BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Akne vulgaris atau lebih dikenal dengan jerawat, adalah penyakit self-limited yang menyerang unit pilosebaseus dan sering dijumpai pada usia remaja (Zaenglein dkk, 2008). Merupakan peradangan kronis yang ditandai dengan perkembangan lesi non inflamasi berupa komedo dan lesi inflamasi berupa papul, pustul, dan nodul yang dapat mengalami progresivitas menjadi parut (Elsaie dkk, 2010). Efek sekunder yang dihasilkan oleh akne vulgaris dapat bersifat permanen dikarenakan dapat terjadi pembentukan jaringan parut hipertrofi ataupun jaringan parut atrofi (Zaenglein dkk, 2008). Hampir 100% individu di dunia pernah mengalami jerawat dalam beberapa periode kehidupannya (Harper, 2004). Berdasarkan catatan kelompok studi dermatologi kosmetika Indonesia, Di Indonesia terdapat 60% penderita akne pada tahun 2006 dan 80% pada tahun 2007. Data tersebut menunjukkan terjadinya peningkatan sebesar 20% penderita akne vulgaris dikalangan masyarakat dalam kurun waktu setahun. Akne vulgaris mempengaruhi 60-90% populasi remaja dengan rentang usia 1
2 10-24 tahun (Amando dkk, 2006). Dijumpai sekitar 8,8% kasus akne vulgaris di RSUP Dr. Sardjito dari kunjungan poliklinik kulit dan kelamin selama periode 2009 hingga 2012, sedangkan di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Dr. Kariadi Semarang selama periode 2006 hingga 2008, penyakit kulit yang paling sering dijumpai salah satunya adalah akne vulgaris dengan persentase tertinggi mencapai 15,37% kasus pada tahun 2008. Dari kedua data rumah sakit tersebut, menunjukkan bahwa akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang banyak dijumpai dimasyarakat. Luaran yang ditimbulkan akibat adanya lesi akne vulgaris yang bersifat kronis dan peradangan berulang adalah munculnya parut akne permanen di wajah (Fabbrocini, 2010). Parut akne merupakan komplikasi lesi akne vulgaris dikarenakan rusaknya struktur mikroskopis kulit sehingga terjadi perubahan warna, tekstur, atau keduanya, yang berbeda kontras dengan kulit normal sekitarnya (Goodman, 2000). Parut akne dapat terbentuk pada 95% penderita akne dengan berbagai tipe morfologi (Goodman, 2001). Hampir 30% pasien akne mengalami parut akne secara signifikan dan dapat dinilai secara klinis (Holland dkk, 2004). Studi pada September 2007 hingga Februari 2008 oleh departemen
3 dermatologi Rumah Sakit Universitas Isra, mendapatkan hasil dari 100 subyek penderita akne berusia 11-35 tahun, 59% diantaranya memiliki parut akne (Rajar, 2009). Resiko terbentukya parut atrofi dan hipertrofi dipengaruhi oleh derajat respon imunologis dan respon peradangan (Bagatin, 2010). Terdapat korelasi yang signifikan antara derajat keparahan akne vulgaris saat onset awal terkait dengan terbentuknya parut akne yang lebih berat, baik pada laki-laki ataupun perempuan (Layton, 1994). Pasien yang mengalami peradangan berlebih pada lesi akne akan memiliki parut yang signifikan (Holland dkk, 2004). Terdapat korelasi positif antara keparahan dan durasi peradangan yang terjadi pada lesi akne dengan terbentuknya parut akne (Holland dan Jeremy, 2005). Salah satu faktor yang berperan penting dalam proses peradangan lesi akne vulgaris adalah aktivitas glandula sebasea dalam menghasilkan sebum kaya akan mediator kimia bersifat proinflamasi dan mencetus proses pertahanan imun innate sehingga dapat memperparah proses peradangan lesi akne dan meningkatkan kemungkinan munculnya parut akne (Tanghetti, 2013).
4 Paparan sinar matahari akan memperberat terjadinya parut akne (Fife, 2011) dikarenakan paparan sinar matahari menyebabkan peningkatan aktivitas sebum dan produksi keratin yang semakin menyumbat folikel pilosebaseus dan meningkatkan proses peradangan sehingga penyembuhan akne terhambat dan resiko terbentuknya parut akan lebih berat (Mills, 1978; Mitchell, 2002). Parut akne bukanlah suatu penyakit yang dapat mengancam jiwa, namun kejadian parut akne dapat membawa berbagai dampak fisik, sosial dan psikologis negatif serta merugikan dalam kehidupan pasien (Koo, 1995; Kim dkk, 2009). Diketahui 5,6% pasien terkait akne memiliki pemikiran untuk bunuh diri dan kemunculan parut akne akan menambah perasaan menderita dari pasien tersebut (Goodman, 2006). Berdasarkan uraian tersebut diatas, penulis tertarik untuk meneliti korelasi antara kadar sebum dengan derajat parut akne pada penderita akne vulgaris mengingat tingginya prevalensi penderita akne vulgaris yang berlanjut menjadi parut akne belakangan ini dan dampak negatif yang dapat terjadi pada penderita parut akne, serta masih sedikitnya literatur yang membahas korelasi kadar sebum dengan derajat parut akne.
5 I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, penulis mencoba untuk merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan, yaitu: 1. Apakah kadar sebum berkorelasi dengan derajat parut akne pada penderita akne vulgaris? I.3 Tujuan Penelitian Mengetahui korelasi antara kadar sebum dengan derajat parut akne pada penderita akne vulgaris. I.4 Keaslian Penelitian Penulis melakukan penelusuran pustaka melalui Pubmed dengan situs www.ncbi.nlm.nih.gov/pumbed/ menggunakan kata kunci (atrophic acne scarring) AND sebum ditemukan 2 artikel. Penelusuran melalui http://scholar.google.com/ menggunakan kata kunci sebum AND scar AND sebumeter pada seluruh bagian artiel dari tahun 2011 hingga sekarang ditemukan 68 artikel. Dari penelusuran tersebut, penulis tidak menjumpai adanya penelitian atau publikasi sebelumnya mengenai korelasi kadar sebum dengan derajat parut akne pada penderita akne vulgaris.
6 Tabel 1. Penelitian Mengenai Korelasi Kadar Sebum Terhadap Parut Akne Peneliti, Tahun, Publikasi Judul Penelitian Metode Penelitian Simpulan Holland Inflamation Penilaian Pasien dengan DB, 2004. British dkk. Journal of Dermatol. 150: 72-81 in scarring: acne a comparison of the responses in lesions from patients prone and not prone to scar marker selular dan vascular secara imunohisto kimia pada lesi akneinflamasi kecenderungan terjadi akan respon spesifik dominan, respon dimulai fase parut memiliki imun yang dan imun saat resolusi dari lesi akne. Adanya inflamasi yang berlanjut tahap terus pada penyembuhan luka diketahui berhubungan dengan parut akne kejadian I.5 Manfaat Penelitian 1) Bagi peneliti, dapat meningkatkan pemahaman terkait korelasi kadar sebum dengan derajat parut akne.
7 2) Bagi institusi, dapat digunakan sebagai masukan data dan informasi mengenai korelasi kadar sebum dengan derajat parut akne pada penderita akne vulgaris dan memberi peluang pada penelitian selanjutnya mengenai pencegahan dari parut akne tersebut. 3) Bagi subyek peneltian, dapat memberikan informasi dan rekomendasi mengenai pilihan alternative pencegahan terjadinya parut akne terkait dengan faktor kadar sebum pada penderita akne vulgaris