i b i a i b i a φ b φ a φ tot φ a φ a φ a φ c φ tot φ c φ b φc φ b φ c φ b φ tot φtot t t t 3 t 4 Gb.. Terbentuknya fluki magnetik yang berputar. Aru poitif menuju titik netral, aru negatif meninggalkan titk netral. Fluki total φ tot tetap dan berputar. Kecepatan perputaran dari medan putar haru memenuhi relai antara jumlah kutub, frekueni tegangan, dan kecepatan perputaran inkron ebagaimana telah kita kenal pada mein inkron yaitu p n 0 f f = Hz atau n = rpm () 0 p dengan f adalah frekueni tegangan tator, n adalah kecepatan perputaran medan putar yang kita ebut perputaran inkron. Jumlah kutub p ditentukan oleh uunan belitan tator. Pada belitan tator eperti pada contoh kontruki mein pada Gb.. jumlah kutub adalah, ehingga jika frekueni tegangan 50Hz maka perputaran inkron adalah 3000 rpm. Untuk mempuat jumlah kutub menjadi 4, belitan tator diuun eperti pada tator mein inkron pada Gb.. Selanjutnya medan magnetik berputar yang ditimbulkan oleh tator akan mengimbakan tegangan pada konduktor rotor. Karena konduktor rotor merupakan rangkaian tertutup, maka akan mengalir aru yang kemudian berinteraki dengan medan magnetik yang berputar dan timbullah gaya euai dengan hukum Ampere. Dengan gaya inilah terbangun torka yang akan membuat rotor berputar Sudaryatno Sudirham, Motor Ainkron
dengan kecepatan perutaran n. Perhatikanlah bahwa untuk terjadi torka, haru ada aru mengalir di konduktor rotor dan untuk itu haru ada tegangan imba pada konduktor rotor. Agar terjadi tegangan imba, maka kecepatan perputaran rotor n haru lebih kecil dari kecepatan perputaran medan magnetik (yaitu kecepatan perputaran inkron n ) ebab jika kecepatannya ama tidak akan ada fluki yang terpotong oleh konduktor. Dengan kata lain haru terjadi beda kecepatan antara rotor dengan medan putar, atau terjadi lip yang bearnya adalah : Nilai terletak antara 0 dan. n n = () n Rotor Belitan. Pada awal perkenalan kita dengan mein ainkron, kita melihat pada kontruki yang diebut mein ainkron dengan rotor angkar. Jika pada rotor mein ainkron dibuat alur-alur untuk meletakkan uunan belitan yang ama dengan uunan belitan tator maka kita mempunyai mein ainkron rotor belitan. Terminal belitan rotor dapat dihubungkan dengan cincin geer (yang berputar berama rotor) dan melalui cincin E belitan tator E belitan rotor geer ini dapat dihubungkan pada reitor untuk keperluan pengaturan Gb.3. Hubungan belitan tator dan rotor perputaran. Skema hubungan belitan tator dan rotor diperlihatkan pada Gb.3; pada waktu operai normal belitan rotor dihubung ingkat. Hubungan eperti ini mirip dengan tranformator. Medan putar akan mengimbakan tegangan baik pada belitan tator maupun rotor. Tegangan imba pada tator adalah : E = 4,44 f K w φm (3) p n dengan K w adalah faktor belitan tator, f = = frekueni tegangan tator, φ m adalah 0 fluki makimum di celah udara, adalah jumlah lilitan belitan tator. Jika belitan rotor terbuka dan rotor tidak berputar, maka tegangan imba pada belitan rotor adalah E = 4,44 f K w φm (4) p n dengan K w adalah faktor belitan rotor, f = = frekueni tegangan tator (karena rotor 0 tidak berputar), φ m adalah fluki makimum di celah udara ama dengan fluki yang mengibakan tegangan pada belitan tator, adalah jumlah lilitan belitan rotor. Jika rotor dibiarkan berputar dengan kecepatan perputaran n maka terdapat lip eperti ditunjukkan oleh (). Frekueni tegangan imba pada rotor menjadi 3
p ( n n) p n f = = = f Hz (5) 0 0 Jadi frekueni tegangan rotor diperoleh dengan mengalikan frekueni tator dengan lip ; oleh karena itu ia ering diebut frekueni lip. Tegangan imba pada belitan rotor dalam keadaan berputar menjadi E = E (6) Jika rotor tak berputar (belitan rotor terbuka), maka dari (5) dan (6) kita peroleh E E Situai ini mirip dengan tranformator tanpa beban. K w = = a K w CO TOH- : Tegangan eimbang tiga faa 50 Hz diberikan kepada motor ainkron tiga faa, 4 kutub. Pada waktu motor melayani beban penuh, diketahui bahwa lip yang terjadi adalah 0,05. Tentukanlah : (a) kecepatan perputaran medan putar relatif terhadap tator; (b) frekueni aru rotor; (c) kecepatan perputaran medan rotor relatif terhadap rotor; (d) kecepatan perputaran medan rotor relatif terhadap tator; (e) kecepatan perputaran medan rotor relatif terhadap medan rotor. Penyeleaian: (a) Relai antara kecepatan medan putar relatif terhadap tator (kecepatan inkron) p n dengan frekueni dan jumlah kutub adalah f =. Jadi kecepatan perputaran 0 medan putar adalah 0 f n = p 0 50 = = 500 rpm 4 (b) Frekueni aru rotor adalah f = f = 0,05 50=, 5 Hz. (c) Karena belitan rotor adalah juga merupakan belitan tiga faa dengan pola eperti belitan tator, maka aru rotor akan menimbulkan pula medan putar eperti halnya aru belitan tator menimbulkan medan putar. Kecepatan perputaran medan putar rotor relatif terhadap rotor adalah 0 f 0,5 n = = = 75 Hz p 4 (d) Relatif terhadap tator, kecepatan perputaran medan rotor haru ama dengan kecepatan perputaran medan tator, yaitu kecepatan inkron 500 rpm. (e) Karena kecepatan perputaran medan rotor ama dengan kecepatan perputaran medan tator, kecepatan perputaran relatifnya adalah 0. (7) 4 Sudaryatno Sudirham, Motor Ainkron
. Rangkaian Ekivalen Rangkaian ekivalen yang akan kita pelajari adalah rangkaian ekivalen per faa. Rangkaian Ekivalen Stator. Jika reitani belitan primer per faa adalah R dan reaktaninya adalah X, edangkan rugi-rugi inti dinyatakan dengan rangkaian paralel uatu reitani R c dan reaktani X φ eperti halnya pada tranformator. Jika V adalah tegangan mauk per faa pada belitan tator motor dan E adalah tegangan imba pada belitan tator oleh medan putar eperti diberikan oleh (3), maka kita akan mendapatkan hubungan faor ( + ) V = I R jx + E (8) Faor-faor tegangan dan aru erta reaktani pada peramaan (8) ini adalah pada frekueni inkron ω = π f. Rangkaian ekivalen tator menjadi eperti pada Gb.4. yang mirip rangkaian primer tranformator. Perbedaan terletak pada bearnya I f yang pada tranformator berkiar antara 5 peren dari aru nominal, edangkan pada motor ainkron aru ini antara 5 40 peren aru nominal, tergantung dari bearnya motor. I V R jx I c I f I φ A E R c jx c B Gb.4. Rangkaian ekivalen tator. Selain itu reaktani bocor X pada motor jauh lebih bear karena adanya celah udara dan belitan tator terditribui pada permukaan dalam tator edangkan pada tranformator belitan terpuat pada intinya. Tegangan E pada terminal AB pada rangkaian ekivalen ini harulah mereflekikan peritiwa yang terjadi di rotor. Rangkaian Ekivalen Rotor. Jika rotor dalam keadaan berputar maka tegangan imba pada rotor adalah E. Jika reitani rotor adalah R dan reaktaninya adalah X maka aru rotor adalah : E I = (9) ( R + jx ) Perhatikanlah bahwa faor-faor tegangan dan aru erta nilai reaktani pada peramaan (9) ini adalah pada frekueni rotor ω = π f, berbeda dengan peramaan faor (8). Kita gambarkan rangkaian untuk peramaan (9) ini eperti pada Gb.5.a. 5
A I R jx A I R jx E E B A B E I Gb.5. Pengembangan rangkaian ekivalen rotor. Menurut (6) E = E dimana E adalah tegangan rotor dengan frekueni inkron ω. Reaktani rotor X dapat pula dinyatakan dengan frekueni inkron; jika L adalah induktani belitan rotor (yang merupakan bearan kontan karena ditentukan oleh kontrukinya) maka kita mempunyai hubungan 6 Sudaryatno Sudirham, Motor Ainkron a) R jx c) X = ωl = ωl = X (0) Di ini kita mendefiniikan reaktani rotor dengan frekueni inkron X = ωl. Karena Reitani tidak tergantung frekueni, kita nyatakan reitani rotor ebagai R = R. Dengan demikian maka aru rotor menjadi E I = () R + jx Peramaan faor tegangan dan aru rotor () ekarang ini adalah pada frekueni inkron dan peramaan ini adalah dari rangkaian yang terlihat pada Gb.5.b. Tegangan pada terminal rotor A B adalah tegangan karena ada lip yang bearnya adalah E. Dari rangkaian ini kita dapat menghitung bearnya daya nyata yang dierap rotor per faa, yaitu P I cr = R () Jika pembilang dan penyebut pada peramaan () kita bagi dengan kita akan mendapatkan I = (3) R + jx B A B Langkah matemati ini tidak akan mengubah nilai I dan rangkaian dari peramaan ini adalah eperti pada Gb.5.c. Walaupun demikian ada perbedaan penafiran ecara fiik. Tegangan pada terminal rotor A B ekarang adalah tegangan imba pada belitan rotor dalam keadaan rotor tidak berputar dengan nilai eperti diberikan oleh (4) dan bukan tegangan karena ada lip. Jika pada Gb.5.b. kita mempunyai rangkaian riil rotor dengan reitani kontan R dan tegangan terminal rotor yang tergantung dari lip, maka pada Gb.5.c. kita mempunyai rangkaian ekivalen rotor dengan tegangan terminal rotor tertentu dan reitani yang tergantung dari lip. Tegangan terminal rotor pada keadaan terakhir ini kita ebut tegangan celah udara pada terminal rotor dan daya yang dierap rotor kita ebut daya celah E E I R b) d) jx R
udara, yaitu : = R I (4) P g Daya ini jauh lebih bear dari P cr pada (). Pada mein bear nilai adalah ekitar 0,0 ehingga P g ekitar 50 kali P cr. Perbedaan antara (4) dan () terjadi karena kita beralih dari tegangan rotor riil yang berupa tegangan lip ke tegangan rotor dengan frekueni inkron. Daya nyata P g tidak hanya mencakup daya hilang pada reitani belitan aja tetapi mencakup daya mekani dari motor. Daya mekani dari rotor ini endiri mencakup daya keluaran dari poro motor untuk memutar beban ditambah daya untuk mengatai rugi-rugi rotai yaitu rugi-rugi akibat adanya geekan dan angin. Oleh karena itu daya P g kita ebut daya celah udara artinya daya yang dialihkan dari tator ke rotor melalui celah udara yang meliputi daya hilang pada belitan rotor (rugi tembaga rotor) dan daya mekani rotor. Dua komponen daya ini dapat kita piahkan jika kita menulikan R = R + R Suku pertama (5) akan memberikan daya hilang di belitan rotor (per faa) P I cr = R dan uku kedua memberikan daya keluaran mekanik ekivalen (5) P m = I R (6) Dengan cara ini kita akan mempunyai rangkaian ekivalen rotor eperti pada Gb.5.d. Rangkaian Ekivalen Lengkap. Kita menginginkan atu rangkaian ekivalen untuk mein ainkron yang meliputi tator dan rotor. Agar dapat menghubungkan rangkaian rotor dengan rangkaian tator, kita haru melihat tegangan rotor E dari ii tator dengan memanfaatkan (6) yang memberikan E = ae. Jika E pada Gb.5.d. kita ganti dengan E = ae, yaitu tegangan rotor dilihat dari ii tator, maka aru rotor dan emua parameter rotor haru pula dilihat dari ii tator menjadi I, R dan X. Dengan demikian kita dapat menghubungkan terminal rotor A B ke terminal AB dari rangkaian tator pada Gb.4. dan mendapatkan rangkaian ekivalen lengkap eperti terlihat pada Gb.6. I A I V R jx R c I f jx c R jx R B Gb.6. Rangkaian ekivalen lengkapmotor aikron. Aliran Daya. Aliran daya per faa dalam motor ainkron dapat kita baca dari rangkaian ekivalen ebagai berikut. Daya (riil) yang mauk ke tator motor melalui tegangan V dan aru I digunakan untuk : mengatai rugi tembaga tator : P I c = R mengatai rugi-rugi inti tator : P inti 7
daya mauk ke rotor, diebut daya celah udara untuk mengatai rugi-rugi tembaga rotor : R = ( I ), yang digunakan P g ) P cr = ( I R memberikan daya mekani rotor P m = ( I ) R, yang terdiri dari : daya untuk mengatai rugi rotai (geekan dan angin) : P rotai daya keluaran di poro rotor : P o. Jadi urutan aliran daya ecara ingkat adalah : Po = P m P rotai ; Pm = Pg Pcr ; Pg = Pin Pinti Pc Rangkaian Ekivalen Pendekatan. Dalam melakukan analii motor ainkron kita ering menggunakan rangkaian ekivalen pendekatan yang lebih ederhana eperti pada Gb.7. Dalam rangkaian ini rugi-rugi tembaga tator dan rotor diatukan menjadi ( I ) Re. Bagaimana R e dan X e ditentukan akan kita baha berikut ini. I jx e = jx + jx V R c I f R e = R + R jxc R Gb.7. Rangkaian ekivalen pendekatan. 3. Penentuan Parameter Rangkaian Pengukuran Reitani. Reitani belitan tator maupun belitan rotor dapat diukur. Namun perlu diingat bahwa jika pengukuran dilakukan dengan menggunakan metoda pengukuran aru earah dan pengukuran dilakukan pada temperatur kamar, haru dilakukan korekikoreki. Dalam pelajaran lebih lanjut kita akan melihat bahwa reitani untuk aru bolakbalik lebih bear dibandingkan dengan reitani pada aru earah karena adanya gejala yang diebut efek kulit. Selain dari itu, pada kondii kerja normal, temperatur belitan lebih tinggi dari temperatur kamar yang berarti nilai reitani akan edikit lebih tinggi. Uji Beban ol. Dalam uji beban nol tator diberikan tegangan nominal edangkan rotor tidak dibebani dengan beban mekani. Pada uji ini kita mengukur daya mauk dan aru aluran. Daya mauk yang kita ukur adalah daya untuk mengatai rugi tembaga pada beban nol, rugi inti, dan daya celah udara untuk mengatai rugi rotai pada beban nol. Dalam uji ini lip angat kecil, aru rotor cukup kecil untuk diabaikan ehingga biaanya aru ekitai dianggap ama dengan aru uji beban nol yang terukur. Uji Rotor Diam. Uji ini analog dengan uji hubng ingkat pada tranformator. Dalam uji ini belitan rotor di hubung ingkat tetapi rotor ditahan untuk tidak berputar. Karena lip =, maka daya mekani keluaran adalah nol. Tegangan mauk pada tator dibuat cukup rendah untuk membatai aru rotor pada nilai yang tidak melebihi nilai nominal. Selain itu, tegangan tator yang rendah (antara 0 0 % nominal) membuat aru magnetiai angat kecil ehingga dapat diabaikan. Rangkaian ekivalen dalam uji ini adalah eperti pada Gb.8. 8 Sudaryatno Sudirham, Motor Ainkron
Perhatikan bahwa kita mengambil tegangan faa-netral dalam rangkaian ekivalen ini. I 0 jx e = jx + jx R e = R + R V fn Jika P d adalah daya tiga faa yang terukur dalam uji rotor diam, I d adalah aru aluran dan V d adalah tegangan faa-faa yang terukur dalam uji ini, maka Pd Re = X+ jx = 3I d Vd Ze = (7) I d 3 X e == Ze Re = X+ X Jika kita menggunakan rangkaian ekivalen pendekatan, pemiahan antara X dan X tidak diperlukan dan kita langung memanfaatkan X e. CO TOH- : Daya keluaran pada poro rotor motor ainkron tiga faa 50 Hz adalah 75 kw. Rugi-rugi rotai adalah 900 W; rugi-rugi inti tator adalah 400 W; rugi-rugi tembaga tator adalah 700 W. Aru rotor dilihat dari ii tator adalah 00 A.. Hitunglah efiieni motor jika diketahui lip = 3,75%. Penyeleaian: Dari rangkaian ekivalen, daya mekanik ekivalen adalah P m = ( I ) R. P m dalam formulai ini meliputi daya keluaran pada poro rotor dan rugi rotai. Daya keluaran 75 kw yang diketahui, adalah daya keluaran pada poro rotor edangkan rugi rotai diketahui 900 W ehingga dan rugi-rugi tembaga rotor adalah Efiieni motor adalah Gb.8. Rangkaian ekivalen motor aikron pada uji rotor diam. P m = 75000 + 900 = 75900 W Pm 75900 0,0375 Pcr = ( I ) R = = = 957 0,0375 Pkeluaran 75000 η= 00% = 00% Pkeluaran + rugi rugi 75000+ 400+ 700+ 900+ 957 = 87,45% W 9
CO TOH-3 : Uji rotor diam pada ebuah motor ainkron tiga faa rotor belitan, 00 HP, 380 V, hubungan Y, memberikan data berikut: daya mauk P d = 0 kw, aru aluran I d = 50 A, V d = 65 Vdan pengukuran reitani belitan rotor memberikan hail R = 0,0 Ω per faa. Tentukan reitani rotor dilihat di tator. Penyeleaian : Menurut (7) kita dapat menghitung Pd 0000 R e = = = 0,0533 Ω per faa 3I d 3 (50) R = Re R = 0,0533 0,0= 0,0333 Ω per faa CO TOH-4 : Pada ebuah motor ainkron tiga faa 0 HP, 4 kutub, 0 V, 50 Hz, hubungan Y, dilakukan uji beban nol dan uji rotor diam. Beban nol : V 0 = 0 V; I 0 = 9, A; P 0 = 670 W Rotor diam : V d = 57 V; I d = 30 A; P d = 950 W. Pengukuran reitani belitan tator menghailkan nilai 0,5 Ω per faa. Rugi-rugi rotai ama dengan rugi inti tator. Hitung: (a) parameter-parameter yang diperlukan untuk menggambarkan rangkaian ekivalen (pendekatan); (b) aru ekitai dan rugi-rugi inti. Penyeleaian : a). Karena terhubung Y, tegangan per faa adalah 0 V = = 7 V. 3 Uji rotor diam memberikan : Pd 950 R e = = = 0,35 Ω ; 3( I d ) 3 (30) R = Re R = 0,35 0,5= 0, Ω Vd 57 Z e = = =, Ω ; X e = Z e Re = (,) (0,35) = 3,4 Ω 3 I d 3 30 b). Pada uji beban nol, aru rotor cukup kecil untuk diabaikan; jadi aru yang mengalir pada uji beban nol dapat dianggap aru ekitai I f. Daya pada uji beban nol P 0 = 670= V0I f coθ 3 670 co θ= = 0, 9 lagging. 0 3 9, o Jadi : I f = 9, θ= 9, 79. Rugi inti : P inti = P0 3 I0 R = 670 3 9, 0,5= I 7 0 o V R c I f 63 W R e = 0,35 jx c jx e = j3,4 0, 0 Sudaryatno Sudirham, Motor Ainkron
CO TOH-5 : Motor pada Contoh-3. dikopel dengan uatu beban mekanik, dan pengukuran pada belitan tator memberikan data : daya mauk 950 W, aru 8 A, faktor daya 0,8. Tentukanlah : (a) aru rotor dilihat dari ii tator; (b) daya mekani rotor; (c) lip yang terjadi; (d) efiieni motor pada pembebanan terebut jika diketahui rugi rotai 500 W. Penyeleaian : a). Menggunakan tegangan maukan ebagai refereni, dari data pengukuran dapat kita o ketahui faor aru tator, yaitu: I = 8 35. Aru rotor dilihat dari ii tator adalah : I = I I f = 8 o o = 8 35 9, 79 o ( 0,8 j0,57) 9,( 0,9 j0,98) =, j6,94=,3 8 A b). Daya mekanik rotor adalah : Pm = Pin Pi nti Pc Pcr = 950 63 3 8 0,5 3,3 0,= 7867 3 ( I ) R c). Slip dapat dicari dari formulai Pg = Pin Pinti Pc =. 3( I ) R 3,3 0, = = = 0,0365 atau 3,65 % P g 950 63 3 8 0,5 e). Rugi rotai = 500 W. Daya keluaran umbu rotor : P o = P m Protai = 7867 500= Po 7367 Efiieni motor : η= 00% = 00% = 80% 950 P in W 7367 W 4. Torka Pada motor ainkron terjadi alih daya dari daya elektrik di tator menjadi daya mekanik di rotor. Sebelum dikurangi rugi-tembaga rotor, alih daya terebut adalah ebear daya celah udara P g dan ini memberikan torka yang kita ebut torka elektromagnetik dengan perputaran inkron. Jadi jika T adalah torka elektromagnetik maka P g Pg = Tω atau T = (8) ω Torka Aut. Torka aut (tarting torque) adalah torka yang dibangkitkan pada aat =, yaitu pada aat perputaran maih nol. Bearnya aru rotor ekivalen berdaarkan rangkaian ekivalen Gb.7. dengan = adalah Bear torka aut adalah T I = (9) ( R + R ) + ( X + X ) ( I ) V P g R 3V R a = = 3 = ( R ) ( ) (0) ω ω ω + R + X+ X
Pada aat = impedani angat rendah ehingga aru menjadi bear. Oleh karena itu pada waktu pengautan tegangan direduki dengan menggunakan cara-cara tertentu untuk membatainya aru. Sudah barang tentu penurunan tegangan ini akan memperkecil torka aut. Peramaan (0) menunjukkan bahwa jika tegangan dturunkan etengahnya, torka aut akan turun menjadi eperempatnya. Torka makimum. Torka ini penting diketahui, bahkan menjadi pertimbangan awal pada waktu perancangan mein dilakukan. Torka ini biaanya bernilai ampai 3 kali torka nominal dan merupakan kemampuan cadangan mein. Kemampuan ini memungkinkan motor melayani beban-beban puncak yang berlangung beberapa aat aja. Perlu diingat bahwa torka puncak ini tidak dapat diberikan ecara kontinyu ebab akan menyebabkan pemanaan yang akan meruak iolai. Karena torka ebanding dengan daya celah udara P g, maka torka makimum terjadi jika alih daya ke rotor mencapai nilai makimum. Dari rangkaian ekivalen pendekatan Gb.9., teorema alih daya makimum menyaratkan I V R c I f jx c R j ( X + X ) R bahwa alih daya ke makimum jika R akan Gb.9. Rangkaian ekivalen pendekatan. R m ( X + X ) = R + atau R = () R ( ) + X X m + Peramaan () memperlihatkan bahwa m dapat diperbear dengan memperbear R. Suatu motor dapat dirancang agar torka aut mendekati torka makimum dengan menyeuaikan nilai reitani rotor. Aru rotor pada waktu terjadi alih daya makimum adalah I = Torka makimum adalah = V R R + + m Sudaryatno Sudirham, Motor Ainkron ( X + X ) R + R + ( X+ X ) + ( X+ X ) V ( X + X ) + ( X + ) R + R R + X ( I ) = R 3V Tm = 3 = (3) ω m ω R + + ( + ) R X X Peramaan (3) ini memperlihatkan bahwa torka makimum tidak tergantung dari bearnya reitani rotor. Akan tetapi menurut () lip makimum m berbanding luru dengan reitani rotor. Jadi mengubah reitani rotor akan mengubah nilai lip yang akan memberikan torka makimum akan tetapi tidak mengubah bearnya torka makimum itu endiri. V ()
Karakteritik Torka Perputaran. Gb.0. memperlihatkan bagaimana torka berubah terhadap perputaran ataupun terhadap lip. Pada gambar ini diperlihatkan pula pengaruh reitani belitan rotor terhadap karakterik torka-perputaran. Makin tinggi reitani belitan rotor, makin bear lip tanpa mengubah bearnya torka makimum. torka dalam % nominal 300 00 00 0 0 m reitani rotor tinggi m 0 n reitani rotor rendah Gb.0. Karakteritik torka perputaran. lip perputaran Aplikai. Motor dibagi dalam beberapa katagori menurut karakteritik peifiknya euai dengan kemampuan dalam penggunaannya. Berikut ini data motor yang ecara umum digunakan, untuk keperluan memutar beban dengan kecepatan kontan dimana tidak diperlukan torka aut yang terlalu tinggi. Beban-beban yang dapat dilayani mialnya kipa angin, blower, alat-alat pertukangan kayu, pompa entrifugal. Dalam keadaan tertentu diperlukan pengautan dengan tegangan yang direduki dan jeni motor ini tidak boleh dibebani lebih ecara berkepanjangan karena akan terjadi pemanaan. Pengendalian. Dalam pemakaian, kita haru memperhatikan pengendaliannya. Pengendalian berfungi untuk melakukan aut dan menghentikan motor ecara benar, membalik perputaran tanpa meruakkan motor, tidak mengganggu beban lain yang termbung pada item pencatu yang ama. Hal-hal khuu yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah : (a) pembataan torka aut (agar beban tidak ruak); (b) pembataan aru aut; (c) proteki terhadap pembebanan lebih; (d) proteki terhadap penurunan tegangan; (e) proteki terhadap terputunya alah atu faa (yang dikenal dengan ingle phaing). Kita cukupkan ampai di ini pembahaan kita mengenai motor ainkron. Pengetahuan lebih lanjut akan kita peroleh pada pelajaran khuu mengenai mein-mein litrik. Tabel-. Motor Dalam Aplikai HP jumlah kutub torka aut % torka mak aru aut lip faktor daya efiieni 0,5 ampai 00 4 6 8 0 50 50 35 5 0 5 ampai 50 % tidak kurang dari 00 % 4 0 6 05 500 % ampai 000 % 3 % ampai 5 % 0,87 ampai 0,89 87 % ampai 89 % 3